dimengerti. Upaya mencari penjelesan mengenai sebab kejahatan, sejarah peradaban manusia mencatat adanya dua bentuk pendekatan yang menjadi
landasan bagi lahirnya teori - teori dalam kriminologi yaitu:
14
14
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, 2001 , hal 19-23.
A. Spiritualisme.
Dalam penjelasan tentang kejahatan, spiritualisme memiliki perbedaan mendasar dengan metode penjelasan kriminologi yang ada saat ini. Berbeda
dengan teori – teori saat ini, penjelasan spiritualisme memfokuskan perhatiannya pada perbedaaan antara kebaikan yang datang dari Tuhan atau dewa dan
keburukan yang datang dari setan. Seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan dipandang sebagai orang yang telah terkena bujukan setan evill
demon . Penjelasan tentang kepercayaan manusia pada yang gaib tersebut dapat
kita peroleh dari berbagai literature sosisologi, arkeologi dan sejarah selama berabad – abad yang lalu.
Dalam perkembangan selanjutnya aliran spiritualisme ini masuk dalam lingkup pergaulan politik dan sosial kaum feodal. Landasan pemikiran yang
paling rasional dari perkembangan ini adalah bahwa pada periode sebelumnya pada kejahatan dianggap sebagai permasalahan antara koban dan keluarga korban
dengan pelaku dan keluarganya. Konsep perang tanding antara keluarga yang menjadi korban dengan
keluarga pelaku merupakan wadah pembalasan dendam dan kerugian dari pihak korban. Dalam hal ini ada suatu kepercayaan dari masyarakat bahwa kebenaran
akan selalu menang dan kejahatan pasti akan mengalami kebinasaan.
Universitas Sumatera Utara
Metode untuk membuktikan kesalahan seeorang dalam masyarakat primitf memiliki banyak model. Menceburkan seseorang kedalam sungai dengan cara
mengikatnya pada sebuah batu besar. Meski dalam kenyataan di masyarakat , dapat dilihat secara nyata bahwa
penjelasan spiritual ini ada dan berlaku dalam berbagai bentuk dan tingkat kebudayaan , namun aliran ini memiliki kelemahan . kelemahannya itu adalah
bahwa penjelasan ini tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
B. Naturalisme.
Naturalisme merupakan model pendekatan lain yang sudah ada sejak berabad – abad yang lalu . Adalah “ Hippocrates ” 460 S . M . yang
menyatakan bahwa “ the brain is organ of the mind” . perkembangan paham rasionalisme yang muncul dari perkembangan ilmu alam setelah abad pertengahan
menyebabkan manusia mencari model penjelasan lain yang lebih rasional dan mampu membuktikan secara ilmiah . dalam perjalanan sejarah kedua model
penjelasan ini beriringan meski bertolak belakang. Lahirnya rasionalisme di Eropa menjadikan pendekatan ini mendominasi pemikirn tentang kejahatan pada abad
selanjutnya. Dalam perkembangan lahirnya teori –teori tentang kejahatan , maka dapat
di bagi dalam tiga mazhab atau aliran yaitu :
1. Aliran Klasik
Dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas free will
. Di mana dalam bertingkah laku , ia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan segala tindakan berdasarkan keinginannya bedonisme .
Dengan kata lain manusia dalam berperilaku dipandu oleh dua hal yaitu
Universitas Sumatera Utara
penderitaan dan kesenangan yang menjadi resiko dari tindakan yang dilakukannya. Dalam hal ini hukuman di jatuhkan berdasarkan tindakannya ,
bukan kesalahannya. Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, Cesare Bonesana Marchese de
Beccaria menuntut adanya persamaan di hadapan hukum bagi semua orang dan keadilan dalam penerapan sanksi. Ia menginginkan kesebandingan antra tindakan
dan hukuman yang dijatuhkan. Ini dapat diungkapkan secara tersirat dalam tulisannya “The Crimes and Punishment”.
2. Aliran Neo Klasik.
Aliran neo klasik pada dasarnya bertolak pada pemikiran mazhab klasik. Namun demikian para sarjana mazhab neoklasik ini justru menginginkan
pembaharuan pemikiran dari mazhab klasik setelah kenyataannya pemikiran pada mazhab klsik justru menimbulkan ketidakadilan.
Meski mazhab neo klasik tidak dilandaskan pada pemikiran ilmiah namun aspek-aspek kondisi pelaku dan lingkungannya mulai diperhatikan. Hal tersebut
yang membuatnya berbeda dengan mazhab klasik.
3. Aliran Positifis
Secara garis besar positifis membagi dirinya menjadi dua pandangan yaitu: a. Determinisme Biologis yaitu teori-teori yang mendasari pemikiran bahwa
perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dalam dirinya.
b. Determinisme Cultural yaitu teori yang mendasari pemikirannya pada pengaruh sosial, budaya dan lingkungan dimana seseorang itu hidup.
Universitas Sumatera Utara
C.Teori Makro Teori yang bersifat abstrak:
a.
Teori anomi.
15
Teori yang mencari sebab kejahatan dari sosio-kultural dengan berorientasi pada kelas sosial. Emile Durkheim orang yang pertama kali
menggunakan istilah anomi untuk menggambarkan keadaan yang disebut Deregulation didalam masyarakat hancurnya keteraturan sosial akibat hilangnya
patokan-patokan dan nilai-nilai.
Robert Merton juga penganut Anomi tapi berbeda dengan Durkheim yaitu teorinya membagi norma sosial menjadi 2 jenis yakni tujuan sosial Societal
goals dan sarana yang tersedia Accept talk means untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana yang dipergunakan. Tapi dalam kenyataannya tidak
semua orang dapat menggunakan sarana yang tersedia sehingga digunakan berbagai cara untuk mendapatkan hal itu yang menimbulkan penyimpangan dalam
mencapai tujuan.
Menurut teori anomi, keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan menimbulkan isparitas anatara harapan expentantions , keinginan desires dan
kemapuan untuk mencapainya. Masyarakat, yang biasanya menikmati suatu standard kehidupan tertentu, tidak lagi sanggup mencapainya atau memenuhinya.
Pada saat yang bersamaan norma – norma hukum dan social kehilangan daya ikatnya dalam masyarakat. Oleh sebab itu, untuk mencapai standard
kehidupan mereka sebelumnya tersebut, mereka bisa jadi cenderung melakukan perbuatan – perbuatan illegal. Jadi teori ini memprediksi bahwa pada kondisi
15
H. Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta KRIMINOLOGI, Refika Aditama, 2007 , hal 33-34.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang buruk kejahatan – kejahatan pencurian, penipuan, perampokan cenderung meningkat.
b.
Teori Konflik Dimana masyarakat lebih bercirikan konflik daripada konsensus.
Perspektif pluralis yang melihat masyarakat terdiri dari banyak kelompok, kalau perspektif konflik dalam suatu masyarakat terdapat dua kelompok yang saling
berlomba untuk mendominasi masyarakat. George B Vold adalah orang pertama yang menghubungkan teori konflik dengan kriminologi. Menurut pendapatnya
individu-individu terikat bersama dalam kelompok karena mereka social animals makhluk sosial dengan kebutuhan-kebutuhan yang sebaiknya dipenuhi melalui
tindakan kolektif. Jika kelompok itu melayani anggotanya, ia akam terus hidup, tapi jika tidak maka kelompok lain akan mengambil alih.
16
Dimana terdapatnya ketidaksenangan dalam penyebaran sumber-sumber langka dalam masyarakat sementara semua oang merasa berhak atas sumber
Teori konflik terdiri dari:
1. Konflik Konservatif
Menekankan pada 2 hal yaitu kekuasaan dan penggunaan. Dimana konflik muncul diantara kelompok yang mencoba untuk menggunakan kontrol atas situasi
atau kejadian. Mereka yang berkuasa dapat mempengaruhi pembuatan putusan juga dapat memaksakan nilai-nilai terhadap kelas sosial yang lebih rendah
2. Radikal Konflik
16
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, hal 106.
Universitas Sumatera Utara
langka tersebut, inilah penyebab adanya konflik dalam masyarakat. Konflik timbul antara yang mempunyai kekuasaan dengan yang tidak mempunyai
kekuasaan, seperti buruh dengan pemilik modal.
4. Teori Mikro.
Yaitu teori yang bersifat kongkrit yang berusaha menjelaskan bagaimana seorang menjadi jahat. Terkenal dengan teori sosial kontrol yang memulai
pertanyaan mengapa orang mentaati norma atau tidak semua orang melanggar hukum. Jawabannya karena orang mengikuti hukum sebagai respon atas
kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu dalam kehidupan mereka. Mereka menjadi kriinil ketika kekuatan yang mengontrol tersebut lemah atau hilang.
Menurut Travis Hirchi dengan perfectif micro sosiological studies social bond ikatan sosial ada 4:
17
a.
Attachment. Attachment dibagi menjadi attachment total dan attachment partial.
Attachment total yaitu suatu keadaan dimana seseorang individu melepas ego yang terdapat dalam dirinya diganti dengan rasa kebersamaan, rasa kebersamaan
inilah yang mendorong seseorang untuk selalu mentaati hukum karena melanggar berarti menyakiti perasaan orang lain.
Attachment partial yaitu suatu hubungan antara seorang individu dengan lainnya dimana hubungan tersebut tidak didasarkan pada peleburan ego dengan
ego yang lain tapi hadirnya orang lain yang mengawasi. Dari 2 hal itu dapat diketahui bahwa attachment total akan mencegah hasrat seseorang melakukan
17
H. Romli Atmasasmita, Op.Cit, hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
deviasi sedangkan attachment partial hanya menimbulkan kepatuhan bila ada orang lain yang mengawasi bila tidak ada maka terjadi deviasi.
b.
Comitment Yaitu keterikatan seseorang pada sub sistem konvensional seperti sekolah,
pekerjaan, organisasi dan sebagainya. Komitmen merupakan aspek rasional yang ada dalam ikatan. Segala kegiatan yangdilakukan bermanfaat bagi ikatan tersebut
bisa berupa harta benda, reputasi, masa depan dan sebagainya
c.
Involvement Merupakan aktivitas seseorang dalam subsistem konvensional . Jika
seseorang berperan aktif dalam organisasi kecil kemungkinan terkena deviasi. Logikanya mreka menghabiskan waktu dantenaga dalam kegiatan tersebut.
Sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan dan berbuat yang melanggar hukum
d.
Beliefs Merupakan aspek moral yang terdapat dalam ikatan sosial, yang
merupakan kepercayaan seseorang pada nilai-nilai moral yang ada. Kepercayaan terhadap norma atau agama akan menyebabkan orang patuh pada norma tersebut
5. Bridging Teori.
Merupakan teori yang menengahi antara makro dengan mikro teori. Terdiri atas:
18
18
http:www.legalitas–orgincl–phpbuka.php.
Universitas Sumatera Utara
a. Teori sub kultur.
Sub kultur adalah suatu sub bagian budaya diantara budaya dominan dalam masyarakat yang memiliki norma-norma, keyakinan-keyakinan dan nilai-
nilainya sendiri. Sub kultur timbul ketika sejumlah orang dalam keadaan serupa mendapati diri mereka terpisah dari masyarakat banyak dan kemudian secara
bersama saling mendukung. Subculture mungkin terbentu dengan sesame suku atau ras minoritas, sesame penghuni daerah kumuh. Subculture hadir di dalam
suatu masyarakat yang lebih besar, tidak terpisah dari masyarakat itu. Meski demikian, gaya hidup dari anggota-anggota mereka berbeda secara signifikan
dengan gaya hidup budaya culture.
b. Deliquent Sub Culture
Menurut Albert Cohen deliquent subculture sub budaya yang nilai- nilainya bertentangan dengan nilai-nilai dari budaya dominan muncul di daerah
kumuh. Menurut Cohen posisi keluarga muda dalam struktur sosial menentukan problem-problem yang akan dihadapi sepanjang hidupnya.
19
Albert Cohen melalui suatu penelitian menyatakan bahwa perilaku deliquen lebih banyak terjadi
pada laki-laki kelas bawah lower class dan mereka lebih banyak membentuk geng, tidak terdapat alasan yang rasional bagi deliquen sub kultur untuk mencuri
selain mencari status kebersamaan, mencari kesenangan dengan menimbulkan kegelisahan pada orang lain juga meremehkan nilai-nilai kelas menengah.
19
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, hal 81.
Universitas Sumatera Utara
c. Teori Differential Opportunity.
Richard Cloward dan Llloyd Ohlin mengkobinasikan teori strain, differential asociation dan social disorganization. Semua teori itu dimulai dengan
asumsi bahwa conventional means disebarkan secara tidak merata di antara kelas- kelas sosio-ekonomi bahwa kurangnya sarana-sarana itu menyebabkan frustasi
bagi kalangan anak-anak kelas bawah dan bahwa tingkah laku criminal dipelajari dan dialirkan secara budaya. Menurut teori differential opportunity dari Cloward
dan Ohlin, delinquent sub culture tumbuh subur di daerah-daerah kelas bawah dan mengambil bentuk tertentu yang mereka lakukan karena kesempatan untuk
mendapatkan ukses secara tidak lebih tersebar secara merata dibanding kesempakatan untuk meraih sukses secara sah.
20
Menurut Cohen dan Felson, terjadinya suatu peristiwa kejahatan direct- contact predatory crimes ditentukan oleh adanya konvergensi dalam ruang dan
waktu oleh setidak – tidaknya 3 tiga faktor :
6. Teori Rutinitas dan Kesempatan.
Teori ini hanya untuk menjelaskan “ kejahatan kekerasan yang melibat kontak fisik langsung antara setidak – tidaknya seorang pelaku dengan setidak –
tidaknya seorang korban atau objek dimana pelaku bermaksud untuk merusak menyakiti atau mengambilnya “. predatory violations involving direct physical
contact between at least one offender and at least one person or object which that offender attempts to take or damage . Teori ini tidak bermaksud menjelaskan
akar genesis dari perilaku criminal.
20
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, hal 84-85
Universitas Sumatera Utara
1. Pelaku yang mempunyai niat motivated offenders . 2. Sasaran – sasaran yang empuk suitable targets .
3. Tidak adanya penjaga yang mampu kapabel capable .
Cohen dan Felson menjelaskan bahwa perubahan pola aktivitas rutin dan pola struktur ekologi sosial masyarakat yang mempengaruhi konfergensi ruang
dan waktu dari salah satu atau kombinasi dari dua atau lebih faktor – faktor diatas akan dapat meningkat kejahatan.
F. Metode Penelitian.
1. Jenis Penelitian .
Dalam penulisan skripsi ini agar tujuan lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan maka jenis penelitian yang dipergunakan adalah
penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif yaitu dengan pengumpulan data secara studi pustaka library research .
21
Sebagaimana umumnya penelitian hukum normatif dilakukan dengan penelitian pustaka yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari bahan
Metode pendekatan dengan pendekatan yuridis normatif mengingat permasalahan yang diteliti adalah mengenai hubungan tindak pidana pemalsuan
yang terjadi di dalam masyarakat dan mengenai faktor – faktor terjadinya tindak pidana pemalsuan dan upaya penanggulangannya.
2. Sumber Data.
21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, halaman 42.
Universitas Sumatera Utara
pustaka atau data sekunder dimana data sekunder diperoleh dengan mempelajari sumber – sumber bacaan yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi.
Data sekunder yang diteliti terdiri atas :
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang berupa peraturan perundang – undangan yang berhubungan dengan tindak pidana
pemalsuan. 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum perimer antara lain berupa : a Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai pengertian
tindak pidana pemalsuan. b Tulisan dan pendapat pakar kriminologi mengenai sebab – sebab
terjadinya kejahatan.
3. Analisis Data.
Data yang diperoleh dari sumber – sumber tersebut diatas dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriftif. Analisa kualitatif ini ditujukan untuk
mengungkapkan secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diuraikan secara komprehensif menyeluruh untuk menjawab berbagai
permasalahn yang telah dirumuskan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan.
Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan dapat
pula memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu
Universitas Sumatera Utara
kesatuan yang sangat berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya yang dapat dilihat sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini merupakan bab yang menguraikan latar belakang penulisan skripsi ini, permasalahan dalam skripsi ini, tujuan dan manfaat penelitian,
keaslian penulisan dan menguraikan tentang tinjauan kepustakaan yang membahas mengenai pengertian tindak pidana pemalsuan, pengertian data,
komputer, internet, informasi, transaksi elektronik, dokumen elektronik, dan teori – teori krimonologi terjadinya kejahatan, dan juga faktor – faktor
serta upaya penanggulangannya.
Bab II Ketentuan Hukum tentang Pemalsuan Data.
Bab ini akan memberikan pemaparan tentang jenis – jenis tindak pidana pemalsuan data, pemalsuan data ditinjau dari KUHP dan Undang –
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Beberapa ketentuan – ketentuan khusus lain dalam Undang – Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Bab III Faktor – faktor penyebab timbulnya Tindak pidana Pemalsuan Data.
Pada bab ini memberikan pemaparan tentang faktor – faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan data.
Universitas Sumatera Utara