Penerapan Alat Bukti dalam Kejahatan yang berkenaan dengan Teknologi. Keterangan Saksi.

2. Penyimpanan Bukti Digital. Termasuk tahapan yang paling kritis dalam forensik. Pada tahap ini bukti digital dapat saja hilang karena penyimpanannya yang kurang baik. Penyimpanan ini lebih menekankan bahwa bukti digital pada saat ditemukan tetap tidak berubah baik bentuk, isi, makro, dan sebagainya dalam jangka waktu yang lama. Ini adalah konsep ideal dari penyimpanan bukti digital. 3. Analisa Bukti Digital. Pengambilan, pemrosesan, dan interpretasi dari bukti digital merupakan bagian yang penting dalam analisa bukti digital. Setelah diambil dari tempat asalnya bukti tersebut harus piroses sebelum diberikan kepada pihak yang membutuhkan. Tentunya pemrosesan disini memerlukan beberapa skema tergantung dari masing – masing kasus yang dihadapi. 4. Presentasi Bukti Digial. Adalah proses persidangan di mana bukti digital akan diuji otentifikasinya dan kejelasan dengan kasus yang ada. Presentasi di sini berupa penunjukan bukti digital yang berhubungan dengan kasus yang disidangkan. Kerana proses penyidikan sampai dengan proses persidangan memakan waktu yang cukup panjang maka sedapat mungkin bukti digital masih asli dan sama pada saat diidentifikasi oleh investigator untuk pertama kalinya.

4. Penerapan Alat Bukti dalam Kejahatan yang berkenaan dengan Teknologi.

Pembuktian merupakan suatu persoalan yang cukup rumit yang berlandaskan pada kaidah – kaidah hukum dan kekecualian – kekecualian dari kaidah hokum. Salah satu dari kaidah hukum itu mengatur tentang dapat dan tidak diterimanya bukti desas desus yakni suatu yang dibuat oleh orang selain yang memberikan Universitas Sumatera Utara bukti lisan dalam proses – proses peradilan yang mana biasanya setiap fakta atau opini yang terkandung dalam pernyataan tersebut tidak bias diterima sebagai bukti. Ada beberapa kekecualian atas kaidah hukum yang kaku ini seperti oernytaan – pernyataan yang tidak bertahan lama, pernyataan – pernyataan dalam dokumen – dokumen umum, pernyatan yang disampaikan dihadapan panitera, bukti dokumenter lainnya. Dimana hukum pembuktian harus bersifat flesibel dalam menghadapi realita sekarang ini. 37

1. Keterangan Saksi.

Dalam kasus kejahatan teknologi, proses penegakan hukum tidak dapat begitu saja dilepaskan dengan dalih kesulitan pada proses pembuktian. Apalagi jika delik terhadap perbuatan kejahatan teknologi tersebut telah dapat dikenakan delik – delik konversional yang ketentuannya jelas dan tegas. Upaya yang dapat ditempuh adalah penelusuran bukti – bukti yang berkaitan dengan perbuatan pelaku kejahatan teknologi melalui jalur KUHP. Artinya disini kita tetap menggunakan alat – alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Minimalnya, kesalahan pelaku dapat terbukti dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah. Alat – alat bukti ini harus mampu membuktikan telah terjadinya suatu perbuatan dan membuktikan adanya akibat dari perbuatan kejahatan teknologi. Pada kejahatan teknologi pembuktian dengan menggunakan keterangan saksi tidak dapat diperolah secara langsung. Keterangan saksi hanya dapat berupa hasil pembicaraan atau hanya mendengar dari orang lain dimana kesaksian jenis 37 David I. Bairbridge, Komputer dan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1990, hal. 200. Universitas Sumatera Utara ini di kenal sebagai testimonium di duditum atau hearsey evidence 38 , bahkan dkemungkinan ditemukan saksi yang mengetahui kapan atau bagaimana pelaku melakukan tindak pidana sangatlah sulit. Hal tersebut dikarenakan syarat seorang saksi adalah memberikan keterangan tentang apa yang ia alami, ia lihat dan di dengar mengenai suatu tindak pidana tersebut. Sesuai dengan penjelasan KUHAP kesaksian yang demikian tidak dapat diperkenankan sebagai alat bukti yakni selaras dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil selain itu untuk perlindungan terhadap saksi – saksi, dimana keterangan seorang saksi tersebut merupakan hasil pembicaraan atau hanya mendengarkan orang lain. 39 Meskipun kesaksian sejenis ini tidak diperkenankan sebagai alat bukti, akan tetapi dalam prakteknya tetap dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim untuk memperkuat keyakinannya sebelum menjatuhkan putusan. Kerugian tidak di terimanya kesaksian de auditu adalah hakim akan kehilangan alat bukti yang mungkin akan memperjelas suatu fenomena. Kedudukan kesaksian de auditu dalam kejahatan teknologi kiranya perlu mendapat perhatian khusus dengan pertimbangan bahwa kejahatan dengan berbasiskan teknologi ini memiliki suatu karakteristik tersendiri, sehingga dengan begitu aturan – aturan pidana dapat diberlakukan atas tindakan tersebut. Selain itu dengan diterimanya kesaksian de auditu akan meminimalkan hilangnya alat buktibarang bukti sehingga akan lebih memberkan keyakinan pada hakim dalam menulis perkara. 40 Kemungkinan yang dapat dijadikan keterangan saksi adalah melalui hasil interaksi seperti, chatting dan email antara pengguna internet, atau juga dapat 38 Dikdik M. Arief, dan Elisatris, Loc Cit, Hal. 2 – 3. 39 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2005 , hal. 273. 40 Edmund Makarim, Op. Cit, hal. 464. Universitas Sumatera Utara melalui keterangan seorang administrator system komputer yang telah disertifikasi. 41

2. Keterangan Ahli.

Dokumen yang terkait

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

0 5 16

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

1 12 77

Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik - [PERATURAN]

0 2 38

DATA ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

2 21 96

ASPEK HUKUM UANG ELEKTRONIK (E-MONEY) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA.

0 0 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

0 0 14

undang undang no 11 tahun 2008 informasi dan transaksi elektronik

0 0 22

TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI MEDIA INSTAGRAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

0 1 9

BAB II INFORMASI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Pengertian Informasi Elektronik - Informasi yang Menyesatkan dalam Perdagangan Efek Tanpa Warkat Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

0 0 11

KEABSAHAN PEMBUATAN AKTA NOTARIS DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA ELEKTRONIK DALAM KAITANNYA DENGAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK - Unissula Repository

0 1 21