Tingkat Inflasi Kajian Teori

Laju Inflasi = 1 - t 1 - t t IHK IHK IHK x 100

3. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus Mandala Manurung, 2004:220. Sedangkan menurut Pratama Rahardja 2004:214 inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Menurut McConnell 2002:146 inflation is a rising general level of prices and is measured as a percentege change in a price index such as the CPI. Sedangkan Schilller 2000:130 berpendapat bahwa inflation is an increase in the average level prices of goods and services. Menurut Judisseno 2005:16 inflasi adalah suatu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecendrungan akan naiknya harga barang-barang secara umum yang berarti terjadi penurunan nilai mata uang. Menurut Sadono Sukirno 2004:27 inflasi adalah kenaikan harga- harga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Sedangkan tingkat inflasi adalah persentasi kenaikan harga- harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya Dalam prakteknya, inflasi dapat diamati dengan melihat pergerakan perubahan dari indeks harga, dengan menggunakan indeks harga tahun sebelumnya sebagai tahun dasar. Samuelson dan Nordhaus, 2005 : 668 16 Menurut Dornbush 2004:39 – 41 beberapa indeks harga yang biasa digunakan untuk mengukur inflasi antara lain : a. Indeks harga konsumen Consumer Price Index The consumer price index measures the cost of buying a fixed basket of goods and services representative of the purchases of urban consumer. b. Indeks harga produsen Producer Price Index Producer price index is a measures of the cost of a given basket of goods. c. GDP deflator GDP deflator is the ratio of nominal GDP in a given year to real GDP of that year. Menurut Landsburg Karim, 2008:136, metode pengukuran CPI dan PPI keduanya mempunyai kelemahan-kelemahan yang salah satunya adalah karena menggunakan kumpulan-kumpulan yang mewakili sebuah subset dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian sehingga indeks tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh perubahan yang terjadi. Selain itu CPI dan PPI juga kurang dapat mengakomodasi barang dan jasa yang baru diciptakan walaupun kelompok dari subset barang dan jasa yang dipakai sebagai pengukur pada CPI dan PPI tersebut selalu direvisi dari waktu ke waktu. Para ekonom cenderung lebih senang menggunakan implicit gross domestic product GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. Perhitungan GDP deflator ini adalah : Nominal GDP Implicit Price Deflator = Real GDP x 100 17 Menurut Erawati 2002, tingkat laju inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi di masa yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi aset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor-sektor produktif. Inflasi dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis. Pertama berdasarkan atas derajat inflasi tersebut. Inflasi ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam inflasi, yaitu : a. Inflasi ringan di bawah 10 setahun b. Inflasi sedang antara 10 - 30 setahun c. Inflasi berat antara 30 - 100 setahun d. Hiperinflasi di atas 100 setahun Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar mutlak yang dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada beberapa bagian dan golongan masyarakat mana yang terkena imbas dari inflasi yang sedang terjadi Atmadja, 1999. 18 Kedua inflasi dapat dibedakan berdasarkan penyebab awal terjadinya inflasi, yaitu : a. Demand pull inflation yaitu inflasi yang disebabkan terlalu kuatnya peningkatan aggregaet demand masyarakat terhadap komoditi hasil produksi di pasar barang. Hal ini akan mengakibatkan kurva permintaan agregat akan tertarik ke arah kanan atas, sehingga akan mengkibatkan terjadinya excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan diikuti dengan peningkatan output dengan asumsi bila perekonomian belum mencapai kondisi full employment Atmadja, 1999. b. Cost push inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kurva aggregaet supply bergeser ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva aggregaet supply ini bergeser adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri di pasar faktor produksi. Hal ini akan menyebabkan kenaikan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti dengan kelesuan usaha Atmadja, 1999. Ketiga inflasi dapat dibedakan berdasarkan asal dari inflasi tersebut wartawarga.gunadarma.ac.id. Inflasi jenis ini dibagi menjadi dua, yaitu : a. Domestic inflation inflasi yang berasal dari dalam negeri, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kesalahan pengelolaan ekonomi baik di sektor riil maupun di sektor moneter oleh para pelaku ekonomi. 19 b. Imported inflation inflasi yang berasal dari luar negeri, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga di luar negeri di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan . Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan inflasi tersebut, pada kenyataannya inflasi yang terjadi pada suatu negara jarang yang disebabkan oleh satu jenis inflasi saja. Hal ini disebabkan karena dalam suatu sistem perekonomian negara tidak ada faktor-faktor ekonomi ataupun para pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen. Ada 4 teori yang membahas tentang inflasi Atmadja, 1999 yaitu : a. Teori Kuantitas Teori kuantitas adalah teori yang pertama kali membahas tentang inflasi. Dalam perkembangannya teori ini mendapat penyempurnaan oleh para ahli universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai monetarist models. Teori ini menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya inflasi adalah bertambahnya jumlah uang beredar dan ekspektasi harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. b. Keynesian Model Teori keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan agregat melebihi jumlah barang yang tersedia penawaran agregat. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya inflationary gap. Keterbatasan jumlah ketersediaan barang ini terjadi karena dalam 20 jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Proses inflasi akan terus berkelanjutan selama inflationary gap masih tetap ada. Hal ini terjadi karena keadaan daya beli masyarkat yang tidak sama heterogen. Selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari masyarakat yang berdaya beli rendah kepada masyarakat yang berdaya beli tinggi. Hal ini akan terus berlangsung, sampai salah satu golongan masyarakat tidak lagi memiliki daya beli untuk membiayai pembelian barang yang ada pada tingkat harga yang berlaku. Sehingga permintaan agregat tidak lagi melebihi penawaran agregat inflationary gap menghilang. Price = Cost + Profit Margin Price = Cost + a x Cost c. Mark-up Model Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen cost of production dan profit margin. Hubungan antara dua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut : Karena besarnya profit margin telah ditentukan sebagai suatu persentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi : 21 Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen- komponen yang menyusun cost of production dan kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga jual pada komoditi di pasar. d. Teori Struktural Teori sruktural adalah teori inflasi jangka panjang karena teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang bukan semata-mata fenomena moneter, tetapi juga berasal dari kekuatan struktur ekonomi. Hal ini umumnya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang yang umumnya masih bercorak agraris. Sehingga goncangan ekonomi yang berasal dari dalam negeri atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Menurut Indrayadi 2004 Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga-harga barang dan jasa dalam suatu periode tertentu. Bagi sebuah negara, keadaan perekonomian yang baik umumnya diwakili dengan tingkat inflasi yang relatif rendah dan terkendali . Adanya inflasi akan berdampak besar terhadap perekonomian suatu negara. Pada saat terjadi inflasi harga barang cenderung naik. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan. Peningkatan biaya produksi akan mengakibatkan harga jual produk meningkat, sehingga akan mengurangi kuatitas produk yang dijual dan akibatnya laba akan menurun. 22 Menurut Atmaja 1999, faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia adalah jumlah uang beredar. Di Indonesia, jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money M1 karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan likuiditas perbankan. Faktor kedua adalah defisit anggaran belanja pemerintah yang banyak sekali menyangkut tentang struktural ekonomi Indonesia karena mendorong permintaan agregat. Faktor ketiga adalah penawaran agregat dan luar negeri. Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maksimal.

3. BI Rate