Analisis inflansi BI rate Kurs Rupiah dan jumlah uang beredar, terhadap volume perdagnagan saham di bursa efek indonesia

(1)

ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH,

DAN JUMLAH UANG BEREDAR,

TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM

DI BURSA EFEK INDONESIA

Oleh : Heryanto 103081029228

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Hari ini Kamis Tanggal 3 Juni 2010, telah dilakukan ujian komprehensif atas nama Heryanto NIM 103081029228 dengan judul skripsi “ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH UANG BEREDAR, TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA”. Dengan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Juni 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Indo Yama Nasaruddin. SE, MAB M. Arief Mufraini, Lc. M.Si

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Penguji Ahli


(3)

ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH,

DAN JUMLAH UANG BEREDAR,

TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM

DI BURSA EFEK INDONESIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Sebagai Persyaratan Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh Heryanto NIM : 103081029228

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB NIP. 19690203 200112 1 003 NIP. 19741127 2001121 002

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH,

DAN JUMLAH UANG BEREDAR,

TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM

DI BURSA EFEK INDONESIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk memenuhi syarat-syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi

Oleh Heryanto NIM : 103081029228 Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB NIP. 19690203 200112 1 003 NIP. 19741127 2001121 002

Penguji Ahli I Penguji Ahli II

Herni Ali H.T, SE, MM M. Arief Mufraini, Lc. M.Si NIP. 19770122 2003121 001

Penguji Proposal

Murdiyah Hayati S.Kom. MM NIP. 19741003 2003122 001

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(5)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

Telp : (62-21) 7493318, 7496006, 74715705, Fax (62-21) 7496006, 74715705 Website : www.uinjkt.ac.id email : feis@uinjkt.ac.id / uinjkt@indo.net.id

Jl. Ir. H. Juanda no. 95, Ciputat 15412 Indonesia

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda-tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Heryanto

NIM : 103081029228

Jurusan : Manajemen

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain.

Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini di buat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 3 Juli 2010


(6)

ABSTRACT

This study aimed to analyze the effect of inflation, BI rate, exchange rates, and the broad money on volume of stock trading in the Indonesia Stock Exchange since January 2006 until December 2009 by using multiple linear regression analysis. Results of multiple regression analysis found that BI rate has a significant variable and has a negative correlation betwen the volume of stock trading in the Indonesia Stock Exchange, while variable inflation, exchange rates and broad money does has not significantly influence the volume of stock trading in the Indonesia Stock Exchange.

Keyword : Inflation, BI rate, Exchange rates, Broad Money, Volume of Stock Trading


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda ditemukan bahwa variabel BI rate berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan negatif terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, sedangkan variabel inflasi, kurs rupiah dan jumlah uang beredar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan curahan Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Inflasi, BI rate, Kurs Rupiah, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Volume Perdagangan Saham Di Bursa Efek Indonesia”. Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayah dan Ibu saya tercinta yang telah mendidik, membimbing, dan mengasuh dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang besar dan tulus serta tidak pernah berhenti memberikan dorongan, perhatian, dan doa.

2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku Pudek I sekaligus Pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik.

3. Bpk Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB selaku Kajur sekaligus Pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan masukan yang sangat berharga mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian sampai terselesaikannya skripsi ini.

4. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

6. Ibu Murdiyah Hayati, S.Kom. MM selaku Penguji Proposal Skripsi.

7. Para Dosen Jurusan Manajemen yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama masa Perkuliahan.

8. Seluruh staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah bersedia membantu dalam segala urusan administrasi yang diperlukan.

9. Cici Yanti dan Cici Bella yang telah membantu dalam segala hal.

10.Rieke Febri Kencana yang tidak pernah lelah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-temanku Dimas dan keluarga, Dika, Marwah, Ade, Soni, Ipung, Ajeng, Kosasih, Dada yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-temanku angkatan 2003 manajemen B yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Dan berbagai pihak yang telah banyak membantu tetapi namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis kepada mereka.

Semoga atas semua bantuannya diberikan balasan yang setimpal dan pahala yang berlipai-lipat dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan baik dari segi materi bahasan manupun teknis penyajiannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan dan menghargai berbagai saran dan kritik guna menwujudkan karya ilmiah yang lebih baik.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa selalu memberikan kemudahan bagi kita semua dalam meraih masa depan yang lebih baik. Amin.


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI . ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kajian Teori ... 12

1. Saham ... 12

2. Volume Perdagangan Saham ... 14

3. Tingkat Inflasi ... 16

4. BI rate ...23

5. Kurs Rupiah ... 30

6. Jumlah Uang Yang Beredar ... 37

B. Penelitian Terdahulu ... 41

C. Kerangka Pemikiran ... 43


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 46

B. Metode Penentuan Sampel ... 46

C. Metode Pengumpulan Data ... 46

D. Metode Analisis ... 47

1. Uji Normalitas ... 47

2. Uji Asumsi Klasik ... 48

a. Uji Multikolinieritas ... 48

b. Uji Autokorelasi ... 49

c. Uji Heteroskedatisitas ... 50

3. Analisis Regresi Linier Berganda ... 50

4. Uji Koefisien Determinasi R2 ... 51

5. Uji Hipotesis ... 52

a. Uji F ... 52

b. Uji t ... 52

E. Operasional Variabel Penelitian ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 56

B. Deskripsi Data ... 58

1. Volume Perdagangan Saham ... 58

2. Tingkat Inflasi ... 60

3. BI rate ... 62

4. Kurs Rupiah ... 63

5. Jumlah Uang Beredar ... 65

C. Hasil Analisa dan Pembahasan ... 67

1. Deskripsi Data Dalam Variabel ... 67

2. Uji Normalitas ... 68

3. Uji Asumsi Klasik ... 70

a. Uji Multikolinieritas ... 70


(12)

c. Uji Heterokedastisitas ... 71

4. Analisis Regresi Linier Berganda ... 72

5. Uji Koefisien Determinasi ... 74

6. Uji Hipotesis ... 75

a. Uji F ... 75

b. Uji t ... 76

D. Interpretasi ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. KESIMPULAN ... 80

B. SARAN ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Volume Perdagangan Saham 2006-2009 ... 58

Table 4.2 Tingkat Inflasi 2006-2009 ... 60

Tabel 4.3 BI rate 2006-2009 ... 62

Tabel 4.4 Kurs Rupiah 2006-2009 ... 64

Tabel 4.5 Jumlah Uang Beredar 2006-2009 ... 65

Tabel 4.6 Deskripsi Dalam Variabel ... 67

Tabel 4.7 Uji Normalitas ... 69

Tabel 4.8 Uji Multikolinieritas ...70

Tabel 4.9 Uji Autokorelasi ...71

Tabel 4.10 Analisis Regresi Linier Berganda ... 73

Tabel 4.11 Uji Koefisien Determinasi R2 ... 75

Tabel 4.12 Uji F ... 76


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pandangan klasik dalam menentukan tingkat bunga ... 27

Gambar 2.2 Pandangan Keynes mengenai tingkat bunga ...28

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran ...44

Gambar 4.1 Grafik Volume perdagangan Saham 2006 – 2009 ... 60

Gambar 4.2 Grafik Inflasi 2006 – 2009 ... 61

Gambar 4.3 Grafik BI rate 2006 – 2009 ... 63

Gambar 4.4 Grafik Kurs Rupiah 2006 – 2009 ... 65

Gambar 4.5 Grafik Jumlah Uang Beredar 2006 – 2009 ... 66

Gambar 4.6 Uji Normalitas ... 68


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Investasi pada hakikatnya merupakan kegiatan meningkatkan dana pada satu atau lebih jenis aset pada jangka waktu tertentu, dengan tujuan mendapatkan manfaat ekonomis yang maksimal. Bagi sebagian orang, investasi merupakan upaya untuk mengoptimalkan hasil dari sisa penghasilan yang mereka miliki dengan memanfaatkan berbagai sarana investasi yang tersedia dan berharap uang yang telah diinvestasikan akan bertambah dikemudian hari.

Istilah investasi dapat berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Secara garis besar investasi dapat dibagi menjadi dua bagian, investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets investment) dan investasi dalam bentuk aktiva keuangan (financial assets investment) (http://www.asiafxonline.com).

Tujuan investor melakukan investasi pada dasarnya adalah untuk menghasilkan sejumlah uang. Tetapi tujuan investor melakukan investasi yang lebih luas adalah meningkatkan kesejahteraannya. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan keuangannya, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan pada saat ini ditambah nilai saat ini dari pendapatan masa datang (Nugroho, 2008).


(16)

Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana. Kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal (Moch. Ludfi Habib, 2007).

Diantara surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham adalah jenis surat berharga yang paling dikenal masyarakat. Tujuan dari investor menanamkan modalnya dalam bentuk saham yaitu untuk memaksimalkan kekayaan yang didapat dari deviden atau capital gain saat saham itu dijual. Tetapi mereka pun harus siap bila hal sebaliknya terjadi (Nugroho, 2008).

Perkembangan dunia usaha akhir-akhir ini membuat banyak orang membutuhkan tersedianya dana dengan cepat untuk menambah modal. Karena pada dasarnya, setiap perusahaan membutuhkan dana dalam membiayai kegiatan operasionalnya. Dana tersebut dapat diperoleh dari beberapa sumber, pertama berasal dari dalam perusahaan yakni pemilik modal, maupun laba ditahan (retairned earning). Sedangkan sumber pembiayaan lain, berasal dari luar yakni dalam bentuk pinjaman / hutang dari pihak lain. Selain pinjaman, perusahaan yang telah go public dalam upaya menambah dana kegiatan


(17)

operasionalnya dapat diperoleh melalui penjualan saham pada investor / pemilik modal. Media yang digunakan perusahaan dalam menjual sahamnya pada publik adalah pasar modal (Nur Vetty Karina Puspitasari, 2009).

Di lain pihak, terdapat banyak pula orang yang tertarik menginvestasikan dananya karena menginginkan keuntungan. Melalui pasar modal, investor sebagai pemilik dana dapat menanamkan dananya untuk memperoleh keuntungan dari investasi yang dilakukan, sedangkan perusahaan sebagai peminjam dapat menghimpun dana untuk keperluan usahanya dengan menerbitkan dan menjual sahamnya kepada masyarakat umum.

Salah satu indikator untuk melihat tingkah laku pasar / investor yaitu dengan melihat pergerakan volume perdagangan di pasar modal. Salah satu kunci pokok dan sangat mempengaruhi dalam memutuskan tindakan pada seluruh aktivitas di pasar modal adalah informasi yang lengkap. Dalam menentukan apakah investor akan melakukan transaksi di pasar modal biasanya ia akan mendasarkan keputusannya pada berbagai informasi yang ia miliki, baik informasi yang tersedia di publik maupun informasi pribadi. Informasi tersebut akan memliki makna nilai jika keberadaan informasi tersebut menyebabkan transaksi di pasar modal, dimana transaksi ini tercermin melalui volume perdagangan saham. Dengan demikian, seberapa jauh relevansi atau kegunaan suatu informasi dapat disimpulkan dengan mempelajari kaitan antara volume perdagangan di pasar modal dengan keberadaan informasi tersebut (Eky Wijaksono, 2007).


(18)

Pasar modal yang berfungsi sebagai perantara untuk mempertemukan pemilik modal (investor) dengan pihak-pihak yang berupaya memperoleh tambahan dana melalui penjualan sahamnya, diharapkan mampu berfungsi secara optimal dalam menjembatani hubungan antara investor sebagai pemilik dana dengan perusahaan yang menjual sahamnya untuk membiayai kegiatan operasionalnya.

Dengan adanya pasar modal, perusahaan tidak perlu lagi mengatasi masalah dana karena posisi yang dianggap tidak aman dapat diperbaiki dengan menarik dana dari masyarakat melalui pasar modal dengan menjual saham (Nugroho, 2008).

Pasar modal di Indonesia dalam perkembangannya telah menunjukkan sebagai bagian dari instrumen perekonomian, dimana indikasi yang dihasilkannya banyak dipicu oleh para peneliti maupun prkatisi dalam melihat gambaran perekonomian Indonesia. Oleh karena itu komitmen Pemerintah Indonesia terhadap peran pasar modal tercermin dalam UU No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal, dimana dinyatakan bahwa pasar modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat (Rustamadji, 2001:36).

Sebagai salah satu instrumen perekonomian, maka pasar modal tidak terlepas dari pengaruh yang berkembang di lingkungannya, baik yang terjadi di lingkungan mikro yaitu peristiwa atau keadaan para emiten, seperti laporan kinerja, pembagian deviden, perubahan strategi perusahaan dalam rapat umum


(19)

pemegang saham akan menjadi informasi yang menarik bagi para investor di pasar modal. Di samping lingkungan ekonomi mikro, perubahan yang terjadi di lingkungan ekonomi makro juga dapat memberikan pengaruh terhadap pasar modal (Rustamadji, 2001:36).

Menurut Budiantara (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pasar modal diantaranya adalah tingkat suku bunga dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Tingkat suku bunga merupakan nilai yang sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai sekarang dari pendapatan deviden di masa yang akan datang. Meningkatnya tingkat bunga akan menurunkan nilai sekarang dari pendapatan deviden di masa datang, sehingga kondisi ini akan mempengaruhi menurunnya harga saham di pasar modal. Sebaliknya, menurunnya tingkat bunga akan mendorong investasi dan aktivitas ekonomi, sehingga meningkatkan harga saham.

Menurut Cahyono (2000:117) terdapat dua penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akanmenunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualanperusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham.


(20)

Sedangkan Suta berpendapat (Moch. Ludfi Habib, 2007: 44) “Kurang dari 0,5% dari rakyat Indonesia melakukan investasi pada saham dan obligasi, sedangkan 40 juta penduduk Indonesia telah telah membuka rekening di bank. Hal ini terjadi karena keuntungan investasi pada pasar modal tidak pasti, tergantung pada mekanisme pasar, maka investor lebih memilih berinvestasi yang dijamin pemerintah, apabila pada saat tingkat suku bunga sangat tinggi.

Jadi besar atau kecilnya nilai tingkat bunga mempengaruhi volume perdagangan saham, karena tingkat suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi para investor untuk lebih memilih berinvestasi dalam bentuk deposito dari pada dalam bentuk saham, begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena para investor lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya atas dana yang telah diinvestasikan.

Hubungan antara inflasi dan tingkat bunga dapat dijelaskan dengan persamaan Irving Fisher (Fisher Equation). Persamaan tersebut menjelaskan bahwa tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal dikurangi dengan inflasi. Berdasarkan data empiris, tingkat inflasi selalu lebih tinggi dari suku bunga, akibatnya daya beli dari uang penabung atau deposan mengalami penurunan meskipun secara absolut jumlah uangnya sudah bertambah dengan adanya tambahan dari bunga yang diterimanya (www. amriamir.wordpress.com).

Secara teoritis investasi pada saham dapat memberikan perlindungan nilai (hedge) yang baik dari pengaruh inflasi karena saham merupakan klaim terhadap aset-aset riil. Teori tersebut dikemukakan antara lain oleh Bodie


(21)

("Common stocks as a hedge against inflation", Journal of Finance, 31, 459-470, 1976) serta Fama dan Schwert ("Asset returns and inflation", Journal of Business, 55, 201-231, 1977). Berdasarkan teori tersebut, tingkat pengembalian riil dari saham seharusnya tidak terpengaruh oleh perubahan harga-harga barang dan jasa. Berlawanan dengan teori tersebut kenyataan empiris di Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa inflasi dan tingkat pengembalian investasi pada saham berkorelasi secara negatif dalam arti inflasi yang sangat tinggi cenderung disertai dengan tingkat pengembalian investasi pada saham yang rendah (Indrayadi, 2004).

Hubungan antara jumlah uang beredar dengan inflasi dapat dijelaskan dengan teori kuatitas uang (quantity theory of money). Berdasarkan teori ini, jumlah uang yang beredar dalam suatu perekonomian menentukan nilai uang, sementara pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan sebab utama terjadinya inflasi (www.docstoc.com).

Menurut Mankiw (2003) hubungan inflasi dengan jumlah uang beredar tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik dalam jangka panjang, bukan dalam jangka panjang (www.docstoc.com).

Nilai kurs dolar Amerika Serikat (USD) merupakan salah satu pilihan dari berbagai macam pilihan dalam berinvestasi. Kemudahan yang ditawarkan kepada para investor dengan pemenuhan fasilitas money changer yang memudahkan para investor untuk menginvestasikan dananya dan mencairkan dananya


(22)

Berinvestasi dengan dolar AS (USD) tidak memerlukan perantara dan mudah dipindah tangankan, kemudahan ini akan mempengaruhi para investor untuk memilih berinvestasi dalam dolar AS (USD) dari pada berinvestasi dalam saham, terutama pada saat nilai kurs dolar AS (USD) tinggi, tetapi pada saat nilai kurs dolar AS (USD) rendah para investor akan lebih memilih berinvestasi dalam saham dari pada dolar AS (USD), karena para investor lebih mengutamakan keuntungan atas dananya (Habib, 2007)

Selain sebagai alternatif investasi, nilai tukar juga mempunyai peranan pada pasar modal. Krisis ekonomi pada tahun 1997 menunjukkan bahwa gejolak nilai tukar mempengaruhi pasar modal yang terlihat dari IHSG yang mulai mengalami penurunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar, peranan pasar modal sebagai alternatif pembiayaan dunia usaha mengalami penurunan, mengingat sebagian besar perusaahaan yang go public mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk valuta asing. Di samping itu, produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan public tersebut banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor yang tinggi (Budiantara,2003).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mencoba untuk mengetahui beberapa faktor makro ekonomi diantaranya tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah terhadap dolar Amerika dan jumlah uang beredar apakah menpunyai pengaruh secara bersama-sama ataupun secara individual terhadap volume perdagangan saham.


(23)

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moch. Ludfi Habib yang menggunakan SBI sebagai acuan untuk tingkat bunga, penelitian ini menggunakan BI rate sebagai acuan tingkat bunga dengan pertimbangan BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selain itu, variabel bebas yang digunakan juga ditambahkan dengan tingkat inflasi dan jumlah uang beredar.

Berdasarkan pertimbangan di atas maka penelitian ini mengambil judul “PENGARUH INFLASI, BI RATES, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH UANG YANG BEREDAR TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan tingkat inflasi, BI Rates, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat inflasi, BI

Rates, nilai tukar tupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.


(24)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dan manfaat penelitian ini adalah :

1. Tujuan Penelitian

a. Menganalisa secara simultan pengaruh tingkat inflasi, BI rates, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.

b. Menganalisa secara parsial pengaruh tingkat inflasi, BI rates, nilai tukar tupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.

2. Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis

Untuk mengaplikasikan teori-teori ekonomi dan manajemen keuangan yang telah diperoleh dalam perkuliahan.

b. Bagi Investor

Dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai pasar modal yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menanamkan investasinya di pasar modal.

c. Bagi Akademisi

Dapat menambah khasanah pustaka bagi pengetahuan khususnya dalam bidang pasar modal.


(25)

d. Bagi Pemerintah

Dapat memberikan informasi tambahan dalam menentukan kebijakan dan kontribusinya yang dapat mempengaruhi pasar modal.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Saham

Saham adalah bagian kepemilikan dalam suatu perusahaan. Secara garis besar saham dibagi menjadi dua, saham biasa (common stock) dan saham preferen (Prefered stock) (www.djlk.depkeu.go.id).

Menurut Suad Husnan (2001:35) jika para pemodal membeli saham maka mereka membeli prospek perusahaan. Kalau prospek saham membaik, harga saham tersebut akan meningkat. Memiliki saham berarti memiliki perusahaan. Jika seseorang memiliki 1% dari seluruh saham yang diedarkan perusahaan, berarti kepemilikannya juga sebesar 1%. Jika perusahaan berkembang baik, maka nilai perusahaan tersebut mungkin meningkat. Sebagai akibatnya nilai investasi kita pada perusahaan tersebut mungkin akan meningkat juga. Dalam keadaan tersebut harga saham mungkin naik menjadi lebih tinggi dari harga pada waktu kita pertama kali membeli.

Saham biasa memiliki beberapa karakteristik, diantaranya pemegang saham biasa mempunyai hak memilih dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) untuk keputusan-keputusan yang memerlukan pemungutan suara (Suad Husnan, 2001, 36). Pembagian deviden pemegang saham biasa akan dibayarkan bila perusahaan memperoleh laba (Habib, 2007) Selain itu


(27)

pemegang saham biasa mempunyai hak terakhir atas aset perusahaan apabila perusahaan mengalami kebangkrutan (www.djlk.depkeu.go.id).

Sedangkan saham preferen sering disebut sebagai sekuritas hibrida / sekuritas campuran (hybrid security) karena ia memiliki banyak karakteristik baik dari saham maupun obligasi. Saham preferen sama dengan saham biasa karena ia tidak memiliki tanggal jatuh tempo yang ditetapkan, deviden yang tidak dibayarkan tidak akan menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan. Dan deviden tidak dapat mengurangi pembayaran pajak. Di lain pihak, saham preferen sama dengan obligasi karena jumlah devidennya memiliki batas tertentu. Ukuran deviden saham preferen biasanya tetap, baik sebagai jumlah nilai mata uang atau sebagai persentase nilai pari (Keown, 2001: 242).

Selain itu karakteristik saham preferen adalah para pemegang saham preferen tidak mempunyai mempunyai hak suara dalam RUPS, tetapi mereka memiliki hak paling dahulu dalam memperoleh deviden dan memiliki hak pembayaran maksimun sebesar nilai nominal saham setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi (Habib, 2007).

Nilai saham dibagi menjadi tiga (Habib, 2007) yaitu: a. Nilai pari (par value)

Nilai pari merupakan nilai nominal suatu saham. Perusahaan dapat menentukan nilai pari sebesar yang mereka inginkan.


(28)

b. Nilai buku (book value)

Nilai buku pada saham merupakan nilai surat berharga yang ditunjukkan dalam neraca, dihitung dengan membagi jumlah saham yang beredar dari total kekayaan aset dikurangi semua hutang dan nilai saham preferen. c. Nilai Pasar(market vakue)

Nilai pasar merupakan harga pasar pada saat aktiva diperdagangkan.

2. Volume Perdagangan Saham

Kegiatan perdagangan saham tidak berbeda dengan perdagangan pada umumnya yang melibatkan penjual dan pembeli. Dari adanya perdagangan saham yang terjadi maka akan menghasilkan volume perdagangan saham. hal ini menyebabkan jumlah transaksi saham atau volume saham yang diperjual belikan dapat berubah-ubah setiap harinya (Fitra, 2007).

Perdagangan suatu saham yang aktif, yaitu dengan volume perdagangan yang besar menunjukkan bahwa saham tersebut digemari oleh para investor yang berarti saham tersebut cepat diperdagangkan (Ambarwati, 2008).

Volume perdagangan saham merupakan hal yang penting bagi seorang investor. Karena bagi investor volume perdagangan saham menggambarkan kondisi saham yang diperjual belikan di pasar modal. Bagi investor sebelum melakukan investasi atau penanaman modal hal terpenting adalah tingkat likuiditas dari suatu saham. Suatu saham dikatakan likuid jika saham tersebut setiap hari ada transaksi atau aktivitas perdagangan. Jika saham tersebut


(29)

likuid, maka mempunyai kecendrungan harganya akan naik atau bertahan lebih lama karena banyak dinilai oleh investor (Habib, 2007:43).

Menurut Magdalena volume perdagangan saham adalah jumlah lembar saham yang diperdagangkan secara harian (Magdalena, 2004:26). Sedangkan Abdul Halim dan Nasuhi Hidayat (2000) mendefinisikan bahwa volume pedagangan (Vt) sebagai lembar saham yang diperdagangkan pada hari t.

Perubahan volume perdagangan saham dapat menunjukkan baik tidaknya kondisi pasar modal bagi investor (Habib, 2007:43).

Volume perdagangan saham diukur dengan melihat indikator aktivitas volume perdagangan (trading volume activity) dengan rumus :

Saham Perusahaan i yang diperdagangakan pada waktu t TVA =

Saham perusahaan i yang beredar (listing) pada waktu t

TVA digunakan untuk melihat apakah preferensi investor secara individual menilai harga saham memiliki asosiasi positif atau negatif untuk membuat keputusan perdagangan saham (Wijaksono, 2007).

Setelah TVA masing-masing sampel diketahui, rata-rata volume perdagangan relatif saham dapat dihitung dengan cara :

X TVA = n TVA

n

I I

=1


(30)

Laju Inflasi =

1 -t

1 -t t

IHK IHK IHK

x 100% 3. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus (Mandala Manurung, 2004:220). Sedangkan menurut Pratama Rahardja (2004:214) inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.

Menurut McConnell (2002:146) inflation is a rising general level of prices and is measured as a percentege change in a price index such as the CPI. Sedangkan Schilller (2000:130) berpendapat bahwa inflation is an increase in the average level prices of goods and services.

Menurut Judisseno (2005:16) inflasi adalah suatu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecendrungan akan naiknya harga barang-barang secara umum yang berarti terjadi penurunan nilai mata uang.

Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Sedangkan tingkat inflasi adalah persentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya

Dalam prakteknya, inflasi dapat diamati dengan melihat pergerakan / perubahan dari indeks harga, dengan menggunakan indeks harga tahun sebelumnya sebagai tahun dasar.


(31)

Menurut Dornbush (2004:39 – 41) beberapa indeks harga yang biasa digunakan untuk mengukur inflasi antara lain :

a. Indeks harga konsumen (Consumer Price Index)

The consumer price index measures the cost of buying a fixed basket of goods and services representative of the purchases of urban consumer. b. Indeks harga produsen (Producer Price Index)

Producer price index is a measures of the cost of a given basket of goods. c. GDP deflator

GDP deflator is the ratio of nominal GDP in a given year to real GDP of that year.

Menurut Landsburg (Karim, 2008:136), metode pengukuran CPI dan PPI keduanya mempunyai kelemahan-kelemahan yang salah satunya adalah karena menggunakan kumpulan-kumpulan yang mewakili sebuah subset dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian sehingga indeks tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh perubahan yang terjadi. Selain itu CPI dan PPI juga kurang dapat mengakomodasi barang dan jasa yang baru diciptakan walaupun kelompok dari subset barang dan jasa yang dipakai sebagai pengukur pada CPI dan PPI tersebut selalu direvisi dari waktu ke waktu. Para ekonom cenderung lebih senang menggunakan implicit gross domestic product / GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. Perhitungan GDP deflator ini adalah :

Nominal GDP Implicit Price Deflator =


(32)

Menurut Erawati (2002), tingkat laju inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi di masa yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi aset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor-sektor produktif.

Inflasi dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis. Pertama berdasarkan atas derajat inflasi tersebut. Inflasi ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam inflasi, yaitu :

a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) b. Inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun) c. Inflasi berat (antara 30% - 100% setahun) d. Hiperinflasi (di atas 100% setahun)

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar mutlak yang dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada beberapa bagian dan golongan masyarakat mana yang terkena imbas dari inflasi yang sedang terjadi (Atmadja, 1999).


(33)

Kedua inflasi dapat dibedakan berdasarkan penyebab awal terjadinya inflasi, yaitu :

a. Demand pull inflation yaitu inflasi yang disebabkan terlalu kuatnya peningkatan aggregaet demand masyarakat terhadap komoditi hasil produksi di pasar barang. Hal ini akan mengakibatkan kurva permintaan agregat akan tertarik ke arah kanan atas, sehingga akan mengkibatkan terjadinya excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan diikuti dengan peningkatan output dengan asumsi bila perekonomian belum mencapai kondisi full employment (Atmadja, 1999).

b. Cost push inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kurva aggregaet supply bergeser ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva aggregaet supply ini bergeser adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri di pasar faktor produksi. Hal ini akan menyebabkan kenaikan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti dengan kelesuan usaha (Atmadja, 1999).

Ketiga inflasi dapat dibedakan berdasarkan asal dari inflasi tersebut (wartawarga.gunadarma.ac.id). Inflasi jenis ini dibagi menjadi dua, yaitu : a. Domestic inflation (inflasi yang berasal dari dalam negeri), yaitu inflasi

yang disebabkan oleh kesalahan pengelolaan ekonomi baik di sektor riil maupun di sektor moneter oleh para pelaku ekonomi.


(34)

b. Imported inflation (inflasi yang berasal dari luar negeri), yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan).

Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan inflasi tersebut, pada kenyataannya inflasi yang terjadi pada suatu negara jarang yang disebabkan oleh satu jenis inflasi saja. Hal ini disebabkan karena dalam suatu sistem perekonomian negara tidak ada faktor-faktor ekonomi ataupun para pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen.

Ada 4 teori yang membahas tentang inflasi (Atmadja, 1999) yaitu : a. Teori Kuantitas

Teori kuantitas adalah teori yang pertama kali membahas tentang inflasi. Dalam perkembangannya teori ini mendapat penyempurnaan oleh para ahli universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai monetarist models. Teori ini menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya inflasi adalah bertambahnya jumlah uang beredar dan ekspektasi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.

b. Keynesian Model

Teori keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan agregat melebihi jumlah barang yang tersedia (penawaran agregat). Hal ini akan mengakibatkan terjadinya inflationary gap. Keterbatasan jumlah ketersediaan barang ini terjadi karena dalam


(35)

jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat mengimbangi kenaikan permintaan agregat.

Proses inflasi akan terus berkelanjutan selama inflationary gap masih tetap ada. Hal ini terjadi karena keadaan daya beli masyarkat yang tidak sama (heterogen). Selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari masyarakat yang berdaya beli rendah kepada masyarakat yang berdaya beli tinggi. Hal ini akan terus berlangsung, sampai salah satu golongan masyarakat tidak lagi memiliki daya beli untuk membiayai pembelian barang yang ada pada tingkat harga yang berlaku. Sehingga permintaan agregat tidak lagi melebihi penawaran agregat (inflationary gap menghilang).

Price = Cost + Profit Margin

Price = Cost + ( a% x Cost ) c. Mark-up Model

Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen (cost of production dan profit margin). Hubungan antara dua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Karena besarnya profit margin telah ditentukan sebagai suatu persentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi :


(36)

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga jual pada komoditi di pasar.

d. Teori Struktural

Teori sruktural adalah teori inflasi jangka panjang karena teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang bukan semata-mata fenomena moneter, tetapi juga berasal dari kekuatan struktur ekonomi. Hal ini umumnya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang yang umumnya masih bercorak agraris. Sehingga goncangan ekonomi yang berasal dari dalam negeri atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.

Menurut Indrayadi (2004) Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga-harga barang dan jasa dalam suatu periode tertentu. Bagi sebuah negara, keadaan perekonomian yang baik umumnya diwakili dengan tingkat inflasi yang relatif rendah dan terkendali.

Adanya inflasi akan berdampak besar terhadap perekonomian suatu negara. Pada saat terjadi inflasi harga barang cenderung naik. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan. Peningkatan biaya produksi akan mengakibatkan harga jual produk meningkat, sehingga akan mengurangi kuatitas produk yang dijual dan akibatnya laba akan menurun.


(37)

Menurut Atmaja (1999), faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia adalah jumlah uang beredar. Di Indonesia, jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (M1) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan likuiditas perbankan. Faktor kedua adalah defisit anggaran belanja pemerintah yang banyak sekali menyangkut tentang struktural ekonomi Indonesia karena mendorong permintaan agregat. Faktor ketiga adalah penawaran agregat dan luar negeri. Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maksimal.

3. BI Rate

BI rates menurut Bank Indonesia adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik (www.bi.go.id).

BI rates diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter (www.bi.go.id).


(38)

Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan (www.bi.go.id).

Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan (www.bi.go.id).

Menurut Laksmono (2001) nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang kurang fleksibel.

Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan imbalan atas ketidaknyamanan karena melepas uang, dengan demikian bunga adalah harga kredit. Tingkat suku bunga berkaitan denga peranan waktu didalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga muncul dari kegemaran untuk mempunyai uang sekarang (Kurniawan, 2004).

Menurut Darmawi (2006:181) tingkat bunga merupakan harga yang harus dibayar oleh peminjam untuk memperoleh dana dari pemberi pinjaman


(39)

r = i – π

untuk jangka waktu yang disepakati. Dengan kata lain, tingkat bunga dalam hal ini merupakan harga dari kredit. Namun harga itu tidak sama dengan harga barang di pasar komoditi karena tingkat bunga sesungguhnya merupakan suatu angka perbandingan, yaitu jumlah biaya pinjaman dibagi jumlah uang yang sesungguhnya dipinjam, biasanya dinyatakan dalam persentase per tahun.

Suku bunga terdiri dari suku bunga riil dan suku bunga nominal. Mankiw (2003:89) menyatakan bahwa “the nominal interest rate is sum of the real interest rate and the inflation rate”. Suku bunga nominal adalah jumlah suku bunga riil ditambah laju inflasi, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

dimana : r = suku bunga riil i = suku bunga nominal π = laju inflasi

Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang digunakan sebagai ukuran untuk menentukan besarnya bunga yang harus dibayar oleh pihak peminjam dana. Sedangkan tingkat bunga riil menunjukkan persentasi dari nilai riil modal ditambah bunganya dalam setahun, dinyatakan sebagai persentasi dari nilai riil modal sebelum dibungakan (Sukirno, 2000: 386).

Sedangkan Sjahrial (2006:7) menyatakan bahwa tingkat bunga adalah kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam kepada yang memberikan pinjaman. Dari sudut peminjam merupakan biaya dari dana yang mereka pinjam.


(40)

Menurut Laksmono (2001), ada tiga teori yang menjelaskan hubungan antara suku bunga yang berbeda jangka waktu. Yang pertama Segmented Market Theory, mengatakan bahwa masing-masing instrumen dengan jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan pasokan pasar yang berbeda. Kedua Expectation Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda dapat saling berganti secara sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek selama periode instrumen jangka panjang. Ketiga Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan saat itu.

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang faktor-faktor apa yang menentukan tingkat bunga di dalam sistem finansial (Darmawi, 2006:182). Diantaranya adalah :

a. Teori klasik tentang tingkat bunga (the classical theory of interest rate) b. Teori preferensi likuiditas (the liquidity preference theory)

c. The loanable fund theory of interest rate d. The rational expectation theory

Masing-masing teori tentang penentuan tingkat bunga, melihat lebih dalam dalam berfungsinya sistem finansial.

Menurut pandangan ahli ekonomi klasik, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran tabungan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1.


(41)

S

r 1 E 1 S 1

r 0 E 0

r 2 E 2 I 1

I

0 I 0 I 2 I 1 Gambar 2.1. pandangan klasik dalam menentukan tingkat bunga

Kurva S adalah kurva penawaran dana modal / tabungan (saving) sedangkan kurva I adalah kurva permintaan dana modal (investation). Keseimbangan terjadi di titik E0 dan ini menunjukkan bahwa jumlah dana yang akan diinvestasikan adalah I0, dan tingkat bunga adalah r0. Jika permintaan dana berubah dari I0 ke I1 sedangkan penawaran modal tetap, maka titik keseimbangan akan bergeser ke E1. Hal ini berarti tingkat bunga naik dari r0 menjadi r1. Dan jika permintaan dana tetap sebesar I tetapi penawaran dana naik dari S menjadi S1, maka titik keseimbangan akan bergeser ke E2. Dengan demikian perubahan tersebut menyebabkan tingkat bunga turun dari r0 menjadi r2 (Sukirno, 2000:383).

Sedangkan menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang. Teori ini disebut teori suku bunga Keynes. Teori suku bunga Keynes menyatakan bahwa permintaan uang oleh masyarakat mempunyai tiga motivasi / tujuan, yaitu motif untuk bertransaksi, motif untuk berjaga-jaga, dan motif untuk berspekulasi.


(42)

Penentuan tingkat bunga yang dikemukakan oleh Keynes dapat dilihat dalam gambar 2.2.

r0 r1

LP 0 M0 M1

Gambar 2.2 Pandangan Keynes mengenai tingkat bunga

Kurva LP adalah kurva preferensi likuiditas, yang mengambarkan permintaan atas uang. Permintaan uang untuk motif transaksi dan untuk motif berjaga-jaga, tergantung kepada pendapatan masyarakat. Semakin tinggi pendapatan masyarakat, semakin tinggi pula permintaan uang untuk kedua motif tersebut. Sedangkan permintaan uang untuk motif spekulasi tergantung dengan tingkat bunga. Pada saat tingkat bunga tinggi, maka hanya sedikit uang yang ditahan masyarakat untuk spekulasi. Sedangkan pada saat tingkat bunga rendah, lebih banyak uang yang dipegang masyarakat (tidak dispekulasikan). Kurva M0 dan M1 adalah jumlah uang yang beredar, dan bentuknya adalah inelastis sempurna karena pada periode tertentu jumlah uang adalah tetap. Di dalam gambar 2.2 ditunjukkan pada waktu jumlah uang M0 tingkat bunga adalah r0, dan pada waktu jumlah uang M1 tingkaat bunga adalah r1. hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah uang yang beredar maka semakin rendah tingkat bunga (Sukirno, 2000:384).


(43)

The loanable fund theory of interest rate adalah harga dari dana investasi, dengan demikian bunga adalah harga yang terjadi di pasar dan investasi. Sedangakan The rational expectation theory menekankan peranan yang dimainkan oleh pengharapan masyarkat yang berkenaan dengan tingkat bunga dan perekonomian serta oleh dampak infoemasi terbaru dalam mengerakan tingkat bunga ke suatu ekuilibrium (Darmawi, 2006:182).

Dengan demikian, tingkat bunga merupakan biaya modal yang dipandang sebagai indikator pengaruh kebijakan moneter, terhadap keseimbangan pendapatan (sektor riil).

Menurut Sadono Sukirno (2002: 385) di dalam teori, analisis mengenai penentuan tingkat bunga selalu menanggap bahwa dalam perekonomian hanya terdapat satu tingkat bunga. Namun, dalam kenyataan keadaannya sangat berbeda. Tingkat bunga pinjaman pemerintah berbeda dengan tingkat bunga yang dibayarkan kepada konsumen. Dan bank mengenakan tingkat bunga yang berbeda-beda kepada para nasabahnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

a. Perbedaan resiko b. Jangka waktu pinjaman c. Biaya administrasi pinjaman

Menurut Hermawan Darmawi (2006:188) tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator moneter yang mempunyai dampak dalam berbagai kegiatan perekonomian sebagai berikut :


(44)

a. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi keputusan melakukan investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. b. Tingkat suku bunga juga akan mempengaruhi pengambilan keputusan

pemilik modal apakah ia akan berivestasi pada real assets ataukah pada financial assets.

c. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi kelangsungan usaha pihak bank dan lembaga keuangan lainnya.

d. Tingkat suku bunga dapat mempengaruhi volume uang beredar.

4. Kurs Rupiah

Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara kedalam satu bahasa yang sama. (Krugman, 2000:40).

Menurut Mansur (2009) Kurs valuta asing adalah salah satu alat pengukur yang digunakan dalam menilai kekuatan suatu perekonomian. Kurs menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli satu unit valuta asing tertentu.

Sadono Sukirno (2004:197), menjelaskan bahwa kurs valuta asing dapat di definisikan sebagai nilai seunit valuta (mata uang) asing apabila ditukarkan dengan mata uang dalam negeri.


(45)

Bank Indonesia (2003:69) menyatakan bahwa nilai tukar suatu mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya.

Menurut Mankiw (2003:127) nilai tukar antar dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar dibagi menjadi dua nilai tukar nominal dan nilai tukar riil.

The Nominal Exchange rate is the relative price of the currency of two countries (Mankiw, 2003:127). Sedangkan the real exchange rate is the relative price of the goods at two countries.

Perubahan nilai tukar nominal akan diikuti oleh perubahan harga yang sama yang mejadikan perubahan tersebut tidak berpengaruh terhadap posisi persaingan relatif antar perusahaan domestik dengan pesaingnya di luar negeri, dan tidak ada pengaruhnya terhadap aliran kas. Sedangkan perubahan nilai tukar riil akan menyebabkan perubahan harga relatif (perubahan perbandingan antara harga barang domestik dengan barang luar negeri). Dengan demikian perubahan tersebut akan mempengaruhi daya saing barang domestik.

Menurut BI (2003:69) dalam menentukan nilai tukar mata uang asing dikenal tiga sistem dan diterapkan disemua negara di dunia ini yaitu sistem kurs tetap (fixed exchange rates), kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rates) dan kurs mengambang bebas (free floating exchange rates).


(46)

Dalam sistem kurs tetap, pemerintah menetapkan nilai tukar mata uang dalam negeri secara tetap terhadap nilai tukar mata uang lain. Sedangkan dalam kurs mengambang terkendali, kurs bergerak sesuai dengan perkembangan pasar (berdasarkan permintaan dan penawaran). Akan tetapi pemerintah menetapkan batas dari perubahan kurs tersebut.

Dalam sistem kurs bebas nilai tukar suatu mata uang tidak dapat dipengaruhi oleh pemerintah melalui suatu tingkatan tertentu, maupun melalui intervensi langsung di pasar valuta asing. Oleh karena itu pada sistem kurs bebas ini fluktuasi yang terjadi cukup besar jika dibandingkan kurs mengambang terkendali.

Menurut Madura (2000), penentuan nilai tukar mata uang dalam sistem mengambang bebas ditentukan oleh mekanisme pasar, dengan demikian hal itu akan sangat bergantung pada kekuatan faktor-faktor ekonomi yang diduga dapat mempengaruhi kondisi permintaan da penawaran valuta asing di pasar valuta asing. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah perbedaan tingkat inflasi, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat pendapatan nasional antar kedua negara tersebut.

Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, terutama pasar modal. Misalnya ketika terjadi apresiasi kurs rupiah, akan berdampak pada perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam persaingan harga. Sebaliknya, bila terjadi depresiasi rupiah, akan berdampak pada perusahaan-perusahaan go public, terutama yang menggantungan faktor produksi terhadap


(47)

bahan-bahan impor, sehingga biaya produksi meningkat, laba yang diperoleh menurun dan berakibat jatuhnya harga saham perusahaan tersebut (Fahrudin, 2006).

Perkiraan nilai tukar uang yang benar merupakan salah satu tujuan utama pelaku pasar. Hal ini disebabkan oleh besarnya pengaruh pergerakan nilai tukar uang terhadap kegiatan bisnis dan investasi, serta pembuatan kebijaksanaan.

Para ekonom menawarkan berbagai teori yang coba menjelaskan bagaimana nilai tukar uang itu ditentukan. Hasil studi empiris menjelaskan bahwa model-model yang berdasarkan pendekatan teori fundamental sangat bermanfaat untuk menjelaskan pergerakan dan tren nilai tukar uang dalam jangka panjang, tetapi belum dapat menjelaskan pergerakan jangka pendek dan menengah. Bahkan, studi empiris memperlihatkan bahwa pergerakan nilai tukar uang jangka pendek merupakan pergerakan acak (random walk) yang sulit diramalkan.

Pendekatan teknikal atau model berdasarkan tren melalui grafik dapat memberikan prediksi yang lebih tepat untuk jangka pendek. Metode ini sangat populer dalam perdagangan valuta asing jangka pendek. Namun, bergantung sepenuhnya pada pendekatan teknikal dalam memprediksi nilai tukar uang bukanlah tanpa resiko.

Oleh karena itu, pendekatan ideal dalam memprediksi nilai tukar uang adalah dengan menggabungkan pendekatan fundamental yang memberikan


(48)

keuntungan jangka panjang dan pendekatan teknikal yang memberikan keuntungan jangka pendek.

Salah satu pendekatan paling konservatif dan paling banyak dipakai para ekonom dalam menentukan nilai tukar uang untuk jangka panjang adalah berdasarkan paritas daya beli (Purchasing Power Parity / PPP) (Pardede, 1999).

Menurut Shapiro (1996:820) Purchasing power parity is the notion that the ratio between domestic and foreign price level should equal the equilibrium exchange rate between domestic and foreign currencies. Shapiro berusaha menjelaskan bahwa paritas daya beli merupakan persamaan yang menyatakan bahwa rasio tingkat harga domestik dan luar negeri seharusnya sama dengan tingkat ekuilibrium nilai tukar mata uang domestik dan luar negeri.

Purchasing Power Parity diperkenalkan oleh ahli ekonomi Swedia bernama Gustav Cassel pada tahun 1918 (dalam versi relatifnya) mengatakan bahwa ekspektasi perubahan kurs adalah perbedaan dalam ekspektasi tingkat inflasi pada negara-negara tersebut (kurs suatu mata uang dengan mata uang lainnya ditentukan oleh purchasing power dari masing-masing mata uang yang diperbandingkan da karenanya nilai tukar/kurs tersebut akan bergerak pada arah yang ditentukan oleh perbedaan tingkat inflasi dari negara-negara tersebut). Atau nilai tukar mata uang terhadap lainnya akan menyesuaikan diri untuk merefleksikan perubahan-perubahan dalam tingkat harga dari kedua negara tersebut.


(49)

Menurut Salvatore (1997:43), pada dasarnya teori paritas daya beli adalah sebuah cara untuk meramalkankurs keseimbangan, jika suatu negara mengalami ketidakseimbangan nilai impor dan ekspor. Jadi jika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspornya (defisit) maka mata uang negera tersebut akan mengalami depresiasi atau kurs melemah.

Sedangkan Haryanto (2000) berpendapat bahwa teori paritas daya beli menjelaskan pergerakan kurs antara mata uang dua negara disebabkan oleh tingkat harga masing-masing negara. Dalam jangka panjang, tingkat harga tingkat harga domestik akan mempengaruhi pembentukan suatu kurs. Teori paritas daya beli memprediksi bahwa kenaikan tingkat harga domestik mencerminkan adanya penurunan daya beli mata uang domestik. Penurunan daya beli mata uang tersebut akan diikuti dengan terdepresiasinya mata uang. Demikian pula sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang domestik mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang tersebut secara proporsional dalam pasar valuta asing. Adanya depresiasi ataupun apresiasi mata uang ini menyebabkan terjadinya keseimbangan dalam perdagangan internasional. Jadi, suatu negara tidak akan mengalami kelebihan impor atau ekspor

Sasana (2004) menyatakan beberapa hal yang perlu ditekankan dari teori paritas daya beli adalah pertama masalah dasar dari paritas daya beli, yakni proporsionalitas tingkat harga dan nilai tukar hanya terjadi jika penyebab goncangan yang mengubah tingkat harga dari nilai tukar merupakan suatu goncangan moneter. Kedua, teori paritas daya beli tersebut tidak kerja seketika, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga dapat


(50)

dikatakan bahwa teori tersebut menunjukkan hubungan keseimbangan jangka panjang antara nilai tukar dengan tingkat harga.

Teori paritas daya beli memiliki dua versi, yaitu versi absolut dan versi relatif. Teori paritas daya beli absolut mengatakan bahwa kurs ekuilibrium sama dengan rasio tingkat harga yang berlaku di kedua negara yang terkait. Sedangkan versi relatifnya menyatakan bahwa perubahan kurs dalam jangka waktu tertentu akan bersifat proporsional atau sebanding besarnya terhadap perubahan tingkat harga yang berlaku di kedua negara selama periode yang sama. Jadi, paritas daya beli relatif mengubah versi absolutnya, dari sebuah pernyataan mengenai tingkatan harga dan kurs menjadi perubahan harga dan kurs (Salvatore, 1997:126).

Menurut Pardede (1999), versi paritas daya beli absolut nilai keseimbangan dari suatu nilai tukar ditentukan oleh rasio antara harga-harga dalam negeri, yang diformulasikan sebagai berikut :

Dimana :

E = nilai keseimbangan mata uang P = harga-harga dalam negeri P* = harga-harga luar negeri

Karena banyaknya kelemahan-kelemahan yang disebabkan asumsi-asumsi yang tidak realistis dalam versi paritas daya beli absolut, maka terbentuklah versi relatifnya, yang diformulasikan sebagai berikut :

E = P

P

Rab1 =

(

)


(51)

Dimana :

Rab1 dan 0 = kurs negara A terhadap negara B pada periode 1 dan 0

Pa1 dan 0 = Indeks harga konsumen negara A pada periode 1 dan 0

Pb1 dan 0 = Indeks harga konsumen negara B pada periode 1 dan 0

Berbagai pengujian empiris membuktikan bahwa versi relatif paritas daya beli dapat memberikan perkiraan yang cukup baik dalam jangka panjang dan dalam berbagai kasus terjadinya gangguan moneter murni, seperti lonjakan inflasi dan sebagainya (Salvatore, 1997:133).

5. Jumlah Uang Beredar

Definisi tentang uang sangat sulit untuk dibuat, karena pengertian dan definisi tentang uang selalu berubah dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perekonomian. Dengan kata lain pengertian uang merupakan manifestasi dari proses penyesuaian manusia terhadap kemajuan hidupnya. Di masyarakat yang perekonomiannya relatif lebih maju pengertian uang akan lebih luas dan kompleks daripada yang perekonomiannya masyarakatnya lebih rendah (Manurung, 2004:2).

Namun, para ahli ekonomi umumnya sepakat definisi paling universal tentang uang adalah sesuatu (benda) yang diterima / diakui secara umum dalam proses pertukaran barang dan jasa. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa uang bisa saja berbentuk segala sesuatu, tapi tidak semua benda merupakan uang. Syarat utama agar semua benda dapat digunakan


(52)

sebagai uang adalah benda tersebut harus diterima secara umum (Manurung, 2004:3).

Menurut Oktavia (www.docstoc.com), nilai uang ditentukan oleh supply dan demand terhadap uang. Sementara itu, jumlah uang yang diminta ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat harga rata-rata dalam perekonomian. Jumlah uang yang dimminta oleh masyarakat untuk melakukan transaksi tergantung pada tingkat harga barang dan jasa yang tersedia. Semakin tinggi tingkat harga semakin besar jumlah uang yang diminta. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat harga semakin sedikit jumlah uang yang diminta. Dengan kata lain tingkat harga ditentukan dan berubah sejalan dengan perubahan jumlah uang beredar. Hal ini sering disebut teori kuantitas uang (quantity theory of money).

Pada awalnya teori ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa seseorang menyimpan uang kas, tetapi lebih pada peranan dari uang. Irving Fisher merumuskan teori kuatitas uang sebagai berikut :

M.V = P.T Dimana : M = Jumlah Uang beredar

V = Perputaran Uang P = Harga Barang

T = Volume Barang Yang Diperdagangkan (Nusantara, 2002). Menurut Manurung (2004:13) pengertian jumlah uang yang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Tetapi definisi ini terus berkembang. Sama dengan pengertian uang, pengertian jumlah uang yang


(53)

beredar dalam perekonomian negara maju dan negara yang sedang berkembang berbeda. Namun setidaknya ada dua definisi jumlah uang beredar yang banyak dipakai, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Kedua definisi tersebut disusun berdasarkan dua pendekatan yaitu pendekatan transaksional (transactional approach) dan pendekatan likuiditas (liquidity approach).

Pendekatan transaksional memandang jumlah uang yang beredar adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk kepentingan transaksi. Dalam prakteknya, pendekatan tersebut digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money), atau yang dikenal dengan M1. Di Indonesia yang mencakup M1 adalah uang kartal dan uang giral.

Sedangkan pendekatan likuiditas mendefinisikan jumlah uang beredar adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi. Dalam prakteknya, pendekatan ini digunakan untuk menghitung uang beredar dalam arti luas (broad money, yang dikenal sebagai M2 yang terdiri atas M1 ditambah dengan uang kuasi. Di Indonesia, yang dimaksud dengan uang kuasi adalah simpanan rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang sementara waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar.

Menurut Nusantara (2002), uang kuasi merupakan jenis uang yang tidak dapat dipakai setiap saat dalam pembayarannya karena keterikatan waktu, yaitu deposito berjangka. Yang perkembangannya berdasarkan laporan Bank Indonesia terdiri dari :


(54)

a. Deposito berjangka dan sertifikat deposito dalam rupiah (merupakan uang yang kehilangan untuk sementara fungsinya sebagai alat tukar menukar). b. Tabungan (yaitu uang yang tidak sepenuhnya likuid).

c. Rekening giro dalam valuta asing (aktiva yang dapat memenuhi fungsinya sebagai alat tukar tetapi diterima hanya di lingkungan terbatas).

d. Deposito berjangka dalam valuta asing (aktiva yang hanya dapat memenuhi fungsi uang sebagai penyimpan daya beli)

e. Tabungan dalam valuta asing (aktiva yang sifat likuidnya lebih rendah dari kartal dan uang giral).

Jadi uang kuasi merupakan aktiva milik sektor swasta domestik yang hanya dapat dipakai memenuhi sebagian saja dari fungsi uang. Fungsi uang yang tidak terpenuhi adalah sebagai media pertukaran. Selain itu uang quasi dapat pula merupakan uang yang untuk sementara kehilangan sebagian dari fungsinya atau uang yang tidak seluruhnya likuid.

Menurut McConnell (2002:247) M2 adalah M1 plus saving deposits, including money market deposit accounts, small (less than $100.000) time deposits, and money market mutual fund balance.

Menurut Muh. Fahrudin (2006), perubahan jumlah uang beredar di masyarakat ditentukan olah hasil interaksi antara masyarakat, lambaga keuangan, dan masyarakat. Jumlah uang beredar adalah hasil kali uang primer (monetary base) dengan penganda uang (money multiplier). Jumlah uang beredar juga mempunyai keterikatan dengan suku bunga deposito. Semakin


(55)

banyak jumlah uang yang beredar di masyarakat, investasi menjadi lebih menrik bila dibandingkan dengan menyimpan dalam bentuk tabungan.

Menurut Siringoringo (2003), jumlah uang beredar biasa disebut juga dengan penawaran uang. Penawaran uang dalam suatu kurun waktu tertentu sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Jumlah uang beredar merupakan variabel ekonomi agregatif yang dipengaruhi beberapa faktor. Pemerintah dalam suatu negara mempunyai tugas untuk menjaga perekonomian dalam keadaan stabil.

Jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijakan moneter. Empat cara yang dapat digunakan pemerintah yaitu melalui kebijakan diskonto, operasi pasar terbuka, manipulasi rasio simpanan legal (legal reserve), dan kontrol kredit selektif (Siringoringo, 2003).

B. Penelitian Terdahulu

Mansur (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat suku bunga SBI dan kurs dolar AS terhadap indeks harga saham gabungan bursa efek jakarta periode tahun 2000 – 2002. Dengan menggunakan analisis jalur menunjukkan bahwa secara bersama-sama tingkat suku bunga SBI dan kurs dolar memberikan pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Tetapi secara individual hanya variabel kurs dolar yang memberikan pengaruh yang signifikan dengan arah hubungan yang negatif.


(56)

Habib (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat bunga SBI dan nilai kurs dolar AS terhadap volume perdagangan saham di BEJ dengan periode penelitian tahun 2003 – 2005. Dengan menggunakan metode analisis linier berganda menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga SBI akan menyebabkan penurunan volume perdagangan saham. Dan semakin tinggi kurs dolar akan meyebabkan kenaikan volume perdagangan saham.

Penelitian yang dilakukan Wijaksono (2007), menguji pengaruh right issue terhadap return saham dan volume perdagangan saham perusahaan di Bursa Efek Jakarta menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas volume perdagangan sebelum dan sesudah pengumuman right issue, hal ini menunjukkan bahwa pengumuman right issue tidak mempunyai kandungan informasi yang dapat meningkatkan volume perdagangan secara signifikan.

Penelitian yang dilakukan Fahrudin Z. (2006), menguji pengaruh inflasi, jumlah uang yang beredar, exchange rates dan interest rates terhadap indeks JII pada tahun 2002 – 2005. Dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dan model regresi berganda menyimpulkan bahwa kenaikan inflasi akan menaikkan indeks JII dan jumlah uang yang beredar mempunyai pengaruh yang positif terhadap JII.

Budilaksono (2005), meneliti tentang pengaruh nilai tukar rupiah, kepemilikan saham oleh investor asing dan SBI terhadap pergerakan IHSG di


(57)

BEJ menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar rupiah dan SBI kurang signifikan mempengaruhi pergerakan IHSG.

Penelitian Budiantara (2003) dengan judul hubungan antara fluktuasi nilai tukar rupiah, suku bunga, dan harga saham industri manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang kurs rupiah dan suku bunga deposito tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham industry manufaktur.

C. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menganalisis pengaruh tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, jumlah uang yang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan tingkat pendapatan nasional terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Untuk mengetahui pengaruh tersebut digunakan teknik analisis regresi linier berganda. Selain itu juga dilakukan pegujian persyaratan analisis (uji asumsi klasik) yakni normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedasitas.

Setelah melakukan langlah-langkat tersebut dilakukan uji signifikansi model, yakni dengan melakukan uji F, uji t, dan koefisiensi determinasi (R2). Uji F dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen maupun mempengaruhi variabel dependen secara simultan ( bersama-sama) . sedangkan uji T dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Selain itu


(58)

uji koefisien determinasi (R2) ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennya yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari dua. Secara skematis alur pikir penelitian ini dapat terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran Tingkat inflasi Bi rate Jml uang

Yg beredar

Nilai tukar rupiah terhadap US$

Volume Perdagangan Saham Di BEI

Uji Normalitas

Uji Asumsi Klasik

Analsis Regresi Linier Berganda

Uji F Uji t


(59)

D. Hipotesis

1. H0:β = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan

tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar terhadap volume perdagangan saham di Indonesia. Ha:β≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan tingkat

inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar, terhadap volume perdagangan saham di Indonesia.

2. H0:β = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat

inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar terhadap volume perdagangan saham di Indonesia.

Ha:β≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat

inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar, terhadap volume perdagangan saham di Indonesia.


(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar, terhadap volume perdagangan saham di Indonesia selama periode Januari 2006 sampai dengan Desember 2009.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi, BI Rates, jumlah uang beredar, Kurs Rupiah, dan volume perdagangan saham. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah data bulanan selama 5 tahun, mulai dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dari data tingkat inflasi, BI Rate, jumlah uang yang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan volume perdagangan saham perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data

Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder runtun waktu (time series) dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 yang bersumber dari Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik, dan


(61)

D. Metode Analisis 1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependent, variabel independent atau keduanya terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang disribusi datanya normal atau mendekati normal.

Untuk menguji apakah data terdisribusi normal atau tidak, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu metode menguji normalitas data adalah dengan melihat grafik Normal Probabilty Plot. Menurut Singgih Santoso (2000: 214) untuk melakukan pengujian normalitas data dapat dilihat dari penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model tersebtu memenuhi asumsi normalitas. Sebaliknya jika data menyebar menjauhi garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.

Selain itu untuk menguji normalitas data dapat pula dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov. Jika nilai K-S kurang dari nilai tabel atau nilai 2 tailed p lebih besar dari α berarti data adalah normal. Jika nilai K-S lebih dari nilai tabel atau nilai 2 tailed p lebih kecil dari α berarti data tidak normal.


(62)

2. Uji Asumsi Klasik

Dalam penggunaan analisis regresi agar menunjukkan hubungan yang valid atau tidak bias maka perlu pengujian asumsi klasik pada model regresi yang digunakan. Adapun asumsi dasar yang harus dipenuhi antara lain :

a. Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas pertama kali dikemukakan oleh ranger Frish dalam bukunya “Statistical Confluence Analysis By Means Of Complete Regression System”. Frish mengatakan bahwa multikolinier adalah adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna (Suharyadi, 2004:528).

Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independent terdapat korelasi atau hubungan dengan variabel independent lainnya atau dengan kata lain satu atau lebih variabel independent merupakan satu fungsi linear dari variabel independent lainnya. Artinya bahwa jika di antara peubah-peubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain bahwa bisa dikatakan tidak terjadi multikolinearitas.

Uji Multikoliearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan ada tidaknya hubungan antara beberapa atau semua variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.


(63)

Untuk mendeteksi multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) dari masing-masing variabel. Jika nilai tolerance tidak kurang dari 0.1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10 berarti tidak terdapat multikolinearitas.

b. Uji Autokorelasi

Istilah Autokorelasi (Autocorrelation) menurut Maurice G. Kendall dan William R. Buckland. Autokorelasi merupakan kondisi antara anggota observasi yang disusun menurut urutan waktu (Suharyadi, 2004:529).

Autokorelasi dapat didefinisikan pula terjadinya korelasi di antara data pengamatan sebelumnya, dengan kata lain bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Untuk mendeteksi terjadi autokorelasi atau tidak pada model regresi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson, dengan rumus sebagai berikut:

(

)

− = − − = n t t a t t t e e e d 1 2 2 2 1

Menurut Singgih Santoso (2000:218) bila nilai DW terletak diantara -2 < d < 2maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif. Secara umum deteksi adanya autokorelasi bisa diambil patokan :

1) Angka DW berada di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif. 2) Angka DW berada diantara -2 sampa 2, berarti tidak ada autokorelasi. 3) Angka DW berada di atas 2, berarti ada autokorelasi negatif.


(64)

c. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan di mana varian dari faktor pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas. Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika residual dari satu pengamatan lain ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model regresi dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas jika :

1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka nol.

2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. 3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang

melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. 3. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi dalam penelitian ini menjadi alat untuk mengukur bagaimana pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Tujuan dari analisis regresi adalah untuk memprediksi besarnya variabel


(1)

Kurs Tengah USD

(Rp/$)

Tahun BULAN

2006 2007 2008 2009

Januari 9395 9090 9291 11355

Februari 9230 9160 9078 11980

Maret 9075 9118 9217 11575

April 8775 9083 9234 10713

Mei 9220 8828 9318 10340

Juni 9300 9054 9225 10225

Juli 9070 9186 9118 9920

Agustus 9100 9410 9153 10060

September 9235 9137 9416 9681

Oktober 9110 9110 10995 9545

Nopember 9165 9376 12151 9480 Desember 9025 9419 10950 9433 Sumber data : bei.go.id

Kurs Rupiah

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

Ja

n

-0

6

A

p

r-0

6

Ju

l-0

6

Ok

t-0

6

Ja

n

-0

7

A

p

r-0

7

Ju

l-0

7

Ok

t-0

7

Ja

n

-0

8

A

p

r-0

8

Ju

l-0

8

Ok

t-0

8

Ja

n

-0

9

A

p

r-0

9

Ju

l-0

9

Ok

t-0

9

Periode

K

ur

s

R

upi

a

h (

R

p,

-)


(2)

Jumlah Uang Beredar / M2

(Miliar Rp)

Tahun BULAN

2006 2007 2008 2009

Januari 1.190.834 1.363.907 1.596.565 1.874.145 Februari 1.193.864 1.366.820 1.603.750 1.900.208

Maret 1.195.067 1.375.947 1.594.390 1.916.752 April 1.198.013 1.383.577 1.611.691 1.912.623

Mei 1.237.504 1.393.097 1.641.733 1.927.070 Juni 1.253.757 1.451.974 1.703.381 1.977.533 Juli 1.248.236 1.472.952 1.686.050 1.963.180 Agustus 1.270.378 1.487.541 1.682.811 1.995.294 September 1.291.396 1.512.756 1.778.139 2.018.031

Oktober 1.325.658 1.530.145 1.812.490 2.021.517 Nopember 1.338.555 1.556.200 1.851.023 2.062.206 Desember 1.382.074 1.643.203 1.895.839 2.141.384 Sumber data : bps.go.id

Jumlah Uang Beredar

0 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000

Ja

n

-0

6

A

p

r-0

6

Ju

l-0

6

Ok

t-0

6

Ja

n

-0

7

A

p

r-0

7

Ju

l-0

7

Ok

t-0

7

Ja

n

-0

8

A

p

r-0

8

Ju

l-0

8

Ok

t-0

8

Ja

n

-0

9

A

p

r-0

9

Ju

l-0

9

Ok

t-0

9

Periode

M

2

(

M

ilia

r R

u

p

ia

h


(3)

INPUT SPSS

log Volume

Perdagangan Saham

Tingkat

Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2 Observasi

Y X1 X2 X3 X4 1 10,4129811 0,0141917 0,0106250 -0,0452236 -0,0102899 2 10,4158077 0,0149333 0,0106250 -0,0175625 0,0025444 3 10,6361467 0,0131167 0,0106250 -0,0167931 0,0010077 4 10,5993590 0,0128333 0,0106250 -0,0330579 0,0024651 5 10,7813676 0,0130000 0,0104167 0,0507123 0,0329637 6 10,4157410 0,0129417 0,0104167 0,0086768 0,0131337 7 10,3368598 0,0126250 0,0102083 -0,0247312 -0,0044036 8 10,4922294 0,0124167 0,0097917 0,0033076 0,0177386 9 10,5140561 0,0121250 0,0093750 0,0148352 0,0165447 10 10,4930396 0,0052417 0,0089583 -0,0135355 0,0265310 11 10,6673595 0,0043917 0,0085417 0,0060373 0,0097288 12 10,7196710 0,0055000 0,0081250 -0,0152755 0,0325119 13 10,8179420 0,0052167 0,0079167 0,0072022 -0,0131447 14 10,7245052 0,0052500 0,0077083 0,0077008 0,0021358 15 10,7057184 0,0054333 0,0075000 -0,0045852 0,0066775 16 10,8840700 0,0052417 0,0075000 -0,0038386 0,0055453 17 11,0819303 0,0050083 0,0072917 -0,0280744 0,0068807 18 11,0277857 0,0048083 0,0070833 0,0256004 0,0422634 19 11,0326550 0,0050500 0,0068750 0,0145792 0,0144479 20 11,0410767 0,0054250 0,0068750 0,0243849 0,0099046 21 10,9964022 0,0057917 0,0068750 -0,0290117 0,0169508 22 11,0045621 0,0057333 0,0068750 -0,0029550 0,0114949 23 10,9415015 0,0055917 0,0068750 0,0291987 0,0170278 24 10,7830098 0,0054917 0,0066667 0,0045862 0,0559073 25 10,8689264 0,0061333 0,0066667 -0,0135896 -0,0283824 26 10,8272788 0,0061667 0,0066667 -0,0229254 0,0045003 27 10,7394695 0,0068083 0,0066667 0,0153117 -0,0058363 28 10,9302612 0,0074667 0,0066667 0,0018444 0,0108512 29 10,8900240 0,0086500 0,0068750 0,0090968 0,0186400 30 10,7828952 0,0091917 0,0070833 -0,0099807 0,0375506 31 10,7116554 0,0099167 0,0072917 -0,0115989 -0,0101745 32 10,6934191 0,0098750 0,0075000 0,0038386 -0,0019211 33 10,8430333 0,0101167 0,0077083 0,0287337 0,0566481 34 10,8515213 0,0098083 0,0079167 0,1676933 0,0193185 35 10,8123049 0,0097333 0,0079167 0,1051387 0,0212597 36 10,7917257 0,0092167 0,0077083 -0,0988396 0,0242115 37 10,6080765 0,0076417 0,0072917 0,0369863 -0,0114430 38 10,5661899 0,0071667 0,0068750 0,0550418 0,0139066 39 10,6029494 0,0066000 0,0064583 -0,0338063 0,0087064 40 11,2753206 0,0060917 0,0062500 -0,0744708 -0,0021542 41 11,4514041 0,0050333 0,0060417 -0,0348175 0,0075535 42 11,2682784 0,0030417 0,0058333 -0,0111219 0,0261864 43 11,1411549 0,0022583 0,0056250 -0,0298289 -0,0072580 44 11,2674557 0,0022917 0,0050000 0,0141129 0,0163582 45 10,9037572 0,0023583 0,0041667 -0,0376740 0,0113953 46 11,0013009 0,0021417 0,0054167 -0,0140481 0,0017274 47 11,0660127 0,0020083 0,0054167 -0,0068098 0,0201280 48 10,8639055 0,0023167 0,0054167 -0,0049578 0,0383948


(4)

OUTPUT SPSS

Deskripsi Data Dalam Variabel

Descriptive Statistics

48 10,33686 11,45140 10,81842 ,24801783 ,062

48 ,00201 ,01493 ,0072794 ,00357569 ,000

48 ,00417 ,01063 ,0075196 ,00162831 ,000

48 -,09884 ,16769 -,0000940 ,04074828 ,002

48 -,02838 ,05665 ,0122242 ,01715967 ,000

48 Volume Perdagangan

Saham Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance

Uji Normalitas

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Ex

pe

cte

d Cu

m Pro

b

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

48 48 48 48 48

10,8184194 ,0072794 ,0075196 -,0000940 ,0122242

,24801783 ,00357569 ,00162831 ,04074828 ,01715967

,053 ,163 ,153 ,165 ,093

,053 ,163 ,153 ,165 ,093

-,048 -,100 -,097 -,116 -,049

,368 1,133 1,059 1,145 ,647

,999 ,154 ,212 ,146 ,797

N

Mean Std. Deviation

Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Volume Perdagangan

Saham Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(5)

Hasil Uji Multikolinieritas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

Kesimpulan

1 (Constant)

Tingkat Inflasi ,255 3,914 Tidak terjadi Multikolinieritas

BI rate ,258 3,880 Tidak terjadi Multikolinieritas

Kurs Rupiah ,933 1,072 Tidak terjadi Multikolinieritas

M2 ,938 1,066 Tidak terjadi Multikolinieritas

Hasil Uji Autokorelasi

Model Durbin-Watson Kesimpulan

1 1,071 Tidak terjadi autokorelasi

Uji Heteroskedatisitas

Regression Standardized Predicted Value

2 1

0 -1

-2 -3

Regressi

on Studentize

d

Res

idual

3

2

1

0

-1

-2

Scatterplot

Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham


(6)

Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

11,554 ,155 74,458 ,000

-13,122 13,938 -,189 -,941 ,352 ,255 3,914

-86,475 30,473 -,568 -2,838 ,007 ,258 3,880

-,143 ,640 -,024 -,224 ,824 ,933 1,072

,834 1,516 ,058 ,550 ,585 ,938 1,066

(Constant) Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2

Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham a.

Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

,746a ,556 ,515 ,17270317 1,071

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi a.

Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham b.

Uji F

ANOVAb

1,609 4 ,402 13,483 ,000a

1,283 43 ,030

2,891 47

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi a.

Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham b.

Uji t

Coefficientsa

11,554 ,155 74,458 ,000

-13,122 13,938 -,189 -,941 ,352 ,255 3,914

-86,475 30,473 -,568 -2,838 ,007 ,258 3,880

-,143 ,640 -,024 -,224 ,824 ,933 1,072

,834 1,516 ,058 ,550 ,585 ,938 1,066

(Constant) Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2 Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham a.