menyebabkan viskositas pulp menurun. Pada temperatur tinggi proses dekomposisi H
2
O
2
berlangsung maksimal dan cepat sehingga penyerangan terhadap lignin dan rantai selulosa semakin tinggi. Selain sifat H
2
O
2
yang kurang selektif, dimungkinkan perhidroksil radikal yang terbentuk berpotensi dalam mendegradasi sellulosa
sehingga viskositas pulp menjadi rendah. Sjostrom, 1998 ; Fengel dan Gerd, 1989. Pada tiap peningkatan temperatur viskositas, sampel D
1
1-P dan D
1
1,3-P tidak berbeda secara signifikan.
4.2.4. Residu H
2
O
2
Gambar 4.7a menunjukkan bahwa penambahan dosis H
2
O
2
mengakibatkan peningkatan residu H
2
O
2
yang terkandung dalam filtrat hasil proses pemutihan pulp tahap P hasil pengolahan data pada Lampiran 12. Residu rata-rata yang tertinggi
Gambar 4.6a. Pengaruh Dosi H
2
O
2
Terhada Viskositas Pulp
s p
12.16
.50 .27
11.82
.35 11.33
10.0 10.5
11.0 11.5
12.0 12.5
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5
Dosis H
2
O
2
V is
ko s
R at
a- R
at a
cP
Ga bar 4.6b. Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas
Pulp m
10 10
11
it as
D1 1 - P D1 1.3 - P
12.01 11.35
10.40 17
. 11.40
11.84
10.0 10.5
11.0 11.5
12.0 12.5
60 65 70 75 80 85
90 95 100
Temperatur 0C V
isko as R
a ta-
R at
a cP
11. 11.21
10 53
si t
D1 1 - P D1 1.3 - P
Gambar 4.6a. Pengaruh Dosis H
2
O
2
Terhadap Viskositas Pulp Tahap P
Gambar 4.6b. Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas
Pulp Tahap P
Hasnah Ulia: Altrnatif Penggunaan Hidrogen Peroksida Pada Tahap Akhir Proses Pemutihan Pulp, 2007. USU e-Repository © 2008
diperoleh pada dosis H
2
O
2
0,4. Hal ini dimungkinkan karena H
2
O
2
yang tersedia melebihi kebutuhan untuk bereaksi dengan lignin sehingga menghasilkan residu yang
tinggi. Kondisi ini tidak menguntungkan karena banyak H
2
O
2
yang terbuang. Residu yang besar memberikan indikasi proses pemutihan yang kurang efektif. Sampel pulp
D
1
1-P menghasilkan residu H
2
O
2
rata-rata yang lebih rendah kurang lebih 0,01 gL dari pada sampel pulp D
1
1,3-P. Pada Sampel pulp D
1
1-P mengandung lebih banyak lignin pada tahap D
1
terbukti dari derajat putih yang lebih rendah sehingga konsumsi H
2
O
2
lebih banyak pada tahap P.
Gambar 4.7a. Pengaruh Dosis H
2
O
2
Terhadap Residu H
2
O
2
Tahap P Gambar 4.7.b Pengaruh Temperatur
Terhadap Residu H
2
O
2
Tahap P
0.13
0.05 0.02
0.02 0.14
0.07 0.04
0.01 0.00
0.02 0.04
0.06 0.08
0.10 0.12
0.14 0.16
60 65
70 75
80 85
90 95 100
Tem peratur 0C R
e s
idu H
2
O
2
R a
ta -R
a ta
g l
D1 1 - P D1 1.3 - P
0.03 0.05
0.08
0.04 0.06
0.09
0.02 0.04
0.06 0.08
0.10
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5
Dos is H
2
O
2
R e
s idu H
2
O
2
R a
ta -R
a ta
g l
D1 1 - P D1 1.3 - P
Gambar 4.7b menunjukkan pengaruh temperatur yang signifikan terhadap residu H
2
O
2
. Peningkatan temperatur dapat mengurangi residu H
2
O
2
. Pada temperatur tinggi, H
2
O
2
terdekomposisi lebih cepat dan lebih banyak sehingga
Hasnah Ulia: Altrnatif Penggunaan Hidrogen Peroksida Pada Tahap Akhir Proses Pemutihan Pulp, 2007. USU e-Repository © 2008
konsumsi H
2
O
2
dalam hal ini adalah anion perhidroksil juga meningkat. Akhirnya setelah proses pemutihan selesai hanya meninggalkan sedikit residu H
2
O
2
. Untuk mengefektifkan konsumsi H
2
O
2
penambahan dosis harus diikuti dengan peningkatan temperatur reaksi. Pada temperatur yang rendah 65
C reaksi dekomposisi H
2
O
2
berlangsung lambat sehingga pada saat reaksi dihentikan setelah 180 menit masih banyak terdapat H
2
O
2
yang belum terdekomposisi. Hal ini menyebabkan residu yang tinggi pada temperatur yang rendah terutama pada dosis
H
2
O
2
yang tinggi. Sebaliknya pada temperatur tinggi hampir semua H
2
O
2
terdekomposisi sehingga residu H
2
O
2
pada akhir proses pemutihan menjadi rendah. Jadi residu H
2
O
2
yang paling rendah diperoleh pada sampel pulp dengan dosis H
2
O
2
yang paling kecil 0,1 dan temperatur paling besar 95 C. Sebaliknya residu H
2
O
2
yang tinggi diperoleh pada dosis H
2
O
2
yang tinggi 0,4 dan temperatur yang rendah 65
C.
4.2.5. Kekuatan Kertas - Indeks Sobek Tear Index