X
i
= regional exports M
i
= regional import Sumber-sumber perubahan pendapatan regional Tarigan, 2005 : 60 dapat
berasal dari : 1.
Perubahan pengeluaran otonomi regional, seperti : investasi dan pengeluaran pemerintah,
2. Perubahan pendapatan suatu daerah atau beberapa daerah lain yang berada
dalam suatu sistem yang akan terlihat dari perubahan ekspor, 3.
Perubahan salah satu di antara parameter-parameter model hasrat konsumsi marjinal, koefisien perdagangan interregional, atau tingkat pajak
marjinal.
2.2 Ketimpangan Pembangunan Daerah
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk mengurangi ketimpangan disparity. Peningkatan pendapatan per kapita memang
menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun meningkatnya pendapatan per kapita tidak selamanya menunjukkan bahwa
distribusi pendapatan lebih merata. Seringkali di negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal dari pada tenaga
kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara
merata oleh seluruh lapisan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan. Terdapat beberapa bentuk-bentuk ketimpangan dalam pembangunan
daerah.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Distribution Income Disparities Terdapat berbagai macam alat yang dapat dijumpai dalam mengukur
tingkat ketimpangan distribusi pendapatan penduduk Distribution Income Disparities, diantaranya yaitu :
1. Kurva Lorenz Lorenz Curve Kurva Lorenz secara umum sering digunakan untuk menggambarkan
bentuk ketimpangan yang terjadi terhadap distribusi pendapatan masyarakat. Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase
penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima selama periode tertentu, misalnya, satu tahun.
Gambar 2.1 Kurva Lorenz Kurva Lorenz digambarkan pada sebuah bidang persegibujur sangkar
dengan bantuan garis diagonalnya. Garis horizontal menunjukkan persentase penduduk penerima pendapatan, sedangkan garis vertikal adalah persentase
pendapatan. Semakin dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti ketimpangan semakin rendah dan sebaliknya semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal
50
25 Garis Pemetaaan
Kurva Lorenz
B Persentase Penerima Pendapatan
P er
sent as
e P enda
pa tan
100 50
A C
100
Universitas Sumatera Utara
berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi. Kemungkinan yang digambarkan kurva Lorenz diatas yaitu :
a. Jika kurva Lorenz adalah diagonal 0A maka terlihat 50 penduduk
penerima pendapatan memperoleh 50 pendapatan, menggambarkan pembagian pendapatan sempurna merata.
b. Jika 50 penduduk yang paling rendah pendapatannya menerima 25
pendapatan, tergolong pada pembagian pendapatan cukup merata kurva Lorenz 0CA.
c. Jika kurva Lorenz adalah sisi siku 0BA, maka 100 penduduk sama sekali
tidak memperoleh pendapatan, menggambarkan pembagian pendapatan sempurna tidak merata.
2. Gini Index Kelemahan kurva Lorenz adalah sulit diaplikasikan, maka seorang sarjana
statistik matematik mencoba mengkuantifikasi konsep kurva Lorenz tersebut yaitu Mr. Gini, yang selanjutnya hasil pendapatnya dikenal dengan Gini IndexGini
Ratio. Gini index adalah ukuran ketimpangan pendapatan agregat yang angkanya berkisar antara nol pemerataan sempurna hingga satu ketimpangan sempurna.
Menurut Gini setiap kurva Lorenz dapat dihitung nilai angkanya yang selanjutnya disebut angka Gini dengan cara membagi luas yang dibentuk kurva
Lorenz tersebut dengan total pendapatan. Dari gambar kurva Lorenz dapat terlihat :
a. Jika kurva Lorenz adalah 0CA maka
b. Jika kurva Lorenz adalah diagonal pokok 0A maka
= 0, yaitu merata sempurna.
Universitas Sumatera Utara
c. Jika kurva Lorenz adalah sisi siku 0BA maka
= 1, yaitu merata tidak sempurna.
Dengan demikian semakin kecil Gini index, maka semakin merata, sedang Gini index yang semakin besar menunjukkan distribusi pendapatan yang makin
tidak merata. Maksimum dan minimum nilai G adalah : 0 ≤ G ≤ 1 . Untu k
menghitung Gini Index yaitu :
dimana : G
= Gini Index P
i
= Persentase kumulatif jumlah penduduk sampai kelas ke-i Q
i
= Persentase kumulatif jumlah pendapatan sampai kelas ke-i I
= 1,2,3,....n G
= 0, Perfect Equality G
= 1, Perfect Inequality 3. Kriteria Bank Dunia
Berdasarkan kriteria Bank dunia di dalam menentukan tingkat ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk, maka penduduk
dibagi menjadi tiga kategori yaitu : a.
20 penduduk berpendapatan tinggi b.
40 penduduk berpendapatan sedang c.
40 penduduk berpendapatan rendah
Universitas Sumatera Utara
Dimana kriteria ketimpangannya adalah 1.
Jika 40 penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan nasional 12 maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan tinggi.
2. Jika 40 penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan nasional
12 - 17 maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan sedangmoderat.
3. Jika 40 penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan nasional
17 maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan rendah. 2.2.2 Regional Income Disparities
Ketimpangan yang terjadi tidak hanya terhadap distribusi pendapatan masyarakat, akan tetapi juga terjadi terhadap pembangunan antar daerah di dalam
wilayah suatu negara. Jeffrey G. Williamson 1965 meneliti hubungan antara disparitas regional
dengan tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi negara yang sudah maju dan yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama
tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkosentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih
“matang”, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antardaerah dan disparitas berkurang dengan signifikan.
Williamson menggunakan Williamson Index Indeks Williamson untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Indeks Williamson
menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar. Alasannya jelas bahwa yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah bukan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan antar kelompok. Formulasi Indeks Williamson secara statistik adalah sebagai berikut :
Keterangan : IW = Indeks Williamson
Y
i
= Pendapatan per kapita daerah i Y
= Pendapatan per kapita rata-rata seluruh daerah f
i
= Jumlah penduduk daerah i n
= Jumlah penduduk seluruh daerah Angka koefisien Indeks Williamson adalah 0 IW 1. Jika Indeks
Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil atau semakin merata dan sebaliknya angka yang semakin besar
menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar. Walaupun indeks ini memiliki kelemahan yaitu sensitive terhadap defenisi wilayah yang digunakan dalam
perhitungan artinya apabila ukuran wilayah yang digunakan berbeda maka akan berpengaruh terhadap hasil perhitungannya, namun cukup lazim digunakan dalam
mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. 2.2.3 Urban Rural Income Disparities
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di pedesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan.
Urban Rural Income Disparities Ketimpangan pembangunanpendapatan antara wilayah perkotaan dengan wilayah pedesaan, terjadi karena pembangunan yang
Universitas Sumatera Utara
lebih terfokus pada wilayah perkotaan dibandingkan dengan pembangunan wilayah pedesaan.
Hal ini terlihat dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, dimana investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah infrastruktur dan
kelembagaan cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan
ekonomi yang dikembangkan di wilayah pedesaan. Akibatnya peran kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan pedesaan trickling down effects,
justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan
pedesaan backwash effects.
Faktor internal pedesaan seperti sebaran spasial penduduk pedesaan yang terpencar-pencar dan minimnya kesempatan kerja, juga menghambat
perkembangan wilayah pedesaan. Sebaran spasial penduduk pedesaan yang terpencar-pencar menyebabkan mahalnya biaya penyediaan barang dan jasa
publik secara efektif untuk masyarakat pedesaan. Relatif melimpahnya jumlah tenaga kerja yang tanpa disertai ketersediaan kesempatan kerja dibandingkan
dengan kawasan non-pedesaan, menjadikan masyarakat pedesaan tidak produktif.
2.3 Penyebab Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah