pada ketimpangan bersifat mendua ambiguous, dan validitas empiris kurva Kuznets masih patut dipertanyakan.
Terlepas dari perdebatan metodologisnya, beberapa ekonom pembangunan tetap berpendapat bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan
ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari.
2.6 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian oleh Lisna Pakpahan pada tahun 2009, tentang “Analisis
Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten Tapanuli Utara dengan Kabupaten Deli Serdang”, menggunakan data time series dari tahun 1993-
2007 dan menggunakan alat analisis Indeks Williamson dan Location Quotient. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terjadi ketimpangan
pembangunan antar Kabupaten Tapanuli utara dengan Kabupaten Deli Serdang. Ketimpangan di Tapanuli utara tergolong rendah mendekati 0 yang
artinya ketimpangan yang terjadi di kabupaten Tapanuli Utara tidak terlalu besar, dimana ketimpangan tertinggi terjadi pada tahun 1996 sebesar 0,074766
dan terendah pada tahun 2002 sebesar 0,046222. Begitu juga ketimpangan di Deli Serdang tergolong relatif kecil menurut standard ketimpangan yaitu 0-1
karena nilai IW Deli Serdang hanya berkisar 0,167921 yang artinya masih cenderung mendekati 0, akan tetapi apabila dibandingkan dengan nilai IW
Tapanuli Utara, nilai IW Deli Serdang relative besar, dimana ketimpangan tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 0,167921 sedangkan ketimpangan
terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 0,096482. Selain itu berdasarkan analisis LQ terlihat bahwa sektor yang potensial di Kabupaten Tapanuli Utara
Universitas Sumatera Utara
adalah sektor pertanian, sedangkan di Kabupaten Deli Serdang sektor yang potensial adalah sektor industrimanufaktur.
2. Penelitian Fitri R. Manik pada tahun 2009, tentang “Analisis Ketimpangan
Pembangunan Antara Kota Medan dengan Kabupaten Simalungun” menggunakan data time series dari tahun 1988-2007 dan menggunakan alat
analisis Indeks Williamson, Hipotesis Kuznets, Tipologi Klassen, dan Korelasi Pearson. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa terjadi
ketimpangan pembangunan sedang di Kota Medan IW = 0,3-0,5 dan ketimpangan pembangunan rendah untuk Kabupaten Simalungun IW 0,3,
serta hipotesis Kuznets berlaku untuk kedua wilayah tersebut. Berdasarkan Tipologi Klassen, Kota Medan termasuk daerah cepat maju dan cepat tumbuh
Kuadran I dan Kabupaten Simalungun termasuk daerah yang cepat berkembang Kuadran III. Hasil Analisis Korelasi Pearson menunjukka n
korelasi yang lemah antara pertumbuhan PDRB dengan Indeks Williamson dan tidak signifikan untuk Kota Medan dan Kabupaten Simalungun.
3. Penelitian oleh Paidi Hidayat, SE, Msi dan DRA. Raina Linda Sari, tentang
“Analisis Ketimpangan Antar KabupatenKota Pemekaran Di Sumatera Utara”, menggunakan data time series yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik BPS Propinsi Sumatera Utara untuk kurun waktu 2001-2006. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan alat analisis tipologi daerah
Klassen Typology dan Indeks Williamson. Berdasarkan hasil analisis, maka disimpulkan bahwa : 1 Daerah pemekaran di Sumatera Utara yang
pertumbuhan ekonominya cukup tinggi adalah Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
Samosir dan Kota Padang Sidimpuan memiliki pertumbuhan yang rendah dan masih dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. 2 Struktur
ekonomi kabupatenkota pemekaran di Sumatera Utara masih didominasi oleh sektor primer sektor pertanian dan sektor pertambanganpenggalian kecuali
Kabupaten Toba Samosir sektor industri dan Kota Padang Sidimpuan sektor jasa-jasa. 3 Berdasarkan pola pembangunan ekonominya, daerah yang cepat
maju dan cepat tumbuh adalah Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan Kabupaten Samosir merupakan daerah maju tapi
tertekan. Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Mandailing Natal adalah daerah berkembang cepat. Sementara
Kabupaten Nias Selatan dan Kota Padang Sidimpuan merupakan daerah pemekaran yang relatif tertinggal. 4 Bahwa ketimpangan pembangunan antar
kabupatenkota pemekaran di Sumatera Utara relative kecil atau lebih merata dengan angka Indeks Williamson sebesar 0,031.
4. RM. Riadi melakukan penelitian tentang “Pertumbuhan dan Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Provinsi Riau” menggunakan data time series dari tahun 2003-2005. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Indeks Williamson, Indeks Entropi Theil, Sistem Kuadran dan Hipotesi Kuznets. Dari hasil penelitian disimpukan bahwa hanya
Kota Pekanbaru yang temasuk dalam Kuadran I high growth and high income. Daerah yang dikategorikan ke dalam tumbuh cepat tetapi rendah
pendapatan adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu dan Siak. Indragiri Hilir, Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar dapat
dikategorikan ke dalah tinggi pendapatan tetapi tumbuh lambat, sementara
Universitas Sumatera Utara
daerah yang dikategorikan ke dalam rendah pendapatan dan tumbuh lambat adalah Rokan Hilir, Dumai dan Bengkalis. Selama periode pengamatan 2003-
2005, terjadi ketimpangan pembangunan yang tidak cukup signifikan berdasarkan Indeks Williamson, sedangkan berdasarkan Indeks Entropi Theil,
ketimpangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadi pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan.
Sebagai akibatnya tidak terbuktinya hipotesis Kuznets di Provinsi Riau yang mengatakan adanya kurva U terbalik.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN