mortalitas malaria yang paling tinggi di Asia Tenggara World Malaria Report, 2008. WHO SEAR 2010 mengatakan bahwa pada tahun 2008, sebanyak
107,78 juta orang dari populasi total yang berjumlah 214,39 juta orang hidup di daerah endemis malaria. Ini menunjukkan bahwa 50 dari seluruh populasi
Indonesia berisiko untuk terkena infeksi malaria. Rita Kusriastuti, direktur penyakit vektor pelayanan kesehatan Indonesia,
mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan masih mempunyai banyak daerah di negara yang tidak terjangkau oleh sistem perawatan kesehatan.
Mereka yang hidup di pulau yang terpencil sulit untuk mendapat akses ke hal-hal dasar seperti perawatan kesehatan dan ini memungkinkan malaria untuk
merenggut lebih banyak nyawa Global Post, 2009. Oleh karena itu, adalah penting untuk masyarakat Indonesia mempunyai pengetahuan yang adekuat
tentang infeksi malaria. Ini adalah supaya mereka mengetahui tentang cara pencegahan malaria dan dapat mengenal gejala klinis yang timbul pada penyakit
tersebut agar dapat pertolongan medis dengan secepat mungkin. Hal ini merupakan hal yang terpenting di Indonesia, mengingat Indonesia terdiri dari
beribu-ribu pulau. Berdasarkan penjabaran di atas, maka dianggap perlu untuk mengetahui
tingkat pengetahuan tentang infeksi malaria.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara tentang infeksi malaria?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara tentang infeksi malaria.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara tentang cara penularan infeksi malaria. 2.
Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara tentang gejala klinis infeksi malaria.
3. Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara tentang pemeriksaan infeksi malaria. 4.
Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara tentang pengobatan dan pencegahan infeksi malaria.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1.
Dinas Kesehatan: Sebagai masukan untuk Dinas Kesehatan supaya dapat mengetahui
tingkat pengetahuan dan meningkatkan upaya edukasi dan pencegahan infeksi malaria di kalangan masyarakat.
2. Mahasiswaresponden:
Mahasiswa dapat menguji pengetahuan dan meningkatkan pengetahuan sekiranya mendapati pengetahuan mereka tentang infeksi malaria tidak
memadai. 3.
Peneliti: Peneliti dapat menambahkan pengetahuan serta mendapatkan informasi
yang lebih tentang infeksi malaria di samping menilai tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi Malaria merupakan suatu penyakit berpotensial fatal yang disebabkan oleh
infeksi parasit Plasmodium. Plasmodium ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. betina yang telah terinfeksi dengan parasit tersebut
Parmet S. et al, 2007. Sedangkan, Finch, R.G. et al 2005 mengatakan bahwa malaria merupakan suatu infeksi yang menyerang pada sistem darah manusia.
Berdasarkan Chew S.K. 1992, terdapat empat spesies plasmodium yang bisa menginfeksi manusia yaitu, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae, dan Plasmodium falciparum. Walaupun begitu, studi terbaru telah menemukan suatu spesies Plasmodium baru yang bisa menginfeksi manusia.
Spesies Plasmodium yang kelima ini dikenali sebagai Plasmodium knowlesi Marano Freedman, 2009.
2.1.2 Epidemiologi Di daerah mana saja yang terdapat suhu yang sesuai, yaitu melebihi
isotherm 16°C, serta terdapat koeksistensi manusia dan nyamuk Anopheles sp, maka terdapat faktor risiko untuk penularan malaria. Kelima-lima parasit
Plasmodium yang bisa menginfeksi manusia terdistribusi di tempat geografis yang berbeda. Plasmodium falciparum paling sering ditemui di Afrika Sub-Sahara dan
Melanesia; Plasmodium vivax pula ditemui di Amerika Sentral, Amerika Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah, dan subkontinen India; Plasmodium Ovale ditemui
hampir secara eksklusif di Afrika Barat; Plasmodium malariae bisa ditemui di seluruh dunia walaupun terkonsentrasi di Afrika dan Plasmodium knowlesi yang
sejak kebelakangan ini didokumentasikan di beberapa kepulauan Bornea serta di beberapa daerah Asia Tenggara Roe Pasvol, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Siklus hidup Plasmodium Siklus hidup Plasmodium terjadi pada tubuh nyamuk dan manusia.
Siklus seksual parasit malaria berkembang di darah manusia yang telah terinfeksi. Nyamuk Anopheles sp. betina akan terinfeksi setelah menggigit orang
yang darahnya mengandung gametosit. Siklus perkembangan Plasmodium dalam nyamuk berkisar 7-20 hari, dan akhirnya berkembang menjadi sporozoit yang
bersifat infektif. Sporozoit ini yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan kemudian akan ditransmisi kepada manusia lainnya apabila digigit oleh
nyamuk yang terinfeksi ini. Nyamuk Anopheles yang terinfeksi ini akan bersifat infektif sepanjang hidupnya.
Sporozoit yang telah diinokulasi pada manusia akan bermigrasi kepada hati dan bermultiplikasi dalam hepatosit sebagai merozoit. Setelah beberapa hari,
hepatosit yang terinfeksi akan ruptur dan melepaskan merozoit ke dalam darah di mana mereka akan menginfeksi eritrosit. Parasit akan multiplikasi dalam eritrosit
sekali lagi dan berubah dari merozoit kepada trofozoit, skizont, dan akhirnya muncul sebagai 8-24 merozoit yang baru. Eritrosit akan pecah, dan melepaskan
merozoit untuk menginfeksi sel-sel yang lain. Setiap siklus dari proses ini, yang dikenali sebagai skizogoni eritrositik, akan berlangsung selama 48 jam pada
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium falciparum dan 72 jam pada Plasmodium malariae. Dengan setiap siklus ini, parasit akan bertambah secara
logaritmik dan setiap kali sel-sel ruptur akan terjadi serangan klasik demam yang intermiten. Finch, R.G. et al, 2005; Bradley, 1998
2.1.4 Patogenesis Gejala klinis yang muncul pada infeksi malaria disebabkan secara tunggal
oleh bentuk aseksual Plasmodium yang bersirkulasi di dalam darah. Parasit ini menginvasi serta menghancurkan sel darah merah, menetap di organ penting dan
jaringan tubuh, menghambat sirkulasi mikro, serta melepaskan toksin yang akan menginduksi pelepasan sitokin yang bersifat proinflammatory sehingga terjadi
rigor malaria yang klasik Roe Pasvol, 2009. Patologi malaria berhubungan dengan anemia, pelepasan sitokin, dan pada kasus Plasmodium falciparum,
Universitas Sumatera Utara
kerusakan organ multipel yang disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi. Parasitemia Plasmodium falciparum adalah lebih parah berbanding yang lain
karena ia akan memparasitisasi eritrosit berbagai usia. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya menginfeksi retikulosit dan eritrosit muda sedangkan
Plasmodium malariae hanya menyerang pada eritrosit yang lebih tua. Oleh karena seleksi ini, infeksi Plasmodium falciparum menimbulkan gejala klinis
yang hebat sekali Finch, R.G. et al, 2005. Kakkilaya 2006 mengatakan malaria Plasmodium falciparum ditandai oleh pembentukan sticky knob pada
permukaan sel darah merah, adhesi sel darah merah pada sel endotelial di venul post kapiler, dan pembentukan rosette dengan sel yang belum terinfeksi. Ini akan
menyebabkan adhesi pada kapilar otak, ginjal, usus, hati dan organ lain. Selain daripada menyebabkan obstruksi mekanik, skizont yang telah ruptur ini akan
merangsang pelepasan toksin dan menstimulasi pelepasan sitokin yang lebih. Menurut Rosenthal 2008, suatu karakteristik khas Plasmodium
falciparum adalah cytoadherence, di mana eritrosit yang terinfeksi dengan parasit matang akan melekat pada sel endotel mikrovaskular. Proses ini dikatakan
sebagai suatu kelebihan untuk parasit karena ini bisa menghambat jalur masuknya eritrosit abnormal ke dalam limpa untuk dihancurkan. Konsentrasi tinggi eritrosit
yang terinfeksi oleh Plasmodium falciparum dalam sirkulasi darah serta interplay antara faktor penjamu dan parasit ini yang akan menyebabkan manifestasi infeksi
malaria berat seperti malaria serebral, non-cardiogenic pulmonary edema, dan gagal ginjal.
Chotivanich, K. et al 2002 dalam suatu studinya tentang peran limpa dalam malaria parasite clearance mengatakan bahwa sel darah merah yang telah
terinfeksi oleh malaria mengandung parasit yang semakin membesar dan bersifat kaku. Dimulai kira-kira dari 13 – 16 jam pertama sehingga pertengahan siklus
aseksual, sel darah merah yang terinfeksi akan melekat pada endotelial vaskular sehingga dapat mencegah parasit masuk ke dalam limpa yang bersifat untuk
membersihkan darah. Parasit pada tahap awal berukuran kecil dan fleksibel, sehingga tidak mengganggu konfigurasi membran sel darah merah ataupun
mengekspresikan antigen parasitnya secara eksternal. Tetapi, parasit pada tahap
Universitas Sumatera Utara
lanjut, yaitu trofozoit dan skizont matang, berukuran lebih besar sehingga mengubah bentuk diskoid sel darah merah yang terinfeksi serta memasukkan
neoantigen seperti ring-infected erythrocyte surface antigen RESA dan Plasmodium falciparum erythrocyte membrane 1 Pf EMP 1 pada membran sel
darah merah penjamu. Adhesin antigenik parasit Pf EMP 1 tersebut diekspresikan di permukaan luar sel darah merah, dan perubahan ini yang menyebabkan
deformitas pada sel darah merah sehingga terjadi peningkatan antigenicity. Setelah infeksi yang berulang, akan terjadi pembentukan imunitas parsial.
Ini akan membantu penjamu untuk bertoleransi dengan parasitemia dengan penyakit minimal. Walaupun begitu, imunitas ini akan hilang jika penjamu tidak
terinfeksi lagi dalam beberapa tahun. Terdapat beberapa faktor genetik yang memberi imunitas terhadap malaria. Orang yang tidak mempunyai antigen Duffy
pada membran sel darah merah sering pada Afrika Barat tidak rentan terhadap infeksi Plasmodium vivax. Beberapa hemoglobinopati termasuk sickle cell trait
juga memberi proteksi terhadap efek parah malaria. Defisiensi besi juga bisa mengurangi keparahan infeksi malaria. Selain itu, limpa juga mempunyai peranan
yang penting dalam mengontrol infeksi dan orang yang telah menjalani operasi splenektomi mempunyai risiko yang tinggi untuk infeksi malaria yang luar biasa
Finch, R.G. et al, 2005. 2.1.5 Gejala Klinis
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae bisa menyebabkan demam tinggi yang intermiten pada manusia, tetapi jarang
mengakibatkan kematian, sedangkan Plasmodium falciparum merupakan malignant tertian dan bersifat fatal jika tidak diobati segera, terutama pada
serangan pertama Bradley, 1998. Menurut Parmet S. et al 2007, gejala klinis malaria pada umumnya
muncul 9-14 hari setelah gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Gejala yang dapat muncul termasuk menggigil yang tiba-tiba, demam yang bersifat intermiten,
keringat, kelelahan, sakit kepala, kejang, dan delirium. Roe Pasvol 2009 pula mengatakan bahwa waktu inkubasi malaria tergantung pada lingkungan. Kondisi
Universitas Sumatera Utara
yang optimal dapat menyebabkan manifestasi gejala klinis dalam 7 hari saja. Walaupun begitu, terdapat beberapa kasus tertentu yang gejala klinis hanya
muncul setelah 20 tahun, dan ini berlaku terutama pada infeksi Plasmodium malariae.
Gejala klinis yang paling sering ditemui pada malaria adalah demam. Pada infeksi awal, malaria bisa bermanifestasi sebagai malaise, sakit kepala,
muntah, atau diare. Demam pada awalnya mungkin berkesinambungan atau erratic, dan classical tertian atau quartan fever hanya muncul setelah beberapa
hari. Suhu tubuh selalu mencapai 41°C dan diikuti oleh menggigil dan keringat dingin. Finch, R.G. et al, 2005.
Infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale menyebabkan penyakit yang relatif ringan. Anemia terjadi dengan perlahan, dan mungkin terdapat
hepatosplenomegali yang nyeri. Penyembuhan adalah spontan dan terjadi dalam 2-6 minggu. Walaupun begitu, hipnozoit dalam hati dapat menyebabkan relaps
yang sering berulang sehingga terjadi penyakit kronis karena anemia dan splenomegali hiperaktif. Infeksi Plasmodium malariae juga relatif ringan, tetapi
lebih cenderung kronis. Parasitemia mungkin menetap bertahun-tahun, dan ini bisa menunjukkan gejala atau sama sekali tidak bergejala. Infeksi Plasmodium
malariae pada anak-anak berhubungan dengan glomerulonefritis dan sindroma nefrotik. Infeksi Plasmodium falciparum juga menyebabkan self-limiting illness
yang mirip plasmodium yang lain. Walaupun begitu, ia juga bisa menyebabkan komplikasi serius dan sebagian besar kematian malaria adalah disebabkan
Plasmodium falciparum. Finch, R.G. et al, 2005 Menurut Rosenthal 2008, World Health Organization 2000 telah
mengklasifikasikan beberapa kondisi tertentu sebagai tanda-tanda infeksi malaria berat. Kondisi tersebut termasuk malaria serebral, masalah pernapasan,
hipoglikemia, sirkulasi kolaps atau shok, perdarahan spontan atau disseminated intravascular coagulation DIC, keterlibatan ginjal atau blackwater fever, anemia
berat, kejang berulang, penurunan kesadaran, prostration, jaundis, muntah tidak henti, dan parasitemia yang melebihi 2. Blackwater fever merupakan suatu
keadaan yang disebabkan oleh hemolisis intravaskular yang luas dan berlaku baik
Universitas Sumatera Utara
pada sel yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi, sehingga menyebabkan urin berwarna hitam Finch, R.G. et al, 2005. Sarkar et al 2010 mengatakan
sebanyak 10 dengan infeksi malaria berat akan meninggal oleh karena disfungsi multiorgan.
2.1.5 Diagnosa Menurut Hanscheid T. 1999, Pewarnaan Giemsa pada sediaan tebal dan
tipis merupakan standar untuk diagnosa malaria. National Institute of Malaria Research 2009 juga mengatakan bahwa sediaan tebal dan tipis merupakan gold
standard untuk menegakkan suatu diagnosa malaria. Keuntungan dari perwarnaan adalah ia mempunyai sensitivitas yang tinggi. Ini menunjukkan
pewarnaan Giemsa mampu mendeteksi parasit malaria walaupun pada densitas yang rendah. Selain itu, pewarnaan Giemsa juga dapat menghitung beban parasit
dan membedakan spesies malaria dan stadiumnya. Pemeriksaan diagnostik yang lain termasuk analisa quantitative buffy coat
QBC dan rapid diagnostic tests RDT. QBC merupakan suatu metode mikroskopik alternatif di mana buffy coat yang telah disentrifuge diwarnai dengan
flurokrom sehingga parasit malaria kelihatan terang apabila diperiksa di bawah mikroskop Finch, R.G. et al, 2005. WHO 2005 menjelaskan bahwa RDT,
yang juga disebut sebagai dip stick atau malaria rapid diagnostic devices MRRDs, membantu menegakkan diagnosa malaria dengan membuktikan
kehadiran parasit malaria dalam darah manusia. RDT merupakan alternatif terhadap diagnosa yang ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, terutama pada
tempat yang tidak mempunyai sarana mikroskopis yang berkualitas. Walaupun terdapat berbagai jenis RDT, tetapi prinsip kerjanya sama, yaitu dengan
mendeteksi antigen spesifik protein yang dihasilkan oleh parasit malaria dan berada dalam sirkulasi darah orang yang terinfeksi. Beberapa RDT hanya mampu
mendeteksi satu spesies Plasmodium sedangkan yang lain bisa mendeteksi beberapa spesies Plasmodium. Darah untuk pemeriksaan RDT biasanya diambil
melalui finger prick. Menurut Roe Pasvol 2009, keuntungan RDT adalah
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan ini tidak memerlukan kepakaran yang tinggi untuk pelaksanaannya. Walaupun begitu, biaya RDT mahal dan pemeriksaan tidak bersifat kuantitatif.
Polymerase chain reaction PCR sangat berguna untuk menegakkan diagnosa malaria berdasarkan spesiesnya dan mendeteksi infeksi walaupun pada
kadar parasitemia yang rendah. Namun, biaya yang mahal, waktu lama yang diperlukan serta peralatan khas yang diperlukan menyebabkan pemeriksaan
malaria dengan menggunankan tidak praktis Roe Pasvol, 2009. Marano Freedman 2009 mengatakan bahwa PCR diperlukan untuk mengidentifikasikan
infeksi Plasmodium knowlesi. Ini karena pemeriksaan dengan mikroskopi sediaan tebal dan tipis sering menimbulkan kekeliruan dengan spesies Plasmodium
malariae yang infeksinya bersifat lebih jinak berbanding Plasmodium knowlesi. Tes serologi seperti indirect fluorescent antibody technique dan enzyme-
linked-immunosorbent assays ELISA tidak mempunyai nilai diagnostik untuk diagnosis malaria. Walaupun begitu, metode serologis sangat berguna untuk
skrinning pendonor darah asimptomatis Chew S.K., 1992.
2.1.6 Penatalaksanaan Malaria diobati dengan obat yang mengganggu siklus hidup ataupun
metabolisme Plasmodium Parmet S. et al, 2007. Roe dan Pasvol 2009 membagikan pengobatan malaria kepada dua kategori yaitu, pengobatan malaria
non-falsiparum dan pengobatan malaria falsiparum. Pada malaria non falsiparum, yaitu malaria yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae atau Plasmodium knowlesi, infeksi bisa diobati dengan obat standar yaitu klorokuin Roe Pasvol,
2009. Harga murah dan ketersediaan klorokuin menyebabkannya sebagai antimalarial yang paling sering digunakan. Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale, dan Plasmodium malariae hampir selalu sensitif terhadap obat ini dan hanya beberapa strain Plasmodium vivax dari daerah Oceania yang resistan
Finch, R.G. et al, 2005. Roe Pasvol 2009 mengatakan bahwa vaquone dan proguanil, atau meflokuin, ataupun kuinin tambah tetrasiklin dapat diberi pada
kasus Plasmodium vivax yang resistan. Primakuin digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengeradikasi hipnozoit yang menyebabkan relaps. Menurut Marano Freedman 2009, Plasmodium knowlesi sensitif terhadap semua obat antimalarial
yang biasa digunakan dan tidak memerlukan regimen pengobatan yang khas. Terdapat peningkatan resistensi terhadap klorokuin dan sulfadoksin pada
infeksi malaria falciparum sehingga obat-obatan tersebut tidak bisa digunakan sebagai pengobatan infeksi tersebut. Infeksi malaria falsiparum ringan sering
diobati dengan kombinasi obat atovaquone dan proguanil, artemether dan lumefantrin yang bisa ditoleransi lebih baik daripada penggunaan kuinin.
Meflokuin juga bisa digunakan sebagai pengobatan infeksi malaria ringan. Roe Pasvol, 2009.
Infeksi malaria falciparum berat merupakan suatu kondisi gawat darurat dan memerlukan penanganan yang segera. Rosenthal 2008 mengatakan bahwa
sampai tahun 2007, kuinidin secara intravena merupakan terapi pilihan. Namun sekarang sudah terdapat sediaan artesunate secara intravena dan ini merupakan
terapi pilihan terbaru oleh karena obat ini mempunyai efektivitas yang lebih tinggi serta efek samping yang kurang berbanding dengan kuinidin. Menurut Rosenthal
2008, WHO 2006 merekomendasikan artesunate secara intravena sebagai pilihan pengobatan untuk orang dewasa dan kanak-kanak yang terinfeksi dengan
malaria berat di kawasan dengan kadar penularan yang rendah. Pada daerah dengan kadar penularan yang tinggi, WHO merekomendasikan pengobatan
dengan artesunate, artemether atau kuinin. Malaria berat ataupun hitung parasit yang melebihi 1 pada pasien non-
imun merupakan suatu keadaan gawat darurat. Kuinin harus diberikan secara intravena dengan segera. Fasilitas perawatan intensif seperti ventilasi mekanik
dan dialisis mungkin diperlukan. Anemia berat mungkin akan memerlukan transfusi darah. Pemantauan yang teliti terhadap keseimbangan cairan merupakan
hal yang penting oleh karena edema paru dan gagal ginjal pre-renal sering berlaku pada keadaan seperti ini Finch, R.G. et al, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7 Pencegahan Seperti kebanyakan penyakit vektor, pengontrolan malaria bergantung
pada kombinasi pengobatan penyakit, eradikasi vektor, dan perlindungan terhadap gigitan nyamuk yang berupa vektor malaria. Eradikasi vektor biasanya dicapai
dengan penggunaan insektisida, menyemprot rumah-rumah dengan DDT dichlorodiphenyltrichloroethane yang merupakan pestisida sintetik, ataupun
dengan pengontrolan habitat seperti drainase rawa Finch, R.G. et al, 2005. Menurut Chen L.H. et al 2006, pentingnya dan efektivitas upaya proteksi
pribadi harus ditegaskan terutama pada orang yang sering berpergian. Upaya ini termasuk perilaku untuk mengurangi paparan terhadap nyamuk, misalnya tinggal
di dalam pada senja sampai fajar, menggunakan barrier clothing, penggunaan kelambu yang telah disemprot dengan insektida, dan penggunaan mosquito
repellent yang efektif. Freedman 2008 mengatakan bahwa mosquito repellent yang digunakan harus mengandung 30-50 DEET N,N-diethyl-3-
methylbenzamide dan dioleskan pada kulit setiap 4-6 jam. Sampai saat ini, tidak terdapat vaksin yang efektif untuk malaria Finch,
R.G. et al, 2005. Menurut Chen L.H. et al 2006, kebanyakan chemoprophylaxis regimen memberi proteksi sebanyak 75 - 95. Tidak terdapat
chemoprophylactic regimen yang 100 efektif, walaupun obat tersebut dikonsumsi dengan teratur dan baik. Walaupun begitu, chemoprophylaxis
antimalarial dapat mengurangkan keparahan infeksi jika seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi. Berdasarkan itu, profilaksis malaria dianjurkan untuk
orang yang berpergian ke tempat endemis malaria. Freedman 2008 mengatakan bahwa sesiapa yang baru pulang dari tempat endemis malaria dan menderita
demam harus segera berjumpa dengan dokter untuk pemeriksaan. 2.1.8 Prognosis
Prognosis malaria tergantung kepada jenis malaria yang menginfeksi. Malaria tanpa komplikasi biasanya akan membaik dengan pengobatan yang tepat.
Tanpa pengobatan, infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat
Universitas Sumatera Utara
berlanjut dan menyebabkan relaps sampai 5 tahun. Infeksi Plasmodium malariae bisa bertahan lebih lama daripada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale.
Infeksi Plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria serebral yang selanjutnya dapat mengakibatkan kebingungan mental, kejang dan koma.
Prognosis untuk infeksi Plasmodium falciparum lebih buruk dan dapat berakhir dengan kematian dalam 24 jam sekiranya tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Medical Disability Guidelines, 2009
2.2 Pengetahuan