Kaptopril 1. Sifat Fisika dan Kimia Kaptopril

Mekanisme yang lain dari senyawa penghambat ACE adalah menghambat pemecahan bradikinin menjadi fragmen tidak aktif, sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat, menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Penghambat ACE memiliki peran khusus yang penting dalam pengobatan pasien dengan nefropati diabetes karena dapat mengurangi proteinuria dan menstabilkan fungsi ginjal bahkan walaupun tidak terjadi penurunan tekanan darah. 10 Ginjal memegang peranan utama pada pengaturan tingginya tekanan darah, yang berlangsung melalui suatu sistem khusus, yakni Sistem Renin-Angiotensin, singkatnya RAS. Bila volume darah yang mengalir melalui ginjal berkurang dan tekanan darah di glomeruli ginjal menurun, misalnya karena penyempitan arteri setempat, maka ginjal dapat membentuk dan melepaskan enzim proteolitis renin. Dalam plasma, renin menghidrolisis protein angiotensinogen yang terbentuk di dalam hati menjadi angiotensin I AT I. Zat ini diubah oleh enzim Angiotensin Converting Enzyme, yang disintesa di paru-paru ACE menjadi zat aktif angiotensin II. AT II ini kuat, dan menstimulasi sekresi hormon aldosteron oleh anak-ginjal dengan sifat retensi garam dan air. Akibatnya ialah volume darah dan tekanan darah naik. 10 Faktor-faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah antara lain: mengkonsumsi terlalu banyak garam, stress, merokok, kehamilan. Tindakan- tindakan umum untuk menurunkan tekanan darah; menguruskan badan, mengurangi garam dalam pola makan, berhenti merokok, membatasi minum kopi dan alkohol, cukup istirahat dan tidur. 11 Pengobatan dengan antihipertensi dimulai dengan dosis rendah agar tekanan darah jangan menurun terlalu drastis dengan mendadak. Kemudian, setiap 1-2 minggu dosis berangsur-angsur dinaikkan sampai tercapai efek yang diinginkan. Begitu pula penghentian terapi harus secara berangsur pula. 11

2.1.3.3. Dosis

Kaptopril mula-mula diberikan dengan dosis 25 mg 2 atau 3 kali sehari, 1-2 jam sebelum makan. Respons tekanan darah maksimal terlihat 2-4 jam setelah dosis tersebut. Pada interval 1-2 minggu, dosis dapat ditingkatkan sampai tekanan darah terkontrol. 5

2.1.3.4. Efek Samping

Efek sampingnya yang sering terjadi adalah hilangnya rasa terkadang juga penciuman, batuk kering, dan eksanthema. Kaptopril menimbulkan proteinuria lebih dari 1 g sehari pada 0,5 penderita dan pada 1,2 penderita dengan penyakit ginjal. Dapat tejadi sindroma nefrotik serta membran glomerulopati pada penderita hipertensi. Karena proteinuria umumnya terjadi dalam waktu 8 bulan pengobatan maka penderita sebaiknya melakukan pemeriksaan protein urin sebelum dan setiap bulan selama 8 bulan pertama pengobatan. 11 Neutropeniaagranulositosis terjadi kira-kira 0,4 penderita. Efek samping ini terutama terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Neutropenia ini muncul dalam 1 - 3 bulan pengobatan, pengobatan agar dihentikan sebelum penderita terkena penyakit infeksi. Pada penderita dengan resiko tinggi harus dilakukan hitung leukosit sebelum pengobatan, setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama pengobatan dan secara periodik. Pada penderita yang mengalami tanda-tanda infeksi akut pemberian kaptopril harus segera dihentikan karena merupakan petunjuk adanya neutropenia. 10,11 Hipotensi dapat terjadi 1 - 1,5 jam setelah dosis pertama dan beberapa dosis berikutnya, tapi biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan rasa pusing yang ringan. Tetapi bila mengalami kehilangan cairan, misalnya akibat pemberian diuretik, diet rendah garam, dialisis, muntah, diare, dehidrasi maka hipotensi tersebut menjadi lebih berat. Maka pengobatan dengan kaptopril perlu dilakukan pengawasan medik yang ketat, terutama pada penderita gagal jantung yang umumnya mempunyai tensi yang nomal atau rendah. Hipotensi berat dapat diatasi dengan infus garam faal atau dengan menurunkan dosis kaptopril atau diuretiknya. Sering terjadi ruam dan pruritus, kadang-kadang terjadi demam dan eosinofilia. Efek tersebut biasanya ringan dan menghilang beberapa hari setelah dosis diturunkan. Teriadi perubahan rasa, yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama dan menghilang meskipun obat diteruskan. 5,10 Retensi kalium ringan sering terjadi, terutama pada penderita gangguan ginjal, sehingga perlu diuretik yang meretensi kalium seperti amilorida dan pemberiannya harus dilakukan dengan hati-hati. 11

2.1.3.5. Indikasi dan Kontraindikasi

Tujuan Penggunaan adalah sebagai terapi pada hipertensi esensial dan hipertensi renovaskuler. a. Indikasi: 5  Untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan kombinasi lain. Kaptopril dapat dipergunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensi lain terutama tiazid.  Payah jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis. b. Kontraindikasi: 5 Hipersensitif terhadap kaptopril dan obat-obat ACE-inhibitor lainnya. ACE-inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil karena bersifat teratogenik. Pemberian pada ibu menyusui juga kontraindikasi ACE-inhibitor diekskresi melalui ASI dan berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi. Dalam JNC VII, ACE-inhibitor diindikasikan untuk hipertensi dengan penyakit ginjal kronik. Namun harus berhati-hati terutama bila ada hipertensi kalemia, karena ACE-inhibitor akan memperberat hyperkalemia. Kadar kreatinin darah perlu dipantau selama pemberian ACE-inhibitor. Bila terjadi peningkatan keatinin, maka obat ini harus dihentikan. ACE-inhibitor dikontraidikasikan pada stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal. Pemberian bersama diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia. Pemberian bersama antasida akan mengurangi absorpsi, sedangkan kombinasi dengan AINS akan mengurangi efek antihipertensinya dan menambah risiko hiperkalemia.

2.1.3.6. Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi farmakokinetika dan interaksi farmakodinamik. Farmadinamik mempengaruhi hubungan konsentrasi-efek obat, sedangkan farmakokinetik menentukan hubungan dosis-konsentrasi obat. Proses-proses farmakokinetik seperti absorpsi, distribusi, dan eliminasi menentukan berapa cepatnya, berapa konsentrasinya dan untuk berapa lama obat tersebut akan berada pada organ target. Konsep farmakodinamik tentang respons maksimum dan sensitivitas menentukan besarnya efek pada konsentrasi tertentu. 5 Berikut ini adalah tabel jenis obat yang mengalami interaksi obat-obat pada penderita rawat inap geriartri di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. 12 Tabel 2.1. Jenis Obat Yang Mengalami Interaksi Obat-obat Pada Rawat Inap Geriartri di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Sumber : Rahmawati F. Kajian retrospektif interaksi obat di Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sardjito Yogyakarta. 2006. Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa terdapat interaksi kaptopril terhadap furosemid, alupurinol, asetoal dan antasida. Berikut merupakan penjelasan interaksi kaptopril dengan obat lain : 13,14 1. Kaptopril dengan furosemid Penggunaan ACE-inhibitor dengan furosemid efektif dan aman digunakan. Akan tetapi dapat terjadi hipotensi pada pemberian pada dosis pertama, terutama apabila pemakain dosis tinggi diuretik yaitu lebih dari 80mg per hari dan biasanya berkaitan dengan keadaan gagal jantung, hipertensi renovascular, hemodialisa, renin-angiotensin yang tinggi, diet rendah sodium, dehidrasi, diare, dan mual. 2. Kaptopril dengan alupurinol Terdapat tiga kasus Stevens-Johnson syndrome dan dua kasus hipersensitifitas yang dilaporkan dalam penggunaan kaptopril dan alupurinol. Anafilaksis dan infark miokard terjadi pada satu orang yang menggunakan enalapril dengan alupurinol. Kombinasi ACE-inhibitor dengan alupurinol mungkin meningkatkan resiko leukopenia dan infeksi yang serius. ACE-inhibitor mungkin meningkatkan level plasma digoksin dan litium dan mungkin meningkatkan hipersensitifitas terhadap alupurinol. 3. Kaptopril dengan antacid Antasid dapat mengurangi bioavalibitas dari ACE-inhibitor akan tetapi jarang sekali kejadian yang menimbulkan gejala klinis. 2.1.4. Spektrofotometer 2.1.4.1. Definisi Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding. 15 Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi panjang gelombang sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama sehingga spektra absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spektra dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. 16 Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi daerah UV-Vis karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. 17 Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-800 nm.Error Bookmark not defined. Berikut ini adalah uraian bagian-bagian spektrofotometer. Error Bookmark not defined. 1. Sumber-sumber lampu; lampu deutrium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350-900 nm. 2. Monokromator: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian. 3. Sel absorpsi: Pada pengukuran didaerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih