Pembiayaan Mudharabah TINJAUAN UMUM

25 2. Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Mudharabah Islam memerintahkan dan menganjurkan kepada umatnya untuk saling memberi keringanan kepada sesamanya. Dalam melakukan suatu usaha, terkadang sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk mengelolanya atau sebaliknya. Oleh karena itu, fungsi dan tujuan dari pembiayaan mudharabah adalah supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya. Pemilik modal Shahibul maal memanfaatkan keahlian Mudhorib pengelola dan Mudhorib memanfaatkan harta dari Shahibul Maal dan dengan demikian terwujudlah kerja sama antara Shahibul maal dengan Mudharib. 3. Keunggulan dan Kelemahan pembiayaan Mudharabah Beberapa keunggulan dari pembiayaan yang menggunakan skema bagi hasil, antara lain : a. Pembiayaan musyarakah dan mudharabah akan menggerakkan sektor rill karena pembiayaaan ini bersifat produktif yakni disalurkan untuk kebutuhan investasi dan modal kerja. Jika investasi di sektor riil meningkat tentunya akan menciptakan kesempatan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. 26 b. Nasabah akan memiliki dua pilihan, apakah akan mendepositokan dananya pada bank syariah atau bank konvensioanal. Nasabah akan membandingkan antara expected rate of return yang ditawarkan bank syariah dengan tingkat suku bunga bank konvensional. Dimana selama ini, kecenderungannya rate of return bank syariah lebih tinggi daripada suku bunga bank konvensional. Dengan demikian diharapkan akan menjadi pendorong peningkatan jumlah nasabah di bank syariah. c. Peningkatan persentase pembiayaan bagi hasil akan mendorong tumbuhnya pengusaha atau investor yang berani mengambil keputusan bisnis yang berisiko. Pada akhirnya akan berkembang berbagai inovasi baru yang akan meningkatkan daya saing bank syariah. Pembagian keuntungan diantara dua pihak tentu saja harus berdasarkan proporsi dan tidak memberikan keuntungan sekaligus atau yang pasti kepada shahibul maal investor. Investor tidak bertanggung jawab atas kerugian-kerugian di luar modal yang telah diberikannya. 24 d. Pola pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah pola pembiayaan berbasis produktif yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian dan sektor riil sehingga kemungkinan terjadinya krisis keuangan akan dapat dikurangi. 24 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Al-Qaoud, Perbankan Syari’ah: Prinsip,Praktik, Prospek. Jakarta : Serambi, 2001, hal. 66 27 Sedangkan yang menjadi kelemahan dari pembiayaan mudharabah adalah karena pembiayaan mudharabah merupakan Natural Uncertainty Contracts, maka pihak mudharib tidak dapat memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya menyebabkan pihak investor menjadi ragu untuk menyalurkan pembiayaan mudharabah. Selain itu, adalah karena faktor resikonya yang tinggi. Terutama dalam penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, yaitu : a. Side streaming yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam kontrak. b. Lalai dan kesalahan yang disengaja. c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.

C. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah

Kegiatan-kegiatan investasi di lembaga keuangan syariah oleh para teoritisi Perbankan Islam membayangkan seharusnya didasarkan pada dua konsep hukum : Mudharabah dan Musyarakah, atau yang dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing PLS. Pembiayaan dengan skema bagi hasil Mudharabah dan Musyarakah merupakan karakteristik utama lembaga keuangan syariah, karena inilah yang menjadi pembeda dengan bank konvensional. Sistem bagi hasil dirasakan lebih adil karena bagian nisbah untuk Lembaga keuangan tersebut dibayarkan sesuai dengan keuntungan yang 28 diterima pengusaha dan jumlahnya diketahui setelah pengusaha memperoleh untung. Akan tetapi pada prakteknya, Selama ini pembiayaan baik di Bank Syariah, BPRS, maupun di BMT, didominasi oleh pembiayaan Murabahah Jual-Beli. Walaupun secara syariah halal, namun pembiayaan Murabahah tidak lebih merupakan produk sekunder. Sedangkan produk primer dari lembaga keuangan syariah adalah Mudharabah dan Musyarakah, akan tetapi produk ini belum menjadi produk utama dalam lembaga keuangan syariah. Jika ditelaah lebih lanjut, sesungguhnya permasalahan yang terjadi pada rendahnya pembiayaan mudharabah itu bisa dilihat dengan sebab sebagai berikut : 1. Sumber dana di lembaga keuangan syariah yang sebagian besar berjangka pendek tidak dapat digunakan untuk pembiayaan bagi hasil yang biasanya berjangka panjang. 25 2. Adanya moral hazard dari pelaku usaha. Moral hazard adalah tidak diindahkannya masalah moral dan etika dalam berbisnis, baik dilakukan oleh pengusaha maupun mungkin juga dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah itu sendiri. Pengusaha sering membuat proposal yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, proyeknya akan memberikan keuntungan tinggi dan mendorong pengusaha untuk membuat proyeksi bisnis yang 25 Muhammad Edisi Revisi. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan UPP AMP Y. 2005. Manajemen Bank Syariah KPN 29 terlalu optimis. Sedangkan dari Lembaga Keuangan Syariah misalnya menuntut bagi hasil yang sangat tinggi tanpa mempertimbangkan sisi keadilan bagi pengusaha. 3. Adanya Asymetric Information atau ketidakseimbangan informasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, yang menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap suatu usaha. banyak pengusaha yang mempunyai dua pembukuan, pembukuan yang diberikan kepada bank adalah yang tingkat keuntungannya kecil sehingga porsi keuntungan yang harus diberikan kepada bank juga kecil padahal pada pembukuan sebenarnya pengusaha membukukan keuntungan besar, Sehingga pilihan yang ditetapkan hanya menguntungkan satu pihak saja, dan dapat merugikan pihak yang lain. 4. Faktor risikonya yang tinggi dan alasan kehati-hatian Prudential. Adanya ketidakpastian hasil yang diperoleh karena natural uncertainty contract tersebut membuat para praktisi lembaga keuangan syariah terlalu ekstra hati-hati prudent sehingga takut untuk menyalurkan pembiayaan bagi hasil. 5. Kontrak mudharabah membutuhkan jaminan agar dapat berfungsi secara efisien, sedangkan m enurut Ulama madzhab Malik dan Syafi’i, jika shahibul maal mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan menyatakan hal ini dalam syarat kontrak, maka kontrak mudharabah 30 mereka tidak sah. 26 Hubungan antara shahibul maal dengan mudharib merupakan hubungan yang mengutamakan kepercayaan trust. Karena disyaratkan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka shahibul maal tidak boleh meminta jaminan. Shahibul maal tidak dapat menuntut jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. 6. Rendahnya pemahaman sumber daya insani SDI terhadap pembiayaan bagi hasil akan menyebabkan lembaga keuangan syariah kurang memberi informasi tentang pembiayaan bagi hasil. Paradigma konvensional yang masih melekat pada para praktisi lembaga keuangan syariah bisa membuat penyaluran pembiayaan bagi hasil tidak maksimal. 7. Sebab lainnya adalah kinerja dari lembaga keuangan syariah sendiri. Kurang seriusnya lembaga keuangan syariah dalam menggarap mudharabah, sehingga pembiayaan mudharabah menjadi kurang berkembang. 27 Karena dalam setiap pembiayaan tidak terlepas dari berbagai macam risiko yang berujung kepada pembiayaan bermasalah, oleh karenanya pihak lembaga keuangan syariah pun harus berusaha untuk meminimalisir risiko 26 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999 Hal. 33 27 Diana Yumanita, Ascarya. Mencari Solusi Rendahya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia, 2005 Hal. 80