Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah

30 mereka tidak sah. 26 Hubungan antara shahibul maal dengan mudharib merupakan hubungan yang mengutamakan kepercayaan trust. Karena disyaratkan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka shahibul maal tidak boleh meminta jaminan. Shahibul maal tidak dapat menuntut jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. 6. Rendahnya pemahaman sumber daya insani SDI terhadap pembiayaan bagi hasil akan menyebabkan lembaga keuangan syariah kurang memberi informasi tentang pembiayaan bagi hasil. Paradigma konvensional yang masih melekat pada para praktisi lembaga keuangan syariah bisa membuat penyaluran pembiayaan bagi hasil tidak maksimal. 7. Sebab lainnya adalah kinerja dari lembaga keuangan syariah sendiri. Kurang seriusnya lembaga keuangan syariah dalam menggarap mudharabah, sehingga pembiayaan mudharabah menjadi kurang berkembang. 27 Karena dalam setiap pembiayaan tidak terlepas dari berbagai macam risiko yang berujung kepada pembiayaan bermasalah, oleh karenanya pihak lembaga keuangan syariah pun harus berusaha untuk meminimalisir risiko 26 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999 Hal. 33 27 Diana Yumanita, Ascarya. Mencari Solusi Rendahya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia, 2005 Hal. 80 31 tersebut. Dalam melakukan pembiayaan, pihak BMT harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon peminjam mudharib, prinsip ini dikenal dengan 5 C + S, yaitu : 1. Character, penilaian terhadap karakter watak dari calon peminjam merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam memutuskan pemberian kredit. 28 2. Capacity, penilaian tentang kemampuan peminjam untuk melakukan pembayaran, dan kemampuan tersebut diukur dengan catatan prestasi peminjam dimasa lalu dan juga didukung dengan pengamatan lapangan atas sarana usahanya. 3. Capital, penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam, diukur dengan posisi usaha secara keseluruhan yang ditunjukan oleh rasio keuangan dan penekanan pada komposisi modalnya. 4. Coleteral, jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu kegagalan pembayaran terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. 5. Conditions, pihak BMT harus jeli dalam melihat ekonomi yang terjadi dimasyarakat secara spesifik, melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam, hal tersebut dilakukan karena 28 Muhammad Syarif Surbakti, ”Analisis Faktor-faktor Penyebab Non Performing Financing”, EKSIS, Jurnal Ekonomi keuangan dan Bisnis Islami, Vol. 1 No 1 Januari: 2005: hal. 7. 32 kondisi eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam dalam jangka panjang. 29 6. Syariah, yang mana dalam analisis ini, pihak BMT melakukan analisis terhadap usaha yang akan dijalankan oleh mitra terkait dengan kehalalan usaha atau proyek yang sesuai dengan syariah islam dan tidak menyimpang dari aturan Islam.30 Selain menggunakan prisip 5C + S yang telah dijelaskan di atas, Prinsip penilaian kredit yang sering dilakukan yaitu dengan analisis 7 P dan studi kelayakan 7 A. Penilaian kredit dengan 7 P adalah sebagai berikut: 31 1. Personality yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiaanya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. 2. Party yaitu golongan mengklasifikasikan nasabah dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. 3. Perpose yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit yang diinginkan nasabah. 29 Mengenal Baitul Mal wat Tamwiil BMT, Pikiran Rakyat, 09 Oktober 2005,h.1-2 30 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, h. 246 31 Kasmir, 2004, hal : 91-95 33 4. Prospect yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika status fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah. 5. Payment merupakan usuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit yang diperolehnya. 6. Profitabilty untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitabilty diukur dari periode ke peride apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat. 7. Protection adalah bagaimana menjaga kredit yang disalurkan oleh bank namun melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau jaminan asuransi. Adapun penilaian kredit dengan studi kelayakan 7 A meliputi: 32 1. Aspek Hukum Merupakan aspek untuk menilai keabsahan dan keaslian dokumen- dokumen atau surat-surat yang dimiliki oleh calon debitur, seperti akte notaris atau sertifikat tanah dan dokumen lainnya. 32 ibid 34 2. Aspek Pasar dan Pemasaran Yaitu aspek untuk menilai prospek usaha untuk menilai Prospek usaha nasabah sekarang dan di masa yuang akan datang. 3. Aspek Keuangan Merupakan aspek untuk menilai kemampuan calon nasabah dalam membiayai dan mengelola usahanya. Dan dari aspek ini akan tergambar berapa besar biaya dan pendapatan yang akan dikeluarkan dan di perolehnya. 4. Aspek OperasiTeknis Merupakan aspek untuk menilai letak ruangan, lokasi usaha dan kapasitas produksi suatu usaha yang tercermin dari sarana dan prasarana yang dimilikinya. 5. Aspek Manajemen Merupakan aspek untuk menilai sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan, baik dari segi kuantitas maupun segi kualitas. 6. Aspek EkonomiSosial Merupakan aspek untuk menilai dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dengan adanya suatu usaha terutama terhadap masyarakat, apakah lebih banyak cost atau sebaliknya. 7. Aspek AMDAL Merupakan aspek yang menilai dampak lingkungan yang akan timbul dengan akan adanya suatu usaha, kemudian cara-cara pencegahanya 35 terhadap dampak tersebut. Analisa pembiayaan merupakan salah satu tahapan dalam pemberian pembiayaan. Adapun tahapannya sebagai berikut: 33 1. Persiapan Pembiayaan Financing Preparation adalah kegiatan tahap permulaan dengan maksud saling mengetahui informasi antara calon debitur dengan bank, yang dilakukan melalui wawancara. Seperti syarat pengajuan pembiayaan serta keadaan usaha nasabah. 2. Analisa Pembiayaan Financing Analysis merupakan langkah penting untuk realisasi pembiayaan yang bertujuan menilai kelayakan calon debitur, menekan risiko tidak terbayarnya pembiayaan dan menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak. Dapat dilakukan melakukan seperti: pendekatan jaminan, karakter, kemampuan pelunasan nasabah, studi kelayakan dan fungsi bank. 3. Keputusan Pembiayaan Financing Decision, merupakan langkah dari pejabat bank untuk menerima atau menolak pembiayaan yang diajukan. Pemutus pembiayaan adalah seorang pejabat atau komite yang khusus diberi wewenang untuk memutuskan pembiayaan. 4. Pelaksanaan dan Administrasi Pembiayaan Financing Realization and Administration. Tahap pelaksanaan pembiayaan merupakan langkah yang ditempuh setelah dilakukan keputusan pembiayaan. Hal ini dilakukan 33 Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Bandung: Alfabeta,2004, h. 91 36 setelah calon debitur mempelajari dan menyetujui isi keputusan pembiayaan. Kemudian kedua belah pihak menanda tangani perjanjian pembiayaan beserta lampirannya. Sedangkan administrasi dilakukan dengan penerimaan keputusan dan penyampaian kepada debitur. 34 5. Supervisi pembiayaan dan pembinaan debitur Financing Supervision and follow up adalah upaya penanganan pembiayaan yang telah diberikan bank dengan memantau usaha yang dijalankan debitur dan memberikan saran agar pengembaliannya berjalan dengan baik. Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari analisis pembiayaan adalah: pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan tujuan khusus dari analisis pembiayaan adalah sebagai berikut: 1. Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam. 2. Untuk menekankan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan. 3. Untuk menghitung kebutuhan pembiayan yang layak. Apabila analisa pembiayaan itu dilakukan dengan baik, maka akan meminimalisir risiko yang mungkin akan terjadi. 34 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: Ekonosia, Kampus Fakultas Ekonomi UI, 2004, Edisi I, h. 214 37 Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syari’ah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank berdasarkan prinsip konvensional keuntungan diperolah melalui bunga, sedangkan bagi bank berdasarkan prinsip bagi hasil berupa imbalan atau bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri dari analisis pemberian kredit beserta persyaratannya. 35 Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diharapkan dapat lebih menggerakkan sektor riil karena menutup kemungkinan disalurkannya dana pada kepentingan konsumtif dan hanya pada usaha produktif. Bila ditinjau dari konsep bagi hasil, maka harus ada return yang dibagi, hal tersebut hanya bisa terjadi bila uang digunakan untuk usaha produktif. Dan satu hal yang perlu diperhatikan pengelola BMT, dalam hal ini Account Officer, harus mengamati secara langsung calon peminjam dengan mendatangi tempat usahanya. Fungsi prinsip 5C+S, analisis 7P dan studi kelayakan 7A ini untuk menghindari terjadinya risiko-risiko yang tidak diinginkan dan dapat meminimalisir risiko kredit macet, kebangkrutan dan sebagainya terhadap pembiayaan-pembiayaan yang telah disepakati. 35 Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003, h.72-73 38

BAB III PROFIL BMT-UMJ

A. Sejarah Berdirinya BMT-UMJ

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Adakalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat munculah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Salah satunya adalah BMT Universitas Muhammadiyah Jakarta UMJ. Pendirian BMT-UMJ yang beralamat di Jl. KH Ahmad Dahlan Komplek Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta-Ciputat, diawali dengan rapat pembentukan oleh 36 tiga puluh enam orang dosen civitas akademika UMJ sekitar awal bulan April 2008. Selanjutnya, Akta Pendirian KSU BMT-UMJ dengan nomor 69 diterbitkan tgl. 14 April 2008 oleh Notaris yang ditunjuk Kementerian Koperasi dan UKM, H. Rizul Sudarmadi, SH. Setelah itu, Kementerian Koperasi dan UKM, tgl. 6 Juni 2008 mengesahkan Akta Pendirian dan sekaligus memberikan nomor badan hukum : 770BHMenegIVI2008. Dalam rangka mempersiapkan operasionalisasi BMT-UMJ, maka pada bulan Mei 2008 selama sebulan penuh tiga orang calon karyawan terseleksi 39 telah melaksanakan proses magang di BMT Mujahidin dan BMT Al Munawarah. Kemudian mulai awal bulan Juni 2008, semua persiapan launching kegiatan BMT-UMJ sudah dimulai. Saat ini BMT-UMJ menempati ruangan seluas kurang lebih 12 m 2 di lantai dasar samping gedung Rektorat UMJ. Perangkat kerja relatif sudah cukup tersedia, mulai dari blankoformulir untuk berbagai jenis transaksi sesuai produk yang akan ditawarkan, sampai dengan brankas dan tiga buah komputer beserta dua buah printer. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Modal KSU BMT-UMJ terdiri atas Modal Sendiri dan Modal Luar. Modal Sendiri terbagi atas Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Cadangan, Donasi, dan Hibah. Modal Luar atau Modal Pinjaman berasal dari Anggota, Anggota Luar Biasa, Calon Anggota, koperasi lain, lembaga keuangan bank dan non bank dan sumber-sumber lain yang sah. Per tanggal 18 Juni 2008, permodalan KSU BMT-UMJ yang tersedia adalah sebesar Rp. 117 juta. Permodalan dimaksud terdiri atas Modal Sendiri yang berasal dari Simpanan Pokok 10 orang anggotapendiri sebesar Rp. 42 juta dan Modal Pinjaman dalam bentuk Modal Penyertaan sebesar Rp. 75 juta yang berasal dari kontribusi empat orang anggotapendiri. 40

B. Visi Misi BMT UMJ

BMT Universitas Muhammadiyah Jakarta UMJ sebagai salah satu Lembaga Keuangan Syari’ah yang beroperasi berdasarkan nilai-nilai dan prinsip syari’ah mempunyai visi dan misi sebagai berikut: 1. Visi Visi dari KSU BMT UMJ adalah untuk membangun Koperasi Serba Usaha terkemuka, modern, dan Islami dalam mengembangkan ekonomi rakyat yang sesuai dengan syariah. 2. Misi Sedangkan yang menjadi misi dari KSU BMT UMJ adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan kualitas sumber daya insani yang bermartabat dan mandiri. b. Memperjuangkan peningkatan harkat sosial ekonomi anggota dan karyawan koperasi serta masyarakat. c. Mengelola portofolio bisnis anggota dengan semangat kekeluargaan dan berdaya saing. d. Menjadi media efektif dalam membangun silaturrahmi sesama anggota KSU BMT UMJ dan para pihak yang terkait. 41

C. Struktur Organisasi BMT UMJ

DEWAN SYARIAH • Ketua : Drs. Muchtar Lutfi, SH. • Anggota : Dr. Masyitoh, M. Ag. Prof. Dr. Sri Mulyani Soegiono PENGURUS • Ketua Umum : Dr. Burhanuddin R., MA. • Ketua I : Drs. M. Amin Tohari, MSc. • Ketua II : H. Abdul Majid Y., SE., MM. • Sekretaris Umum : Dasep Suryanto, ST., MM. • Wakil Sekretaris : Nur Azis Hakim, SH., MM. • Bendahara Umum : Nur Hidayah, SE., MM. • Wakil Bendahara : dr. Vivi Vernanda, MM. PENGAWAS • Ketua : Iskandar Zulkarnain, SE., MM. • Anggota : Ir. Soebroto HS., MSi. Prof. Dr. Suhendar S., MSi PENGELOLA  Direktur Utama BMT : Dina Febriani, SE., MM.  Manajer Sektor Riil : Romai Kurniawati, SE.I  Manajer Marketing : Mukhtiar, SE.I  Manajer Akuntansi : Juliana V. G., SE.