Baitul Maal Wat Tamwiil

20 d. Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut. Sedangkan yang menjadi tujuan utama pendirian lembaga keuangan berdasarkan syariah ini adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari aspek kehidupan ekonominya berdasarkan Al-Quran dan As- Sunnah. 16 Adapun tujuan lain dari didirikannya BMT adalah sebagai berikut: a. Masyarakat yang secara legal dan administrative tidak memenuhi kriteria perbankan. Prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh bank menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu terlayani. Mereka yang bermodal kecil dan penghindar resiko tersebut, jumlahnya cukup signifikan dalam Negara-negara muslim seperti Indonesia, yang sebenarnya secara agregat memegang dana yang cukup besar. b. Masyarakat yang bermodal kecil namun memiliki keberanian dalam mengambil resiko usaha. Biasanya kelompok masyarakat ini akan memilih reksa dana atau mutual fund sebagai jalan investasinya. c. Masyarakat yang memiliki modal besar dan keberanian dalam mengambil resiko usaha. Biasanya kelompok ini akan memilih pasar modal atau investasi langsung sebagai media investasinya. Visi lembaga keuangan syariah pada umumnya ialah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem 16 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani Press, 2000, h. 18 21 bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Sedangkan yang menjadi misi lembaga keuangan syariah ialah memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas. 17 3. Badan Hukum BMT Pada awal-awal pendirian, umumnya BMT memiliki legalitas hukum sebagai KSM Kelompok Swadaya Masyarakat. Sebagai lembaga simpan pinjam, segi formalitas hukum BMT memiliki dua alternatif badan hukum yaitu: a. Dalam lembaga perbankan, maka BMT akan tunduk pada ketentuan Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998. b. Dalam bentuk koperasi simpan pinjam dengan pola syariah, BMT tunduk pada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 9 Tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam ala koperasi. 18 Tidak seperti halnya koperasi sampai saat ini belum ada ketentuan hukum yang mengatur bahwa koperasi wajib berbadan hukum tertentu. Oleh karena itu, BMT dapat memilih bentuk badan hukum sebagai berikut: a. KSU Koperasi Serba Usaha : salah satu bentuk koperasi yang dapat menyelenggarakan berbagai macam aktivitas usaha yang sesuai dengan syariah. 17 Karnaen Perwataatmadja, et.al.,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005, hal. 17. 18 Madjid dan Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, hal.90 22 b. KSP Koperasi Simpan Pinjam : koperasi yang usaha pokoknya simpan –pinjam dengan sistem konvensional bunga. c. KJKS Koperasi Jasa Keuangan Syariah : koperasi yang usaha pokoknya simpan –pinjam dengan sistem syariah.

B. Pembiayaan Mudharabah

1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Credere yang berarti percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang atau badan usha berlandaskan kepercayaan. 19 Menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 pasal 1 butir 12, pembiayaan adalah penyediaan barang atau uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya. 20 Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama shahibul maal menyediakan seluruh modal, 19 Moh Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Perbankan; Konsep, Teknik dan Kasus, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999, Edisi I,h.1 20 Faisal Afifi, Strategi dan Operasional bank, Bandung: Eresco, 1996, h.88 23 sedangkan pihak lainnya mudharib menjadi pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. 21 Mudharabah dapat dibagi menjadi dua jenis jika dilihat dari transaksi atau akad yang dilakukan, yaitu Mudharabah Muthlaqah, dan Mudharabah Muqayyadah. Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dengan muharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi usaha, waktu, dan daerah bisnis atau disebut juga Unrestricted Investment Account. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah kebalikannya, yaitu yang ditentukan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha atau Restricted Investment Account. 22 Secara Umum, landasan dasar syariah Mudharabah lebih mencerminkan Anjuran untuk melaksanakan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadist berikut ini:  Al-Qur’an ل ف م غ ي راا ىف بر ي رخا ه ....... ”dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT Al-Muzzammil: 20 ه ل ف م ا غ با راا ىف ا رش اف ا لا تي ق اذاف .................... “apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bum i dan carilah karunia Allah SWT…. Al-Jumu’ah 10 21 Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003 : 40 22 Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Toeri ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001. hal 97. 24  Al-Hadist َ يف اث ملس هيلع ه ىَلص ه ل سر لاق لاق هيبأ ع بي ص ب حلاص ع ِر لا اخأ ضراق لا لجأ ىلإي لا كر لا عي لل ا بي لل ريعَشلاب “Dari Shalih bin Suhaib RA bahwa Rasulullah Bersabda: tiga hal yang didalamnya terdapat kebaikan: jual-beli secara tangguh, Muqoradhah Mudharabah, dan mencampur Gandum dengan Gandum untuk keperluan rumah bukan untuk dijual” HR. Ibnu Majah. Rukun dalam mudharabah berdasarkan jumhur ulama ada 3 rukun, yaitu: a. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu pemilik modal dan pengelola. b. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan. c. Pelafalan shigat perjanjian. Seda ngkan menurut ulama Syafi’iyah lebih merinci menjadi 6 rukun, antara lain: a. Pemilik modal Shoibul maal b. Pelaksana usaha Mudharib c. Akad dari kedua belah pihak Ijab Qabul d. Objek mudharabah PokokModal e. Usaha Pekerjaan mengelola usaha f. Nisbah keuntungan 23 23 Hendi Suhendi, Fikih Muamalah, Jakarta: Rajawali Press, 2002. hlm. 139. 25 2. Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Mudharabah