Kerangka Teori Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang ( Trafficking )

trafficking, dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi penyidik Polri untuk menanggulangi kejahatan trafficking.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkunan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Wewenang Penyidik POLRI Dalam Menanggulangi Kejahataan Trafficking”, belum pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama. Dengan demikian penelitan ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan, sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Polri sebagai pemelihara keamanan dalam mewujudkan terciptanya ketertiban dan perasaan aman dalam masyarakat. Sebagai aparat penegak hukum, Polri memiliki tindakan upaya paksa menurut prosedur hukum yang ditetapkan dalam KUHAP, dan wewenang mengadakan tindakan lain yang menurut hukum dapat Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 dipertanggungjawabkan sebagai kebijakan penegakan hukum dalam pencegahan kejahatan perlu didaya gunakan oleh Polri, karena: 15 1. Tidak ada perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia. 2. Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan dengan perkembangan di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidak pastian. 3. Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentukan Undang-undang. 4. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan khusus. Polri juga menerapkan dan melaksanakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, karena Polri dihadapkan dengan meluasnya dan tidak fleksibelnya Undang-undang Pidana. Agar bisa diterapkan tergantung pada kualitas suasana dari interaksi Polri dengan masyarakat, malahan bahasa hukum begitu luas, sehingga meniadakan semua tindakan dengan tanda-tanda yang tidak jelas. Dengan demikian tugas dan wewenang untuk menerapkan kebijaksanaan yang luas dengan Undang-undang sudah tidak fleksibel pada kasus perseorangan, hanya dengan Polri. Jadi Polri dalam melakukan tindakan tersebut tidak semua orang-orang yang dicurigai yang ditangkap dan ditahan harus seluruhnya diperoses penyidikan sampai dilimpahkan kepada Jaksa, hanya mereka yang terdapat cukup bukti permulaan dan 15 Abdussalam, Penegakan hukum dilapangan oleh Polri Dalam mengadakan Tindakan Lain Menurut Hukum Yang Bertanggung Jawab Sebagai Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Pencegahan Kejahatan, Jakarta: Dinas Hukum Polri, 1997, hal. 9. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 terpenuhi unsur-unsur pidana yang dituduhkan yang dilimpahkan, berupa unsur kejahatan. 16 Menurut Zainal Abidin Farid, bahwa tindakan kejahatan yang dihukum secara pidana merupakan alat terakhir ultimum remedium, tetapi hanya melukiskan tujuan itu sebagai berikut : 17 a. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara, masyarakat dan penduduk. b. Untuk membimbing agar terpidana insyaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna. c. Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana. d. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderita dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Hukum pidana berbeda dengan hukum lainnya karena sanksinya bersifat penderitaan istimewa dan oleh karena itu harus tetap merupakan ultimum remedium. Usaha untuk mengurangi kejahatan yang terutama adalah tindakan pencegahan kejahatan yang harus diintegrasikan kedalam pembangunan ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan, karena sejarah telah membuktikan, bahwa jepang selain berhasil dalam pembangunan ekonomi, juga berhasil menekan pertambahan jumlah kejahatan dengan melaksanakan sistem pertahanan sosial sosial defence, yang dikaitkan dengan pembangunan ekonominya. 18 Salah satu bagian dari kebijakan sosial adalah kebijakan penegakan hukum law enforcement policy, termasuk didalamnya kebijakan legislatif legislative policy, sedangkan kebijakan penanggulangan kejahatan criminal policy itu sendiri 16 Ibid. hal. 3 17 Zainal Abidin farid, Hukum Pidana I, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, hal. 14. 18 Ibid, hal. 15. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum law enforcement policy. Kebijakan penegakan hukum law enforcement policy harus melihat cakupan yang luas yang terkandung dalam suatu sistem hukum Iegal system. Menurut Friedman, dikutip dalam buku Mahmud Mulyadi, sistem hukum memiliki cakupan yang lebih luas dari hukum itu sendiri. Kata ”hukum” sering mengacu hanya pada aturan dan peraturan. Sedangkan sistem hukum membedakan antara aturan dan peraturan itu sendiri serta stuktur, lembaga dan proses yang mengisinya. Oleh karena itu, bekerjanya hukum didalam suatu sistem menurut Friedman ditentukan oleh tiga unsur, yaitu stuktur hukum Iegal structure, subtansi hukum Iegal substance, dan budaya hukum Iegal culture. 19 Stuktur hukum merupakan suatu kerangka yang memberikan definisi dan batasan dan bentuk bagi bekerjanya sistem tersebut dalam batasan-batasan yang telah ditentukan secara keseluruhan sebagai institusi yang menjalankan penegakan hukum dengan segala proses yang berlangsung didalamnya. Institusi ini dalam penegakan hukum pidana, tergabung dalam sistem peradilan pidana criminal justice system, yang terdiri atas kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan, yang menjamin berjalannya proses peradilan pidana. 20 19 Mahmud Mulyadi, Criminak Policy : Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasaan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 15. 20 Ibid. hal.15-16. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 Sedangkan menurut Richard Quinney, Realitasnya Kejahatan dapat berbentuk perilaki criminal yang justru memperkuat stigma pada diri pelaku bahwa dia benar- benar jahat sehingga harus ditumpas oleh Penegak Hukum Polri, yakni: 21 1. Kejahatan adalah sebuah rumusan dari tingkah laku manusia yang diciptakan oleh agen-agen yang memiliki otoritas untuk melakukan hal itu dalam sebuah masyarakat yang terorganisir secara politis. Dengan demikian, kejahatan merupakan rumusan tingkah laku yang diterapkan pada diri beberapa orang-orang lain. Sementara para aparat penegak hukum para pembuat undang-undanghukum, polisi, jaksa penuntut umum dan hakim, yang mewakilli segmen-segmen dari sebuah masyarakat yang diorganisasikan secara politis, bertanggung jawab untuk memformulasikan dan melaksanakan hukum pidana. Ini berarti, orang-orang dan perbuatan- perbuatan tertentu dipandang sebagai penjahat dan kejahatan, karena formulasi dan aplikasi dan rumusan-rumusan tentang kejahatan. 2. Rumusan tentang kejahatan mendeskripsikan tingkah laku yang bertentangan dengan kepentingan segmen-segmen di masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk membentuk kebijakan public. Rumusan-rumusan kejahatan diformulasikan sesuai dengan kepentingan dari segmen-segmen masyarakat tersebut yang memiliki kekuasaan untuk menerjemahkan kepentingan-kepentingan mereka kedalam kebijakan public. Maka mereka yang mempunyai kemampuan untuk membuat kepentingan-kepentingannya terwakili dalam kebijakan public adalah mereka yang mengatur formulasi dari rumusan-rumusan kejahatan. Dengan memformulasikan hukum pidana, beberapa segmen masyarakat melindungi dan mengawetkan kepentingan- kepentingan mereka. 3. Pelaksanaan definisi-definisi kejahatan, definisi kejahatan dilaksanakan oleh kelas yang memperoleh kekuasaan untuk melaksanakan hukum pidana. Penegak hukum mewakili kepentingan kelas penguasa. Kepentingan- kepentingan kelas penguasa tercermin dalam penerapan rumusan kejahatan, dan dapat dikatakan konsekwensinya kejahatan adalah tingkah laku politik. Beberapa faktor yang mempengaruhi tidak sanggupnya agen penguasa untuk mewakili kepentingan penguasa seperti masyarakat tidak sadar hukum, kondisi masyarakat dilapangan dan sebagainya. 4. Perkembangan pola-pola perilaku dan hubungannya dengan definisi kejahatan, pola-pola perilaku dibangun dalam hubungannya dengan rumusan-rumusan kejahatan. Dalam konteks ini orang yang terlibat dalam perilaku yang relatif mempunyai kemungkinan dirumuskan sebagai 21 Abdusalam, Op.Cit, 289. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 kejahatan. Manusia dalam interaksi sosialnya tergantung dari tindakan- tindakan sosialnya dalam kesempatan terstruktur. 5. Pemebentukan konsep-konsep kejahatan, konsep-konsep tentang kejahatan dibentuk dan disebarluaskan melalui proses komunikasi dalam interaksi sosial. Bilamana manusia membangun dunia sosial sebagai kenyataan realitas sosial. Dunia sosial adalah suatu bentuk bangunan dimana orang dengan bantuan orang lain menciptakan dunia dimana kita tinggal interaksi sosial. Realitas sosial manusia dalam hubungannya dengan orang lain mengembangkan ilmu pengetahuan dan menunjukkan gagasan-gagasannya. 6. Pembentukan realitas sosial dari kejahatan. Realitas sosial dari kejahatan dibentuk oleh Formulasi dan aplikasi perumusandefinisi kejahatan, Perkembangan dari pola-pola perilaku dalam hubungannya dengan perumusannya dalam pembentukan konsep-konsep kejahatan. Para pelaku Trafficker merupakan tindakan kejahatan, hal ini sesuai dengan Pasal 1 huruf Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang selanjutnya disingkat dengan UUPTPPO. Perdagangan orang atau trafficking adalah tindakan perekutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahagunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat atau sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekploitasi atau mengakibatkan orang terekploitasi. 22 22 Pasal 1 huruf 7 UUPTPPO, Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan , penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ danatau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immateriil. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 Pengertian perdagangan orang, menyatakan: “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerah terimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang, untuk tujuan mengekploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. 23 Memperhatikan Pasal 546 RUU KUHP Tahun 2006, jika dirinci terdiri dari 3 bagian yaitu: 1. Setiap orang yang melakukan: perekrutan, pengiriman, penyerah terimaan orang; 2. Dengan menggunakan: kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang; 3. Untuk tujuan: mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut. 24 Definisi mengenai perdagangan orang mengalami perkembangan sampai ditetapkannya Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women and Children Suplementing the United Nation Convention Against 23 Pasal 546 RUU KUHP Tahun 2006. 24 www.usembassyjakarta.go.html, Departemen Luar Negeri AS: Laporan Mengenai Perdagangan Manusia, diakses pada tanggal 9 Maret 2009. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 Transnational Organized Crime tahun 2000. Dalam protokol tersebut yang dimaksudkan dengan perdagangan orang adalah: ... the recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaanpemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh”. 25 Berdasarkan pengertian Protocol TOC, maka kejahatan perdagangan orang mengandung anasir sebagai berikut: 1 Adanya perbuatan perlintasan terhadap orang, yakni: a. perekrutan recruitment; b. pengangkutan transportation; c. pemindahan transfer; d. melabuhkan harbouring; e. menerima receipt. 2 Adanya modus perbuatan yang dilarang, yakni: a. penggunaan ancaman use of force atau; b. penggunaan bentuk tekanan lain other forms of coercion; c. penculikan; d. penipuan; e. kecurangan; f. penyalahgunaan kekuasaan; 25 Kementerian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta, 2005, hal.2. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 g. kedudukan beresikorawan a position of vulnerability; h. memberimenerima pembayaran; 3 Adanya tujuan atau akibat dari perbuatan, yakni eksploitasi manusia, yakni: a Eksploitasi prostitusi, b Eksploitasi seksual; 26 Pengertian menurut Protocol TOC menjiwai definisi perdagangan perempuan dan anak sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 88 Tahun 2002 tentang RAN-P3A, yang menyatakan: “Perdagangan perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafficker yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindah tanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan– perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dan lain-lain, memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual termasuk phaedopili, buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya”. Perdagangan orang berbeda dengan penyeludupan orang people smuggling. Penyelundupan orang lebih menekankan pada pengiriman orang secara illegal dari 26 www.id.wikisource.org, Penghapusan Perdagangan Orang di Indonesia, diakses pada tanggal 7 Maret 2009. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 suatu negara ke negara lain yang menghasilkan keuntungan bagi penyelundup, dalam arti tidak terkandung adanya eksploitasi terhadapnya. Mungkin saja terjadi timbul korban dalam penyelundupan orang, tetapi itu lebih merupakan resiko dari kegiatan yang dilakukan dan bukan merupakan sesuatu yang telah diniatkan sebelumnya. Sementara itu, kalau trafficking dari sejak awal sudah mempunyai tujuan yaitu orang yang dikirim merupakan obyek ekploitasi. Penipuan dan pemaksaan atau kekerasan merupakan unsur yang esensiil dalam trafficking . Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari trafficking, adalah: 1. Perbuatan: merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau menerima. 2. Sarana cara untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberianpenerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban. 3. Tujuan: eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk ekspoitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh. 27 Kejahatan trafficking dari sejak awal sudah mempunyai tujuan yaitu orang yang dikirim merupakan obyek ekploitasi. Penipuan dan pemaksaan atau kekerasan merupakan unsur yang esensiil dalam trafficking. Trafficking merupakan kejahatan yang melanggar ketentuan-ketentuan HAM, yang mengabaikan hak seseorang untuk 27 Harkristuti Harkrisnowo, Laporan Perdagangan Indonesia, Jakarta: Sentra HAM UI,2003, hal.2. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 hidup bebas, tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, beragama, hak untuk tidak diperbudak dan lainnya. 28 Perempuan dan anak merupakan yang paling banyak menjadi korban bentuk keji trafficking, penempatan mereka pada posisi yang sangat beresiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatannya baik fisik maupun mental spiritual dan sangat rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tak dikehendaki, dan infeksi penyakit seksual termasuk HIVAIDS. Bentuk-bentuk keji trafficking seperti: perdagangan seks dimana tindakan seks komersial dilakukan dengan paksaan, penipuan atau kekerasan, atau dimana orang dipaksa melakukan tindakan demikian belum berusia 18 tahun; atau perekrutan, penampungan, pengangkutan, penyediaan atau mendapatkan seseorang untuk dijadikan tenaga kerja atau memberikan pelayanan, melalui paksaan, penipuan, atau kekerasan untuk tujuan perhambaan, penjeratan hutang ijon atau perbudakan. 29 Definisi istilah-istilah yang digunakan dalam Istilah “Bentuk-bentuk Keji Perdagangan manusia” adalah sebagaiberikut : a. Perdagangan Seks berarti merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk tujuan melakukan tindakan seks komersial. 28 Komisi Nasional Perlindungan Anak, Op.Cit, hal. 4. 29 Ibid, hal. 3. Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 b. Penghambaan meliputi suatu kondisi perbudakan yang ditimbulkan dengan cara yaitu : 1. Ancaman-ancaman yang membahayakan atau penahanan fisik terhadap seseorang; 2. Skema, rencana, atau pola apapun yang dimaksudkan untuk membuat orang percaya bahwa jika lalai menjalankan suatu tindakan akan mengakibatkan kerugianluka yang serius atau penahanan fisik terhadap seseorang; 3. Perlakuan kasar atau ancaman perlakuan kasar dari proses hukum. c. Penjeratan Hutang Ijon” berarti status atau kondisi seseorang yang berhutang yang timbul dari sebuah janji yang akan dilakukan orang yang berhutang tersebut berkenaan dengan layanan pribadinya atau layanan orang lain yang berada di bawah kendalinya sebagai jaminan untuk hutang, dimana. Nilai wajar dari layanan-layanan tersebut tidak diberlakukan untuk penghapusan hutang serta lama dan bentuk layanan tersebut tidak dibatasi atau ditetapkan. d. Kekerasanpaksaan” berarti 1. skema, rencana, atau pola apapun yang dimaksudkan untuk membuat seseorang percaya bahwa jika orang tersebut tidak memasuki atau Rauli Siahaan : Wewenang Penyidik Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan Perdagangan Orang Trafficking , 2009 melanjutkan dalam kondisi yang demikian maka ia atau orang lain akan menderita kerugian yang serius atau penahanan fisik; atau 2. kekerasan atau ancaman kekerasan dari proses hukum. 30

2. Konsepsi