Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pecking Order Theory

Menurut Myers 2001, pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi hierarki dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman 2004:458-459, terdapat skenario urutan hierarki dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :

a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam

atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih

pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling rendah risikonya, turun ke utang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.

c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan

menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi. 9 Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat utang yang kecil.

2.1.2. Kinerja Keuangan

Untuk memutuskan suatu badan usaha atau perusahaan memiliki kualitas yang baik maka ada dua penilaian yang paling dominan yang dapat dijadikan acuan untuk melihat badan usaha atau perusahaan tersebut telah menjalankan suatu kaidah-kaidah manajemen yang baik. Penilaian ini dapat dilakukan dengan melihat sisi kinerja keuangan financial performance dan kinerja non keuangan non financial performance. Kinerja keuangan melihat pada laporan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan atau badan usaha yang bersangkutan dan itu tercermin dari informasi yang diperoleh pada balance sheet neraca, income statement laporan laba rugi, dan cash flow statement laporan arus kas serta hal- hal lain yang turut mendukung sebagai penguat penilaian financial performance tersebut. 10 Menurut Helfred 1993:53 The companys financial performance is the result or effect the decision-making process is continuously performed by the management company in the field of investment, operation, financing. Artinya kinerja keuangan perusahaan adalah hasil atau akibat proses pengambilan keputusan secara kontinyu oleh manajemen perusahaan yang dilakukan dalam bidang investasi, operasi, pendanaan. Definisi kinerja keuangan menurut Fahmi 2011:2 adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Sementara itu menurut IAI 2007, dikemukakan bahwa kinerja keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang dimilikinya. Dari sejumlah pengertian kinerja keuangan diatas, dapat diambil kesimpulan sederhana bahwa kinerja keuangan merupakan pencapaian prestasi perusahaan pada suatu periode yang menggambarkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dengan indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas. Kinerja keuangan pada dasarnya diperlukan sebagai alat untuk mengukur financial health kesehatan keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan digunakan sebagai media pengukuran subyektif yang menggambarkan efektifitas penggunaan aset oleh sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnis utamanya dan meningkatkan pendapatan. Adapun tahap-tahap dalam menganalisis kinerja keuangan ada 5 tahap, yaitu : 11 1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan Review dilakukan dengan tujuan agar laporan keuangan yang dibuat sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku, sehingga hasil laporan keuangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. 2. Melakukan perhitungan Penerapan metode perhitungan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari perhitungan tersebut akan memberikan suatu kesimpulan sesuai dengan analisis yang diinginkan. 3. Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh Dari hasil hitungan yang sudah diperoleh tersebut kemudian dilakukan perbandingan dengan hasil hitungan dari berbagai perusahaan lainnya. Metode yang paling umum digunakan untuk melakukan perbandingan ini ada 2, yaitu : • Time series analysis, yaitu membandingkan secara antar-waktu atau antar periode, dengan tujuan itu nantinya akan terlihat secara grafik. • Cross sectional approach, yaitu melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu perusahaan dan perusahaan lainnya dalam ruang lingkup yang sejenis yang dilakukan secara bersamaan. 12 Dari hasil penggunaan kedua metode ini diharapkan nantinya akan dapat dibuat suatu kesimpulan yang menyatakan kondisi posisi perusahaan tersebut. 4. Melakukan penafsiran interpretation terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan Pada tahap ini, penafsiran digunakan untuk melihat apa-apa saja permasalahan dan kendala-kendala yang dialami oleh perusahaan tersebut. 5. Mencari dan memberikan pemecahan masalah solution terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan Setelah pada tahap-tahap yang sebelumnya telah dilakukan, maka pada tahap terakhir ini dilakukan solusi guna memberikan suatu input atau masukan agar kendala dan hambatan dapat terselesaikan.

2.1.2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor tersebut ada yang berada dalam kendali pihak manajemen ada pula yang berada diluar kendali manajemen. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yaitu, Harjosoemarto 1994 dalam Mulyati 2011: 1 Faktor Internal a Manajemen personalia Berkaitan dengan SDM agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi. 13 b Manajemen pemasaran Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan. c Manajemen produksi Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa yang dihasilkan sesuai yang diharapkan. d Manajemen keuangan Berkaitan dengan perencanaan, mencari dan memanfaatkan dana untuk memaksimalkan efisiensi perusahaan. 2 Faktor Eksternal a Kondisi perekonomian Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas politik ekonomi, sosial dan lain-lain. b Kondisi industri Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan dan lain-lain. Menurut Lestari dan Sugiharto 2007:196 ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian atau dividen akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal yang akan 14 semakin meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto 2007:196 angka ROA dapat dikatakan baik apabila 2. ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan dalam penelitian ini adalah Return on Asset ROA. Return on Asset ROA merupakan perbandingan laba bersih dengan jumlah aktiva perusahaan. Alasan peneliti memilih ROA sebagai rasio untuk mengukur kinerja keuangan dikarenakan ROA merupakan rasio yang terpenting dari rasio profitabilitas yang ada, karena ROA dapat menghitung kinerja perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan teori Du Pont perhitungan ROA adalah: ��� = ������ ���� �����ℎ � ����� ����� �������� = ���� �����ℎ ��������� � ��������� ����� ������ Kalau berdiri sendiri antara margin laba bersih dan total aset turnover tidak dapat memberikan pengukuran yang memadai atas efektivitas keseluruhan. Margin laba bersih berfungsi untuk mengukur profitabilitas yang berkaitan dengan penjualan yang dihasilkan, sedangkan total aset turnover untuk mengukur efisiensi dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan penjualan. Jadi, disini ROA tidak 15 hanya mampu mengukur profitabilitas penjualan, namun juga mampu mengukur efisiensi dalam penggunaan aktiva dalam penjualan. Return on Asset ROA dapat dirumuskan sebagai berikut Weston dan Brigham, 1998 : ROA = Laba Bersih Total Aktiva x 100

2.1.3. Struktur Modal

Teori struktur modal berkenaan dengan bagaimana modal dialokasikan dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan, dengan cara menentukan struktur modal antara modal hutang dan modal sendiri. Biasanya berkaitan dengan proyek proposal atau investasi perusahaan dan tugas manajemen keuangan adalah menentukan struktur modal yang optimal untuk menunjang kegiatan investasi perusahaan. Keputusan pendanaan oleh manajemen akan berpengaruh pada penilaian perusahaan yang terefleksi di harga saham. Oleh karena itu, salah satu tugas manajer keuangan adalah menentukan kebijakan pendanaan yang dapat memaksimalkan harga saham yang merupakan cerminan dari suatu nilai perusahaan. Ada beberapa pengertian atau definisi dari struktur modal. Secara umum struktur modal didefinisikan sebagai komposisi modal perusahaan dilihat dari sumbernya khususnya yang menunjukkan porsi dari modal perusahaan yang berasal dari sumber hutang kreditur dan sekaligus porsi modal yang berasal dari pemilik sendiri. 16 Menurut Weston dan Brigham 2005:150, struktur modal yang ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari utang, saham preferen, saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya. Struktur modal yang optimal adalah gabungan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Robert 1997 dalam Arviansyah 2013 mengungkapkan, struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Oleh karena itu, struktur modal diukur dengan debt to equity ratio DER. DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. Dari beberapa pandangan para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa struktur modal merupakan pembelanjaan permanen yang mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri baik dari sumber internal maupun eksternal. Menurut Sutrisno 2000:307-308 struktur modal juga dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, antara lain: a. Persesuaian atau Suitability Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka waktu kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan berjangka pendek bila dibelanjai dengan hutang, obligasi atau dengan mengeluarkan modal sendiri kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek maka sebaiknya dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek dan bila kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi dengan sumber dana jangka panjang. b. Pengawasan atau Control Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada ditangan para pemegang saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk menjalankan hasil keputusan pemegang saham. Biasanya sebuah perusahaan dimiliki oleh beberapa pemegang saham sehingga bila diperlukan tambahan dana perlu 17 dipertimbangkan apakah tugas pengawasan dari pemilik lama tidak akan terkurangi. Oleh sebab itu dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik lama lebih menginginkan mengeluarkan obligasi dibanding dengan menambah saham. c. LabaEarning per Share Memilih sumber dana apakah dari saham atau hutang, secara finansial harusnya bisa menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham lebih besar. d. Tingkat RisikoRiskness Hutang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab bunganya tetap harus dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan keuntungan maupun ketika mengalami kerugian. Oleh karena itu semakin besar penggunaan dana dari hutang mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki tingkat risiko yang lebih besar. Menurut Brigham 2006:6, ada empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu: 1. Risiko Bisnis Yaitu risiko yang melekat pada operasi perusahaan apabila perusahaan tidak menggunakan hutang, semakin besar risiko bisnis perusahaan maka semakin rendah rasio hutang yang optimal. 2. Posisi Pajak Perusahaan Yakni dalam menggunakan hutang maka biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak sehingga menurunkan biaya hutang yang sesungguhnya. 3. Fleksibilitas Keuangan Yaitu kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk, para manajer dana perusahaan mengetahui bahwa modal yang kuat diperlukan untuk operasi yang stabil dan pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik bila keadaan perekonomian stabil. 4. Konservatisme atau Agresivitas Manajemen Yakni ada sebagian manajer lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan hutang untuk meningkatkan laba, dimana hal ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan.

2.1.3.1. Jenis-jenis Modal

Terminologi modal menunjukkan sumber dana yang digunakan pada suatu perusahaan. Modal meliputi semua komponen di sisi pasiva pada neraca 18 perusahaan kecuali hutang lancar. Modal terdiri dari modal hutang dan modal sendiri. Jenis-jenis modal antara lain:

1. Modal Pinjaman, termasuk semua pinjaman jangka panjang yang

diperoleh perusahaan. Diketahui bahwa biaya modal pinjaman relatif lebih rendah dibandingkan dengan bentuk pinjaman lainnya, hal ini disebabkan karena mereka memperoleh risiko yang relatif kecil atas segala jenis modal jangka panjang, seperti: a Pemegang modal pinjaman mempunyai prioritas terhadap pembayaran bunga atas pinjaman atau terhadap aset yang akan dijual untuk membayar hutang. b Pemegang modal pinjaman mempunyai kekuatan hukum atas pembayaran hutang dibandingkan dengan pemegang saham preferen atau saham biasa. c Bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak sehingga biaya modal pinjaman yang sebenarnya secara substansial menjadi lebih rendah.

2. Modal Sendiri, merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari

pemilik perusahaanpemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman mempunyai jatuh tempo. Ada dua sumber utama modal sendiri, yaitu: 19 a Modal saham preferen yang merupakan bentuk khusus kepemilikan perusahaan dimana dividen diperoleh secara tetap serta pembayarannya harus didahulukan dari dividen saham biasa. b Modal saham biasa yang terdiri atas saham biasa dan laba ditahan. Saham biasa merupakan bentuk modal sendiri yang paling mahal biaya modalnya diikuti dengan laba ditahan dan saham preferen. Hubungan antara modal pinjaman dan modal sendiri mempunyai perbedaan utama dalam hak suara, tuntutan atas pendapatan dan aset, jatuh tempo dan perlakuan pajak atas biaya modal. Harus dipahami posisi pemegang modal sendiri adalah sekunder dibanding pemegang modal pinjaman. Pemegang modal sendiri menanggung risiko yang lebih besar sehingga kompensasi bagi pemegang modal sendiri harus lebih tinggi dibanding dengan pemegang saham pinjaman.

2.1.3.2. Teori Struktur Modal

Ada beberapa teori mengenai struktur modal antara lain adalah sebagai berikut: 1 Trade-off Theory Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers 2001:81, “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak tax shields dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan financial distress”. Biaya kesulitan keuangan financial distress adalah biaya kebangkrutan bankruptcy cost atau reorganization, dan biaya keagenan agency cost yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang 20 optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan agency cost dan biaya kesulitan keuangan financial distress tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak tax shields mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan cost of financial distress. Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Penelitian yang pernah dilakukan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang. 2 Pecking Order Theory Menurut Myers 2001, pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat 21 struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi hierarki dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman 2004:458-459, terdapat skenario urutan hierarki dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :

a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam

atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih

pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling rendah risikonya, turun ke utang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.

c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan

menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.

d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan

dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat utang yang kecil. Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan hierarki yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid 1992 dan Singh 1995 menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih 22 untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal. Debt to equity ratio merupakan ratio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Ratio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Ratio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam kreditor dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Bagi bank kreditor, semangkin besar rasio ini, akan semangkin tidak menguntungkan karena akan semangkin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru semangkin besar rasio akan semangkin baik. Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan. Debt to equity ratio untuk setiap perusahaan tentu berbeda-beda, tergantung karakteristik bisnis dan keberagaman arus kasnya. Perusahaan dengan arus kas yang stabil biasanya memiliki rasio yang lebih tinggi dari rasio kas yang kurang stabil. Rumus untuk mencari debt to equity ratio dapat digunakan perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas sebagai berikut. ���� �� ������ ����� = Total Hutang ���� Ekuitas ������ x 100 23

2.1.4. Good Corporate Governance

Good corporate governance mulai terdengar di Indonesia sejak tahun 1997, dimana pada saat itu Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Penerapan prinsip good corporate governance dalam dunia usaha di Indonesia merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan aktivitas bisnis, agar perusahaan- perusahaan yang ada di Indonesia dapat terus bersaing dan bertahan dalam persaingan pasar globalisasi yang semakin kompetitif sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan. Menerapkan prinsip good corporate governance adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam meningkatkan kinerja suatu perusahaan atau organisasi. Penerapan good corporate governance merupakan pedoman bagi komisaris dan direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang- undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan stakeholders secara konsisten. Organization for Economic Co-operation and Development OECD, 2004 dan Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI, 2001 mendefinisikan good corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Implementasi good corporate governance didukung oleh Peraturan tentang Badan Usaha Milik Negara yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 24 telah disahkan pada tanggal 19 Juni 2003. Keberadaan Undang-Undang BUMN tersebut diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya, dimana BUMN sebagai suatu pilar pembangunan perekonomian perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional. Menurut Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01MBU2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada Badan Usaha Milik Negara, tata kelola perusahaan yang baik Good Corporate Governance adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha. Good corporate governance menurut Lutzenberger 2010 adalah Corporate governance is a concept that relates to a wide range of activities, rules, processes and procedures meant to ensure the optimal use of the companies resources and strategies so that their objectives should be reached. Artinya adalah tata kelola perusahaan merupakan konsep yang berhubungan dengan berbagai macam kegiatan, aturan, proses dan prosedur dimaksudkan untuk memastikan penggunaan yang optimal dari sumber daya perusahaan dan strategi sehingga tujuan mereka harus tercapai. Menurut Bank Dunia World Bank good corporate governance adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. 25 Dari beberapa definisi good corporate governance diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa good corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha menaikkan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor, dan masyarakat sekitar. Good corporate governance berusaha menjaga keseimbangan diantara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat. Tantangan dalam good corporate governance adalah mencari cara untuk memaksimumkan penciptaan kesejahteraan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan hal-hal yang tidak perlu kepada pihak ketiga atau masyarakat luas. Dari wacana tersebut maka bisa digambarkan bahwa good corporate governance merupakan suatu siklus yang berjalan secara berkesinambungan sustainable. Gambar 2.1. Siklus Good Corporate Governance Tujuan good corporate governance pada intinya adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan Arifin, 2006. Pihak-pihak tersebut adalah pihak internal yang meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan, dan pihak eksternal yang meliputi investor, kreditor, pemerintah, masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan. Dalam praktiknya, good corporate governance berbeda di setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, Board Functioning Construction of the Board Enabling and Governing Legislation Assessing Board Performance Overseeing Management Stakeholders Feedback 26 hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang menyangkut prinsip good corporate governance, namun demikian pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan.

2.1.4.1. Prinsip Dasar Good Corporate Governance

Menurut Organization for Economic Corporation and Development OECD, prinsip dasar good corporate governance adalah sebagai berikut: 1. Kewajaran Fairness Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak- hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Prinsip kewajaran ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda salah satu cara mengatasinya adalah dengan menjual saham kepada manajer. 2. Akuntabilitas Accountability Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit pengawasan yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan komisaris, direksi independen, dan komite audit. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi agency problem yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris. 3. Transparansi Transparency Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Prinsip transparansi ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian disclosure informasi yang dimiliki perusahaan. 4. Responsibilitas Responsibility Responsibilitas diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan sosial. Responsibilitas menekankan pada sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan. Prinsip responsibilitas ini penekanannya diberikan kepada kepentingan stakeholders perusahaan. 5. Independensi Independency Independensi yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruhtekanan dari pihak 27 manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

2.1.4.2. Manfaat Good Corporate Governance

Manfaat penerapan tata kelola perusahaan yang baik menurut Prijambodo 2012 lebih rinci diuraikan sebagai berikut: a. Meningkatnya nilai value organisasi, berarti nilai koperasi terutama kepentingan dan perlindungan shareholders, sehingga terbangun kepercayaan dan kredibilitas koperasi di mata anggota, mitra dan stakeholders lain. b. Sumber-sumber daya organisasi dapat dimanfaatkan dengan baik, tepat sasaran, tepat waktu, tepat ukuran, minimalisasi pemborosan dan penyimpangan sehingga terwujud efisiensi dan efektivitas organisasi. c. Organ-organ organisasi, berarti perangkat organisasi rapat anggota, pengurus dan pengawas berfungsi optimal, memungkinkan peningkatan kinerja perangkat organisasi koperasi, penanganan risiko yang tepat, sehingga mencapai kinerja optimal. Jika suatu perusahaan bersungguh-sungguh menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, investor akan lebih percaya terhadap perusahaan tersebut. Jadi baik buruknya penerapan good corporate governance akan berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Menurut Dewi 2008 dalam Putra 2013 manajer mendapat kesempatan untuk terlibat dalam kepemilikan saham dengan tujuan mensetarakan dengan pemegang saham. Melalui kebijakan ini diharapkan manajer dapat menghasilkan kinerja yang baik serta mengarahkan dividen pada tingkat yang rendah. Dengan penetapan dividen rendah perusahaan memiliki laba ditahan yang tinggi sehingga memiliki sumber dana internal relatif tinggi untuk membiayai investasi di masa yang akan datang. Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak 28 manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang di kelola Boediono, 2005. Kepemilikan manajerial dapat diukur dengan menggunakan rumus: KM = Jumlah Saham yang Dimiliki Manajemen Jumlah Total Saham Beredar x 100 Gunarsih 2001 menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan merupakan salah satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar pengelola melakukan aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Meningkatkan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah keagenan. Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan keinginan dari para pemegang saham. Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak buruk terhadap perusahaan karena dapat menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan tingginya hak voting yang dimiliki manajer Gunarsih, 2001. Sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan. 29

2.1.5. Ukuran Perusahaan

Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran perusahaan. Penentuan ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan total penjualan, total aktiva, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total aktiva. Faktor ukuran perusahaan yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan merupakan faktor penting dalam pembentukan laba. Perusahaan besar yang dianggap telah mencapai tahap kedewasaan merupakan suatu gambaran bahwa perusahaan tersebut relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi perusahaan yang stabil biasanya dapat memprediksi jumlah keuntungan di tahun-tahun mendatang karena tingkat kepastian laba sangat tinggi. Sebaliknya bagi perusahaan kecil yang dianggap belum mapan, besar kemungkinan laba yang diperoleh juga belum stabil karena kepastian laba lebih rendah Elisabeth Sugiarto, 1997. Dengan demikian diperkirakan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan. Adapun definisi ukuran perusahaan secara umum ialah sebagai suatu skala yang mengklasifikasikan besar atau kecilnya suatu perusahaan dengan berbagai cara antara lain dinyatakan dalam total aktiva, total penjualan, nilai pasar saham, dan lain-lain. Ukuran perusahaan menurut Niresh 2014:57 adalah: “The size of a firm is a primary factor in determining the profitability of a firm due to the concept known as economies of scale which can be found in the traditional neo classical view of the firm. It reveals that contradictory to smaller firms, items can be produced on much lower costs by bigger firms”. 30 Artinya ukuran perusahaan adalah faktor utama untuk menentukan profitabilitas dari suatu perusahaan dengan konsep yang biasa dikenal dengan skala ekonomi. Maksudnya skala ekonomi menunjuk kepada keuntungan biaya rendah yang didapat oleh perusahaan besar karena dapat menghasilkan produk dengan harga per unit yang rendah. Perusahaan dengan ukuran besar membeli bahan baku input produksi dalam jumlah yang besar sehingga perusahaan akan mendapat potongan harga quantity discount lebih banyak dari pemasok. Dimana tingkat biaya yang rendah merupakan unsur untuk mencapai laba yang diinginkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Disamping itu perusahaan dengan skala besar akan lebih mempunyai kemungkinan untuk memenangkan persaingan dalam bisnis. Definisi ukuran perusahaan menurut Riyanto 2008:313 adalah besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai aktiva. Perusahaan yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan dari besarnya total asset yang dimiliki perusahaan. Asset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar 31 terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan, dimungkinkan pihak kreditur tertarik menanamkan dananya ke perusahaan Weston dan Brigham, 1994, dalam Hesti, 2010. Variabel ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural Ln dari total asset. Hal ini dikarenakan besarnya total asset masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga didapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut maka data total asset perlu di Ln kan. Penggunaan total aktiva sebagai alat ukuran perusahaan didasarkan pada penelitian Hasan dan Bashir 2003, Nugraheni dan Hapsoro 2007, dan Arini 2009. Variabel ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: ������ ������ℎ��� = �� ����� ������ x 100 Total aktiva dipilih sebagai proksi ukuran perusahaan dengan mempertimbangkan bahwa nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan Wuryatiningsih, 2002 dalam Hesti, 2010.

2.1.5.1. Klasifikasi Ukuran Perusahaan

Keputusan ketua Bapepam No. Kep. 11PM1997 menyebutkan perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aktiva kekayaan adalah badan hukum yang memiliki total aktiva tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total aktivanya diatas seratus milyar. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 ukuran perusahaan diklasifikasikan ke dalam 4 kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha 32 besar. Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset yang dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut. UU No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut: “Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang- undang ini. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, 33 usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia”. Adapun kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU No.20 tahun 2008 Pasal 6 adalah sebagai berikut: Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah. 34

2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh struktur modal dan good corporate governance terhadap kinerja keuangan dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderating telah diteliti oleh peneliti sebelumnya dan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Rincian mengenai peneliti terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu NO Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 1. Nirajini,A dan Priya,K B 2013 Impact of Capital Structure on Financial Performance of the Listed Trading Companies in Sri Lanka Variabel Independen: Struktur modal Variabel Dependen: Kinerja Keuangan Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan 2. Robert Oginda Siro 2013 Effect of Capital Structure on Financial Performance of Firms Listed at The Nairobi Securities Exchange Variabel Independen: Struktur modal Variabel Dependen: Kinerja keuangan Struktur modal dan kinerja keuangan memiliki hubungan yang terbalik 3. Do Xuan Quang dan Wu Zhong Xin 2013 The Impact of Ownership Structure and Capital Structure on Financial Performance of Vietnamese Firms Variabel Independen: Struktur Kepemilikan dan Struktur Modal Variabel Dependen: Kinerja Keuangan Struktur modal berpengaruh negatif dengan statistik yang signifikan terhadap kinerja keuangan 4. Morita 2010 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di BEJ Variabel Independen: Struktur modal DER Variabel Dependen: Kinerja Keuangan ROE Struktur modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan 5. Rahmawati 2011 Pengaruh Current Ratio, Inventory Variabel Independen: Current Ratio, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 35 Turnover, Debt to Equity Ratio Terhadap Return On Asset Inventory Turnover, Debt to Equity Ratio Variabel Dependen: Return On Asset variabel current ratio berpengaruh negatif terhadap ROA, inventory turnover berpengaruh positif terhadap ROA, debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap ROA 6. Waskito 2014 Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Ditinjau Dari Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2008-2011 Variabel Independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan Variabel Dependen: Kinerja Keuangan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan, variabel kepemilikan institusi mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan

2.3. Kerangka Konseptual

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Property dan Real Estaate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010 - 2013

1 70 119

Pengaruh Good Corporate Governance Ukuran Perusahaan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 63 101

Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba dengan Profitabilitas sebagai variabel moderating Pada Perusahaan LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 46 80

Pengaruh Struktur Modal dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 5 96

“PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2010-2012.

1 8 16

Pengaruh Good Corporate Governance Ukuran Perusahaan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Pengaruh Good Corporate Governance Ukuran Perusahaan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Good Corporate Governance Ukuran Perusahaan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 7

Pengaruh Good Corporate Governance Ukuran Perusahaan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 18

Pengaruh Good Corporate Governance Ukuran Perusahaan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2