Dampak Negatif Air Minum Yang Rendah Mineral dan Demineral Validasi Metode Analisis

17 Tabel 2.2 Kadar Kalsium dan Magnesium dalam Sampel No Sampel Kadar Mineral Sumber Kalsium mgl Magnesium mgl 1 AMIU Tanpa Merek Teknik Filterisasi I 6,5113 ± 0,34 1,7817 ± 0,08 Pasaribu 2013 2 AMIU Tanpa Merek Teknik Filterisasi II 14,3137 ± 0,24 3,1492 ± 0,14 3 AMIU Tanpa Merek Teknik Filterisasi III 10,4956 ± 0,20 3,1408 ± 0,05 4 Aqua 40,8789 ± 0,28 14,7650 ± 0,11 Florencia 2014 5 Amoz 30,6852 ± 0,29 19,9454 ± 0,15 6 Air Minum Isi Ulang I 11,6847 ± 0,09 6,9720 ± 0,07 7 Air Minum Isi Ulang II 25,6405 ± 0,20 12,9050 ± 0,08 8 Sumur Bor I 10,7070 3,6806 Zahra 2014 9 Sumur Bor II 7,9817 2,4456 10 Sumur Galian I 28,2705 3,8930 11 Sumur Galian II 25,4733 3,0278 12 PDAM Sibolangit musim hujan 9,9015 ± 0,0338 7,1237 ± 0,1267 Hartanty 2015 13 PDAM Sibolangit musim kemarau 9,0872 ± 0,0642 6,3572 ± 0,0770 14 PDAM Sunggal musim hujan 7,4037 ± 0,0461 4,6288 ± 0,0811 15 PDAM Sunggal musim kemarau 4,8441 ± 0,0109 2,6320 ± 0,0458 16 PDAM Deli Tua musim hujan 8,8416 ± 0,4285 5,3615 ± 0,2212 17 PDAM Deli Tua musim kemarau 7,0511 ± 0,0313 4,2380 ± 0,0237

2.9 Dampak Negatif Air Minum Yang Rendah Mineral dan Demineral

Air minum dengan rendah mineral jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan masalah kesehatan, misalnya meningkatkan resiko beberapa penyakit seperti kanker dan jantung koroner. Air rendah mineral dengan pH rendah bersifat agresif untuk menarik logam toksik seperti timbal Pb dari 18 pipa distribusi. Penyerapan logam-logam toksis seperti Pb di dalam pencernaan akan meningkat jika mineral kalsium dan magnesium sangat rendah dalam air minum. Jika dalam makanan terdapat logam toksis Pb walaupun dalam jumlah sedikit, akan mudah diserap oleh tubuh apabila kadar kalsium dan magnesium rendah di dalam air minum. Akan tetapi apabila kalsium dan magnesium cukup dalam air minum maka penyerapan Pb, baik yang terdapat di dalam air minum dan makanan lainnya akan dihambat atau tidak terjadi Fox, 1998; Kozisek, 2005; Silalahi, 2014. Air minum bukanlah satu-satunya sumber mineral kalsium dan magnesium. Akan tetapi jika kandungan kalsium dan magnesium dalam air minum sangat rendah maka akan terjadi gangguan penyerapan kalsium dan magnesium yang terdapat di dalam makanan lainnya. Berdasarkan fakta ini maka WHO telah menganjurkan dan memberikan persyaratan mineral di dalam air minum, masing- masing dengan syarat minimal 20 mg kalsium dan 10 mg magnesium dalam satu liter air minum. Sedangkan menurut Depkes RI hanya menyatakan kandungan maksimal kalsium dan magnesium yang dianjurkan dalam air minum yaitu 75 mgliter dan 30 mgl dan tidak ada syarat minimal WHO, 2005; Permenkes, RI., 1975; Silalahi, 2014. 2.10 Analisis Kalsium Dan Magnesium 2.10.1 Titrasi Kompleksometri Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam- garam logam. Etilen diamin tetra asetat EDTA merupakan titran yang sering digunakan. Logam-logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium 19 membentuk kompleks yang tidak stabil pada pH rendah. Oleh karena itu titrasi kalsium dan magnesium dengan EDTA dilakukan pada larutan buffer amonia pH 10 Gandjar dan Rohman, 2007. Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna. Indikator zat warna ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna. Pada saat titik akhir titrasi ada sedikit kelebihan EDTA maka kompleks indikator-logam akan pecah dan akan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri adalah hitam eriokrom, mureksid, jingga pirokatekol, jingga xilenol, kalmagit, dan biru hidroksi naftol Gandjar dan Rohman, 2007.

2.10.2 Spektrofotometri Serapan Atom

Metode spektrofotometri serapan atom didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung sifat unsurnya. Sebagai contoh kalsium menyerap cahaya pada panjang gelombang 422,7 nm dan magnesium pada panjang gelombang 285,2 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom Khopkar, 1985. Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Oleh karena itu temperatur nyala yang digunakan harus sangat tinggi. Nyala yang digunakan berfungsi sebagai pembakar dan oksidator. Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, butana, hidrogen dan asetilen sedangkan oksidator nya adalah udara, oksigen, N 2 O, dan asetilen. Temperatur nyala udara asetilen yaitu sebesar 2200 K Khopkar, 1985. 20

2.11 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis Harmita, 2004 ; Gandjar dan Rohman, 2007. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalama validasi metode analisis adalah sebagai berikut : 1. Kecermatan Kecermatan accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali recovery analit yang ditambahkan. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi dapat dilakukan dengan cara menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat serta taat asas sesuai prosedur Harmita, 2004. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu : - Metode simulasi spiked-placebo recovery Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi plasebo lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan kadar yang sebenarnya Harmita, 2004. - Metode penambahan baku standard addition method Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam ke dalam sampel, dicampur dan 21 dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar sebenarnya hasil yang diharapkan Harmita, 2004. Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditentukan Harmita, 2004. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: Perolehan kembali = � �− � � � � ∗ � 100 Keterangan : C A = Kadar mineral dalam sampel sebelum penambahan baku C F = Kadar mineral dalam sampel setelah penambahan baku C A = Kadar larutan baku yang ditambahkan Harmita, 2004. 2. Keseksamaan Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif koefisien variasi. Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan repeatability atau ketertiruan reproducibility. Keterulangan 22 adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek Harmita, 2004. Menurut Harmita 2004, simpangan baku relatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : RSD = 100 × X SD Keterangan : − X = kadar rata-rata sampel mgl SD = standar deviasi mgl Koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Pada kadar satu per sejuta ppm RSD nya adalah 16 dan pada kadar part per billion ppb adalah 32 Harmita, 2004. 3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat di deteksi dan memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004. Menurut Harmita 2004, batas deteksi limit of detection, LOD dan batas kuantitasi limit of quantification, LOQ dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Standar deviasi �� = � ∑�−�� 2 �−2 LOD = 3� �� ����� LOQ = 10 � �� ����� 23

BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu menganalisis kandungan kalsium dan magnesium dalam air minum dari mata air di Kecamatan Gunung Sitember. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Maret – Mei 2015.

3.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air minum yang berasal dari mata air di Kecamatan Gunung Sitember. Air minum dialirkan menggunakan pipa besi dan pipa plastik sampai ke tempat masyarakat mengambil air minum dan sampel yang diperiksa diambil dari tempat masyarakat mengambil air minum sebanyak 9 liter di Jl. Barisan pakpak. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 48-49.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam nitrat pekat 65 bv, natrium hidroksida 2 N, asam sulfat 1 N, etanol 96 vv, larutan kuning titan 0,1 bv, larutan standar kalsium 1000 μgml, larutan standar magnesium 1000 μgml, larutan buffer pH 7 kalium dihidrogen posfat ditambahkan NaOH, larutan buffer pH 4 asam sitrat dihidrat ditambahkan natrium sitrat dihidrat.