Pengujian Beda Nilai Rata-rata Analisis Total Zat Terlarut Analisis Total Zat Padat

30 t hitung = � Xi − X �� √� � � Menurut Sudjana 2005, kadar kalsium dan magnesium di dalam sampel dapat ditentukan dengan interval kepercayaan 99, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus: µ = X ± t ½ α,dk x SD √� Keterangan : µ = kadar sebenarnya mgl X = kadar rata-rata sampel mgl t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = interval kepercayaan dk = derajat kebebasan dk = n-1 SD = standar deviasi mgl n = jumlah pengulangan

3.4.9 Pengujian Beda Nilai Rata-rata

Menurut Sudjana 2005, sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan varians σ tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah varians kedua populasi sama σ 1 = σ 2 atau berbeda σ 1 ≠ σ 2 dengan menggunakan rumus: F = �� 1 2 �� 2 2 Keterangan : F = beda nilai yang dihitung SD 1 = standar deviasi sampel 1 mgl SD 2 = standar deviasi sampel 2 mgl 31 Apabila dari hasil perhitungan diperoleh F o tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji distribusi t dengan menghitung standar deviasi yang baru terlebih dahulu menggunakan rumus : Sp = � � 1− 1�� 1 + 2 � 2− 1�� 2 2 � 1 + � 2 −2 t o = � 1− � 2 �� �1� 1 + 1� 2 Keterangan : X 1 = kadar rata-rata sampel 1mgl X 2 = kadar rata-rata sampel 2 mgl Sp = standar deviasi mgl n 1 = jumlah pengulangan sampel 1 n 2 = jumlah pengulangan sampel 2 Dan jika F o melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus: t o = � 1− � 2 �� ��� 1 2 � 1 + �� 2 2 � 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t o yang diperoleh melewati nilai kritis t dan sebaliknya. 3.4.10 Validasi Metode Analisis 3.4.10.1 Uji Kecermatan Kecermatan accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali recovery analit yang ditambahkan. Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan larutan baku standard addition method. Dalam metode ini, 32 sampel dianalisis terlebih dahulu, lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur, dan dianalisis lagi. Uji perolehan kembali kalsium dalam air minum sebanyak 100 ml yang sudah diketahui kadarnya, ditambahkan larutan baku kalsium 1000 µgml sebanyak 3 ml, dihomogenkan, ditambahkan larutan HNO 3 pekat sebanyak 5 ml, kemudian dilanjutkan dengan prosedur penyiapan sampel seperti yang telah dilakukan sebelumnya, diukur kadar kalsium dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Uji perolehan kembali magnesium dalam air minum sebanyak 100 ml yang sudah diketahui kadarnya, ditambahkan larutan baku magnesium 1000 µgml sebanyak 0,7 ml lalu dihomogenkan, ditambahkan larutan HNO 3 pekat sebanyak 5 ml, kemudian dilanjutkan dengan prosedur penyiapan sampel seperti yang telah dilakukan sebelumnya, diukur kadar magnesium dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: Perolehan kembali = � �− � � � � ∗ � 100 Keterangan : C A = Kadar mineral dalam sampel sebelum penambahan baku C F = Kadar mineral dalam sampel setelah penambahan baku C A = Kadar larutan baku yang ditambahkan 33

3.4.10.2 Uji Keseksamaan

Keseksamaan precision merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik Gandjar dan Rohman, 2007. Menurut Harmita 2004, simpangan baku relatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : RSD = 100 × X SD Keterangan : − X = kadar rata-rata sampel mgl SD = standar deviasi mgl

3.4.10.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004. Menurut Harmita 2004, batas deteksi limit of detection, LOD dan batas kuantitasi limit of quantification, LOQ dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Standar deviasi �� = � ∑ �−�� 2 �−2 LOD = 3� �� ����� LOQ = 10 � �� ����� 34

3.4.11 Analisis Total Zat Terlarut

Sampel air minum sebelum dan sesudah dididihkan yang terlebih dahulu disaring dengan kertas saring Whatman no.42, dipipet masing-masing sebanyak 50 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap yang telah ditimbang beratnya. Diuapkan di dalam oven pada suhu 103 C-105 C sampai kering. Setelah kering didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap atau perubahan berat tidak lebih dari 4 berat sebelumnya. Menurut SNI 2006, rumus untuk menghitung zat terlarut yaitu : zat terlarut mgl = �−��1000 � keterangan : A = berat sisa kering + cawan penguap mg B = berat cawan penguap kosong mg V= volume sampel ml Bagan alir proses penentuan total zat terlarut dapat di lihat pada Lampiran 6 halaman 56.

3.4.12 Analisis Total Zat Padat

Sampel air minum sebelum dan sesudah dididihkan, dipipet masing-masing sebanyak 50 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap yang telah ditimbang terlebih dahulu. Diuapkan di dalam oven pada suhu 103 C-105 C sampai kering. Setelah kering didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap De Zuane, 1996. Bagan alir proses penentuan total zat padat dapat di lihat pada Lampiran 7 halaman 57. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidak nya ion kalsium dan magnesium di dalam sampel. Sebelum dilakukan identifikasi ion kalsium dan magnesium dalam sampel dengan reaksi kristal dan warna, terlebih dahulu dilakukan pengukuran pH. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil pengukuran pH air minum sebelum dan sesudah dididihkan Sampel air minum pH Sebelum dididihkan Sesudah dididihkan 1 7,3 5,8 2 7,4 5,7 3 7,3 5,7 Rata-Rata 7,33 5,73 Tabel 4.1 di atas menunjukkan penurunan pH air minum sesudah dididihkan. Sampel air minum sebelum dididihkan pH = 7,3 sedikit basa sedangkan sampel air minum sesudah dididihkan mengalami penurunan pH = 5,7 asam. Dalam Permenkes RI No. 492MenkesPerIV2010, pH air minum yang diperbolehkan yaitu 6,5-8,5. Hal ini menunjukkan air minum sesudah dididihkan memiliki pH yang tidak memenuhi syarat. Nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya ion hidrogen dalam air yang berperan dalam menentukan sifat korosi, semakin rendah pH maka sifat korosinya semakin tinggi. pH air yang lebih besar dari 7 memiliki kecenderungan untuk membentuk kerak pada pipa. Nilai pH air minum yang lebih besar dari 7 ditandai dengan adanya ion karbonat dan bikarbonat akibat kontak dengan batu-batuan De Zuane, 1996.