BAB II KONSEP DASAR TENTANG TERORISME
A. Pengertian Terorisme
Kata “teroris” pelaku dan terorisme aksi berasal dari kata latin ‘terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘Teror’ juga
bisa menimbulkan kengerian. Tentu saja, kengerian di hati dan pikiran korbannya. Akan tetapi, hingga kini tidak ada definisi terorisme yang bisa diterima secara
universal. Namun pada dasarnya, istilah “terorisme” merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitif, karena terorisme menyebabkan
terjadi pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa
6
. Teror adalah fenomena yang cukup tua dalam sejarah. Menakut-nakuti,
mengancam, memberi kejutan kekerasan atau membunuh dengan maksud menyebar rasa takut adalah taktik-taktik yang sudah melekat dalam perjuangan
kekuasaan, jauh sebelum hal-hal itu dinamai “teror” atau “terorisme”.
7
Namun ketika terorisme didefinisikan secara khusus dalam rumusan kata-kata
menimbulkan cukup banyak varian, umumnya pendefinisian terorisme beranjak dari asumsi bahwa sejumlah tindakan kekerasan, khususnya menyangkut
kekerasan politik Political Violence, adalah Justifiabel dan sebagian lagi adalah unjustifiable. Kekerasan jenis terakhir inilah yang sering disebut sebagai teror.
Sedangkan terorisme adalah paham yang berpendapat bahwa penggunaan cara-
6
Drs. Abdul Wahid, SH., MA., dkk, Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, Ham dan Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2004,h. 22
7
Dr F. Budi Hardiman, dkk., Terorisme: Definisi, Aksi dan Regulasi, Jakarta: Imparsial, 2005,h. 3
cara kekerasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara yang sah untuk mencapai suatu tujuan.
T.P. Thornton dalam Terror as a Weapon of Political Agitation 1964 mendefinisikan terorisme sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis
yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal. Khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman
kekerasan. Terorisme dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu enforcement terror
yang dijalankan penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka, dan agitation terror, yakni teror yang dilakukan mengganggu tatanan yang mapan
untuk kemudian menguasai tatanan politik tersebut.
8
Untuk mendapatkan definisi tentang terorisme, penting kiranya untuk mengulas lebih jauh tentang konsep dan sejarah terorisme. Walaupun harus diakui
pada saat ini sangat sulit untuk menemukan definisi teroris yang dapat diterima semua pihak.
Bagi bangsa Indonesia sangat tidak mungkin mengikuti begitu saja definisi terorisme versi Amerika yang sekarang sangat gencar dikampanyekan dalam
bentuk war againts terrorism keseluruh dunia. Terorisme lebih terkait dengan Islam radikal atau militan, Jamaah Islamiyyah, Al Qaida, atau apapun namanya,
akhirnya terorisme identik dengan Islam Jika terminologi ini yang dipakai maka Indonesia sebagai bangsa muslim terbesar tentu saja rentan menjadi bidikan itu.
8
Azyumardi Azra, “Jihad dan Terorisme : Konsep dan Perkembangan Historis” dalam Jurnal Islamika, Edisi 4 April- Juni 1994.
Jika kita mau menelusuri lebih jauh, konsep terorisme tidak ada hubungan dengan Islam dan umat Islam. Jean Boudillard, seorang filosof Prancis
menyatakan bahwa : “Terorisme ibarat virus, ada dimana-mana. Terpendam secara global,
terorisme ibarat bayang-bayang dari segala sistem dominasi, yang siap dimana- mana muncul sebagai agen ganda. Tidak ada batasan yang jelas untuk
mendefinisikan hal tersebut; ini adalah kode inti dari budaya yang ingin melawan dominasi- dan keretakan yang tampak kebencian yang menentang, dalam level
global, yang tereksploitasi dan terbelakang melawan dunia barat, adalah sangat rahasia terkait keretakan internal dalam sistem dominan”.
9
Dari definisi diatas Boudillard seolah menyatakan bahwa terorisme merupakan anak kandung dari wacana kekuatan yang tunggal dan hegemoni.
Teorisme mendulang energi dan menyemangati gerakannya dengan pertentangan atas keretakan dominasi barat AS yang telah eksploitatif. Artinya selama AS
selalu ingin menjadi kekuatan hegemonik tunggal di dunia dan globalisasi dengan one world system-nya di paksakan berlangsung, maka selama itu pula terorisme
akan selalu ada dan tidak mungkin dilenyapkan. Sementara itu Jurgen Habermas memandang terorisme sebagai efek
trauma modernisasi yang telah menyebar keseluruh penjuru dunia dengan suatu kecepatan patologis, sedangkan, Jacques Derrida memandang terorisme sebagai
suatu gejala elemen traumatis yang instrinsik terhadap pengalaman modern.
9
A. Effendy Choirie, “Sesat Pikir penanganan terorisme”, dalam Syahdatul Kahfi ed., Terorisme di Tengah Arus Global Demokrasi, Jakarta : SPECTRUM, 2006 h.67
Keduanya sepakat bahwa globalisasi memainkan peran yang besar melawan terorisme.
10
Dengan demikian, jika terorisme sama sekali tidak terkait dengan ajaran Islam, lantas apakah masyarakat global juga bisa menerima bahwa terorisme
adalah anak kandung globalisasi atau hanya icon politik internasional Amerika Serikat untuk mempertahankan hegemoninya terhadap dunia.
Di awal masa modernisasi lahir, terorisme juga terjadi pada revolusi Prancis 1793-1794, dimana pemerintah teror berkuasa dan menangkapi 300.000
orang lebih, serta eksekusi 17.000 tahanan itu melalui proses pengadilan. Kemudian dalam sejarah revolusi Amerika setelah Civil War 1861-1865,
kelompok pembangkang dikawasan Amerika Selatan mendirikan organisasi teroris Ku Kluk Klan untuk mengintimidasi pendukung pemerintah.
Memasuki abad 20, terorisme telah berkembang pesat dan menyebar luas di daratan Eropa, Amerika, Rusia dan China. Abad ini juga menandai terjadinya
perubahan besar-besaran dalam motivasi dan telah menjadi bagian dari ciri pergerakan politik ekstrim kiri dan kanan dalam spektrum ideologi, kemajuan dan
teknologi menjelma dalam kebijakan pemerintahan totaliter Adolf Hitler Jerman Stalin Rusia dan Mao Tse Tung China. Bahkan menurut penelitian korban
yang dihasilkan Mao berskala lebih besar dari yang dilakukan Stalin, sekitar 10- 20 juta orang dimusnahkan hanya untuk mempertahankan pemerintahan teror
Mao. Terorisme juga digunakan oleh satu atau dua pihak dalam konflik anti
kolonial, seperti yang terjadi di Irlandia Utara-Inggris-Algeria-Prancis, Vietnam-
10
Lihat Geovanna Borradori, Filsafat dalam MasaTerror; Dialog dengan Jurgen Habermas dan Jacques Derrida. Terj. Alfons Taryadi Jakarta : Kompas 2005 h. 32-34
Amerika Serikat, perebutan wilayah dan perbedaan bangsa Palestina-Israel, perbedaan denomisasi agama; Katolik-Protestan di Irlandia Utara, maupun anti
hegemoni tunggal dunia, seperti AS-Al-Qaeda. Berdasarkan konsep historis tersebut diatas, maka pengertian terorisme
yang lebih objektif bisa diajukan disini supaya bangsa ini memiliki kejelasan terhadap apa yang dihadapi terkait dengan keamanan nasional kita, baik sebagai
bangsa, dan warga negara Indonesia maupun dunia. Artinya bangsa Indonesia sangat berhak merumuskan sendiri konsepsi tanpa harus didikte oleh kepentingan
dan kekuatan internasional tertentu tentang terorisme dalam hubungannya dengan keamanan nasional kita sendiri tentunya definisi yang dibuat tanpa menafikan
berbagai kesepakatan dan konvensi internasional serta resolusi PBB tentang terorisme.
Oleh karena itu konsepsi terorisme dari sekjend PBB Kofi Annan, dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme UU Anti Terorisme,
buku putih pertahanan Dephan, serta Sayidiman Suryohadiprodjo layak untuk dijadikan acuan untuk mendapatkan definisi terorisme yang lebih objektif.
Kofi Annan melihat terorisme sebagai “ satu ancaman dan negara harus melindungi warga negaranya dari ancaman itu. Negara tidak hanya mempunyai
hak tetapi juga harus sangat berhati-hati untuk memastikan bahwa tindakan- tindakan melawan terorisme tidak berubah menjadi tindakan-tindakan untuk
menutupi atau membenarkan pelanggaran HAM.”
11
Dalam buku putih pertahanan, depertemen pertahanan mengkonsepsikan tindakan terorisme sebagai sebuah tindakan yang “ selalu menimbulkan korban
11
Kofi Annan, Sekjend PBB, 21 November 2001
jiwa, mengancam keselamatan publik menimbulkan kekacauan yang luas sehingga keselamatan bangsa dan kedaulatan negara, .terorisme telah
merupakan ancaman nyata terhadap keselamatan bangsa, bahkan menjadi ancaman bagi demokrasi dan masyarakat sipil civil soceity.”
12
Dengan begitu, terorisme dapat didefinisikan oleh bangsa Indonesia sebagai “ Segala bentuk ancaman, intimidasi dan tindakan kekerasan, tindakan
ilegal menimbulkan suasana teror dampak psikologis yang dilakukan perorangan maupun kelompok secara sadar dan sengaja yang mengakibatkan
kerugian nyawa, harta benda, fasilitas negara, Publik atau objek vital strategis lainnya dan menimbulkan ancaman nyata terhadap keselamatan publik bangsa,
warga negara, maupun warga dunia”.
12
Lihat Departemen Pertahanan, Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21, Jakarta : Depertemen pertahanan 2003 h. 21 dan 31
B. Sejarah dan Perkembangan Terorisme di Indonesia