Sejarah dan Kondisi Sosial Politik Masyarakat Pakistan

BAB II SEJARAH POLITIK PAKISTAN DAN BIOGRAFI BENAZIR BHUTTO

Dalam membahas Politik Benazir Bhutto terhadap keberhasilannya menjadi Perdana Menteri Pakistan tahun 1988 dan 1993, pada bab ini penulis sangat perlu rasanya untuk membahas sejarah kondisi sosial politik pakistan, yang mana didalamnya akan di uraikan sejarah berdirinya negara Pakistan sampai dengan masalah-masalah yang terjadi setelah kemerdekaan, seperti masalah pembagian wilayah, belum ditemukannya konsensus mengenai dasar negara yang sesuai dengan Islam, masih adanya budaya feodalisme yang menempatkan pria dominan atas wanita sampai pada masalah etnis, yang semua itu sedikit banyak berpengaruh bagi karir politik Benazir Bhutto. Selain membahas sejarah politik pakistan akan dibahas pula biografi Benazir Bhutto, yang didalamnya akan diuraikan tentang riwayat hidup, pendidikan dan latarbelakang pengalaman politik yang kesemuanya itu sanagat berpengarauh terhadap langkah-langkah politik Benazir Bhutto kedepan.

A. Sejarah dan Kondisi Sosial Politik Masyarakat Pakistan

Pakistan mencapai kemerdekaan pada tanggal 14 Agustus 1947 18 , sebagai hasil dari usaha kurang lebih seratus juta orang Muslim India di bawah pimpinan Mohammad 18 Pakistan adalah satu-satunya negara muslim yang didirikan atas nama Islam. Negara pakistan memperoleh kemerdekaan dari inggris pada tanggal 14 Agustus 1947, namun pakistan telah dipopulerkan sejak tahun 1933 oleh perkumpulan Mahasiswa Muslim India di Inggris, yang dipimpin oleh Khoudri Rahmat Ali. Menurut satu versi , nama Pakistan adalah singkatan dari Punjab, Afgan, Kashmir, Sind, dan Baluchistan. Akan tetapi Pakistan menurut versi lain dalam bahasa Parsi mengandung arti yaitu: Pak suci Ali Jinnah. Peristiwa bersejarah tersebut diawali pada pagi hari tanggal 14 Agustus 1947, dengan pengangkatan sumpah Ali Jinnah sebagai Gubernur Jenderal Pakistan yang pertama oleh Lord Mounbatten, yaitu seorang raja muda terakhir dari negara India jajahan Inggris. 19 Tiga hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 11 Agustus 1947, Ali Jinnah memimpin pertemuan pertama Dewan Konstitusi, sebuah dewan yang beranggotakan kurang dari tujuh puluh orang yang dipercayakan dengan tugas untuk membuat kerangka landasan hukum bagi sebuah negara baru. Selama minggu-minggu tersebut, Ali Jinnah sebagai Presiden dari Liga Muslim Muslim League telah menerima ratusan politikus di kediamannya. Dalam sebuah pertemuan khusus di Dewan Konstitusi, sebutan sebagai “ Quaid-i-Azam atau Pemimpin Besar” dianugrahkan kepada Ali Jinnah. 20 Untuk itu hal-hal yang berkaitan dengan masalah Gubernur Jenderal dan kepresidenan diartikan oleh Jinnah sebagai tugas yang sangat mendasar. Ia sebenarnya merasa tidak perlu diperlakukan sebagai penerima kehormatan atas tugas yang telah dilaksanakannya untuk mendirikan sebuah negara baru bagi orang-orang Muslim India. Karena setelah tugas tersebut selesai, Ali Jinnah masih mempunyai tugas untuk menyediakan struktur-struktur politik, ekonomi dan administrasi. Kemampuan yang diperlihatkan Ali Jinnah dalam minggu-minggu di awal kemerdekaan ini sangatlah mengesankan. Tidak saja berdasarkan usianya, yang saat itu hampir 71 tahun, namun karena pada bulan Agustus 1947 itu, penyakit yang selalu dirahasakannya telah bertambah parah. Namun tidak ada yang mengatahui tentang dan Stan negara. John L. Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, New York, Syracuse Press, 1995 h. 227. 19 Shahid Javed Burki, PAKISTAN: The Continuing Search for Nationhood, secound edition San Francisco: Westview Press, 1993, h. 37. 20 John L. Esposito, Islam dan Politik, Alihbahasa H.M. Joesoef Sou’yb, Cet: 1, PT Bulan Bintang Jakarta, 1990, h. 156. penyakit Ali Jinnah tersebut, termasuk Perdana Menteri Liaquat Ali Khan yang merupakan salah satu teman dekat politiknya. Ali Jinnah mempunyai alasan untuk merahasiakan berita tentang penyakitnya terhadap kawan-kawan politiknya ketika ia pertama kali mengetahuinya pada tahun 1945. Ia khawatir berita tentang penyakitnya dapat memperlambat proses penarikan Inggris dari wilayah India yang telah di prakarsai oleh Lord Mounbatten sesaat setelah kunjungannya. Lord Mounttabaten mengepalai penarikan tentara Inggris dari wilayah India dengan satu keyakinan bahwa hal tersebut adalah untuk kepentingan orang-orang Hindu dan Muslim untuk tetap menjaga persatuan India. Keyakinan ini didukung oleh Indian National Congress yang merupakan partai dari Gandhi, Nehru dan mayoritas masyarakat Hindu di India. 21 Tetapi Ali Jinnah mempunyai pandangan yang berbeda. Ali Jinnah mengatakan: “Golongan masyarakat itu telah membuka kartunya bahwa Hindustan adalah buat kaum Hindu. Tindakan partai Congress hanyalah berkedok kebangsaan.” 22 Ia melanjutkan untuk berargumentasi dengan semangat yang besar yang dipandang oleh para lawan politiknya sebagai karakter yang keras kepala dan tidak mau berkompromi. Ali Jinnah meyakini bahwa orang-orang Muslim di India akan mendapatkan perlakuan yang kurang adil di negara itu, karena mereka hanya terdiri dari kelompok minoritas kecil. Cita-cita umat Islam untuk mendirikan pemerintahannya sendiri mulai tercapai, ketika pada tanggal 3 Juni 1947, pemerintah Inggris menyetujui dasar pembagian India. Dan akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1947, berdirilah negara Pakistan. Dengan 21 Zahir Khan, “Kashmir, 56 Tahun Dibawah Pendudukan India”, artkel diakses pada 9 Oktober 2008 dari http:www.pelita.or.idbaca.php?id=23032 22 W. C. Smith, Islam Dalam Sejarah Modern Jakarta: Bharata, 1959, h. 30. demikian terlihat bahwa usaha Ali Jinnah tidaklah sia-sia dengan lahirnya negara Pakistan. Jinnah sangat berjasa bagi kemerdekaan bangsa Pakistan meskipun tiga belas bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 11 September 1948, ia meninggal dunia akibat penyakit TBC yang dideritanya. 23 Namun dengan merdekanya negara Pakistan, bukan berarti tidak terdapat masalah di dalam kelangsungan pemerintahan negara tersebut. Diawali oleh pertukaran penduduk antara Pakistan dengan India, dimana Pakistan kehilangan 6 Juta orang Hindu namun sebagai gantinya mendapat 8 Juta orang pengungsi Muslim dari India. Para pengungsi ini berasal dari dua kelompok. Kelompok yang paling penting pengaruhnya pada masa awal perkembangan ekonomi dan politik adalah kaum Muslim yang datang dari Delhi, Uttar Pradesh, Madya Pradesh, Bumbay, Gujarat dan Bhopal, Hyderabad dan Junagarh. Arus perpindahan kelompok penduduk yang kedua datang dari Timur Distrik Punjab. 24 Mohammad Ali Jinnah mendorong kaum Muslim untuk pindah dari India ke Pakistan, khususnya bagi mereka yang mempunyai keahlian dan keterampilan karena di negara baru Pakistan ini sangat kekurangan tenaga ahli dan terampil dalam jumlah besar. 25 Saat itu Pakistan pada pokoknya mempunyai bentuk ekonomi yang didasarkan atas hasil pertanian. Tingkat urbanisasi dan melek hurup masih sangat rendah. Ali Jinnah juga yakin bahwa penduduk asli Pakistan tidak akan mampu menyediakan modal sumber daya manusia yang diperlukan oleh sebuah negara baru. Hal tersebut harus diatasi dengan jalan mendatangkan dari luar. Selaras dengan usahanya itu, Ali Jinnah membujuk kaum 23 Shahid Javed Burki, PAKISTAN: The Continuing Search for Nationhood, h. 38. 24 Shahid Javed Burki, PAKISTAN: The Continuing Search for Nationhood, h. 40. 25 Bahkan di Pakistan justru terjadi perpindahan penduduk Hindu dan Sikh yang kebanyakan adalah wiraswasta dan manager profesional, yang mengakibatkan Punjab semakin hancur ekonominya. Lebih lanjut, pabrik dan industri di Pakistan kurang dari 110 industri yang ada di benua tersebut. Pakistan saat itu kekurangan modal dan tenaga ahli untuk mengembangkan industrinya. Sharif Al Mujahid, Pakistan History , The far East and Australasia 1994, h. 794. Muslim dari kaum pedagang, kaum bankir, para dokter, pengacara dan pegawai negeri sipil dari propinsi India sebagai kaum minoritas Islam untuk pindah ke Pakistan. Pidato perdananya yang terkenal di hadapan Dewan Pemilih pada tanggal 11 Agustus 1947 telah diterima oleh sejumlah besar pengikutnya. Dia mengatakan: “kalian dapat beragama apapun atau dari kasta manapun atau aliran manapun yang tidak mempunyai kaitan dengan urusan kenegaraan…Kita memulai dengan prinsip dasar bahwasanya kita semua adalah penduduk dengan hal yang sama dari sebuah negara…Sekarang saya pikir bahwa kita harus selalu menempatkan hal tersebut di hadapan kita sebagai idealisme dan kalian akan menentukan bahwa dalam perjalanan waktu, kaum Hindu akan berhenti menjadi Hindu dan kaum Muslim akan berhenti menjadi kaum Muslim. Tidak berarti dalam kehidupan beragama karena hal itu merupakan kepercayaan yang paling pribadi dari setiap individu. Namun yang dimaksud adalah di dalam hal berpolitik sebagai penduduk atau sebagai warga sebuah negara.” 26 Negara Pakistan yang bangkit sebagai hasil dari perpindahan penduduk secara besar-besaran yang cenderung mempunyai keyakinan beragama yang sama, ternyata jauh melampaui dugaan Ali Jinnah. Seandainya Pakistan tetap mempertahankan sejumlah minoritas kaum beragama di sekitar garis perbatasan, maka rancangan Undang- undangnya harus menampung perbedaan agama yang ada. Oleh karenanya adalah hal yang sangat logis dan masuk akal bagi Ali Jinnah untuk berbicara mengenai masalah politik dan Undang-Undang dengan harapan perbedaan agama dapat berperan bagi sebuah negara yang didirikan berdasarkan agama. Mayoritas penduduk yang berurbanisasi dari India tertarik untuk berdiam di kota- kota di barat daya Pakistan, kebanyakan di Karachi dan Hyderabad. Karachi adalah kota 26 Shahid Javed Burki, PAKISTAN: The Continuing Search for Nationhood, h. 40. kelahiran Mohammad Ali Jinnah dan dipilih sebagai Ibukota Pakistan. Oleh karena kebanyakan orang yang pindah ke Pakistan berdiam di Karachi agar mendapat manfaat dari peluang ekonomi yang sedang dibuka untuk mereka. Namun karena tidak semuanya dapat tertampung di Karachi, maka sebagian dari mereka bergerak menuju ke Hyderabad, Sukkur dan kota-kota lainnya. Pada tahun 1951 saat Pakistan mengadakan sensus yang pertama, pengungsi tercatat sebanyak 57 dari seluruh penduduk Karachi, 65 di kota Hyderabad dan 55 di kota Sukkur. Secara keseluruhan para penduduk yang pindah dari India tahun 1951 tercatat 46 dari jumlah penduduk campuran di kota besar di Pakistan. 27 Setelah pisahnya Pakistan dan India, ternyata negara Muslim ini mempunyai masalah yang berkaitan dengan faktor etnis dan wilayah. Pada mulanya Pakistan dibagi menjadi dua wilayah yang berlainan, yaitu Pakistan Timur Propinsi Bengal Timur dan Pakistan Barat meliputi Propinsi Punjab, Sindh, NWFP dan Baluchistan. Pakistan Timur luasnya hanya 17 dari luas seluruh wilayah Pakistan dan berpenduduk 47 dari jumlah seluruh penduduk Pakistan. Sedangkan Pakistan Barat yang luasnya 67 dari seluruh wilayah Pakistan namun hanya mempunyai 37 dari seluruh jumlah penduduk Pakistan. Selain itu, kedua wilayah Pakistan tersebut dipisahkan oleh jarak sekitar 1600 kilometer. 28 Secara umum Pakistan didominasi oleh dua kelompok budaya yang berbeda satu dengan yang lainnya, yaitu Bengali dan Patham. Bengali di Pakistan Timur dan Pathan di Barat Punjab dan Sindhi yang juga merupakan budaya di Pakistan Barat merupakan kelompok budaya yang lain, namun tidak sekuat dua budaya yang terdahulu. Bahasa Bengali digunakan oleh hampir semua orang di Pakistan Timur sedangkan bahasa 27 Shahid Javed Burki, PAKISTAN: The Continuing Search for Nationhood, h. 42. 28 Sharif Al Mujahid, Pakistan History, h. 794. Punjabi dan Sindh tidak digunakan oleh semua orang di Pakistan Barat. Pakistan Barat budayanya lebih dekat ke Timur Tengah, kecuali Punjab yang dipengaruhi oleh budaya Hindu. Sedangkan Pakistan Timur budayanya lebih dekat ke India. Ketidak senangan Pakistan Timur timbul ketika pada tahun 1952, pemerintah pusat mengumumkan bahwa bahasa Urdu akan menjadi bahasa resmi Pakistan. Demonstrasi mahasiswa seluruh Pakistan Timur meledak pada Februari 1952. dan dalam kerusuhan tersebut beberapa orang meninggal dan terluka ketika pemerintah pusat memadamkan demonstrasi tersebut pada tanggal 21 Februari 1952. Tanggal tersebut dijadikan “Shaheed Day” Martyrs bagi Pakistan Timur. Peristiwa tersebut mempunyai arti politis yang luas karena dengan adanya peristiwa tersebut, Pakistan Timur kemudian melontarkan isu bahwa masalah bahasa merupaka wujud dominasi Pakistan Barat terhadap Pakistan Timur. 29 Ketidak senangan Pakistan Timur terhadap Pakistan Barat juga terlihat dalam bidang ekonomi. Bagi Pakistan Barat, Pakistan Timur merupakan sumber bahan mentah yang murah yang diperlukan bagi industri yang berpusat di barat terutama di Punjab dan Sindh, disamping ia juga merupakan sumber bahan mentah untuk ekspor. Salah satu sumber ekspor yang terbesar bagi Pakistan adalah jute yang dihasilkan oleh Pakistan Timur. Namun untuk mengekspornya harus melalui suatu proses yang dilakukan oleh the State Bank of Pakistan. Bank inilah yang mengatur alokasi impor yang pembayarannya dilakukan dari hasil jute tersebut dan alokasi impor tersebut ditentukan oleh Pakistan Barat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa prioritas adalah untuk kepentingan Pakistan 29 Isbodroini Suyanto, “Pakistan yang terkoyak”, Seminar Nasional XI Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Manado, September 1993, h. 15-16. Barat. 30 Pada tahun 1959-1960 income per kapita di Pakistan Barat 30 lebih besar dari Pakistan Timur, lima tahun kemudian meningkat menjadi 40 dan tahun 1969-1970 menjadi 60. 31 Sehingga dapat dikatakan pula bahwa Pakistan Barat telah mengeksploitasi Pakistan Timur. Padahal Pakistan Timur adalah penghasil bahan mentah yang sangat diperlukan bagi perekonomian Pakistan. Selain itu pula, timbul konflik antara etnis Punjabi dan etnis Bengali, dimana etnis Punjabi telah mendominasi birokrasi civil service dan militer. Padahal etnis Bengali berharap bahwa mereka akan mendapat tempat di birokrasi dengan jabatan-jabatan yang berarti di masa yang akan datang. Namun ternyata tidaklah demikian, bahkan dalam militerpun, dominasi etnis punjabi sudah demikian kokohnya. Ketidak seimbangan antara luas wilayah dengan jumlah penduduknya di Pakistan Timur dibandingkan dengan Pakistan Barat, kurang lancarnya komunikasi antara Pakistan Timur dengan pemerintahan pusat yang berada di Pakistan Barat, terdapatnya diskriminasi ekonomi dan politik antara Pakistan Barat dengan Pakistan Timur, adanya pertentangan etnis Punjabi dan etnis Bengali dan ketidakadilan pembagian hasil pembangunan, menyebabkan Pakistan Timur dengan bantuan dari India pada akhirnya memisahkan diri menjadi negara Bangladesh pada tahun 1971. 32 Setelah Pakistan Timur melepaskan diri menjadi negara Bangladesh, Pakistan tinggal terdiri atas lima etnis utama, yaitu etnis Baluch, etnis Punjabi, etnis Sindh, etnis Pathan dan etnis Muhajir. Dari kelima etnis yang ada di Pakistan, dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok “pendatang baru” dan kelompok “penduduk asli” 30 Isbodroini Suryanto, “Pakistan yang terkoyak”, h. 19. 31 Isbodroini Suryanto, “Pakistan yang terkoyak”, h. 20. 32 ”Perang Kemerdekaan Bangladesh”, data diakses pada 11 November 2008 dari http:id.wikipedia.orgwikiPerang_Kemerdekaan_Bangladesh yang dimaksud dengan pendatang baru adalah etnis Muhajir yang datang dari India setelah Pakistan memisahkan diri dari India. Sedangkan kelompok penduduk asli terdiri dari etnis Punjabi, Pathan, Sindh dan Baluch yang sudah ratusan tahun tinggal menetap di Pakistan. Penduduk Pakistan hingga Januari 1993, diperkirakan berjumlah 120, 84 juta jiwa, terdiri dari 63, 441 juta pria dan 57, 399 juta wanita. Mayoritas penduduk 82, 77 juta jiwa tinggal di wilayah pedesaan dan selebihnya 38, 065 juta jiwa tinggal di daerah perkotaan. 40 juta rakyat Pakistan hidup di bawah garis kemiskinan dan 65 dari penduduk Pakistan masih buta huruf. 33 Banyaknya jumlah penduduk Pakistan yang masih buta huruf, menggambarkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Pakistan juga masih rendah, terutama pendidikan bagi kaum wanita. Sehingga sampai saat ini masih ada yang beranggapan bahwa pria kedudukannya lebih tinggi dari wanita dan cenderung memandang wanita hanyalah sebagai pengurus rumah tangga. Anggapan tersebut didukung pula oleh sebagian ulama Pakistan yang mengatakan bahwa dalam ajaran agama Islam, wanita tidak diperkenankan menjadi Imam dalam sholat bersama dimana ada makmum laki-laki atau dengan kata lain seorang wanita tidak boleh menjadi pimpinan bagi laki-laki. Hal ini tentu saja menyebabkan kaum wanita di Pakistan menjadi jauh tertinggal dibandingkan kaum prianya, dan kondisi demikian akan berpengaruh pula terhadap pemilihan pimpinan pemerintahan. Wilayah Pakistan secara administratif dibagi ke dalam 4 propinsi sebagai peninggalan masa penjajahan Inggris, yang berdasarkan etnis-etnis penduduk asli Pakistan, yaitu: propinsi Punjab, propinsi Baluchistan, propinsi Sindh dan propinsi North West Frontier Pathan propinsi Pathan. Keempat propinsi ini mempunyai hak-hak 33 Isbodroini Suryanto, “Pakistan yang terkoyak”, h. 22. khusus yang cukup besar bagi pemerintahan propinsi. Hak-hak istimewa ini tentu saja diharapkan oleh etnis Muhajir sebagai etnis pendatang. Karena mereka banyak berada di propinsi Sindh, tepatnya di wilayah Karachi dan Hyderabad, mereka mengharapkan agar wilayah Karachi dan Hyderabad menjadi propinsi tersendiri. 34 Antara empat propinsi ini masing-masing juga mempunyai bahasa yang berbeda etnis Sindh berbahasa Sindhi, etnis Punjabi berbahasa Punjabi, etnis Baluch berbahasa Baluchis dan etnis Pathan berbahasa Putshu serta etnis Muhajir yang tinggal di propinsi Sindh berbahasa Urdu. Meskipun demikian bahasa Urdu dan Inggris dapat menjadi bahasa pengantar bagi komunikasi antara mereka. Fanatisme kesukuan dengan adanya ciri khusus dari masing-masing etnis yang berlainan masih mencuat di Pakistan. Masing-masing etnis berpendirian bahwa etnisnyalah yang terbaik dan ini memunculkan persaingan yang tidak sehat antara mereka. Kondisi in ternyata berpengaruh pula dalam kehidupan politik, termasuk di dalamnya semangat untuk bergabung ke dalam suatu partai yang dapat mewakili kelompok etnisnya. Etnis Pathan yang dominan kedua dalam militer dan birokrasi mempunyai kesadaran etnis yang besar, dengan menyebut budaya mereka sebagai Pakhtua Wali. Mereka menyebut dirinya sebagai patriot sejati yang memegang kehormatan, keramah- tamahan dan berjiwa petualang dan mereka bahkan sempat memunculkan suatu keinginan untuk mendirikan negara sendiri, Pakhtunistan, yang meliputi wilayah NWFP dan sebagian Baluchistan yang berbatasan dengan wilayah Afghanistan. Wilayah ini 34 Daerah Karachi dan Hyderabad merupakn daerah yang subur dan memiliki banyak air, daerah tersebut berhasil dikembangkan oleh orang-orang Muhajir sebagai daerah industri yang sangat membutuhkan banyak air, kompasinteraktif, “Suku bangsa di Bangladesh, artikel diakses pada 11 November 2008 dari http:id.kompasinteraktif.orgwikiKategori:Suku_bangsa_di_Bangladesh merupakn basis utama dari ANP Awami National Party, yang di bentuk oleh Khan Abdul Ghafar Khan pada tahun 1957 dan menjadi partai yang kuat di propinsi NWFP dan Baluchistan. Dalam pemilu 1970, partai tersebut bergabung dengan partai Jamiat ul Ulama i Islami JUI dan dapat memenangkan pemilu di propinsi serta membentuk pemerintahan di NWFP di bawah pimpinan Khan Abdul Wali Khan, anak dari Khan Abdul Ghafar Khan. 35 Orang-orang punjabi menganggap dirinya sebagai ahli waris tradisi peperangan, tentara yang baik, administrator yang efisien dan Muslim yang taat. Etnis Punjabi terlihat mendominasi etnis lainnya di Pakistan, hal ini dapat diketahui dari jumlah penduduk Pakistan yang ternyata 60 dari seluruh penduduk Pakistan adalah etnis Punjabi. Selain itu keanggotaan birokrasi sipil dan militer dikuasai oleh etnis Punjabi dan propinsi Punjab jika dibandingkan dengan propinsi lainnya memang lebih kaya dan lebih maju serta merupakan pusat industri Pakistan. Keadaan tersebut menimbulkan perasaan superior pada etnis Punjabi yang jumlahnya jauh lebih besar dari etnis-etnis lainnya sehingga mereka merasa bahwa dirinya lebih layak untuk memerintah Pakistan. 36 Sedangkan Baluchistan yang luasnya sekitar 40 dari seluruh wilayah Pakistan juga dengan identitas kewilayahan atau kesukuannya punya aliansi politik yang berbeda. Baluchistan adalah propinsi terluas namun hanya dihuni 5 dari total penduduk Pakistan dan cenderung pro-ANP. Namun sebagian besar tinggal di Karachi, propinsi Sindh. 35 Craig Baxter, Yogendra K. Malik, Charles H. Kennedy, and Robert C. Oberst, Government and Politics in South in Asia , secound edition Boulder, San Franscisco, Oxford: Westview Press, 1991, h. 182-183. 36 John L Esposito, Islam dan Politik Jakarta: Bulan Bintang, 1990, h. 166. Kaum Baluch yang tinggal di Baluchistan hanya terkonsentrasi terutama di distrik kalat dan di perbatasan Baluchistan-Iran 37 Sindh adalah sutu-satunya propinsi, dimana PPP mempunyai dukungan mayoritas di Majelis Propinsi Sindh. Namun bersamaan dengan itu Sindh adalah propinsi yang memusingkan mengenai masalah keamanan dalam negerinya. Suhu politik yang tinggi berpangkal pada keadaan etnis yang terbagi-bagi antara penduduk asli suku Sindh dengan penduduk pendatang, khususnya kaum Muhajir yang mayoritas berdiam di kota Karachi. Etnis Muhajir yang karena keuletan dan pendidikannya, dapat hidup lebih baik secara ekonomis daripada penduduk aslinya, etnis Sindh. Orang Muhajir banyak menguasai lapangan pekerjaan di Sindh. Keadaan ini membuat perasaan tidak suka dan tidak puas etnis Sindh terhadap etnis Muhajir sehingga melahirkan kecemburuan sosial. Di lain pihak etnis Muhajir sering diperlakukan sebagai warga negara “kelas dua” oleh etnis Sindh dan pemerintah propinsi Sindh. 38 Perseteruan kaum Sindh sebagai penduduk asli dengan kaum Muhajir sejak 1947 hingga kini hampir memenuhi catatan sejarah Pakistan. Kaum Muhajir adalah tulang punggung pembangunan perdagangan di kota pelabuhan Karachi. Mereka menguasai industri, pendidikan, dan sumber-sumber lainnya, yang tingkatnya di atas rata-rata kaum asli, Sindh. 39 Kondisi tersebut akhirnya menumbuhkan kecemburuan sosial kaum Sindh terhadap kaum Muhajir. Mereka memandang muhajir telah mengambil hak milik suku Sindh. Kaum Muhajir ini secara politis bergabung ke dalam MQM Muhajir Qoumi 37 Dhurorudin Mashad, “Otonomi dan Pembangunan Daerah, Antara Otonomi dan Instabilitas: Delima Dalam Politik Pakistan”, Seminar Nasional XIII Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Bangkinang, Riau, 1-3 November, 1995, h. 9. 38 Craig Baxter, Government and Politics in South in Asia, h. 187. 39 Dhurorudin Mashad, “Otonomi dan Pembangunan Daerah, Antara Otonomi dan Instabilitas: Delima Dalam Politik Pakistan”, h. 10. Movement, yang pada dua dekade terakhir merupakan partai politik ketiga terbesar di Pakistan. Dengan adanya primordialisme sempit terutama didasarkan pada semangat etnisitas akhirnya menghasilkan suatu pola politik terkotak-kotak antara satu propinsi dengan propinsi lainnya. Pola primordialisme sempit demikian jelas sangat mengancam stabilitas bahkan persatuan nasional. Sementara itu, partai politik yang diharapkan dapat menjadi sarana pemersatu bangsa, ternyata akhirnya tersesat pula ke dalam semangat primordialisme ini. Di Pakistan, hampir “tidak ada” partai politik yang bersifat nasional dan dapat mengatasi semua perbedaan suku, melainkan hampir semua telah terkontaminasi semangat etnisitas. Misalnya, masyarakat Sindh cenderung menjadi pendukung PPP Pakistan People’s Party dengan pimpinan yang berasal dari Sindh sehingga dianggap lebih mewakili “prestise” suku Sindh. Orang Punjab cenderung memilih partai yang dipimpin oleh orang Punjab dan Muhajir cenderung memilih MQM sebagai partainya kaum Muhajir. 40 Selain masalah etnis, masalah agama dan politik ternyata juga menjadi masalah penting dalam negara. Pakistan didirikan atas kesamaan agama dan perjuangan untuk memperoleh kedaulatan yang disemangati oleh ajaran Islam. Dengan demikian, timbul keinginan masyarakat Pakistan untuk menjadikan Pakistan sebagai negara Islam. 41 Namun setelah Pakistan berdiri sebagai suatu negara yang berdaulat, belum dicapai kesepakatan mengenai apakah negara Muslim itu harus menjadi suatu negara yang 40 Boentarto, “Martir Demokrasi Pakistan Benazir Bhutto 1953-2007,” artikel diakses pada 11 November 2008, dari http:www.tokohindonesia.comanekatokohduniabenazir-bhuttoindex.shtml 41 Negara Islam ialah suatu negara ketuhanan, di mana firman Tuhan menjadi dasarnya, dan suara rakyat musyawarah berkuasa. Dengan tegas dapat dikatakan bahwa firman Tuhan dan ajran Nabi bergabung dengan suara rakyat, menjadi kekuasaan yang tertinggi di dalam negara, Zainal Abidin Ahmad, Konsep Politik dan Ideologi Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1977, h. 69. berdasarkan hukum Islam dan diperintah oleh para pemimpin agama ataukah mengambil sistem pemerintahan sekuler seperti halnya dengan India. Akhirnya terdapat dualisme hubungan antara nasionalisme dan agama. Kalangan konserfatif yang termasuk di dalamnya golongan Islamis menginginkan Pakistan didasarkan pada hukum Islam secara komplit, mengingat alasan didirikannya negara Pakistan adalah keinginan Muslim India untuk membentuk bangsa Muslim dengan merealisasikan hukum-hukum Islam dalam kehidupan bernegara. Di lain pihak, golongan modernis sekuler berpandangan Islam hanya sebagai sumber nasionalisme belaka sehingga tidak perlu mendasarkan negara pada Al-Quran dan Sunnah. Karena apabila negara telah berusaha mewujudkan cita-cita sekulerisme itu bersamaan dengan hak dan keadilan maka negara akan dengan sendirinya telah mewujudkan nilai-nilai pokok Islam. 42 Dalam pelaksanaannya, setiap pemerintahan mempunyai persepsi sendiri mengenai bentuk suatu negara Islam. Ali Bhutto misalnya mempersepsikan sosialisme Islam sebagai wujud dari negara Islam. Dan ternyata kata Islam hanya digunakan Ali Bhutto sebagai upaya legitimasi pemerintahan sosialisme gaya baratnya. 43 Sementara itu, Zia ul-Haq yang mempersepsikan islamisasi sebagai wujud dari negara Islam untuk melaksanakan pemurnian Islam ternyata juga tidak dapat melaksanakan sepenuhnya pemurnian Islam itu. 44 Dengan belum ditemukannya konsensus yang jelas yang sesuai dengan ideologi Islam dan bagaimana aplikasinya dalam program-program dan kebijakan-kebijakan 42 Dhurorudin Mashad, “Pemilu di Pakistan 1990: Kegagalan Benazir Bhutto Dalam Meraih Kekuasaan”, Jurnal Ilmu Politik 13 Jakarta: PT Gramedia, 1993, h. 73. 43 Riaz Hassan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, terj. Dewi Haryani Jakarta: Rajawali Press, 1985, h. 75. 44 Riaz Hassan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, h. 75. negara, telah menempatkan Islam sebagai faktor yang sangat menentukan dalam perkembangan politik di Pakistan. Pihak manapun yang akan memerintah Pakistan, sipil atau militer, dan apapun corak politiknya, otoriter dan diktatoris atau demokratis, tidak dapat mengabaikan peranan Islam. 45 “Islam” dipakai pemerintah untuk melegitimasi kekuasaannya. Namun bersamaan dengan hal itu, “Islam” pun dimanfaatkan oleh pihak oposisi untuk menjatuhkan penguasa. Ketika pemerintahan sipil termasuk partai-partai politik dan birokrasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah tersebut, baik yang dilatar belakangi oleh konflik etnis maupun isu agama, akhirnya militer pun seringkali tampil ke kancah politik untuk mengambil alih kekuasaan dengan alasan menyelamatkan negara.

B. Biografi Politik Benazir Bhutto