PENUTUP Merupakan bab pendahuluan, yang didalamnya dibahas tentang latar belakang Akan dibahas tentang sejarah singkat perpolitikan Pakistan dan biografi Benazir Membahas keterlibatan Benazir Bhutto dalam kancah politik Pakistan, yang Memb

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………. 117 B. Saran ………………………………………………………………………….. 123 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………125

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Benazir Bhutto pertama kali berhasil menjadi Perdana Menteri Pakistan pada bulan Desember 1988, setelah partai yang dipimpinnya Pakistan Peoples Party PPP memenangkan pemilu 16 November 1988 dengan memperoleh 92 kursi dari 207 kursi yang diperebutkan. sementara saingannya Islamic Democraty Aliance IDA Islami Jamhoori Ittehad IJI berhasil memeperoleh 54 kursi dan Muhajir Qoumi Movement MQM mendapat 13 kursi. 1 meskipun PPP menang, namun kemenangannya bukanlah mayoritas mutlak yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu pemerintahan. sehingga PPP terpaksa berkoalisi dengan MQM yaitu sebuah partai politik yang relatif baru yang pendukungnya terdiri dari masyarakat imigran berbahasa Urdu di propinsi Sindh. Sebagai seorang wanita pertama yang berhasil meraih posisi Perdana Menteri Pakistan, kepemimpinannya atas pemerintahan Pakistan sebenarnya tetap tak diterima oleh golongan konservatif. Alasannya masih dominannya budaya feodalisme yang menempatkan pria berada diatas wanita. Kalangan konservatif ini termasuk di dalamnya golongan Islamis, yaitu para pemimpin agama yang merupakan produk pendidikan dengan wawasan agama, tetapi memiliki sedikit apresiasi terhadap tantangan-tantangan pembaharuan dan modernitas negara bangsa. 2 Mereka menginginkan Pakistan didasarkan pada hukum Islam secara komplit, mengingat alasan didirikannya negara Pakistan adalah keinginan orang muslim India untuk membentuk bangsa Muslim dengan merealisasikan 1 “Sekilas Perjalanan Politik Bhutto”, KOMPAS, 27 Desember 2007. h. 4. 2 John L Esposito, Agama dan Perubahan Sosial Politik Jakarta: Aksera Perdata, 1983, h. 231. hukum-hukum Islam dalam kehidupan bernegara. Golongan Islamis ini terbagi menjadi dua, yaitu golongan Islam Populer yang mencampurkan tradisi dengan ajaran Islam, dan golongan Islam Sentralis yang ingin menerapkan ajaran dasar Islam, kendati dengan menerima budaya yang tidak bertentangan dengan Islam. Menurut interpretasi mereka, ajaran Islam tidak memperkenankan wanita menjadi pemimpin suatu negara dan atau pemerintahan. Sedangkan Benazir Bhutto termasuk ke dalam golongan Modernis Sekuler yang berpendidikan dan berpemikiran Barat, namun kurang pendidikan dan pemahaman tentang Islam, terutama dalam hubungannya dengan kepentingan mendefinisikan Pakistan sebagai sebuah negara Islam. Benazir beranggapan bahwa negara tidak perlu didasarkan pada Al-Quran dan Sunah karena apabila negara telah berusaha mewujudkan cita-cita sekulerisme itu bersamaan dengan persamaan hak dan keadilan, maka negara akan dengan sendirinya telah mewujudkan nilai-nilai pokok Islam. 3 Antara ketiga golongan tersebut, terjadi pertentangan karena belum ditemukannya konsensus yang jelas yang sesuai dengan Ideologi Islam dan bagaimana aplikasinya dalam program-program dan kebijakan-kebijakan negara. Di sini terlihat bahwa Islam telah menjadi faktor yang sangat menentukan dalam perkembangan politik di Pakistan, sipil atau militer, dan apapun corak politiknya, otoriter dan diktatoris, tidak dapat mengabaikan peranan nilai- nilai dasar Islam. 4 Sejak awal memerintah, pemerintahan Benazir Bhutto tidak pernah sepi dari kecaman. Salah satunya disebabkan oleh kegagalan Benazir Bhutto dalam mengatasi 3 Dhurorudin Mashad, Pemilu di Pakistan 1990; Kegagalan Benazir Bhutto Dalam Meraih Kekuasaan, Jurnal Ilmu Politik, No. 13 Jakarta: PT Gramedia, 1983, h. 73. 4 Dhurorudin Mashad, Pemilu di Pakistan 1990; Kegagalan Benazir Bhutto Dalam Meraih Kekuasaan”, h. 73. kemelut etnis yang berlarut-larut antara etnis Sindh yang merupakan penduduk asli dengan etnis Muhajir yang merupakan kaum pendatang. Konflik etnis pada masa pemerintahan Benazir Bhutto ini memuncak karena ia tidak memenuhi janjinya, untuk antara lain: memberikan pekerjaan pada etnis Muhajir yang menganggur sebagai akibat dari sisitem quota yang telah diberlakukan sejak Ali Bhutto; membebaskan para tahanan pemimpin MQM yang ditahan sejak pemerintahan Zia Ul Haq; dan membagi kekuasaan secara adil sebagaimana yang telah dijanjikan sewaktu pembentukan koalisi. Tindakan Benazir Bhutto tidak mencerminkan sikap pemimpin Pakistan yang mempunyai penduduk heterogen. Benazir Bhutto sangat mementingkan etnisnya saja dengan memberikan lowongan jabatan-jabatan penting di pemerintahan pada teman- temannya di partai, saudara dan kenalan dekatnya. Kebijakan sosial ekonomi Benazir Bhutto justru memperbesar sistem monopoli dan oligopoli yang dilakukan oleh orang- orang kaya di Pakistan dan menghambat kepentingan ekonomi kelompok Muhajir. Akibatnya MQM keluar dari koalisi dan kemudian konflik terus berlanjut antara etnis Sindh dan etnis Muhajir. Situasi dimanfaatkan oleh IJI, pimpinan Nawaz Sharif, sebagai pihak oposisi untuk menjatuhkan Benazir Bhutto. Sikap Benazir Bhutto yang begitu tenang tanpa reaksi nyata untuk secepatnya menyelesaikan konflik, tentu saja menimbulkan ketidakpuasan dari kalangan Angkatan Darat. Kelompok ini merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan dan ketentraman masyarakat. Bahkan Staf Angkatan Darat Jendral Mirza Aslam Beg, telah mengadakan pembicaraan dengan beberapa pejabat pemerintahan. Mereka menganggap perlunya segera diambil prakarsa politik berupa pengambilalihan secara langsung kekuasaan di Sindh oleh pemerintah federal dan memberlakukan Undang-Undang Darurat terbatas untuk menyelesaikan masalah kerusuhan di propinsi Sindh yang sudah begitu sangat memprihatinkan. 5 Pemeritah Benazir Bhutto menolak permintaan militer karena Benazir Bhutto takut tindakan ini akan mengundang diberlakukannya semacam Undang-Undang Militer yang dapat menimbulkan tindakan intimidasi. Selain itu Benazir Bhutto juga khawatir militer akan melangkahi kekuasaan sipil di propinsi Sindh. Dan yang paling penting adalah ketakutan Benazir Bhutto akan terlibatnya militer kembali dalam politik di Pakistan. Sesungguhnya dalam percaturan politik Pakistan dewasa ini dikuasai oleh tiga faktor utama penentu jalannya pemerintahan, yaitu: presiden, militer, dan perdana menteri. Oleh karena itu, siapapun yang menjadi perdana menteri sudah seharusnyalah berusaha menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan hubungan perdana menteri dengan militer dan presiden dapat terjalin dengan serasi. Apabila gagal maka sangatlah munkin terjadi persaingan dan bahkan permusuhan diantara tiga kekuatan sentral ini, yang seringkali berakhir dengan jatuhnya pemerintah. Kondisi ini tampaknya terjadi pada diri Benazir Bhutto yang sejak awal berkuasa, hubungan Benazir Bhutto dengan militer tidak begitu harmonis dan semakin memburuk karena Benazir Bhutto dinilai terlalu ikut campur terhadap masalah intern dalam tubuh militer. Permusuhan ini mulai jelas terlihat pada waktu Benazir Bhutto memecat Letjen. Hamid Gul seorang Jendral senior yang berpengaruh dan menjadi salah satu arsitek kebijakan tentang Afghanistan dari jabatannya, pada bulan Agustus 1989 6 Presiden dan militer tidak suka atas tindakan Benazir Bhutto ini. 5 Sekilas Perjalanan Politik Bhutto”, KOMPAS, 27 Desember 2007. h. 4. 6 Dhurorudin Mashad, Kegagalan Benazir Bhutto Dalam Meraih Kekuasaan, h. 80. Pertentangan menjadi semakin parah setelah Benazir Bhutto ingin mencabut Amandemen ke-8 produk rezim Zia ul-Haq dengan alasan untuk memurnikan konstitusi 1973. Padahal alasan sebenarnya adalah Benazir Bhutto khawatir kalau sewaktu-waktu dipecat Presiden karena tidak mampu mengatasi konflik etnis yang berkepanjangan. Berlakunya Amandemen ke-8 tentu saja membuat kekhawatiran bagi Benazir Bhutto karena memberikan kekuasaan kepada Presiden untuk menghapuskan atau membatalkan pemerintahan yang terpilih dari hasil pemilu dan memungkinkan Presiden untuk menunjuk Dewan Militer atau pejabat militer untuk menjalankan pemerintahan. 7 Keinginan Benazir Bhutto sulit direalisir, karena memerlukan konsensus dari Majelis Nasional. Sementara saat itu PPP bukanlah mayoritas, apalagi ia tidak didukung oleh oposisi. Kenyataan memeperlihatkan bahwa pemerintahan Benazir Bhutto yang selama dua puluh bulan tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah dalam negeri Pakistan. Seperti kerusuhan etnis, janji-janji yang tidak terpenuhi, serta adanya tuntutan korupsi dan nepotisme. Tindakan nepotisme yang dilakukan Benazir Bhutto telah mengakibatkan telah terjadinya tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang-orang dekat Benazir Bhutto. Suaminya, Asif Ali Zardari dan Bapak mertuanya dituduh mencari keuntungan sebagai perantara bagi orang-orang yang ingin memperoleh kontrak-kontrak besar dari pemerintah. Dengan berbagai alasan tersebut, Akhirnya Presiden Ishaq Khan pada tanggal 6 Agustus 1990 mengeluarkan keputusan No. 178, membubarkan parlemen dan membekukan kabinet Benazir Bhutto. 8 7 Deepak Tripathi, “Pakistan In Trumoil” artikel diakses pada 22 Desember 2007, dari httpwww. danielpinem.wordpress.comperpustakaanhubungan-internasionalkrisis-politik-baru-di-pakistan 8 Dhurorudin Mashad, Kegagalan Benazir Bhutto Dalam Meraih Kekuasaan. h. 80 . Setelah Benazir Bhutto jatuh, Presiden Ghulam Ishaq Khan mengangkat saingan Benazir Bhutto di parlemen yaitu Ghulam Mustafa Jatoi sebagai Perdana Menteri untuk memimpin pemerintahan sementara sambil mempersiapkan pemilu 24 Oktober 1990. Dalam pemilu tersebut ternyata IJI pimpinan Nawaz Sharif berhasil memperoleh 106 kursi dari 207 kursi yang diperebutkan parlemen. Sedangkan Peoples Democratic Alliance PDA pimpinan Benazir Bhutto yang merupakan koalisi dari PPP dengan beberapa partai kecil yaitu Tehrik-i -Istiqlal, Tehrik Nifaz Firqah Javariya dan PML Qasim Group, hanya memperoleh 45 kursi dan MQM sebagai kekuatan politik ketiga terbesar hanya memperoleh 15 kursi. 9 Nawaz Sharif memang dipercaya oleh sekitar 53 juta pemilih dari 130 juta rakyat untuk memimpin pemerintahan Pakistan. Namun mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto tetap muncul dalam kancah politik, kendati hanya sebagai oposisi. Tanggal 18 November 1992 misalnya, PDA gabungan partai-partai oposisi dibawah pimpinan Benazir Bhutto melancarkan demonstran yang berjumlah sekitar tiga puluh sampai empat puluh ribu orang itu semula akan melakukan long march dari Rawalpindi ke gedung parlemen Islamabad, namun dicegah oleh polisi dan para petugas keamanan lainnya. 10 Tujuan demonstrasi itu adalah untuk menjatuhkan pemerintahan Pakistan pimpinan Perdana Menteri Nawaz Sharif, yang partainya IJI memenangkan pemilu 24 Oktober 1990. Benazir Bhutto menuduh pemerintahan yang ada tidak sah karena melakukan kecurangan dalam pemilu tersebut. Pemerintahan Nawaz Sharif dituduh pula telah melakukan korupsi dan oleh sebab itu harus mundur. Bahkan, akhirnya muncul pula protes-protes di beberapa kota menuntut mundurnya Nawaz Sharif terutama setelah 9 “Sekilas Perjalanan Politik Bhutto”, KOMPAS, 27 Desember 2007. h. 4 10 Mohammad Guntur Romli, “Oposisi Di Pakistan” artikel diakses tanggal 22 Desember 2007, dari http:hasanpanai.blogspot.com200712benazhir-tewas-dunia-gempa.html Benazir Bhutto melakukan perjalanan politik sepanjang 1600 km dengan kereta api untuk membangkitkan tuntutan pelaksanaan pemilu yang baru. 11 Adanya manuver politik pemerintahan care taker dalam upaya mendiskreditkan Benazir Bhutto melalui pertangungjawaban accountability dengan mengadili dirinya atas tuduhan korupsi dan menyalahgunakan kekuasaan, mengakibatkan kredibilitas Benazir Bhutto dan tokoh- tokoh PPP merosot tajam. Namun setelah Nawaz Sharif berkuasa ternyata masalah pertanggungjawaban accountability yang dilancarkan oleh pemerintah care taker belum pernah membuktikan secara kongkrit atas tuduhan berbagai kesalahan, sehingga tidak menutup kemungkinan rakyat kembali percaya kepada dirinya. Benazir Bhutto cukup tanggap untuk segera memanfaatkan situasi ini dalam upaya merebut kembali simpati rakyat dengan menyebar White Paper yang berisi tuduhan bahwa selama pemilu pemerintah telah melakukan manipulasi yang memungkinkan kelompok Nawaz Sharif menang mutlak. 12 Hal tersebut sempat membuat repot kubu Nawaz Sharif. Benazir Bhutto juga memanfaatkan situasi yang terjadi di Pakistan, dimana terjadi pertentangan antara Nawaz Sharif dan Presiden Ishaq Khan. Diantara mereka timbul ketidak cocokan tentang pengangkatan pejabat-pejabat senior di Angkatan Bersenjata, lembaga Yudikatif dan Pertahanan Sipil. Percekcokan yang paling serius mencuat ketika Kepala Staf Angkatan Darat Jendral Asif Nawaz Janjua, mendadak meninggal dunia. Nawaz Sharif telah berusaha mengusulkan beberapa nama atas pilihannya untuk menggantikan jabatan tersebut. Nama-nama tersebut ditolak oleh Presiden Ghulam Ishaq Khan dan sekutunya diangkatan bersenjata. Presiden akhirnya malah menunjuk Jendral 11 Mohammad Guntur Romli, “Oposisi Di Pakistan” 12 Dhurorudin Mashad, Pertentangan Segi Tiga: Nawaz Sharif-Ishaq Khan-Benazir Bhutto, Suara Karya , 9 Juli 1993. Abdul Waheed kakar, rekan sejawat yang masih satu suku dengan Presiden sebagai Kepala Staf Angkatan Darat yang baru. 13 Benazir Bhutto semula sempat melakukan rekonsiliasi dengan Nawaz Sharif sehingga ia ditunjuk sebagai ketua komite Hubungan Luar Negeri. Keduanya berkeinginan menghapus Amandemen ke-8 yang memberikan kekuasaan yang lebih luas kepada Presiden. Dalam rangka menegakkan demokrasi di Pakistan. Namun seiring dengan kian parahnya perseteruan Ishaq Khan-Nawaz Sharif, Benazir Bhutto kemudian malah berbalik berpihak kepada Presiden Ishaq Khan yang semula merupakan musuhnya karena melakukan pemecatan atas dirinya ketika Benazir Bhutto menjadi Perdana Menteri Pakistan. Benazir Bhutto berpihak kepada Presiden Ishaq Khan karena dijanjikan akan diberi jabatan menteri bagi kubu Benazir Bhutto dalam kabinet sementara setelah kejatuhan kabinet Nawaz Sharif, disamping dijanjikan pula akan diselenggarakan pemilu secepatnya. 14 Nawaz Sharif kemudian dipecat oleh Presiden Ishaq Khan pada tanggal 18 April 1993, namun ia mengajukan gugatan ke pengadilan. Pada Akirnya Mahkamah Agung dengan perbandingan suara 10 : 1 mengumumkan bahwa tindakan Presiden Ishaq Khan memecat Nawaz Sharif dan Majelis Nasional telah melampaui batas-batas kekuasaannya. 15 Dengan demikian Mahkamah Agung membatalkan pemecatan tersebut. setelah itu pereseteruan diantara keduanya terus berlangsung sampai akhirnya Presiden Gulam Ishaq Khan dan Perdana Mentri Nawaz Sharif setuju sama-sama mundur dari jabatannya untuk menyelesaikan krisis politik yang telah berlangsung selama enam bulan. 13 Deepak Tripathi, “Pakistan In Trumoil.” 14 Sharif Al Mujahid, Pakistan History, The Fart East and Australasia 1994, 25 th editions London: Europa Publications Limited, 1993, h. 802. 15 . Mohammad Guntur Romli, “Oposisi Di Pakistan.” Mereka membubarkan parlemen, serta sepakat mengadakan pemilu baru, 6 dan 9 Oktober 1993 untuk membuktikan siapa yang lebih dipercaya rakyat untuk memimpin Pakistan. Kesepakatan ini dicapai setelah Kepala Staf Angkatan Darat Jendral Abdul Waheed Kakar, mengadakan pertemuan dengan kedua pimpinan puncak Pakistan. 16 Setelah itu diadakan pemilu baru 6 dan 9 Oktober 1993, yang dimenangkan oleh PPP serta mengantarkan Benazir Bhutto terpilih menjadi Perdana Mentri Pakistan untuk kedua kalinya. Dengan mengamati kejadian-kejadian di Pakistan, khususnya sejak jatuhnya kekuasaan Benazir Bhutto pada tanggal 6 Agustus 1990 dan kemudian menang kembali dalam pemilu 6 dan 9 Oktober 1993, menimbulkan kesan yang sangat menarik. Dikatakan menarik karena meskipun Benazir Bhutto pernah gagal dalam pemerintahannya pada 1988-1990 dengan berbagai tuduhan negatif sehingga kalah dalam pemilu 1990, namun ternyata rakyat masih memilihnya lagi sebagai Perdana Menteri Pakistan untuk periode 1993-1998. Dan ketika tanggal 26 November 2007 Benazir Bhutto kembali menyatakan akan mengikuti pemilu di Pakistan yang akan diselenggarakan pada 8 Januari 2008. Namun tragedi penembakan dan bom bunuh diri yang terjadi pada tanggal 27 Desember di Rawalpindi, telah mengenai leher dan dada oleh seorang laki-laki bersenjata yang kemudian meledakkan bom yang menempel di tubuhnya. Benazir Bhutto yang terluka parah sempat di bawa ke Rumah Sakit Umum Rawalpindi. Dan akhirnya Benazir Bhutto meninggal dunia pada pukul 18.16 waktu setempat. 17 16 Dhurorudin Mashad.Prospek Penyelesaian Kemelut Politik Pakistan, Republika 24 Juli 1993. 17 Zaenal Ali. Tragedi Benazir Bhutto Yogyakarta: Narasi, 2008, h. 37.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya membahas dan membatasi politik Benazir Bhutto di Pakistan tahun 1988-1993. Adapun mengenai perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keterlibatan Benazir Bhutto dalam kancah politik Pakistan? 2. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi keberhasilan Benazir Bhutto meraih kekuasaan menjadi Perdana Menteri Pakistan Tahun 1988 dan Tahun 1993?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk meneliti: 1. Keterlibatan Benazir Bhutto dalam kancah politik Pakistan 2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi keberhasilan Benazir Bhutto meraih kekuasaan menjadi Perdana Menteri Pakistan Tahun 1988 dan Tahun 1993. Dan kegunaannya: 1. Mengenal lebih dekat tokoh Benazir Bhutto sebagai sosok wanita pertama pada abad modern ini yang berhasil memelopori kepemimpinan di negara Pakistan. 2. Dapat memberikan tambahan wawasan bagi para pembaca, khususnya para peminat perpolitikan wilayah Asia Selatan. 3. Pengembangan Ilmu Politik di bidang kepemimpinan atau kekuasaan di negara-negara sedang berkembang khususnya Pakistan.

D. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang cenderung dan banyak digunakan dalam Ilmu-ilmu Sosial yang berhubungan dengan prilaku, gejala-gejala yang diamati yang tidak selalu berbentuk angka-angka atau koevisien antar variabel dan penelitian lebih sering berbentuk studi kasus. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan, dilakukan dengan mengumpulkan bahan pustaka. Yaitu, buku, media massa, artikel, jurnal dan lainnya yang berhubungan dengan tema bahasan penelitian ini. Sedangkan tekhnik analisis data menggunakan deskriptif analisis. Yaitu, memaparkan dan menggambarkan serta menganalisa data-data yang diperoleh. Untuk pedoman penulisan skripsi, penulis mengacu pada buku Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2004-2005.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan sistematika sebagai berikut:

Bab I Merupakan bab pendahuluan, yang didalamnya dibahas tentang latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II Akan dibahas tentang sejarah singkat perpolitikan Pakistan dan biografi Benazir

Bhutto: riwayat hidup, pendidikan, latar belakang dan pengalaman politik.

Bab III Membahas keterlibatan Benazir Bhutto dalam kancah politik Pakistan, yang

didalamnya akan dibahas keterlibatan dalam partai politik: kematian Zulfikar Ali Bhutto, kediktatoran pemerintahan Zia ul-Haq, penerus perjuangan politik Zulfikar Ali Bhutto. Ikut pencalonan menjadi Perdana Menteri: kemenangan dalam Pemilu 1988, Dua Puluh Bulan di bawah Pemerintahan Benazir Bhutto, kekalahan dalam Pemilu 1990. Dan upaya Benazir Bhutto menggoyahkan Pemerintahan Nawaz Sharif: dengan mempengaruhi Opini Publik, menggalang Demonstrasi, dan mendesak untuk diadakannya Pemilu.

Bab IV Membahas Faktor-faktor yang melatarbelakangi keberhasilan Benazir Bhutto

meraih kembali kekuasaannya menjadi Perdana Menteri Pakistan untuk yang kedua kalinya tahun 1993. yang didalamnya membahas konflik Ishaq Khan-Nawaz Sharif: pemecatan Perdana Menteri Nawaz Sharif oleh Presiden Ishaq Khan, kontroversi Amandemen ke-8, Sikap Benazir Bhutto terhadap konflik Ishaq Khan-Nawaz Sharif. Sikap Politik Militer: kuatnya pengaruh Militer di Pakistan, ketidaksukaan Militer terhadap Pemerintahan Nawaz Sharif. Keberhasilan Benazir Bhutto menjadi Perdana Mentri Kedua Kalinya: terselenggaranya Pemilu Tahun 1993 dan Merebut kembali Mahkota Perdana Menteri.

Bab V Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran