Keterlibatan dalam Partai Politik

Benazir Bhutto, dan mengenai kekalahannya dalam Pemilu 1990. selain itu akan dibahas pula upaya-upaya yang dilakukan Benazir Bhutto untuk menggoyahkan pemerintahan Nawaz Sharif yang berhasil memenangkan pemilu tersebut.

A. Keterlibatan dalam Partai Politik

Setelah eksekusi dilakukan terhadap ayahnya Zulfikar Ali Bhutto tahun 1979 pada masa pemerintahan militer Mohammad Zia-ul-Haq, Benazir Bhutto secara tidak resmi menjadi pimpinan sementara Partai Rakyat Pakistan. Dengan demikian Benazir menjadi penerus partai yang didirikan ayahnya, termasuk permusuhannya dengan pemerintahan yang berkuasa. Dan ia menjadi tokoh penting yang memposisikan diri sebagai oposisi Presiden Zia ul-Haq lewat partainya itu. PPP secara nyata mendapat manfaat dari sikap Benazir Bhutto yang membangkitkan kembali kenangan tentang ayahnya serta berjuang untuk perubahan. Dia mendapat manfaat karena popularitasnya di masyarakat, setelah ketertindasan 11 tahun di bawah pemerintahan militer Zia ul-haq. Benazir Bhutto sudah mengenal kehidupan di penjara pada tahun 1978 akibat menghina rezim penguasa dalam berbagai pidatonya. Sejak tahun 1984 hingga 1986 Benazir bahkan diasingkan ke luar negeri. 60 Kematian sang ayah dan kerasnya tekanan rezim berkuasa terhadap diri Benazir tidaklah membuat takut akan perlawanannya terhadap pemerintahan. Hal ini justru dijadikan fundamen bagi titik balik kehidupan Benazir untuk mulai terlibat dalam kancah politik Pakistan dengan memimpin partai politik yang di besarkan oleh ayahnya, untuk 60 Dhuroruddin Mashad, Benazir Bhutto: Profil Politisi Wanita di Dunia Islam Jakarta:Pustaka CIDESINDO, 1996, h. 14. menentang pemerintahan Zia ul-Haq yang dianggap telah memporak-porandakan kehidupan demokrasi di Pakistan. Dalam hal ini akan dibahas keterlibatannya dalam partai politik yang diawali oleh kematian Zulfikar Ali Bhutto oleh kediktatoran rezim Zia ul-Haq dan meneruskan perjuangan politik Zulfikar Ali Bhutto atas tekanan yang terus menerus yang di lakukan oleh pemerintahan Zia terhadap keluarga Bhutto. A. 1. Kematian Zulfikar Ali Bhutto Dinasti politik keluarga Bhutto dibangun oleh Zulfikar Ali Bhutto. Dia lahir di wilayah Larkana waktu itu masih di bawah kekuasaan inggris dan kemudian menjadi wilayah Provinsi Sindh di bawah Pakistan pada 5 Januari 1928. ayahnya bernama Shah Nawaz Bhutto seorang tuan tanah yang kaya raya. Pada 1947, Ali Bhutto dikirim untuk menempuh pendidikan tinggi di University Southern California, kemudian kuliah di Universitas Barkeley, California, dan pada tahun 1949 meraih gelar sarjana ilmu politik. Selama di Berkeley, Ali Bhutto tertarik untuk mempelajari teori sosialisme dan memberikan kuliah tentang kesempatan sosialisme di dunia Islam. Pada 1950, Zulfikar belajar hukum di The Christ Church, Oxford Inggris. Ali Bhutto kemudian menikah dengan Begum Nusrat Ispahani, merupakan istri keduanya setelah bercerai dari Shireen Amir Begum. Dari Ispahani, Ali Bhutto mendapat seorang anak perempuan yang kelak menjadi penerusnya yaitu Benazir Bhutto. Sekembalinya di Pakistan, Ali Bhutto mengajar di Sindh Muslim College. Karir politik Ali Bhutto dimulai pada tahun 1957 ketika menjadi anggota termuda delegasi Pakistan yang dikirim ke PBB. Ali Bhutto berbicara di komite keenam PBB tentang Agresi dan menjadi pemimpin delegasi Pakistan ke Konferensi PBB tentang Aturan Kelautan 1958. di tahun yang sama Ali Bhutto menjadi menteri termuda dalam kabinet Presiden Muhammad Ayub Khan. Dia menjadi orang kepercayaan Ayub Khan, walaupun usianya masih muda. Ali Bhutto kemudian ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri. Dia mengubah arah kebijakan luar negeri Pakistan yang sebelumnya pro-Barat. Ali Bhutto sering mengkritik kebijakan AS di wilayah itu. Dia menjalankan politik luar negeri yang merdeka dari pengaruh AS. Sebagai sandarannya, Ali Bhutto menjalin hubungan yang sangat baik dengan Cina. Ali Bhutto bahkan terkenal karena sikapnya yang keras terhadap India. 61 Ketika terjadi pergolakan hebat di Kashmir dan India, dia mengirimkan pasukan besar ke wilayah itu. Ali Bhutto mengobarkan semboyan perang dengan berbicara pedas terhadap India dalam Sedang Dewan Keamanan PBB. Ali Bhutto menuding India melakukan agresi dan menyatakan, “kami akan berperang selama seribu tahun” lalu Ali Bhutto merobek-robek berkas DK PBB dan beranjak dari hadapan sidang. Akibatnya, Pakistan dan Indoia terlibat dalam peperangan hebat yang mengkhawatirkan bagi AS, Inggris, dan Uni Soviet. Perang baru mereda setelah PBB turun tangan. Ali Bhutto kemudian mendampingi Presiden Ayub Khan dalam negoisasi dengan India. Negoisasi itu menyepakati bahwa masing-masing negara mundur ke garis batas sebelum perang. Perjanjian damai itu tidak disambut baik oleh Ali Bhutto dan sebagaian besar rakyat Pakistan. Karena kritiknya terhadap Ayub Khan, Ali Bhutto mulai disisihkan dan akhirnya dia menjadi tokoh oposisi terhadap pemerintahan Ayub Khan. Setelah mundur dari kabinet, Ali Bhutto mendirikan Partai Rakyat Pakistan yang mendapat dukungan besar dari rakyat. Partai ini pula yang kermudian rajin melakukan demonstrasi sehingga Ayub Khan kemudian mengundurkan diri dari jabatannya. 61 Zaenal Ali, Tragedi Benazir Bhutto Yogyakarta: Narasi, 2008, h. 48. Tongkat kepemimpinan Pakistan diserahkan kepada Jenderal Yahya Khan yang kemudian menggelar pemilu pada 7 Desember 1970. Dalam pemilu itu Partai Rakyat Pakistan meneng telak di wilayah Pakistan Barat, sementara di Pakistan Timur, Liga Awami pimpinan Sheikh Mujibir Rahman meraih suara terbanyak. Liga Awami menolak tawaran Ali Bhutto untuk berkoalisi dan malah membentuk Dewan Nasional yang kemudian lahirnya negara Bangladesh. Atas intervensi India, kekuatan tentara Pakistan di wilayah timur dikalahkan, dan negara Bangladesh pun lahir. 62 Ali Bhutto menyalahkan kebijakan Yahya Khan atas kemerdekaan Bangladesh. Tekanan rakyat terhadap pemerintah pun semakin keras. Akhirnya Yahya mengundurkan diri dan menyerahkan tongkat kepemimpinan Pakistan kepada Zulfikar Ali Bhutto. Di masa kepemimpinannya, Pakistan tidak menjadi lebih damai. Langkah politik dan kebijakannya banyak yang kontroversial. Dia melakukan perjanjian damai dengan India untuk membebaskan 93.000 tawanan perang Pakistan di India. Dalam perjanjian itu Ali Bhutto dianggap terlalu banyak memberi konsesi kepada India. Di sektor bisnis, Ali Bhutto dianggap meresahkan karena menasionalisasi perusahaan industri barat. Dia juga dianggap berkhianat karena mengakui keberadaan negara Bangladesh. Ketika situasi semakin tidak menentu, Ali Bhutto dituduh menghilangkan nyawa lawan-lawan politiknya. Situasi Pakistan semakin tegang, lalu dia menunjuk Jederal Zia ul-Haq untuk menjadi panglima angkatan bersenjata. Ali Bhutto juga mulai menetapkan kebijakan mengembangkan senjata nuklir. Penolakkan atas kepemimpinan Ali Bhutto semakin kuat. Pada bulan Juli 1977 Zia ul-Haq mengambil alih kekuasaan dari Zulfikar Ali Bhutto dengan cara mengkudeta. Kudeta yang dilakukan Zia pada tahun 1977, ditanggapi 62 Zaenal Ali, Tragedi Benazir Bhutto, h. 50-51. dengan berbagai macam sikap oleh rakyat Pakistan di satu sisi kekhawatiran terhadap tindakkan “pembedahan” politik yang dilakukan militer dan harapan bahwa militer tidak akan lama menguasai pemerintahan. Zia bersumpah bahwa dia akan mengembalikan pemerintahan ke sipil di tangan wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat setelah negara dalam keadaan aman dan akan menyelenggarakan pemilu yang fair yang akan diselenggarakan pada bulan Oktober 1977. 63 Namun, kenyataannya Zia tidak memenuhi janjinya tersebut, malahan sebaliknya dia berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan memperluas tujuan-tujuan politiknya demi menguasai sepenuhnya kehidupan politik Pakistan. Ia menguasai kehidupan politik, berusaha menarik dukungan dari berbagai kelompok agar kekuasaannya dapat dipertahankan diantaranya dari unsur militer, birokrasi, tuan tanah, dan unsur-unsur religius. Zia tidak hanya mempertimbangkan militer sebagai pilar utama dan fundamental bagi rezimnya, tetapi dia memberikan militer suatu posisi yang sangat penting dalam konstitusi sebagai pemegang tertinggi integritas negara. Dengan pembatalan pemilu yang dijanjikan oleh Zia pada tanggal 18 Oktober 1977, telah memperbesar kekuasaan militer dalam kehidupan politik Pakistan. Kediktatoran Zia ul-Haq sangat terlihat jelas saat dia menghukum gantung Zulfikar Ali Bhutto dan memenjarakan lawan-lawan politiknya termasuk Benazir Bhutto dan keluarganya. Kematian sang ayah dan kerasnya tekanan rezim berkuasa terhadap diri Benazir tidaklah membuat takut akan perlawanannya terhadap pemerintahan. Hal ini 63 Veena Kukreja, “Military Politics in Pakistan: Ten Years of Zia’s Rule, Strategic Analysis”, Agustus 1988, h. 427-428. justru dijadikan fundamen bagi titik balik kehidupan Benazir untuk mulai tertarik dan terlibat dalam kancah politik Pakistan dengan menjadi oposisi untuk menentang pemerintahan Zia ul-Haq yang dianggap telah memporak-porandakan kehidupan demokrasi di Pakistan. A. 2. Kediktatoran Pemerintahan Zia ul-Haq Zia ul-Haq mengambil tindakkan cepat untuk melegitimasi kudetanya dan melanjutkan pemerintahan atas nama Islam. Dia bersumpah akan melaksanakan sistem pemerintahan Islam Nizham i-Islami. Islam menjadi lambang utama rezimnya, dan tampaknya mewarnai kebijakan dalam dan luarnegeri dengan kekuatan militernya. 64 Ketika mengambil kekuasaan sebenarnya Zia ul-Haq tidak memiliki kecenderungan untuk mengembangkan suatu program politik, tetapi Zia mengumumkan rezimnya hanya akan memerintah selama sembilan puluh hari untuk memulihkan kembali keadaan dan mengadakan pemilihan umum. Pada kenyataannya Zia menunda pemilihan umum untuk waktu yang tak terbatas, melarang partai-partai politik, dan melakukan sensor ketat terhadap media, kekuasaannya sebagai pelaksana undang-undang darurat perang dan sebagai presiden dijustifikasi atas nama Islam. Pengeluaran partai-partai politik dari partisipasi pemerintahan jelas telah memberikan kekuasaan yang besar bagi Zia ul-Haq, dan tindak diakuinya partai politik dalam sistem islami berarti memberikan legitimasi bagi pemerintahannya. Alasan mengapa Jenderal Zia ul-Haq mengkudeta pemerintahan Zulfikar Ali Bhutto ialah para pemimpin politik telah gagal untuk mengemudikan negara keluar krisis, 64 John L. Esposito dan Jon O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim; Problem dan Prospek Bandung: Mizan, 1999, h. 144 dan dia menambahkan, tidak melihat adanya prospek kompromi antara PPP dan PNA karena saling ketidak percayaann mereka. Hal ini dikhawatirkan bahwa kegagalan PPP dan PNA untuk mencapai kompromi akan membawa negara ke situasi kekacauan. Zia juga menyatakan bahwa rezimnya hanya berfungsi untuk sementara waktu, hal ini ditegaskan oleh pernyataannya bahwa angkatan bersenjata Pakistan menginginkan bahwa pemerintah harus tetap berada ditangan wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat. 65 Kenyataannya Zia tidak memenuhi janji tersebut, bahkan dia berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan memperluas tujuan-tujuan politiknya demi menguasai sepenuhnya kehidupan politik Pakistan. Ia menguasai kehidupan politik, berusaha menarik dukungan dari berbagai kelompok agar kekuasaannya dapat dipertahankan diantaranya dari unsur militer, birokrasi, tuan tanah, dan unsur-unsur religius. Zia tidak hanya mempertimbangkan militer sebagai pilar utama dan fundamental bagi rezimnya, tetapi dia memberikan militer suatu posisi yang sangat penting dalam konstitusi sebagai pemegang tertinggi integritas negara. Dengan pembatalan pemilu yang dijanjikan oleh Zia pada tanggal 18 Oktober 1977, telah memperbesar kekuasaan militer dalam kehidupan politik Pakistan. Zia sebagai figur sentral militer, kemudian menamakan dirinya sebagai Presiden dan ketua administrasi Undang-Undang darurat perang Chief Martial Law Administrator-CMLA. Dia segera menetapkan kekuasaan militer, pada pucuk struktur pemerintahan. Legalitas para perwira militer merupakan faktor utama yang memungkinkan Zia memegang kendali kekuasaan selama 11 tahun. Dukungan ini bisa diperoleh karena dua cara yang dilakukan Zia untuk mempertahankan loyalitas para perwira militer kepadanya. 65 Sawhney, Zia’s Pakistan New Delhi: ABC Publishing House, 1985, h. 13-23. Pertama , Zia sebagai presiden tidak meninggalkan masalah-masalah militer kepada perwira lain. Kedua, para komandan militer senior Zia menerapkan prinsip rotasi kerja dan periode penugasan yang telah ditetapkan. Dalam cara yang pertama, Zia tidak pernah melepaskan jabatan Ketua Staf Angkatan Darat KSAD yang diduduki sejak bulan Maret 1976. Kediktatoran Zia ul-Haq sangat terlihat saat dia menghukum mati Zulfikar Ali Bhutto juga memenjarakan lawan-lawan politiknya termasuk keluarga Bhutto. Benazir diusir dari Pakistan tahun 1982 setelah mendekam tiga tahun dalam penjara. Tidak hanya itu bahkan ibunya Nusrat pernah dijebloskan pula ke penjara. Tekanan Pemerintahan Zia ul-Haq selama 11 tahun terhadap kluarga Bhutto ternyata mendapat manfaat, semakin besarnya dukungan rakyat dan simpatisan pada diri Benazir Bhutto sebagai tokoh oposisi yang berani menentang pemerintahan militer Zia ul-Haq. Dari sikap ini menjadikan Benazir Bhutto menjadi tokoh yang sangat populer dengan membangkitkan kembali kenangan tentang ayahnya serta berjuang untuk perubahan. Dengan demikian Benazir Bhutto menjadi penerus perjuangan politik Zulfikar Ali Bhutto, atas kediktatoran yang dilakukan pemerintahan militer Zia ul-Haq. A. 3. Penerus perjuangan politik Zulfikar Ali Bhutto Kematian Ali Bhutto pada 4 April 1979 telah menghancurkan hampir seluruh kebahagiaan diri dan keluarganya, namun hal itu tidaklah membuat Benazir dalam kesedihan. Peristiwa itu justru dijadikan fundamen bagi titik balik kehidupan Benazir untuk mulai terjun dalam kehidupan politik meneruskan perjuangan politik ayahnya dengan menentang pemerintahan Zia ul-haq yang dianggap telah memporak-porandakan kehidupan Demokrasi. Mulanya, Benazir tidak terlalu suka terlibat dalam urusan politik praktis. Namun setelah terjadi malaise sosial politik yang berujung pada kematian sang ayah, akhirnya benazir berbalik arah menjadi sangat terlibat dalam politik. 66 Benazir yang mulanya hanya seorang gadis manja, akhirnya harus berhadapan dengan kerasnya politik pakistan. Benazir akhirnya berani untuk berusaha membongkar segala kebobrokan pemerintahan Zia ul-Haq yang disebutnya telah memporak- porandakan kehidupan demokrasi. Benazir diubah oleh beratnya bebaban moral perjuangan di masa-masa susah akibat kematian sang ayah dan tekanan yang di lakukan pemerintah berkuasa terhadap keluarga Bhutto. Benazir Bhutto secara tidak resmi menjadi pimpinan sementara Partai Rakyat Pakistan. Dengan demikian Benazir menjadi penerus partai yang didirikan ayahnya, termasuk permusuhannya dengan pemerintahan yang berkuasa. Dan ia menjadi tokoh penting yang memposisikan diri sebagai oposisi Presiden Zia ul-Haq lewat partainya itu. PPP secara nyata mendapat manfaat dari sikap Benazir Bhutto yang membangkitkan kembali kenangan tentang ayahnya serta berjuang untuk perubahan. Dia mendapat manfaat karena popularitasnya di masyarakat, setelah ketertindasan 11 tahun di bawah pemerintahan militer Zia ul-haq. Lewat partainya itu dia memposisikan diri sebagai oposisi.

B. Ikut Pencalonan menjadi Perdana Menteri