Kondisi Sosial dan Keagamaan Masyarakat Bogor

16 mereka menjadi “Buitenzorg”. 9 Pada perkembangan sejarah selanjutnya kata Buitenzorg tidak ditujukan hanya kepada sebuah bangunan Istana, melainkan juga ke seluruh Wilayah Bogor. Karena akhirnya, Bangsa Belanda menyebut Bogor dengan Buitenzorg.

B. Kondisi Sosial dan Keagamaan Masyarakat Bogor

Pada masa sebelum kemerdekaan, bahkan setelah masa kemerdekaan secara umum Negara Indonesia belum stabil. Baik dari aspek politik, sosial, ekonomi, pendidikan maupun keamanan kehidupan masyarakat tidak menentu. Indonesia mengalami masa-masa transisi belum tegak seperti Negara. Sekalipun sudah diproklamirkan kemerdekanannya pada tanggal 17 agustus 1945 oleh tokoh Dwi Tunggal yang mewakili Indonesia Soekarno dan Moh Hatta. Pada masa- masa kemerdekaan masih mencari ‘jati diri’ kenegarannya dengan meminta pengakuan dari berbagai Negara di dunia atas kemerdekaan yang diraihnya. Indonesia mungkin benar sudah merdeka melalui proklamasi kemerdekaannya, tapi ternyata hal itu belum menjamin kebebasan, kemakmuran dan kesejahteraan yang sebenar-benarnya. Melainkan bangsa Indonesia baru melepaskan diri dari belenggu penjajah Belanda dan Jepang. Hal itu terbukti masih terjadi kerisuhan, keresahan, dan konflik sosial yang dirasakan masyarakat, seperti bentrokan, perampokan, pembunuhan sampai pada pemberontakan oleh kelompok-kelompok tertentu, seperti TKI, DITII, dan lain-lain yang menentang pemerintah. 9 Ibid, h. 90. 17 Memang kerisuhan, keresahan, dan konflik tak pernah berhenti sekalipun Indonesia sudah merdeka, namun hal itu tidak terjadi merata diseluruh daerah, melainkan dibeberapa daerah saja. Artinya masih ada segelintir daerah yang kondisinya biasa saja, seperti dibeberapa desa pinggiran Bogor penduduknya mengalami kehidupan yang wajar. Meskipun begitu belum sepenuhnya aman. Dalam kaitan ini, secara umum kondisi masyarakat Bogor pada masa-masa sebelum dan sesudah kemerdekaan memang mengalami masa-masa sulit, karena efek yang terjadi di Jakarta, juga tekanan dari pasukan Belanda dan Jepang. Pada masa penjajahan Belanda, warga masyarakat Bogor khususnya para pejuang sering kali bertempur dengan pasukan Belanda yang tak lain untuk mempertahankan daerahnya supaya tidak diduduki oleh Belanda, dan juga untuk membebaskan diri dari penderitaan serta perlakuan bangsa Belanda terhadap penduduk pribumi. Karena itu sempat terjadi petempuran di daerah Bogor, antara lain di Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Citeurup, Kecamatan Cibinong, Depok, Darmaga dan lain-lain. 10 Ketika zaman penjajahan Balanda kondisi masyarakat cukup menderita berada dibawah propaganda Belanda, seakan menjadi tamu dirumah sendiri, diperlakukan secara kasar khususnya bagi warga yang bertentangan dengan kebijakan pemerintahan Belanda. Pada masa-masa suasana proklamasi pun sekitar akhir bulan Agustus sampai September 1945 di Bogor terjadi insiden-insiden kecil. Hal ini terjadi karena pemindahan kekuasan gedung-gedung dan perlucutan senjata dari pasukan 10 Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA Bogor. 18 Jepang yang diwarnai sedikit kerisuhan. Pada tanggal 5 September 1945, gedung Istana Bogor berhasil direbut oleh para pejuang Bogor dan Sang Merah Putih berkibar diatas gedung Istana Bogor. 11 Pada tanggal 29 september 1945, para pemuda berhasil menyita sembilan wagon bahan pakaian yang hendak diangkut oleh Jepang kedalam kampnya diluar kota. 12 Pada tanggal 1 oktober 1945 dengan resmi dilakukan pemindahan kekuasaan dari penguasa pendudukan Jepang oleh Residen Iyok Mohammad Siradz Hardjawinagun dan disaksikan oleh beribu-ribu rakyat yang berkerumun disepanjang jalan dan didepan kantor keresidenan, dan upacara Sang Merah Putih dan Presiden membacakan proklamsi, bahwa kekuasan pendudukan Jepang sudah dipegang oleh Republik. 13 Setelah proklamasi masyarakat Indonesia, khususnya daerah-daerah yang dekat ke Jakarta secara umum terpecah. Mereka ada yang pro-RI, juga ada yang pro-NICA. Oleh karena itu, masyarakat ada yang dicurigai bersengkongkol dengan NICA sehingga terjadi pertempuran antar warga masyarakat karena saling mencurigai. Salah satunya terjadi pertempuran didistrik Depok pada pertengahan September 1945, dimana penduduk yang beragama Kristen yang dahulunya terkenal rapat dengan Belanda, bahkan mereka dicurigai sebagai agen-agen NICA. 14 Tanggal 22 Oktober 1945 tentara Inggris masuk ke Bogor dengan tidak mendapat gangguan dari rakyat dan pejuang Bogor. Pasukan Inggris yang masuk 11 A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Bandung: PT. Angkasa, 1979, h. 341. 12 Ibid, h. 341. 13 Ibid. h. 342. 14 Ibid, h. 342. 19 ke Bogor terdiri dari satuan yang tergabung dalam brigade infantri India ke-26 dengan Kolonel Greenway sebagai komandannya, Mayor Syahwar Khan sebagai perwira staf dan Kapten Skobay sebagai perwira intelejen yang kemudian diganti oleh Kapten Ruthford. 15 Masuknya pasukan Inggris di Bogor tersebut disebabkan Panglima Besar Tentara Sekutu di Indonasia, Letnan Jendral Sir Philip Christison berhasil membujuk pemerintah RI untuk menempatkan pasukannya di Bogor dan di Bandung. 16 Tanggal 24 Oktober 1945 tentara Inggris dipimpin oleh Kolonel Greenway mengadakan perundingan dengan markas ‘Barisan Rakyat`, yang diwakili oleh tokoh-tokoh BKR, seperti Gatot Mangkupradja, Dule Abdullah, Kustija, Basuki, dan Amdjah di markas tentara Inggris Batalyon 15. 17 Dalam perundingan tersebut, Inggris meminta Istana Bogor untuk dijadikan sebagai markas besarnya di Bogor, akan tetepi para wakil dari ‘Markas Barisan Rakyat` menolak keinginan Inggris tersebut. Pada saat itu Istana Bogor merupakan markas para pejuang. Setelah perundingan menemui jalan buntu Kolonel Greenway menyarankan untuk mengadakan perundingan susulan di markas besar Inggris di Jakarta sekarang Departemen Pertahanan dan Keamanan di Jl. Merdeka Barat. Perundingan susulan dilangsungkan pada tanggal 27 Oktober 1945 tetapi pihak Inggris menyandera para utusan tersebut dan membuangnya ke pulau Onrust Kepulauan Seribu di Jakarta. Pada bulan 15 Emi Maschurah, Sejarah Pembentukan dan Peranan Hizbullah dalam Mempertahankan Republik Indonesia di Bogor 1945 – 1947, Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h. 68. 16 Ibid, h. 69 17 Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, Sejarah Perdjoangan di Kabupaten DT. II Bogor 1942 – 1949, Bogor : Pemerintah Kabupaten DT. II Bogor, 1986, h. 46. 20 Desember terjadi pertempuran yang mengakibatkan suasana di Bogor terasa genting. Inggris yang tidak berhasil menguasai Istana Bogor dengan cara diplomasi, kemudian melakukan penyerbuan ke Istana. Pada tanggal 9 Desember 1945 pasukan Inggris bergerak melakukan penyerangan secara besar-besaran dengan menggunakan mobil lapis baja, sehingga terjadi pertempuran disekitar Istana Bogor. 18 Kemudian, terjadi pula insiden lain pada tanggal 10 Desember 1945, tentara Inggris dan Gurka dengan bersenjata lengkap bergerak di sekitar Bogor dan sebagian menuju Ciburial, bahkan mereka sempat menggedor-gedor beberapa rumah tokoh masyarakatpejuang dan terkadang menganiayanya, juga merusak gedung-gedung pemerintah Bogor atau fasilitas umum lainya. Antara lain, kantor Kabupaten Bogor yang mendapat kerusakan yang sangat parah, yakni bagian kesehatan, bagian sekretariat dan kemakmuran, brankas yang ada disitu pun didobrak, tapi untung sebelumnya sudah dikosongkan terlebih dahulu. 19 Bulan Oktober 1946 Pemerintah Jawatan Karesidenan Bogor mengeluarkan maklumat yang isinya antara lain: a. Pada tanggal 23 Oktober 1946 pos-pos tentara Inggris yang berada diluar kota, diantaranya Ciburial, Dermaga, Kedung Badak dan Jembatan Satu Duit akan ditinggalkan oleh tentara Inggris dan digantikan oleh tentara Belanda. 18 Ibid, h. 47 19 Museum Perdjoangan Bogor, Koran Gelora Rakyat, 21 Januari 1945. 21 b. Pada tanggal 24 Oktober 1946 pos-pos tentara Inggris di dalam kota diganti oleh Belanda, selanjutnya kepada umum diminta supaya tetap tenang. 20 Begitu pula kondisi masyarakat dalam kehidupan beragama sempat terjadi stagnasi, karena ada tekanan-tekanan dari pihak pemerintah Belanda. Aktifitas para kyai dengan ceramah-ceramahnya di masyarakat dicurigai oleh pemerintah Belanda, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kelanggengan pemerintah Belanda. Hal itu dituduhkan kepada beberapa kyai, seperti KH. Muhammad Falak, KH. Soleh Iskandar, Mama Kyai Bakom Ciawi, Mohamad Bakri, dan lain- lain. Karena ceramah-ceramahnya yang terkesan menghasut rakyat setempat, membakar semangat mereka dan membuat manuver-manuver untuk bergerak berjuang melawan Belanda. Fenomena tersebut memang sudah umum terjadi pada masa penjajahan, karena posisi kyaitokoh agama cukup strategis berada ditengah masyarakat. Para kyai, selain sebagai tokoh guru di pesantren atau di lembaga pendidikan bagi para santri, juga sebagai tempat bertanya bagi masyarakat sekitarnya, terlebih lagi bagi tokoh pejuang ketika itu. Selain itu, tidak sedikit para kyai pada masa penjajahan yang ikut turun berjuang untuk membela kemerdekaan dan membebaskan rakyat dari penderitaan. Pada akhirnya banyak bermunculan para pahlawan Nasional dari unsur kyaiustadz yang berjuang melawan para penjajah dibeberapa daerah di Indonesia dengan melalui perlawanan rakyat. Seperti di Jawa Barat, antara lain KH. Zaenal 20 Siaran Kilat Pemerintah Jawatan Penerangan Karesidenan Bogor, Bogor: Arsip Museum Perdjoangan Bogor, 1946. 22 Mustofa di Tasikmalaya Tahun 1944, Kyai Emas di Indramayu, H. Madrijas, H.Hasan pada pertempuran Cimareme, H.Kartiwa, Kyai Srengseng, Kyai Kusen, Kyai Mukasan Tahun 1944, dan lain-lain. 21 Begitu pula di Bogor, pada masa-masa penjajahan Belanda-Jepang telah melahirkan beberapa tokoh pejuang dari unsur-unsur kyai, antara lain KH. Tubagus Muhammad Falak dari Desa Pagentongan Bogor Barat, yang terkenal se- Jawa Barat dan di kalangan para kyai di tanah Jawa. Kemudian KH. Abdullah bin Nuh, yang sekarang memiliki Yayasan Ibn Khaldun dan sekarang terkenal dengan nama kampus UIKA Universitas Ibn Khaldun Bogor. Sekalipun masa-masa sulit dialami oleh masyarakat Bogor pada masa- masa sebelum dan sesudah kemerdekaan atau pada masa penjajahan Belanda hingga Jepang. Namun hal itu tidak menyurutkan niat sebagian warga untuk menjalani aktifitas keagamaan, baik pengajian majlis ta’lim, kegiatan pesantren, aktifitas ibadah di masjid-masjid dan musholla-musholla, seperti yang terjadi disebagian desa kecil di wilayah Bogor. 22 Karena mungkin pertempuran- pertempuran yang terjadi hanya dibeberapa daerah saja, terutama di pusat-pusat kota dan tempat-tempat di dekat markas Belanda. Sementara disisi lain ada kelompok-kelompok yang mencoba melemparkan isu-isu pemerintahan Islam pada tahun 50-an yang kemudian mengikat dalam wujud pergerakan. Hal ini seperti terjadi pada gerakan DITII yang dipimpin oleh SM. Kartosuwiryo beserta antek-anteknya. Kasus ini sempat 21 Disjarah Militer KODAM VI Siliwangi, Siliwangi dari Masa ke Masa, Jakarta: Fakta Mahjuma, 1968. h. 7 22 Mayor Sanusi, bagian Personalia Museum PETA Bogor. 23 menggegerkan wilayah Jawa Barat serta mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan pemerintah ketika itu. Di Bogor pun merebak gerakan DITII sehingga pada suatu ketika terjadi pengepungan dan penyerbuan oleh tentara dan rakyat terhadap gerombolan tersebut yang bermarkas di pegunungan-pegunungan, seperti di Gunung Salak, di Gunung Gede Pangrango dan gunung-gunung kecil yang berada disekeling Kabupaten Bogor. 23

C. Kondisi Masyarakat Aspek Ekonomi dan Politik