BAB II SEKILAS SEJARAH KOTA BOGOR
A. Letak Geografis Wilayah Bogor dan Sejarahnya
Bogor merupakan bagian dari propinsi Jawa Barat, yang secara geografis cukup strartegis keberadaanya. Bogor cukup berpengaruh dalam berbagai
kepentingan, baik kepentingan sosial, politik, ekonomi, budaya, agama, dan lain-
lainnya. Bogor terbagi atas dua wilayah, yaitu Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.
Kota Bogor yang secara geografis berada tepat ditengah-tengah Bogor yang kemudian berbatasan dengan Kabupaten yang memiliki beberapa Kecamatan,
antara lain Kecamatan Kota Bogor Barat, Kota Bogor Timur, Kota Bogor Utara, Kota Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sareal yang terdiri dari beberapa
Kelurahandesa yang tersebar di wilayah Kota Bogor. Begitu pula Kabupaten Bogor yang memiliki beberapa Kecamatan, antara lain Ciampea, Leuwiliang,
Jasinga, Cigudeg, Cibinong, Citeurup, Jonggol, Cilengsi, Cisarua, Parung, Ciseeng, dan lain-lain.
Kabupaten Bogor adalah daerah-daerah atau Kecamatan-kecamatan yang
berada diluar batas-batas Kota Bogor. Bogor kotakabupaten termasuk daerah
dataran tinggi dan dikelilingi oleh pegunungan, juga beberapa daerah disekitarnya, antara lain disebelah barat dengan Kabupaten Rangkas Bitung dan
Lebak, sekarang Propinsi Banten. Disebelah barat daya dengan Kabupaten Tanggerang yang masuk dalam Propinsi Banten, disebelah timur dengan
Kabupaten Karawang dan Bekasi, disebelah tenggara dengan Kabupaten Cianjur,
12
13
disebelah selatan dengan Kabupaten Sukabumi dan disebelah utara dengan DKI
Jakarta.
Bogor berdiri pada tanggal 3 juni 1482 M.
1
Terlepas betul atau tidak kebenaran tersebut, berdasakan penuturan sejarah beserta para ahlinya, para tokoh
masyarakat Bogor serta para Pejabat setempat dan pendapat orangtua dulu sebagai penduduk asli Bogor yang bisa dipercaya pendapatnya. Oleh karena itu, muncul
beberapa catatan, literatur-literatur atau manuskrip yang berkaitan dengan sejarah Bogor.
Riwayat nama “Bogor” dilihat dari latar belakangnya, banyak dari ahli sejarah mengemukakan pendapat yang berbeda. Antara lain : Bogor berasal dari
kata “Buitenzorg” yaitu nama yang digunakan pada masa Kolonial Belanda.
2
kata Buitenzorg ketika dilafalkan oleh orang Sunda awam pada masa itu mengalami
perubahan bunyi sehingga menjadi kata Bogor. Namun pendapat ini tidak mendapat respon dari banyak kalangan.
Adapula yang mengemukakan, bahwa kata Bogor berasal dari kata ”Bokor” yang berarti sejenis batu logam yang terbuat dari kuningan.
3
Pendapat berikutnya yang cukup diterima oleh banyak pihak, khususnya para ahli sejarah
bahwa Bogor berarti “Tunggal Kawung” pohon, enau, aren.
4
Pendapat yang terakhir ini pun dapat ditemukan dalam salah satu pantun Bogor yang berjudul
Ngadeungna Dayeuh Pajajaran. Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat dan bersuku Sunda, maka bahasa yang digunakannya pun tidak jauh
1
Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, Bogor: Pemda Kota Bogor, 1984, h. 12..
2
Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, h.1
3
Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, h. 2
4
Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, h. 3
14
berbeda dengan beberapa daerahkota yang ada di Jawa Barat, yaitu Bahasa Sunda. Mungkin hanya berbeda pada dialeknya saja. Pada masa pemerintahan
Kolonial Belanda, Jawa Barat dikenal sebgai tanah Sunda atau Pasundan dan Bangsa Belanda menyebutnya “Soendalandens”, baru pada tahun 1925 Belanda
meresmikan tanah Sunda ini menjadi daerah propinsi Jawa Barat.
5
Menurut beberapa sumber dan para ahli sejarah, penduduk Bogor terdiri dari: Pertama, penduduk asli suku Sunda Bogor. Sebagian besar berdomisili di
daerah Jasinga, Leuwiliang, Cijeruk, Cisarua, Jonggol, Cileungsi, dan lain-lain. Kedua, adalah penduduk keturunan asing, seperti keturunan Cina. Mereka
kebanyakan berdomisili di Parung, Ciseeng, Tenjo, Cibarusa, Ciampea, dan lain- lain. Penduduk keturunan Cina lebih banyak mendominasi pusat-pusat
perdagangan, seperti disepanjang Jalan Siliwangi Pasar Bogor atau tepatnya sepanjang jalan didepan pintu gerbang utama Kebun Raya Bogor.
Penduduk keturunan lainnya, yaitu penduduk keturunan Arab. Kegiatan mereka selain berdagang, juga menyebarkan Agama Islam yang berpusat di
daerah Empang sebelah selatan kota Bogor yang kemudian dikenal dengan nama ‘Kampung Arab’. Yang ketiga adalah penduduk yang berdekatan dengan
perbatasan Jakarta atau yang bersentuhan dengan suku adat Betawi sehingga terjadi akulturasi dengan suku Sunda Bogor. Umumnya mereka berdomisili di
daerah Cimanggis, Sawangan, Depok, Parung dan Cibinong, mereka ini disebut dengan orang-orang ‘Melayu Ora’.
6
5
R. Mohammad Ali, Penulisan Sejarah Jawa Barat Sekitar Permasalahannya, Bandung: Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1990. h. 12
6
Subeni, Sumbangan Foklore Bogor terhadap Perkembangan Bahasa di Jawa Barat, Bandung: IKIP, 1978, h.3.
15
Pada zaman Kolonial Belanda mereka menyebut Bogor dengan kata Buitenzorg. Padahal kata tersebut lebih ditujukan kepada sebuah bangunan yang
ada dilingkungan Kebun Raya Bogor, yaitu Gedung Istana Bogor yang kini terkenal tidak hanya di Indonesia tapi juga diseluruh dunia. Karena ketika orang
bicara Bogor tidak akan lepas dari Kebun Raya dan Istana Bogor. Mengingat pada satu masa di zaman Kolonial Belanda pada tahun 1745,
ada salah seorang Gubernur Jendral yang bernama Baron Van Imhoff yang selalu mengadakan perjalanan ke beberapa tanah jajahannya untuk memantau penduduk
dan perkembangan pembangunan kekuasaan Belanda.
7
Dalam hal ini Baron sering mengunjungi daerah Cipanas, namun dalam kegiatan perjalannya, beliau
membutuhkan suatu tempat untuk singgah sebagai tempat peristirahatan. Karena itulah, kemudian dibangun sebuah rumah sederhana bergaya arsitektur Eropa
disekitar Kebun Raya yang sekarang dikenal sebagai Istana Bogor.
8
Penggunaan Istana Bogor oleh para Gubernur Jendral Belanda pada massanya tidak hanya digunakan sebagai tempat singgah. Tapi juga sebagai
tempat menyepi untuk mengakrabkan diri dengan alam sekitar, mencari inspirasi dan yang paling penting sebagai tempat melepas lelah dari hiruk pikuk kesibukan
Kota Batavia Jakarta. Tempat-tempat seperti Villa, Bungallaw, Pondok, wisma menurut orang
Perancis disebut “Sans Souci” yang berarti tanpa kesibukan atau tanpa urusan. Namun orang-orang Belanda menerjemahkan hal tersebut ke dalam Bahasa
7
Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, h. 861.
8
Ibid, h. 88.
16
mereka menjadi “Buitenzorg”.
9
Pada perkembangan sejarah selanjutnya kata Buitenzorg tidak ditujukan hanya kepada sebuah bangunan Istana, melainkan juga
ke seluruh Wilayah Bogor. Karena akhirnya, Bangsa Belanda menyebut Bogor dengan Buitenzorg.
B. Kondisi Sosial dan Keagamaan Masyarakat Bogor