23
menggegerkan wilayah Jawa Barat serta mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan pemerintah ketika itu.
Di Bogor pun merebak gerakan DITII sehingga pada suatu ketika terjadi pengepungan dan penyerbuan oleh tentara dan rakyat terhadap gerombolan
tersebut yang bermarkas di pegunungan-pegunungan, seperti di Gunung Salak, di Gunung Gede Pangrango dan gunung-gunung kecil yang berada disekeling
Kabupaten Bogor.
23
C. Kondisi Masyarakat Aspek Ekonomi dan Politik
Sebagaimana diketahui secara umum kondisi negara Indonesia pada masa- masa sebelum kemerdekaan bahkan sampai setelah kemerdekaan pun tidak
menentu. Masih banyak di beberapa daerah yang bergejolak. Pada masa sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia mengalami dua fase masa penjajahan, yaitu masa
penjajahan Belanda dan Jepang. Sebelum Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, bangsa
Indonesia berada dibawah tirani Belanda. Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun yang menyisakan penderitaan yang tak pernah hilang,
khususnya bagi mereka yang mengalami masa-masa tersebut. Pada masa-masa penjajahan Belanda rakyat Indonesia mengalami
kehidupan yang semu, mereka bagaikan bangsa asing di negeri sendiri. Warga diperlakukan semena-mena, daerah-daerah di kuasai Belanda, tanah garapan
23
Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA Bogor.
24
diatur oleh Belanda dengan kebijakan tanam paksanya. Hampir seluruh sektor ekonomi dikuasai Belanda.
Monopoli perdagangan adalah salah satu kebijakan Belanda, semua hasil tani, hasil kebun harus dijual kepada Belanda dengan harga murah. Tiap
penduduk dikenai upeti, hasil alam Indonesia dijual ke luar negeri dan hasil keuntungannya sebagian dibawa ke Belanda, sementara sebagian lainnya
digunakan untuk memperluas imperialismenya. Banyak pula kebijakan ekonomi-politik Belanda lainnya yang
menyengsarakan rakyat, seperti politik adu domba Devide et Impera antar masyarakat, suku, ras dan agama, kebijakan kerja rodi, dan masih banyak lagi
penekanan-penekanan kepada rakyat Indonesia. Namun masa penjajah Belanda tidak berlangsung lama, karena pada fase berikutnya Jepang mendarat di
Indonesia yang kemudian berhasil menaklukan Belanda pada tahun 1942.
24
Penaklukan Belanda oleh Jepang cukup mendapat sambutan dari pihak rakyat Indonesia, seakan memberi angin segar dan menggembirakan rakyat yang
telah lama berada dibawah tekanan pemerintah Belanda. Pada akhirnya bangsa Jepang bersikap over acting terhadap rakyat Indonesia dan mencoba beradaptasi
kepada rakyat dengan cara memberikan janji kemerdekaan Indonesia. Padahal tujuannya sama dengan Belanda ingin menjajah Indonesia.
Jepang mengawali penjajahannya di bumi Indonesia dengan mencoba melancarkan propaganda yang bersifat membangkitkan kesadaran nasional untuk
mendeklarasikan Negara Indonesia merdeka. Praktek-praktek yang pada zaman
24
Disjarah Militer KODAM VI Siliwangi, Siliwangi dari Masa ke Masa, h. 26.
25
Belanda dilarang, kemudian pada zaman Jepang dibolehkan. Seperti di bolehkannya mengumandangkan lagu Indonesia Raya, boleh mengibarkan
bendera merah putih berdampingan dengan Jepang, kemudian boleh menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, dan lain-lain.
Namun demikian masa-masa tersebut pun tidak berlangsung lama. Karena pada akhir tahun 1942 negara Jepang digempur oleh sekutu dengan melakukan
penyerangan dan pengeboman ke dua kota besar di Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa tersebut ternyata berakibat besar terhadap keberlangsungan
penerintah Jepang yang ada di Indonesia. Pusat kerajaan Jepang bergejolak, negaranya mengalami kegoncangan.
Perwakilan pasukan Jepang di Indonesia mulai agresif pada rakyat dan memberikan kebijakan-kebijakan politik kepada para tokohpejuang bangsa
Indonesia. Antara lain membentuk BPUPKI Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau yang disebut Dokuritsu Zyumbi Kosakai
sebagai bukti langkah kemerdekaan yang pernah dijanjikan. Kemudian membentuk pasukan dan laskar-laskar rakyat untuk membantu
Jepang melawan sekutu. Seperti dibentuknya pasukan PETA Pembela Tanah Air pada bulan Oktober 1943.
25
Dan di dirikan laskar-laskar atau organisasi- organisasi, seperti Keibodan Barisan Pemuda, Fujinkai Barisan Perempuan,
Seinendan prajuritperwira, Suisintai Barisan Pelopor, Pemuda Pelajar,
25
Ibid, h. 30.
26
Pemuda Pabrik, Pasukan Hizbullah, dan lain-lain.
26
Para pasukan tersebut diberi pelatihan dan dipersenjatai.
Seiring berjalannya waktu sepak terjang Jepang mulai melemah, demikian pula kebijakan-kbijakan politik Jepang mulai diketahui oleh rakyat. Akhirnya
kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pejuang Indonesia untuk mempercepat kemerdekaanya dan memukul pasukan Jepang. Hal ini dilakukan oleh pasukan-
pasukan dan laskar-laskarorganisasi yang dibentuk oleh Jepang, karena rakyat Indonesia mulai sadar atas perlakuan Jepang yang tidak beda seperti pasukan
Belanda. Sampai pada akhirnya Jepang mundur pula oleh para pejuang Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Fenomena yang terjadi pada masa-masa penjajahan Belanda dan Jepang pun terjadi dibeberapa daerah, terutama di Jawa dan khususnya di Jawa Barat.
Kebijakan ekonomi- politik pada zaman Belanda dan Jepang tidak pernah berpihak pada warga pribumi, malah sebaliknya para penjajah menjadikan rakyat
Indonesia seperti sapi perahan yang hanya mengambil kepentingan sepihak. Kebijakan ekonomi-politik Belanda jelas sekali sarat dengan pemerasan
hal ini terbukti dengan penguasaan sector-sektor perkebunan, perdagangan dan eksport-import yang berpihak pada kepentingan Belanda. Jawa Barat termasuk
salah satu daerah yang terkenal besar hasil sawah dan perkebunannya sebagaimana nampak membentang penghijauan yang terbesar dibeberapa
kabupaten. Seperti Banten, Bogor, Karawang, Bekasi, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Ciamis, Cirebon, Tasikmalaya, Indramayu, Purwakarta, dan lain-lain.
26
Ibid, h. 34.
27
Sektor perkebunan hampir seluruhnya dikuasai oleh Belanda, seperti perkebunan teh, kopi, lada, karet, dan lain-lain. Salah satunya perkebunan-
perkebunan yang berada dibeberapa kecamatan daerah Bogor dikuasai oleh Belanda.
27
Antara lain perkebunan teh di kecamatan Cisarua puncak, kemudian hasil kebun dan buah-buahan. Juga hasil kayu hutan pegunungan di kecamatan
Cileungsi, Jonggol, Cibarusa, Ciseeng, Leuwiliang, Cigombong, Jasinga, Cigudeg, Ciampea, Ciapus, dan lain-lain.
28
Dalam sektor perdagangan pun Belanda menerapkan kebijakan-kebijakan yang licik. Politik monopoli perdagangan yang pernah hilang dari dahulu kala.
Pada sektor pemasaran kemudahan dalam kepemilikan toko, kios bagi warga pribumi tidak adil. Para pedagang harus memberikan upeti kepada pemerintah
atas hasil perdagangannya. Hal tersebut pun terjadi di Bogor, seperti di pusat perbelanjaan “Pasar Bogor”, Ramayana, Empang. Belum lagi para pedagang di
Bogor harus bersaing pula dengan para pedagang keturunan Cina. Secara politis memang penguasaan, tanggung jawab dan kewenangan atas
wilayah Bogor, baik Regent Bupati, Wedana Pembantu Bupati, asisten wedana Camat, kepala desa, dan lain-lain dipimpin oleh warga setempat. Namun mereka
semua bertanggung jawab atau berada dibawah penguasaan pemerintah Belanda dan tidak sedikit pula pemimpin yang berkhianat pada rakyat. Oleh karena itu,
setiap kebijakan-kebijakan politik pada zaman Jepang secara umum tidak berbeda deangan pemerintah Belanda. Meskipun bangsa Jepang mencoba bersikap
adaptatif dan kooperatif terhadap penduduk pribumi dengan memberikan
27
Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA Bogor.
28
Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA Bogor.
28
kebijakan-kebijakan yang tidak pernah diberikan pada zaman Belanda dan juga memberikan harapan kemerdekaan. Ketika Jepang mulai terdesak oleh sekutu
mereka mengantisipasi dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan politik dengan menghimpun rakyat dan dibentuk dalam pasukan-pasukanlaskar-laskar untuk
mendukung pihak Jepang. Di Bogor peristiwa itu pun terjadi, salah satunya dengan menghimpun para
pejuang setempat ke dalam wadah pasukan perwira PETA Pembela Tanah Air. Menindak lanjuti langkah tersebut pada bulan Oktober 1943, pasukan Jepang
membuka tempat Korps Latihan Perwira Tentara sukarela PETA Bo Ei Gyugun Kanbu Renseitai di Bogor.
29
Tepatnya dijalan Jendral Sudirman di sepanjang jalan menuju gerbang Istana Bogor. Kemudian pada tanggal 18 Januari 1944,
Korps Latihan Perwira PETA tersebut diganti dengan nama Bo Ei Gyugun Kanbu Kyokutai Korps Pendidikan Perwira Tentara Sukarela PETA
30
, dengan tidak mengubah lokasi tempatnya.
Mayor Oking adalah salah satu anggota pasukan PETA yang kemudian menjadi pejuang warga Bogor. Di samping para pejuang Bogor lainnya ketika itu,
seperti Kapten Muslihat yang pernah menjadi atasan Oking, Mayor Abing Sarbini adalah Komandan Batalyon XVI Siliwangi yang ketika itu membawahi kompi
Oking, Kolonel Daan Yahya Komandan Divisi Siliwangi, KH. Tubagus Muhammad Falak, KH. Abdullah bin Nuh, Ibrahim Ajie, Kawilarang, dan lain-
lain. Sementara itu warga Bogor lainnya, yakni para pemuda-pemudi, karyawan pabrik, pelajar, para buruh dan sebagainya diorganisir sebagai laskar-laskar atau
29
Disjarah MIliter KODAM VI Siliwangi, Siliwangi dari Masa ke Masa, h. 30.
30
Ibid, h. 31.
29
organisasi-organisasi tertentu sebagaimana yang sudah penulis jelaskan sebelumnya.
D. Kondisi Masyarakat dalam Bidang Pendidikan