Pembuatan Gliserol Tribenzoat Dengan Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis H-Zeolit Teraktivasi Oleh Asam Klorida

(1)

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DENGAN

PROSES ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS

H-ZEOLIT TERAKTIVASI OLEH ASAM KLORIDA

SKRIPSI

Oleh

MUTIARA VALENTINA M

110405055

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(2)

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DENGAN

PROSES ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS

H-ZEOLIT TERAKTIVASI OLEH ASAM KLORIDA

SKRIPSI

Oleh

MUTIARA VALENTINA M

110405055

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(3)

(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini

merupakan Skripsi dengan judul “Pembuatan Gliserol Tribenzoat Dengan Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis H-Zeolit Teraktivasi Oleh Asam Klorida” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang penggunaan katalis heterogen dalam proses esterifikasi asam benzoat dan gliserol. Gliserol tribenzoate sendiri memiliki manfaat sebagai plasticizer industri polimer, dan banyak lagi. Dengan menggunakan katalis padat, akan diperoleh produk yang lebih murni, karena produk dapat dengan mudah dipisahkan dari katalis, serta kemampuan katalis untuk digunakan kembali.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Zuhrina Masyithah, ST, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

2. Ibu Ir. Renita Manurung, M.T selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Bode Haryanto, ST, MT, P.hD. selaku Dosen penguji I yang telah memberikan banyak arahan dan ilmu dalam penyusunan dan pelaksanaan skripsi.

5. Ibu Farida Hanum, S.T, M.T. selaku dosen penguji II yang telah memberikan banyak arahan dan masukan dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi.


(6)

6. Orang tua terkasih, Ayahanda P.Raja Gukguk dan Ibunda R. Hutagalung yang telah banyak membantu penulis baik dari segi material maupun non material dalam penyelesaian proposal penelitian ini.

7. Kakak dan Adik, Margareth Nora, S.E , Sandra Julita, Am.Keb. , dan Daniel Halasson Sebastian yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ekelesia Martina selaku partner penelitian penulis.

9. Teman saya, Deviana Sinaga dan Ekelesia Nainggolan yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman satu angkatan yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2015 Penulis


(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada kedua orang tua tercinta,

Ayahanda P. Raja Gukguk dan Ibunda R. Hutagalung, yang selalu


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Mutiara Valentina M NIM: 110405055

Tempat/Tgl. Lahir: Dumai, 27 Juni 1993 Nama orang tua: P. Raja Gukguk

Alamat orang tua:

Jalan Ahmad Yani Gg. Darma Bakti No. 110 Dumai 28825

Asal Sekolah

 SD 3 YKPP Dumai, tahun 1999 -2005

 SMP Swasta Santo Tarcisius Dumai, tahun 2005-2008

 SMA Negeri 1 Dumai, tahun 2008-2011 Beasiswa yang pernah diperoleh :

1. Tanoto Foundation tahun 2012 Pengalaman Organisasi/ Kerja:

1. English Club Faculty of Engineering 2011 – 2012, sebagai anggota 2. Kegiatan Mahasiswa Kristen (KMK) USU 2011-2013 sebagai anggota 3. Tanoto Scholar Association 2012-2013 sebagai anggota

4. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) USU periode 2014/2015 sebagai Anggota Penelitian dan Pengembangan Prestasi akademik/ non akademik yang pernah dicapai:


(9)

ABSTRAK

Dalam perkembangannya, esterifikasi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam mengkonversi gliserol. Gliserol tribenzoat merupakan produk turunan gliserol yang biasa digunakan sebagai bahan plasticizer untuk industri polimer, bahan tambahan pada makanan, bahan anti air pada tinta printer, dan masih banyak lagi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian pembuatan gliserol tribenzoat dengan proses esterifikasi dengan menggunakan katalis zeolit alam yang diaktivasi dengan asam klorida, sehingga diperoleh % berat (w/w gliserol) zeolit optimum, serta potensi zeolit untuk digunakan kembali (recycle). Zeolit alam diaktivasi dengan HCl 4M selama 6 jam, lalu dikalsinasi didalam furnace 500 oC selama 5 jam. Selanjutnya dalam proses esterifikasi gliserol 90% direaksikan dengan dengan asam benzoat yang dilarutkan dalam metanol, dengan perbandingan mol asam benzoat dengan gliserol yaitu 3,5:1 , suhu reaksi 65 oC, dengan kecepatan pengaduk 200 rpm, variasi % berat katalis (w/w gliserol) yaitu 5%, 6%, 7%, dan 8%, serta dilakukan recycle katalis sebanyak 3 kali. Hasil karakterisasi FTIR menghasilkan penyesuaian tetap yang menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan adalah gliserol tribenzoat. Rendemen tertinggi diperoleh pada % berat katalis 6 % yaitu 68,992 %. Katalis H-zeolit yang direcycle masih layak pakai hingga 3 kali

recycle dengan persen penurunan rendemen tiap kali recycle≤ 8%.


(10)

ABSTRACT

In the last few years, esterification is one method that is often used in converting glycerol. Glycerol tribenzoate is a derivative product of glycerol which used as a plasticizer for polymer industry, food additives, water repellent material on printer ink, and many more. This research aims to study the making of glycerol tribenzoate through esterification process by using natural zeolite catalyst which is activated with hydrochloric acid, in order to obtain the optimum catalyst % weight (w/w glycerol), and also to see the potential of recycling the zeolite. Zeolit was activated by HCl 4M for 6 hours, and then calcined in the furnace at 500 oC for 5 hours. Then continued to esterification process, glycerol 90% reacted with benzoic acid which dissolved in methanol, with mole ratio of benzoic acid and glycerol at 3,5:1, reaction temperature at 65 oC, and the stirrer speed of 200 rpm, the catalyst % weight is varied at 5 %, 6%, 7%, and 8%, and catalyst recycling is performed 3 times. FTIR characterization result a close match, shows that the product is glycerol tribenzoate. The highest yield was obtained at 6% catalyst % weight i.e 68,992%. H- zeolite catalyst is still feasible to use up to 3 times recycling, with percent of yield reduction for each recycle is ≤ 8%


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1LATAR BELAKANG 1

1.2PERUMUSANMASALAH 4

1.3TUJUANPENELITIAN 4

1.4MANFAATPENELITIAN 4

1.5RUANGLINGKUPPENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1GLISEROL 6

2.1.1 Sifat Fisika Gliserol 7

2.1.2 Sifat Kimia Gliserol 8

2.2ESTERIFIKASI 8

2.2.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Esterifikasi 9

2.2.2 Esterifikasi Gliserol 10

2.3ASAM BENZOAT 12

2.4ASAM KLORIDA 13

2.5KATALIS PADAT 14


(12)

2.5.2 Aktivasi Zeolit Alam 16

2.6 METANOL 16

2.7 GLISEROL TRIBENZOAT 18

2.8 METODE ANALISA 18

2.8.1 Sperektoskopi FTIR (Fourier transform Infra Red) 19

2.9 ANALISA BIAYA 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22

3.1LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 22

3.2BAHAN 22

3.3PERALATAN PENELITIAN 22

3.4PROSEDUR PERCOBAAN 23

3.4.1Aktivasi Zeolit 23

3.4.2Esterifikasi Gliserol 23

3.4.3Pemurnian Gliserol Tribenzoat 24

3.4.4Recycle Katalis H-Zeolit 24

3.5FLOWCHART PENELITIAN 25

3.5.1Flowchart Aktivasi Katalis H-Zeolit 25

3.5.2Flowchart Esterifikasi Gliserol 26

3.5.3Flowchart Pemurnian Gliserol Tribenzoat 27

3.5.4Flowchart Recycle Katalis H-Zeolit 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1AKTIVASI KATALIS H-ZEOLIT DENGAN ASAM KLORIDA 28 4.2KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)

GLISEROL TRIBENZOAT 30

4.3PENGARUH VARIABEL PERCOBAAN TERHADAP RENDEMEN

GLISEROL TRIBENZOAT 33

4.3.1 Pengaruh Persen Berat Katalis H-Zeolit Terhadap Rendemen Gliserol

Tribenzoat 34

4.3.2 Pengaruh Recycle Katalis H-Zeolit Terhadap Rendemen Gliserol

Tribenzoat 35

4.4 MEKANISME REAKSI DAN KATALISIS GLISEROL TRIBENZOAT 38


(13)

5.1KESIMPULAN 40

5.2SARAN 40


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Sintesis Gliserol dari Lemak dan Minyak 6

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Esterifikasi 9

Gambar 2.3 Pengaruh Ukuran Kristal H-ZSM-5 pada Laju Hidrasi Fasa

Cair Sikloheksana pada 393 K 15

Gambar 2.4 Mekanisme Pertukaran Kation (H dan Na) pada Zeolit 16 Gambar 2.5 Grafik Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Beberapa

Pelarut Organik 17

Gambar 3.1 Flowchart Aktivasi Katalis H-Zeolit 25

Gambar 3.2 Flowchart Esterifikasi Gliserol 26

Gambar 3.3 Flowchart Pemurnian Gliserol Tribenzoat 27

Gambar 3.4 Flowchart Recycle Katalis H-Zeolit 28

Gambar 4.1 Karakteristik FTIR (Fourier Transform Infra Red) Sampel

produk Gliserol Tribenzoat 31

Gambar 4.2 Perbandingan Karakteristik (Fourier Transform Infra Red) Gliserol Tribenzoat Standar dengan Sampel Produk Gliserol

Tribenzoat 32

Gambar 4.3 Grafik Hubungan % Berat Katalis H-Zeolit dengan

Rendemen Gliserol Tribenzoat 34

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Recycle H-Zeolit dengan Rendemen

Gliserol Tribenzoat 36

Gambar 4.5 Grafik % Penurunan Rendemen akibat Recycle H-Zeolit 37

Gambar 4.6 Proses Protonisasi Asam Benzoat 38

Gambar 4.7 Penyerangan Karbon Positif Asam Benzoat Oleh

Polialkohol yang Bersifat Nukleofilik 38

Gambar 4.8 (a) Proses Tautomerisasi (b) Proses Deprotonisasi 39 Gambar L3.1 Hasil Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red) Sampel

Produk Gliserol Tribenzoat 49

Gambar L3.2 Hasil Analisis AAS Komposisi Katalis Zeolit Belum

Teraktivasi dan H-Zeolit Teraktivasi 50


(15)

Gambar L4.2 Foto Serbuk Zeolit Alam 51

Gambar L4.3 Foto Pengayakan Serbuk Zeolit Alam 52

Gambar L4.4 Foto Proses Aktivasi Katalis Zeolit 52

Gambar L4.5 Foto Katalis H-Zeolit Hasil Kalsinasi 53

Gambar L4.6 Foto Rangakaian Alat Esterifikasi 53

Gambar L4.7 Foto Pemurnian Larutan Produk Gliserol Tribenzoat 54 Gambar L4.8 Foto Penimbangan Padatan Gliserol tribenzoat


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Terdahulu 1

Tabel 2.1 Keterangan Jumlah Biaya untuk Sintesis Katalis H-Zeolit 20 Tabel 2.2 Keterangan Jumlah Biaya untuk Sintesis Gliserol Tribenzoat 21 Tabel 2.3 Keterangan Jumlah Biaya untuk Pemurnian Gliserol Tribenzoat 21 Tabel 4.1 Hasil Analisis Komposisi Aluminium dan Silika Zeolit

Sebelum dan Sesudah Aktivasi 30

Tabel 4.2 Keterangan Analisa Gugus Fungsi pada Sampel Gliserol

Tribenzoat 31

Tabel 4.3 Nilai Rendemen Gliserol Tribenzoat 33


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian 45

L1.1 Data Nilai Rendemen Gliserol Tribenzoat 45

Lampiran 2 Contoh Perhitungan 45

L2.1 Perhitungan Pengenceran Asam Klorida 45 L2.2 Perhitungan Kebutuhan Asam Benzoat 47

L2.3 Perhitungan Massa Katalis 48

L2.4 Perhitungan Rendemen Gliserol Tribenzoat 48

Lampiran 3 Hasil Analisis 49

L3.1 Hasil Analisis Ftir (Fourier Transform Infra Red)

Gliserol Tribenzoat 49

L3.2 Hasil Analisis Komposisi Katalis Zeolit Belum Teraktivasi Dan H-Zeolit Teraktivasi 50

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian 51

L4.1 Foto Preparasi Katalis Zeolit Alam 51 L4.2 Foto Proses Aktivasi Katalis H- Zeolit 52

L4.3 Foto Proses Esterifikasi 53


(18)

DAFTAR SINGKATAN

AAS Atomic Absorption Spectrophotometry

FTIR Fourier Transform Infra Red


(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

T Suhu oC

M Molaritas larutan M

V Volume larutan terpakai ml

Mr Berat molekul gr/mol

w Berat sampel g

ρ Massa jenis kg/m3


(20)

ABSTRAK

Dalam perkembangannya, esterifikasi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam mengkonversi gliserol. Gliserol tribenzoat merupakan produk turunan gliserol yang biasa digunakan sebagai bahan plasticizer untuk industri polimer, bahan tambahan pada makanan, bahan anti air pada tinta printer, dan masih banyak lagi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian pembuatan gliserol tribenzoat dengan proses esterifikasi dengan menggunakan katalis zeolit alam yang diaktivasi dengan asam klorida, sehingga diperoleh % berat (w/w gliserol) zeolit optimum, serta potensi zeolit untuk digunakan kembali (recycle). Zeolit alam diaktivasi dengan HCl 4M selama 6 jam, lalu dikalsinasi didalam furnace 500 oC selama 5 jam. Selanjutnya dalam proses esterifikasi gliserol 90% direaksikan dengan dengan asam benzoat yang dilarutkan dalam metanol, dengan perbandingan mol asam benzoat dengan gliserol yaitu 3,5:1 , suhu reaksi 65 oC, dengan kecepatan pengaduk 200 rpm, variasi % berat katalis (w/w gliserol) yaitu 5%, 6%, 7%, dan 8%, serta dilakukan recycle katalis sebanyak 3 kali. Hasil karakterisasi FTIR menghasilkan penyesuaian tetap yang menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan adalah gliserol tribenzoat. Rendemen tertinggi diperoleh pada % berat katalis 6 % yaitu 68,992 %. Katalis H-zeolit yang direcycle masih layak pakai hingga 3 kali

recycle dengan persen penurunan rendemen tiap kali recycle≤ 8%.


(21)

ABSTRACT

In the last few years, esterification is one method that is often used in converting glycerol. Glycerol tribenzoate is a derivative product of glycerol which used as a plasticizer for polymer industry, food additives, water repellent material on printer ink, and many more. This research aims to study the making of glycerol tribenzoate through esterification process by using natural zeolite catalyst which is activated with hydrochloric acid, in order to obtain the optimum catalyst % weight (w/w glycerol), and also to see the potential of recycling the zeolite. Zeolit was activated by HCl 4M for 6 hours, and then calcined in the furnace at 500 oC for 5 hours. Then continued to esterification process, glycerol 90% reacted with benzoic acid which dissolved in methanol, with mole ratio of benzoic acid and glycerol at 3,5:1, reaction temperature at 65 oC, and the stirrer speed of 200 rpm, the catalyst % weight is varied at 5 %, 6%, 7%, and 8%, and catalyst recycling is performed 3 times. FTIR characterization result a close match, shows that the product is glycerol tribenzoate. The highest yield was obtained at 6% catalyst % weight i.e 68,992%. H- zeolite catalyst is still feasible to use up to 3 times recycling, with percent of yield reduction for each recycle is ≤ 8%


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tingginya permintaan terhadap bahan bakar yang terbarukan dan rendah polusi telah membuat biodiesel menjadi pilihan yang sangat menarik bagi beberapa negara di dunia. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi gliserol, karena gliserol merupakan produk samping yang terbentuk dengan proporsi berat 1 : 10 selama produksi biodiesel [1]. Tingginya jumlah produksi gliserol sebagai produk samping, mengakibatkan penurunan harga pasar gliserol yang kemudian telah membangkitkan minat untuk mengembangkan lebih jauh lagi aplikasi gliserol. Penggunaan gliserol sebagai bahan baku telah menjadi perhatian khusus dalam pengembangan berbagai proses sintetis baru yang ramah lingkungan serta berkelanjutan [2].

Salah satu metode yang banyak digunakan untuk memproduksi produk turunan gliserol adalah melalui esterifikasi gliserol. Dalam reaksi esterifikasi dihasilkan bermacam-macam ester yang mempunyai banyak kegunaan dan bernilai lebih tinggi. Produk dari konversi gliserol ini bersifat ramah lingkungan dan terbarukan karena bukan merupakan turunan dari minyak bumi [3]

Salah satu turunan gliserol yang banyak dikembangkan adalah gliserol tribenzoat. Produk gliserol tribenzoat ini digunakan untuk aplikasi bahan plasticizer untuk industri polimer, bahan tambahan pada makanan, bahan anti air pada tinta printer, bahan pada pewarna kuku, dan sebagai tambahan pada minyak citrus untuk menaikkan nilai specific gravity minyak [4] [5] [6] . Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini terangkum pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Penelitian – Penelitian Terdahulu

No Penulis Penelitian Sebelumnya

1. Tamayo et al,

2011

Judul

Bahan baku

:Esterification of Benzoic Acid and

Glicerol to α- Monobenzoate Glycerol in

Solventless Media Using an Industrial Free Candida antartica lipase B


(23)

Pelarut Enzim Metode Hasil

: -

: Candida antartica lipase B

: Esterifikasi dengan Perlakuan Enzim : Konversi 90% dengan konsentrasi

gliserol 20, Temperatur= 60 o, kecepatan pengadukan 450 rpm, konsentrasi enzim 30 g/liter, konsentrasi benzoate 30 g/liter, dan gliserol 20 g/l

2. Prasetyo, dkk.,

2012 Judul Bahan baku Pelarut Metode Hasil

: Proses Reaksi Gliserol dan Asam Benzoat Dengan Menggunakan Katalis Asam Sulfat

: Gliserol 90% dan Asam Benzoat : Metanol

: Esterifikasi dengan katalis asam sulfat : Yield tertinggi sebesar 64,165 %

diperoleh pada rasio mol gliserol dan asam benzoat 1:3, temperatur 60 oC , kecepatan pengaduk 200 rpm

3. Abdurrakhman, dkk.,2013 Judul Bahan baku Pelarut Metode Hasil

: Studi Awal Proses Pembuatan Glycerol Tribenzoat Dari Gliserol Dan Asam Benzoat Dengan Menggunakan Katalis Asam Klorida : Gliserol 90% dan Asam Benzoat : Metanol

: Esterifikasi dengan katalis asam klorida : Yield tertinggi sebesar 71,87 % pada rasio mol asam benzoat : gliserol (3,5 :1), katalis 7 %, dan suhu 65 oC , kecepatan pengaduk 100 rpm

4. Khayoon et al, 2014

Judul

Bahan baku Metode Hasil

: Improved production of Fuel Oxygenates Via Glycerol Acetylation with Acetic Acid.

: Gliserol kemurnian tinggi (>99%) dan Asam Asetat

: Esterifikasi dengan katalis 3%Y/SBA-3

: 1.Konversi gliserol 100%, dengan suhu 110 oC, waktu reaksi 2,5 jam, 0,05 gram katalis (1%) , rasio mol glycerol : asam asetat (1:4)

2.Katalis 3%Y/SBA-3 stabil hingga pemakaian yang ketiga kalinya Berdasarkan penelitian sebelumnya, pembuatan gliserol tribenzoat dilakukan melalui proses esterifikasi, yang menggunakan katalis asam homogen


(24)

dan enzim. Pada penelitian ini akan digunakan katalis heterogen yang diaktivasi dengan menggunakan asam klorida sehingga membentuk H- zeolit. Proses aktivasi ini dilakukan untuk membersihkan pori, membuang senyawa pengotor, modifikasi luas permukaan serta keasaman [7]. Pada penelitian ini ingin diperoleh persen berat optimum katalis H-zeolit dalam reaksi pembuatan gliserol tribenzoat. Pengaktivasian katalis heterogen (zeolit) dengan HCl digunakan bertujuan untuk memperoleh sifat-sifat unggul dari zeolit dan HCl. Asam klorida dipakai karena merupakan satu - satunya katalis asam homogen yang dapat dipertimbangkan untuk dipulihkan kembali dan digunakan kembali karena bersifat tidak terlarut dan terdistribusi dalam produk [8]. Pemilihan penggunaan katalis padat berupa zeolit dikarenakan reaksi dengan produk samping air mendeaktivasi katalis asam padat selama reaksi. Sehingga, zeolit yang tinggi kandungan silika, yang bersifat hidrofobik, diharapkan untuk menunjukkan aktivitas katalitik yang tinggi untuk reaksi ini [9].

Pada penelitian ini digunakan pelarut metanol karena pelarut metanol memiliki keunggulan dalam hal viskositas, dimana viskositas metanol satu orde lebih rendah dibanding pelarut lain, dan memiliki tegangan permukaan rendah yang mencegah terjadinya foaming, serta metanol dapat bersifat sebagai pelarut polar dan non polar [10]. Pada penelitian ini diperlukan pelarut yang bersifat non-polar agar sistem tetap dalam keadaan homogen dan tidak terbentuk fasa solid – liquid.

Pada penelitiannya, Khayoon et al (2014) juga meneliti mengenai kemampuan katalis heterogen untuk direcycle. Khayoon et al (2014) menggunakan katalis 3%Y/SBA-3 pada esterifikasi gliserol dan asam asetat, dan katalis tersebut memiliki performa yang stabil hingga pemakaian yang ke -3. Maka pada penelitian ini ingin dilihat pengaruh recycle katalis asam H-Zeolit pada hasil esterifikasi gliserol dengan asam benzoat.

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan diperoleh informasi mengenai pengaruh penggunaan katalis H – Zeolit yang diaktivasi dengan HCl dalam meningkatkan yield dari gliserol tribenzoat melalui reaksi esterifikasi gliserol dengan asam benzoat, karena sejauh ini belum ada penelitian mengenai


(25)

pembuatan gliserol tribenzoat dengan menggunakan katalis heterogen, serta melihat kemampuan katalis tersebut untuk digunakan kembali (recycle).

1.2PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah

1. Bagaimana pengaruh rasio persen berat (% wt) katalis H- Zeolit yang diaktivasi dengan HCl dalam esterifikasi gliserol dengan asam benzoat dengan pelarut metanol

2. Bagaimana pengaruh penggunaan kembali (recycle) katalis H-Zeolit terhadap yield gliserol tribenzoat

1.3TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh rasio persen berat (% wt) katalis H- Zeolit yang diaktivasi dengan HCl dalam esterifikasi gliserol dengan asam benzoat dengan pelarut metanol

2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kembali (recycle) katalis H-Zeolit terhadap yield gliserol tribenzoat

1.4MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1. Meningkatkan yield dari gliserol tribenzoat dengan menggunakan metode esterifikasi gliserol dengan asam benzoat.

2. Menambah informasi mengenai performansi penggunaan katalis H – Zeolit yang diaktivasi dengan HCl dalam reaksi pembuatan gliserol tribenzoat melalui proses esterifikasi

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(26)

1. Sampel yang digunakan adalah gliserol 90%

2. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah esterifikasi dengan katalis asam

3. Variabel penelitian adalah Persen berat (%w/w) katalis H – Zeolit terhadap gliserol, dan penggunaan kembali (recycle) H- Zeolit:

 Persen berat (%w/w) katalis H – Zeolit (5% ; 6% ; 7%; 8%)

 Penggunaan kembali (recycle) H- Zeolit (katalis segar ; katalis cucian 1 ; katalis cucian 2; katalis cucian 3)

4. Pengujian menggunakan :

Fourier Transform InfraRed (FTIR) untuk mengetahui ada tidaknya kemiripan spectra sampel produk dengan gliserol tribenzoate

Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) untuk mengetahui kadar silika dan aluminium pada katalis zeolite baik sebelum maupun sesudah aktivasi


(27)

BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

2.1. GLISEROL

Berawal pada 2800 SM gliserol (1, 2, 3 – propanaetriol atau gliserin), adalah molekul organik yang diisolasi dengan pemanasan lemak dengan adanya abu (untuk memproduksi sabun), gliserol merupakan zat kimia industri dengan puluhan aplikasi. Sejak akhir 1940-an , menyusul ditemukannya surfaktan sintetis, gliserol telah diproduksi dari ephichlorohydrin yang diperoleh dari propilena ( demikian juga dari minyak fosil) perusahaan kimia yang besar telah memperkirakan kelangkahan gliserol, sehingga memulai memproduksi gliserol sintetis. Saat ini, pabrik gliserol justru telah ditutup, dan banyak pabrik yang menggunakan gliserol sebagai bahan baku ( termasuk untuk memproduksi

ephichlorohydrin itu sendiri) yang diperoleh dari surplus besar gliserol yang terbentuk sebagai produk samping ( 10% berat) dari pembuatan bahan bakar biodiesel dengan proses transesterifikasi minyak biji dengan metanol [11].

Saat ini produksi gliserol dari lemak dan minyak dilakukan dengan cara saponifikasi yang menghasilkan gliserol dan sabun, dengan hidrolisis yang menghasilkan gliserol dan asam lemak atau dengan cara transesterifikasi dengan metanol yang menghasilkan gliserol dan fatty acid methyl ester. Berikut merupakan skema pembentukkan gliserol dari lemak dan minyak :

Gambar 2.1 Sintesis Gliserol dari Lemak dan Minyak [12]

Jelas sekali pertanyaan muncul tentang bagaimana gliserol tambahan ini dapat digunakan secara bijak. Secara umum telah ada penggunaan gliserol dalam jumlah besar, sebagai contoh, gliserol digunakan dalam bidang farmasi, kosmetik


(28)

(perawatan rambut dan kulit), sabun, dan pasta gigi. Ada juga penggunaan langsung yaitu sebagai pemanis dalam permen dan kue dan sebagai wetting agent

pada tembakau. Beberapa pemanfaatn kimia gliserol juga telah dilakukan di industri, terutama dalam sintesis ester, polieter, dan alkyd resin. Cakupan penggunaan gliserol terlihat masih kecil untuk dilakukan pengembangan dalam bidang ini. Sehingga muncul pertanyaan apakah ada pengaplikasian dalam bidang lain, dimana gliserol itu sendiri atau turunannya dapat ditangani dengan cara yang baru dalam industri kimia [12]

2.1.1. Sifat Fisika Gliserol

Gliserol merupakan pelarut yang sangat berguna untuk berbagai untuk berbagai padatan, baik organik maupun inorganik yang penting pada bidang farmasi. Kelarutan gas dalam gliserol, sama seperti pada cairan lainnya yaitu bergantung pada suhu dan tekanan. Berikut merupakan sifat – sifat fisika dari gliserol [13] :

1. Berat molekul : 92,09 gr/mol 2. Titik lebur : 18,17 oC

3. Titik didih : 290 oC ( 760 mmHg ) 4. Densitas : 1,261 g/cm3 (20 oC)

5. Viskositas : 1,499 cP ( 20 oC / gliserol 100%) 6. Boiling point : 69 (P = 1 atm)

7. Tekanan uap : 0,0025 mmHg (50 oC) 0,195 mmHg (100 oC)

4,3 mmHg (150 oC) 46 mmHg (200 oC)

2.1.2. Sifat Kimia Gliserol

Gliserol adalah molekul reaktif yang mengalami semua reaksi biasa alkohol. Dua gugus hidroksil primer akhir lebih reaktif daripada gugus hidroksil sekunder dalam. Dibawah kondisi netral atau alkali, gliserol dapat dipanaskan sampai 250 oC tanpa pembentukan akrolein. Karena itu sebaiknya reaksi dengan gliserol dilaksanakan pada kondisi basa atau netral pada 180 oC, gliserol alkalin


(29)

mulai dehidrasi membentuk eter poligliserol. Pada suhu kamar gliserol cepat menyerap air, ketika encer gliserol akan diserang oleh mikroorganisme. Pada oksidasi, gliserol menghasilkan berbagai produk tergantung pada kondisi reaksi. Beberapa produk industri penting gliserol meliputi :

1. Mono-, di-, dan tri ester asam organik dan anorganik

2. Mono dan digliserida dari asam lemak yang dibentuk oleh tranesterifikasi trigliserida (dari lemak)

3. Ester alifatik dan aromatik yang terbentuk oleh reaksi dengan agen alkilasi masing – masing

4. Poligliserol dibentuk oleh keterasingan antar molekul air dengan katalis basa 5. 1,2 atau 1,3 – siklik asetal atau ketal dibentuk oleh reaksi aldehida atau keton [13]

2.2 ESTERIFIKASI

Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi. Esterifikasi juga didefenisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol. Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat dan asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya methanol, etanol, 1-propanol, 1-butanol, amil alkohol dan lain – lain. Asam organik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat tersebutlah yang akan berperan sebagai substrat.

Mekanisme reaksi esterifikasi dapat dijelaskan melalui beberapa tahap reaksi berikut :

a) Pembentukkan proton pada asam karboksilat. Pada proses ini terjadi perpindahan proton dari katalis asam atom oksigen pada gugus karbonil b) Alkohol nukleofilik menyerang karbon positif, dimana atom karbon karbonil

kemudian diserang oleh atom oksigen dari alkohol, yang bersifat nukleofilik sehingga terbentuk ion oksonium. Pada proses ini terjadi pelepasan proton atau deprotonisasi dari gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan senyawa kompleks teraktivasi


(30)

c) Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil yang diikuti pelepasan molekul air menghasilkan ester [14]

Mekanisme reaksi diatas dapat dirangkum sebagai berikut :

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Esterifikasi [14]

Esterifikasi tanpa katalis juga dapat dilakukan dengan menggunakan satu molekul asam karboksilat dan satu pereaksi secara berlebihan. Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh dehidrasi yang artinya menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambahkan pelarut yang bersifat non – polar seperti misalnya benzene dan kloroform sehingga air yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang digunakan atau dengan menambahkan molekul sieves [15].

2.2.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Esterifikasi

1. Katalis

Katalisator mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dalam satu atau dua jalan, dengan pembentukan senyawa antara, atau dengan adsorpsi. Proses esterifikasi dipercepat dengan penambahan asam kuat, sepeti asam sulfat atau asam klorida. Titik keseimbangan reaksi tidak diubah oleh katalis ; hanya kecepatan esterifikasinya ditingkatkan. Dalam setiap kasus, sekarang secara umum digunakan sebuah katalis, yang biasanya asam sulfat, dalam pencampuran dengan alkohol dan asam yang akan direaksikan.Katalisator basa tidak efektif karena konversi dari gugus karboksil ke ion karboksilat menggeser kesimbangan sangat jauh ke kiri; penambahan ke hidrolisis ester [16].

2. Temperatur

Laju reaksi kimia bertambah dengan naiknya temperatur (Keenan, et.al., 1984). Seperti kebanyakan reaksi lain, kecepatan esterifikasi kira-kira meningkat dua kali dengan kenaikan suhu 10oC. Oleh karena itu, panas digunakan untuk


(31)

mempercepat reaksi esterifikasi (Groggins, 1958). Kita dapat menghitung kenaikan ini dalam kecepatan reaksi dengan dasar bahwa molekul bergerak kira-kira lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi dan konsekuensinya tumbukan satu sama lain lebih sering. Selama suhu naik tidak hanya tumbukan molekul lebih sering, tetapi mereka bertumbukan dengan dampak yang lebih besar karena mereka bergerak lebih cepat. Pada suhu tinggi prosentase hasil tumbukan dalam sebuah reaksi kimia lebih luas karena prosentase molekul yang memiliki energi aktivasi yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih besar [16].

3. Kecepatan Pengadukan

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :

k = A e(-Ea/RT) dimana,

T = Suhu absolut ( ºC)

R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK) E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)

A = Faktor tumbukan (t-1)

k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)

Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi [17]

2.2.2 Esterifikasi Gliserol

Ester adalah kelas penting dalam bahan kimia, memiliki aplikasi diberbagai bidang seperti sebagai pelarut, plasticizer, bidang farmasi, dan barang setengah jadi [18].

Reaksi esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan senyawa alkohol membentuk ester. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus –CO2 R’ dan R dapat berupa alkil maupun aril, Esterifikasi dapat dilangsungkan dengan katalis asam dan bersifat reversible. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:


(32)

C3H5(OH)3 + RCOOH  C3H5(OH)2OOCR + H2O Gliserol Asam Karboksilat Ester Gliserol Air

Percobaan pembuatan produk glycerol triheptanoate dilakukan dengan cara reaksi esterifikasi antara gliserol dengan asam heptanoat. Kegunaan produk dari glycerol triheptanoate adalah plasticizer ramah lingkungan dengan kelebihan yaitu, bebas pthalat dan mudah dilelehkan, penguapan rendah.

Gliserol monostearat merupakan senyawa ester yang dihasilkan dari reaksi esterifikasi antara gliserol dengan asam stearat. Pembuatan gliserol stearat ini dilakukan dalam range temperatur 140 – 190 oC dengan waktu yang digunakan untuk percobaan adalah 8 jam, kondisi optimal dihasilkan pada temperature 180 oC dengan waktu reaksi 8 jam diperoleh ester 94,5 % katalis yang digunakan katalis asam (HCl) dengan basa (KOH) dengan konsentrasi 0,75 %. Kegunaan produk GMS (gliserol monostearat) ini adalah untuk surfaktan non-ionik pada industri oleokimi, GMS ini digunakan dalam shampoo sebagai pearlizing agent, emulsifier, dan lotion, serta dalam industri makanan (ice cream, butter, dll) sebagai opacifier [14].

Asetilasi gliserol mengarahkan pada pembentukkan bahan kimia yang berguna seperti gliserol monostearat dan diasetat yang memiliki aplikasi dalam sirogenik dan polimer. Gliserol triasetat dapat berperan sebagai pengubah aliran dingin dan pengurang viskositas dalam biodiesel, bahan aditif anti ketukan dan menaikkan angka oktan pada bensin sebagai alternatif dari alkil ester yang komersial (MTBE dan ETBE) [19]. Bremus et al menemukan proses untuk menghasilkan triasetin secara kontinyu, pada tahap pertama hanya sebagian gliserol dikonversi dengan asam asetat. Pada tahap kedua campuran reaktan dicampur dengan asam asetat anhidrida untuk mencapai konversi sempurna dari triasetin, tahap terakhir triasetin dimurnikan dengan cara distilasi.

Rose et al , melakukan eksperimen untuk mensisntesis DAG (Diasilgliserol) melalui esterifikasi asam lemak bebas dan gliserol pada suatu system bebas pelarut menggunakan Lipozyme IM yang disertai dengan pembuangan air secara simultan, menghasilkan yield 85 % DAG [20].


(33)

Corma et al, menginvestigasi basa lewis yaitu hidrotalsit sebagai katalis untyuk mengkonversi metal oleat dengan gliserol menjadi ester yang bernilai sebagai surfaktan dan emulsifier.

Roice et al, mempublikasikan sebuah tulisan tentang kegunaan gliserol dimetalkrilat sebagai monomer. Diester ini dapat digunakan untuk mensintesa kopolimer dengan sifat baru yang menarik [12].

2.3 ASAM BENZOAT

Asam benzoat bewarna putih, dan berbentuk kristal (seperti pasir). Asam benzoate digunakan untuk membuat bahan kimia lainnya, seperti didalam parfum dan penyedap rasa, dan berfungsi sebagai pengawet makanan dan agen anti jamur. Adapun sifat fisika dari asam benzoate adalah sebagai berikut : 1. Titik leleh : 122 oC

2. Titik didih : 250 oC 3. Berat molekul : 122,1 gr/mol

4. Tekanan uap : 1 mmHg pada 96 oC 5. Kelarutan dalam air : sedikit larut 6. Densitas uap : 4,2 (udara =1) 7. Spesific Gravity : 1,3 (air =1) [21]

Penelitian oleh Gui dan rekannya menunjukkan bahwa esterifikasi dari asam aromatik lebih sulit dibanding dengan asam alifatik dan waktu reaksi yang lebih lama (16 jam) dilakukan dengan menggunakan ionic liquid SO3 sebagai katalis [22]

Ketika asam benzoate direaksikan dengan etanol, n-propanol, i-propanol, n-butanol, i-buatanol, s-butanol, t-butanol, ionic liquids asam Novel Bronsted dengan kation benzothiazolium terlarut didalam campuran reaktan homogen pada temperature operasi dan kemudian media reaksi berubah dari system homogen menjadi system dua fasa liquid – solid ketika reaksi telah selesai dan sistem didinginkan pada temperatur ruangan. Namun, pada saat dengan methanol sistem esterifikasi tetap homogen selama reaksi. Fenomena reaksi bervariasi terhadap kelarutan dari katalis dalam reaktan [23].


(34)

2.4 ASAM KLORIDA

Asam klorida adalah cairan yang tidak mudah terbakar, transparan dan tidak berwarna atau kuning. Meskipun asam klorida tidak mudah meledak ataupun terbakar, tetapi merusak berbagai jenis logam untuk membentuk hydrogen.

Adapun sifat fisika dari asam klorida adalah sebagai berikut : 1. Titik leleh : -66 oC (konsentrasi 35%) 2. Titik didih : 108,6 oC (Konsentrasi 20,2%)

3. Berat molekul : 36,46 gr/mol

4. Tekanan uap : 10 mmHg ( 20 oC,konsentrasi 30%) 5. Spesific Gravity : 1,18 (15 oC, konsentrasi 35%) [24]

Kinerja katalis dan kemampuan untuk pemulihan kembali dari beberapa katalis asam homogen (asam klorida, asam sulfat, dan asam nitrat) untuk esterifikasi asam lemak bebas (FFA) yang dihidrolisa dengan enzim dan methanol telah diteliti. Untuk meningkatkan laju reaksi, katalis homogen seperti asam sulfat, asam klorida dan asam nitrat dapat digunakan untuk mengkatalisa reaksi esterifikasi karena katalis asam homogen ini memiliki aktivitas katalisa yang lebih unggul dibanding dengan katalis heterogen. Hal ini telah diobservasi bahwa dihasilkan laju reaksi yang lebih cepat ketika diberikan katalis yang lebih banyak, karena asam klorida menyediakan proton kepada FFA dalam jumlah yang cukup untuk mengkatalisa reaksi pada laju yang rasional. Namun, katalis homogen pada umumnya dipandang berpotensi terlarut dan terdistribusi dalam biodiesel setelah proses esterifikasi.

Meskipun semua katalis diatas memberikan yield yang tinggi, asam klorida adalah satu – satunya katalis yang dapat dipertimbangkan untuk dipulihkan kembali dan digunakan kembali. Asam klorida yang dipulihkan dapat mencapai yield yang tinggi pada reaksi esterifikasi FFA dalam 5 kali pemakaian ulang. Semua asam klorida masih tetap pada fasa methanol hal ini mungkin dikarenakan 63% air yang miuncul dalam katalis meningkatkan polaritas dari fasa methanol [8].


(35)

2.5 KATALIS PADAT

Saat ini, sekitar 180 proses industri menggunakan katalis asam padat dalam operasinya, seperti zeolit, oksida, oksida campuran termasuk asam heteropoli dan fosfat. Namun, jumlah yang signifikan dari reaksi dengan katalis asam seperti reaksi Friedel-Crafts, esterifikasi, hidrasi dan hidrolisis masih menggunakan asam konvensional, seperti H2SO4 dan AlCl3.

Untuk reaksi dimana air berperan sebagai reaktan atau produk, seperti hidrolisis, hidrasi, dan esterifikasi, hanya beberapa katalis asam padat yang dapat diterima sesuai ketentuan aktivitasnya, stabilitas, dan ketidaklarutannya. Kesulitan dalam menggunakan katalis asam padat adalah peracunan yang berat pada sisi aktif asam oleh air, dan faktanya, kebanyakan dari katalis asam pada kehilangan aktivitas katalitiknya dalam larutan [9].

Pada proses esterifikasi ini, reaktan, katalis dan kondisi operasi reaksi memberikan pengaruh dan peranan yang penting. Pada proses esterifikasi katalis yang banyak digunakan pada awalnya adalah katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organic, seperti H2SO4, HF, H3PO4, dan RSO3H, PTSA. Hanya saja, katalis – katalis homogen ini bersifat korosif, beracun dan sulit untuk dipisahkan dari produk. Oleh karena itu, dicoba dilakukan penggantian katalis homogen asam dengan katalis padat (katalis heterogen), seperti zeolit, alumina ataupun resin pengganti ion, yang saat ini merupakan satu - satunya yang telah digunakan secara komersial. Namun resin pengganti ion ini kurang memiliki kekuatan mekanik dan stabilitas termal, sehingga mudah terdeaktivasi dan karenanya pemakaiannya terbatas [25].

2.5.1 Zeolit

Mineral zeolit adalah kelompok mineral aluminium silikat terhidrasi LmAlxSiyOz.nH2O, dari logam alkali dan alkali tanah (terutama Ca dan Na), m, x, y, dan z merupakan bilangan 2 hingga 10, n koefisien dari H2O, serta L adalah logam. Zeolit secara empiris ditulis (M+, M2+) Al2O3.SiO2.zH2O, M+ berupa Na atau K dan M2+ berupa magnesium kalsium, atau besi. Litium, Stronsium, atau Barium dalam jumlah kecil dapat menggantikan M+ atau M2+, g dan z bilangan koefisien. Beberapa jenis zeolit bewarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat, atau


(36)

warna lainnya karena hadirnya oksida besi atau logam lainnya. Densitas zeolit antara 2,0 - 3,0 g/cm3, dengan bentuk halus dan lunak [26].

Esterifikasi merupakan reaksi dengan katalis asam yang penting didalam industri kimia. Telah ditunjukkan produk samping air mendeaktivasi katalis asam padat selama reaksi. Sehingga, zeolit yang tinggi kandungan silika, yang bersifat hidrofobik, diharapkan untuk menunjukkan aktivitas katalitik yang tinggi untuk reaksi ini. Faktanya, zeolit yang kaya silika efisien untuk digunakan dalam esterifikasi asam asetat dengan etanol. Disisi lain, untuk esterifikasi asam asetat dengan 2 –butanol, aktivitas H-ZSM-5 lebih rendah dibanding dengan resin penukar kation. Diduga, reaksi ditekan karena limitasi difusi dari reaktan yang besar menuju pori ; reaksi hanya terjadi pada permukaan luar dari kristal.

Diketahui bahwa berbagai jenis zeolit yang memiliki rasio Si/Al > 10 adalah aktif. Karena zeolit dengan rasio Si/Al yang lebih besar memiliki sifat yang lebih hidrofobik, sifat hidrofobik sangat penting pada aktivitas zeolit.

Hubungan antara ukuran kristal dari H-ZSM-5 dan aktivitas katalitiknya ditunukkan pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Pengaruh Ukuran Kristal H-ZSM-5 pada Laju Hidrasi Fasa Cair Sikloheksana pada 393 K (Okuhara, 2002)[9].

Konstanta laju katalistik hamper konstan untuk partikel dengan ukuran dari 0,05 hingga 0,4 µm dan terjadi penurunan untuk partikel dengan ukuran


(37)

kristal lebih besar, sehingga ini mengindikasikan bahwa semakin kecil kristal maka semakin baik aktivitas katalitiknya.

Semakin besar kristal H-ZSM-5 menunjukkan derajat deaktivasi yang lebih tinggi, yang mungkin dikarenakan oleh akumulasi hidrokarbon dengan titik didih yang lebih tinggi dari pada pori - pori zeolit dan dealuminasi dari kisi zeolit yang menurunkan sisi aktif [9].

2.5.2 Aktivitas Zeolit Alam

Zeolit alam adalah salah satu material yang banyak terdapat pada daerah pegunungan berapi yang berasal dari transformasi abu vulkanik. Zeolit alam memiliki begitu banyak kegunaan diantaranya dapat digunakan sebagai adsorben, dehidrasi, separator, penukar ion dan katalis [26].

Pada umumnya zeolit yang ditambang langsung dari alam masih mengandung pengotor – pengotor organic berwujud kristal maupun amorf. Untuk meningkatkan kualitas zeolit alam, terutama sebagai pengemban katalis, harus dilakukan aktivasi terhadap zeolit alam.

Proses pembuatan katalis H-Zeolit dilakukan melalui tahap dealuminasi, pencucian, pengeringan, dan kalsinasi. [27]. Aktivasi zeolit dengan asam dilakukan agar bisa memasukkan gugus H+, dan untuk mebersihkan permukaan pori – pori sehingga tidak tertutupi oleh senyawa pengotor [28] . Aktivasi ini merubah zeolit alam menjadi H-Zeolit melalui proses pertukaran kation, dan mekanismenya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar. 2.4 Mekanisme Proses Dealuminasi Zeolit Alam menjadi H-Zeolit [28]

2.6 METANOL

Metanol merupakan salah satu solvent yang memiliki banyak kegunaan. Metanol merupakan pelarut organic komersial pertama dan telah digunakan untuk inhibisi hidrat, dehidrasi, gas sweetening, dan pemulihan likuid. Metanol banyak


(38)

diaplikasikan pada temperatur yang rendah, dimana sifat fisika methanol lebih menguntungkan dibandingkan pelarut lainnya yang memiliki kelemahan berupa viskositas yang tinggi, bahkan menimbulkan pembentukkan padatan. Metanol menunjukkan sifat polar maupun non-polar, sehingga methanol memiliki kemampuan yang unik dan dapat digunakan pada berbagai aplikasi.

Gambar 2.5 Grafik Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Beberapa Pelarut Organik [10]

Metanol memiliki sifat fisika yang disukai dibanding dengan pelarut lain kecuali pada sifat tekanan uapnya. Viskositas methanol sekitar satu orde lebih rendah dibanding dengan pelarut lain, terutama pada temperatur yang lebih dingin. Metanol memiliki tegangan permukaan yang relatif lebih rendah dibanding dengan pelarut lain, tegangan permukaan yang tinggi cenderung meimbulkan masalah berupa foaming [10].

Sifat – sifat fisika dari methanol adalah sebagai berikut : 1. Titik didih : 64 oC 2. Titik beku : -98 oC

3. Densitas : 0,792 gr/cc

4. Viskositas : 0,6405 cp ( 15 oC) 5. Polaritas : 76,2 (air =100) 6. Berat Molekul : 32 gr/ mol [29]


(39)

2.7 GLISEROL TRIBENZOAT

Reaksi esterifikasi gliserol tribenzoat dengan mereaksikan gliserol dengan gugus benzoate secara (trans) esterifikasi. Secara umum reaksi esterifikasi gliserol yang terjadi adalah :

C3H5(OH)3 + 3C6H5COOH  C24H20O6 + 3H2O

Gliserol Asam Benzoat Tribenzoin Air

[14]

Sintesis 3- monobenzoate glycerol (α-MBG) dilakukan dengan esterifikasi asam benzoate dan gliserol tanpa menggunakan pelarut, dan terbukti dapat dilakukan dengan menggunakan C. Antartica lipase B sebagai katalis untuk menghasilkan gliserol monobenzoat [2].

Produk gliserol tribenzoat ini digunakan untuk aplikasi bahan plasticizer

untuk industri polimer, bahan tambahan pada makanan [5] bahan anti air pada tinta printer, bahan pada pewarna kuku [6], dan sebagai tambahan pada minyak

citrus untuk menaikkan nilai specific gravitynya [4].

Gliserol tribenzoat juga merupakan pelarut non- volatile yang dapat digunakan untuk mengurangi viskositas resin tertentu dan castor oil sehingga campurannya menghasilkan sifat – sifat optimum sebagai pelapi (polishing) [30].

2.8 METODE ANALISA

Pada penelitian mengenai pembuatn gliserol tribenzoat ini akan digunakan 2 metode analisa yaitu :

2.8.1 Sprektoskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Fourier Transform Infrared (FTIR) spektroskopi adalah teknik yang digunakan untuk menentukan fitur kualitatif dan kuantitatif dari molekul aktif – IR (Infra Red) dalam sampel padatan organic atau padatan anorganik, cairan atau gas. Ini adalah metode yang cepat dan relatif tidak mahal untuk analisa padatan berbentuk kristalin, mikrokristalin, amorf, atau film. Sampel dianalisa pada skala micron menuju skala kilometre da kemajuan terbaru membuat persiapan sampel


(40)

yang dibutukan relatif mudah. Keuntungan lain dalam teknik IR adalah dapat memberikan informasi tentang elemen cahaya (misalnya H, dan C) dalam zat anorganik [31].

Ikatan kimia bergetar pada frekuensi karakteristik representative dari struktur, sudut ikatan, dan panjangnya. Oleh karena itu, setiap molekul memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan radiasi yang diberikan dengan cara menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu. Sprektoskopi FTIR memanfaatkan keuntungan dari hal ini, dengan car merekam energy penyerapan dari sampel disepanjang rentang frekuensi. Kemudian sebuah puncak penyerapan dapat diidentifikasi dan ditetapkan untuk suatu ikatan kimia sehingga dapat diidentifikasi secara kualitatif maupun kuantitatif senyawa individu yang ada di dalam suatu sistem yang kompleks [32].

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui sejumlah komponen dalam produk secara Spektrofotometri Infra Red dengan mendeteksi gugus fungsional Glycerol tribenzoate memiliki gugus fungsi C6H5COOCH2(C6H5COO)CH2(C6H5COO) yang tergolong dalam grup ester dengan panjang gelombang 1700 – 1750 cm-1. Bila spektra mempunyai penyesuaian yang tetap (close match) didaerah ini (serta daerah frekuensi gugus), maka hal ini merupakan bukti kuat bahwa senyawa yang memberikan kedua spektra ini adalah identik [33]

2.9 ANALISA BIAYA

Analisa biaya dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan melalui penelitian ini bersifat ekonomis. Uraian biaya yang digunakan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu biaya untuk aktivasi katalis zeolit alam, biaya untuk esterifikasi, dan biaya untuk pemurnian gliserol tribenzoate.

Harga zeolit teraktivasi dihitung berdasarkan 30 gram zeolit alam yang akan diaktivasi. Berikut bahan baku yang diperlukan untuk sintesis H-Zeolit pada Tabel 2.1

Untuk biaya listrik hot plate dan furnace pada proses aktivasi diuraikan sebagai berikut :

Biaya listrik pada hot plate = 0,5 kW x Rp 1.352 kWh x 6 jam = Rp 4056


(41)

Biaya listrik furnace = 1,4 kW x Rp 1.352 x 5 jam = Rp 9450

Tabel 2.1 Keterangan Jumlah Biaya untuk Sintesis Katalis H-Zeolit

Bahan Jumlah Satuan Harga/satuan (Rp)

Harga (Rp)

Zeolit alam 30 gram 15.000/kg 450

Asam Klorida 76 ml 1400/ml 2470

Aquadest 524 ml 2000/liter 1048

Biaya Listrik hot plate 4056

Biaya Listrik Furnace 9450

Total Rp 17.474

Maka diperoleh harga katalis H-Zeolit/gram adalah Rp. 17.474/30 gram = Rp. 582,47

Esterifikasi dilakukan berdasarkan 58,518 gram asam benzoat , sehingga semua bahan dihitung per 58,518 gram asam benzoat. Berikut ini pada Tabel 2.2 jumlah bahan baku yang digunakan untuk mensintesis gliserol tribenzoate

Biaya listrik pada hot plate = 0,5 kW x Rp 1.352 kWh x 1 jam = Rp 675

Tabel 2.2 Keterangan Jumlah Biaya untuk Sintesis Gliserol Tribenzoat

Bahan Jumlah Satuan Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)

Asam Benzoat 58,518 gram 55.000/kg 3218,49

Gliserol 12,61 ml 200.000/liter 2522,0

Metanol 250 ml 12.000/liter 3000,0

H-Zeolit 0,7566 gram 582,47/gram 440,7

Biaya Listrik Hot Plate 675

Total Rp 9856,19

Biaya untuk pemurnian terdiri dari aquadest dan biaya listrik oven dijabarkan sebagai berikut :

Asumsi pengeringan selama 5 jam


(42)

= Rp 2163,2

Tabel 2.3 Keterangan Jumlah Biaya untuk Pemurnian Gliserol Tribenzoat

Bahan Jumlah Satuan Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)

Aquadest 400 ml 2000/liter 3218,49

Biaya Listrik Oven 675

Total Rp 2163,2

Total biaya untuk produksi 68,992 gram gliserol tribenzoat = Rp 9856,19 + Rp 2163,2

= Rp.12.019,39 Maka harga per gram

= Rp.12.019,39/ 68,992 gram = Rp. 174,214/gram

Harga gliserol tribenzoat dipasaran adalah 64 USD/kg = Rp.851.936/kg, maka harga per gram = Rp. 851,936. Harga gliserol tribenzoat yang dihasilkan masih berasa dibawah harga pasaran, maka dapat disimpulkan produk ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 3 bulan.

3.2 BAHAN

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Gliserol 90%

2. Asam Benzoat 3. Metanol 4. HCl

5. Zeolit alam

3.3 PERALATAN PENELITIAN

1. Ball mill

2. Ayakan 100 mesh 3. furnace

4. Beaker glass 5. Gelas ukur 6. Pipet tetes 7. Labu leher tiga 8. Hot Plate

9. Refluks kondensor 10. Erlenmeyer

11. Magnetic stirrer

12. Corong Pemisah

13. Kertas saring Whatman No.1 14. Statif dan klem


(44)

15. Oven

16. Termometer

17. Fourier Transform Infra Red (FTIR) 18. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

3.4 PROSEDUR PERCOBAAN 3.4.1 Aktivasi Zeolit

Zeolit dihaluskan dengan menggunakan ball mill selama 1 jam, kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh. Proses pembuatan katalis H-Zeolit dilakukan melalui tahap dealuminasi, pencucian, pengeringan, dan kalsinasi. Proses dealuminasi dilakukan dengan mencampur zeolit alam sebanyak 30 gram dengan HCl 4M sebanyak 600 ml. Campuran dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan magnetic stirer, pendingin balik dan campuran dipanaskan hingga suhu 90oC dengan penangas air. Setelah suhu tercapai, waktu pengadukan dihitung selama 6 jam. Setelah pengadukan selesai, zeolit alam kemudian dicuci dengan aquadest hingga semua ion Cl- hilang, lalu zeolit dikeringkan dengan oven. Proses kalsinasi dilakukan dengan memasukkan zeolit hasil dealuminasi ke furnace bersuhu 500oC selama 5 jam. Waktu kalsinasi dihitung setelah tercapai suhu 500 oC.

3.4.2 Esterifikasi Gliserol

Esterifikasi asam benzoat dengan gliserol dilakukan dengan rasio mol asam benzoat terhadap gliserol 3,5 : 1, dan katalis H- Zeolit terhadap gliserol adalah 5% (%wt) dengan kecepatan pengadukan 200 rpm dan suhu 65 oC. Sebanyak 58,518 gram asam benzoat dilarutkan dalam 250 ml metanol pada

beaker glass. Larutan asam benzoat dan 10 ml gliserol 90 % dimasukkan dalam labu leher tiga. Pada labu leher tiga dipasang sebuah termometer, kemudian

magnetic stirrer dihidupkan. Hot Plate dihidupkan hingga suhu 65 oC. Setelah suhu 65 oC tercapai, ditambahkan katalis H-zeolit 0,6307 gram kedalam labu leher tiga. Reaksi berlangsung selama 1 jam.


(45)

3.4.3 Pemurnian Gliserol Tribenzoat

Setelah waktu reaksi 30 menit, H-Zeolit dipisahkan dari larutan produk tribenzoin dengan menggunakan kertas saring kemudian larutan produk tribenzoin dicuci dengan aquadest hingga terbentuk padatan. Padatan yang terbentuk disaring dengan kertas saring, lalu dimasukkan kedalam oven pada suhu 105 oC, hingga berat konstan.

3.4.4 Recycle Katalis H-Zeolit

Zeolit yang digunakan pada penelitian sebelumnya dicuci dengan menggunakan air, dan kemudian digunakan kembali dalam proses esterifikasi gliserol selanjutnya. Setelah proses esterifikasi ini selesai, zeolit tersebut kemudian dicuci kembali menggunakan air dan dipakai ulang dalam proses esterifikasi gliserol lainnya. Air yang digunakan dalam proses pencucian zeolit memiliki pH netral dan bersuhu 50 0C. Volume air yang digunakan adalah 50 ml dan pencucian dilakukan dengan menggunakan beaker glass. Zeolit yang akan dicuci direndam dalam larutan air dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit. Sisa air yang tersisa dalam zeolit kemudian diuapkan dengan cara memanaskan zeolit dalam oven 105 0C selama 2 jam.


(46)

3.5 FLOWCHART PENELITIAN 3.5.1 Flowchart Aktivasi Katalis H - Zeolit

Gambar 3.1 Flowchart Aktivasi Katalis H-Zeolit Mulai

Zeolit digiling dalam ball mill selama 1 jam Zeolit diayak dengan ayakan 100 mesh

30 gram zeolit alam dicampur dengan HCl 4 M sebanyak 600 ml

Campuran dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan magnetic stirer, dan pendingin balik

Campuran dipanaskan hingga suhu 90oC dengan penangas air

Zeolit dikeringkan dengan oven

Selesai

Waktu pengadukan dilakukan selama 6 jam Zeolit alam kemudian dicuci dengan aquadest

Dimasukkan zeolit hasil dealuminasi ke furnace bersuhu 500 oC selama 5 jam


(47)

3.5.2 Flowchart Esterifikasi Gliserol

Gambar 3.2 Flowchart Esterifikasi Gliserol Mulai

Dipasang sebuah termometer pada labu leher tiga

Selesai

Larutan asam benzoat dengan 10 ml gliserol 90 % dimasukkan ke dalam labu leher tiga

Dihidupkan heating mantel hingga suhu 65 oC

58,518 gram asam benzoat dilarutkan dalam 250 ml Metanol pada beaker glass

Dihidupkan magnetic stirrer

Setelah suhu 65 oC tercapai, H-zeolit 0,6307 gram kedalam labu leher tiga


(48)

3.5.3 Flowchart Pemurnian Gliserol Tribenzoat

Gambar 3.3 Flowchart Pemurnian Gliserol Tribenzoat Mulai

Selesai

Larutan produk tribenzoin dicuci dengan aquadest hingga terbentuk padatan

Padatan yang terbentuk disaring dengan kertas saring

Apakah berat padatan

telah Ya

Tidak Padatan dimasukkan kedalam oven pada suhu 105 oC

Padatan ditimbang tiap 5 menit

H – Zeolit dipisahkan dari larutan produk tribenzoin dengan menggunakan kertas saring


(49)

3.5.4 Flowchart Recycle Katalis H-Zeolit

Mulai

Zeolit yang sebelumnya telah digunakan direndam dalam

aquadest 50 0C sebanyak 50 ml dalam beaker

Diaduk dengan Magnetic Strirrer selama 15 menit

Dipanaskan dalam Oven 105 0C selama 2 jam

Dipakai ulang kembali untuk esterifikasi gliserol selanjutnya

Selesai


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 AKTIVASI KATALIS H-ZEOLIT DENGAN ASAM KLORIDA

Zeolit alam merupakan merupakan mineral yang terdiri dari silika kristalin dan aluminosilikat yang dihubungkan oleh atom oksigen yang membentuk jaringan tiga dimensi yang terdiri dari saluran (channel) dan rongga (cavity) yang berukuran molekuler [34]. Rangka (framework) berlebih dari spesi Al merupakan penyebab utama pembentukan produk yang tidak diinginkan, dan salah satu cara yang biasa digunakan untuk menghilangkan spesi Al adalah dengan melakukan

leaching asam [35].

Pada penelitian ini dilakukan proses dealuminasi dan aktivasi zeolit dengan menggunakan asam klorida 4 M, yang bertujuan untuk mengganti aluminium dengan hidrogen yang disertai dengan perubahan struktur aluminosilikiat Si-O-Al menjadi sianol yaitu -Si-OH, proses ini secara langsung juga akan meningkatkan rasio Si/Al zeolit. Penelitian Pardoyo,dkk (2009) menyatakan bahwa pemakaian konsentrasi HCl yang semakin tinggi, akan meningkatkan proses dekristalisasi, namun pada konsentrasi 4M diperoleh % kristalinitas yang masih tinggi yaitu 101,10 % [36], perubahan kristalinitas akan mempengaruhi stabilitas fungsional [37]. Penambahan HCl 4M ini juga bertujuan untuk menghilangkan pengotor -pengotor organik yang mampu larut dalam HCl seperti oksida alkali dan alkali tanah, hilangnya pengotor akan menyebabkan terbukanya saluran - saluran pada zeolit, sehingga akses menuju sisi aktif zeolite menjadi lebih mudah.

Berikut disajikan hasil analisis kadar silika dan aluminium di dalam zeolit sebelum dan sesudah aktivasi dalam Tabel 4.1


(51)

Tabel 4.1 Hasil Analisis Komposisi Aluminium dan Silika Zeolit Sebelum dan Setelah Aktivasi

Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji

Zeolit Sebelum Aktivasi

Zeolit Setelah Aktivasi

Al % 3,67 1,31 IK.01.P.05 (AAS)

SiO2 % 83,41 92,31 IK.01.P.08 (Gravimetri)

Kadar Air % 4,70 4,59 IK.01.P.01(Oven)

Rasio Si/Al 22,73 70,47

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat terjadi penurunan kadar aluminium dari 3,67% menjadi 1,31%, hal ini menunjukkan terjadinya proses dealuminasi oleh ion H+ dari HCl, dan terjadi peningkatan kadar SiO2 dari 83,41 % menjadi 92,31 %, hal ini sesuai dengan penelitian Pardoyo,dkk (2013) dimana kenaikan kadar SiO2 sebanding dengan penurunan kadar Al. Peningkatan rasio Si/Al akan mempengaruhi sifat zeolit dimana luas permukaan zeolit akan meningkat dan menurunnya keasaman zeolit yang mengakibatkan meningkatnya sifat hidrofobik zeolit, peningkatan sifat hidrofobik ini terlihat dari penurunan kadar air pada zeolit [38].

Keuntungan yang diperoleh dari sifat hidrofobik ini adalah menghindari peracunan sisi aktif katalis oleh air yang terbentuk selama proses esterifikasi. Jumlah air yang terserap sebanding dengan kandungan aluminium, kandungan aluminium berkaitan dengan jumlah gugus OH- yang akan berinteraksi dengan air, hal inilah yang menjelaskan kenaikan hidrofobitas zeolit seiring peningkatan rasio Si/Al [9].

4.2 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED) GLISEROL TRIBENZOAT

Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) gliserol tribenzoat dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari gliserol tribenzoat yang diperoleh melalui proses esterifikasi. Karakteristik FTIR dari gliserol tribenzoat dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini :


(52)

Gambar 4.1 Karakteristik FTIR (Fourier Transform Infra Red) Sampel Produk Gliserol Tribenzoat

Keterangan mengenai gugus fungsi yang terdapat di dalam sampel gliserol tribenzoat disajikan dalam tabel 4.2

Tabel 4.2 Keterangan Analisa Gugus Fungsi pada Sampel Gliserol Tribenzoat

Gugus Fungsi Nilai Panjang Gelombang

Standar (cm-1) [39]

Nilai Panjang Gelombang Hasil Analisa (cm-1) regang cincin aromatis (C-H) 3150 - 3050 3066,82

regang cincin aromatis (C=C) 1600 - 1475 1577,77

regang ester (C=O) 1680-1700 1689,64

regang alkana (-CH3) 1450 - 1375 1454,33

regang asam karboksilat(C-O) 1300-1000 1290,38

regang alkohol (C-O) 1300 - 1000 1068,56

Gliserol tribenzoat memiliki gugus ester, pada umumnya memilki panjang gelombang 1700 – 1750 cm-1 [40]. Pada Gambar 4.1 diatas terdapat panjang gelombang 1689,64 cm-1 yang mendekati spektra ester. Beberapa gugus karbonil ester dapat muncul pada area spektra yang sama dengan keton yaitu sekitar 1680 – 1700 cm-1, dalam hal ini yang membedakannya dengan keton adalah pada ester bentangan getaran C-O pada daerah (1300-1000 cm-1) kuat, luas dan jelas, sedangkan pada keton lemah, sempit dan kurang jelas [39]. Pada Gambar 4.1


(53)

terdapat sekitar 6 puncak yang luas dan jelas pada daerah bentangan getaran C-O (1300-1000 cm-1).

Bukti lain yang mengindikasikan adanya gugus ester adalah absorbansi yang kuat (terlihat dari puncak yang memiliki intensitas yang tinggi) pada panjang gelombang 1689,64 cm-1, karena pada panjang gelombang ini gugus C=O dan C=C menyerap pada area spektrum infra merah yang sama yang dapat menyebabkan kekeliruan dalam penginterpretasian gugus, namun terdapat ciri yang mencolok yang memudahkan kita dalam membedakannya yaitu pada gugus karbonil (C=O) absorbansi akan sangat kuat, sedangkan C=C biasanya sangat lemah [39].

Adapun gambar pencocokan spektra karakteristik standar gliserol tribenzoat dengan sampel ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2 Perbandingan Karakteristik FTIR (Fourier Transform Infra Red) Gliserol Tribenzoat Standar dengan Sampel Produk Gliserol tribenzoat

Pada panjang gelombang 500 – 2000 cm-1 merupakan daerah sidik jari dimana sejumlah tekukan dari gugus – gugus lain muncul, daerah ini bersifat spesifik untuk tiap molekul, sehingga perbedaan kerapatan elektron, dan struktur molekul akan memberikan perbedaan pada nilai panjang gelombang, serta distribusinya. Pada daerah sidik jari ini diperoleh penyesuaian yang tetap anatara


(54)

spektra sampel dengan spektra standar gliserol tribenzoat, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa produk yang dihasilkan adalah gliserol tribenzoat.

4.3 PENGARUH VARIABEL PERCOBAAN TERHADAP RENDEMEN GLISEROL TRIBENZOAT

Variabel terikat dari percobaan ini adalah rendemen dari gliserol tribenzoat yang diperoleh melalui proses pemurnian gliserol tribenzoat melalui proses kristalisasi gliserol tribenzoat.

Adapun rendemen gliserol tribenzoat yang terbentuk dihitung dengan rumus berikut :

[33] benzoat) asam (gliserol pereaktan total massa t tribenzoa gliserol produk massa rendemen %  

Berikut nilai rendemen yang diperoleh dari percobaan, yang disajikan dalam tabel 4.3

Tabel 4.3 Nilai Rendemen Gliserol Tribenzoat

% Berat

Katalis Kondisi Katalis

Massa Gliserol

Tribenzoat (gram) Rendemen (%)

5% segar 44.4880 62.547

cuci 1 42.1002 59.190

cuci2 41.6690 58.584

cuci 3 41.4700 58.304

6% segar 49.0720 68.992

cuci 1 46.7980 65.795

cuci2 45.8730 64.494

cuci 3 45.1440 63.470

7% segar 47.2100 66.374

cuci 1 45.2100 63.562

cuci2 44.8420 63.045

cuci 3 44.6570 62.785

8% segar 45.8610 64.478

cuci 1 44.8870 63.108

cuci2 44.5410 62.622


(55)

4.3.1 Pengaruh Persen Berat Katalis H-Zeolit Terhadap Rendemen Gliserol Tribenzoat

Percobaan dilangsungkan dengan menggunakan katalis H- Zeolit yang telah diaktivasi dengan variasi persen berat katalis terhadap gliserol, yaitu 5 %, 6%, 7% dan 8% untuk melihat pengaruhnya terhadap rendemen gliserol tribenzoat yang diperoleh.

Berikut merupakan grafik hubungan antara persen berat katalis H-zeolit terhadap rendemen gliserol tribenzoat yang diperoleh melalui reaksi esterifikasi:

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Persen Berat Katalis H-Zeolit dengan Rendemen Gliserol Tribenzoat

Dari gambar diatas diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan nilai rendemen yang signifikan antara penambahan katalis 5% dan 6%, namun setelah itu terjadi penurunan nilai rendemen saat persen katalis 7% dan 8%, sehingga diperoleh rendemen gliserol tribenzoat tertinggi pada saat persen berat katalis H-Zeolit 6%, yaitu 68.992%.

Penurunan nilai rendemen ini, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abddurakhman, dkk (2013) dimana dengan kondisi operasi dan perbandingan mol yang sama, diperoleh rendemen 71,87% pada persen katalis 7%, dan terjadi penurunan yang drastis pada penambahan katalis sebanyak 9,963 % menjadi 49,55%.

56.0 58.0 60.0 62.0 64.0 66.0 68.0 70.0

4% 5% 6% 7% 8%

% Re n d em en

% Berat Katalis (w/w gliserol)

Katalis segar Katalis recycle 1 Katalis recycle 2 Katalis recycle 3


(56)

Penurunan rendemen pada persen katalis 7% dan 8% dimungkinkan terjadi akibat tahanan difusi, karena kondisi reaksi yang menjadi sangat viskos [41]. Difusi molekul menuju sisi aktif katalis dapat menjadi pembatas proses pada penggunaan katalis padat asam berpori seperti zeolit [42] hal ini menyebabkan penambahan katalis lebih lanjut tidak akan meningkatkan nilai rendemen. Hal lain yang mungkin menyebabkan penurunan rendemen adalah penurunan selektivitas zeolit terhadap gliserol tribenzoat seiring dengan penambahan katalis [43], sehingga katalis justru lebih selektif terhadap reaksi samping yang mungkin terjadi didalam sistem.

Namun proses hambatan difusi pada zeolit dapat menjadi suatu keuntungan pada proses katalitik karena dapat meningkatkan nilai selektivitas dari reaksi [44], karena zeolit memiliki kemampuan untuk mendiskriminasi antara rekatan dan produk melalui ukuran dan bentuk, sehingga menghasilkan perbedaaan laju difusivitas melalui pori [34], sehingga akan dihasilkan produk dengan kemurnian yang baik dibanding dengan penggunaan katalis homogen.

Faktor lain yang menyebabkan penurunan nilai rendemen adalah pada penambahan katalis sebanyak 7% dan 8% mengakibatkan semakin banyak anion yang terbentuk oleh katalis karena situs asam bronsted pada zeolit telah melepaskan proton untuk proses katalitik [45], hal ini menyebabkan tugas metanol sebagai pelarut protik menjadi lebih berat sedangkan jumlah metanol yang digunakan untuk meyeimbangkan anion konstan untuk setiap perlakuan, hal ini memungkinkan sistem yang kelebihan anion menjadi tidak seimbang untuk terjadinya proses katalisis yang baik

4.3.2 Pengaruh Recycle Katalis H-Zeolit Terhadap Rendemen Gliserol Tribenzoat

Salah satu hal yang menjadi perhatian khusus dan penting dalam aplikasi katalis heterogen adalah umur pakai dari katalis tersebut. Untuk melihat kemampuan katalis H-zeolit untuk di gunakan kembali (recycle) maka dilakukan percobaan dengan merecycle katalis sebanyak 3 kali, rendemen dari gliserol tribenzoat yang dihasilkan akan menjadi parameter kelayakan penggunaan kembali katalis ini.


(57)

Hubungan antara recycle H-zeolit terhadap rendemen gliserol tribenzoat yang diperoleh melalui reaksi esterifikasi:

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Recycle H-Zeolit dengan Rendemen Gliserol Tribenzoat

Grafik diatas menunjukkan performa katalis yang menurun pada saat dilakukan recycle. Penurunan performa ditandai dengan penurunan nilai rendemen gliserol tribenzoat. Penurunan yang signifikan terjadi antara pemakaian pertama (katalis segar) terhadapa katalis recycle 1, sedangkan pada recycle yang ke 2 dan ke 3 penurunanya tidak terlalu signifikan.

Penurunan nilai rendemen ini juga mengindikasikan penurunan aktivitas katalitik, hal ini dapat disebabkan karena pengurangan nilai mesoporitas dan luas area yang pada umumnya disebabkan oleh pembentukan air selama reaksi, karena air akan mengakibatkan peracunan pada sisi asam (acid side) dari katalis padat namun katalis H-zeolit merupakan salah satu jenis katalis padat yang toleran terhadap pembentukan air, hal ini disebabkan oleh proses dealuminasi yang meningkatkan nilai rasio Si/Al yang juga meningkatkan hidrofobitas katalis [9] sehingga pembentukan air memiliki peranan yang cukup kecil terhadap penurunan performa katalis.

Sehingga dalam kasus ini penyebab utama berkurangnya mesoporitas, dan sisi aktif dapat disebabkan oleh adanya penumpukan pengotor (impurities) berupa produk samping ataupun reaktan yang tidak bereaksi pada permukaan katalis,

50.0 52.0 54.0 56.0 58.0 60.0 62.0 64.0 66.0 68.0 70.0

segar recycle 1 recycle 2 recycle 3

% Re n d em en Kondisi Katalis

Katalis 5 % Katalis 6 % Katalis 7 % Katalis 8 %


(58)

ataupun pada bagian mesopore zeolit. Struktur mesopore juga dapat hancur akibat proses recovery katalis [44] dimana katalis dicuci dengan air, dan proses pengeringan dengan oven, sehingga kedepannya modifikasi proses recovery yang lebih tepat dapat mengurangi laju deaktivasi katalis H-zeolit, seperti pengeringan yang disertai dengan purging katalis dengan gas nitrogen.Penurunan mesoporitas, kemudian menyebabkan berkurangnya kontak antara reaktan dan acid side, dan meningkatkan hambatan difusi menuju zeolit [44].

Distribusi nilai penurunan rendemen katalis terhadap recycle katalis dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 4.5 Grafik % Penurunan Rendemen akibat Recycle H-Zeolit

Dari grafik diatas, pada saat recycle 1 dapat kita lihat persen penurunan rendemen semakin kecil dengan semakin besarnya % berat katalis, hal yang sama juga terjadi pada recyle 2 dan 3 pada persen berat katalis 6%,7%, dan 8%, hal ini menunjukkan adanya keuntungan dari penggunaan katalis dengan jumlah yang lebih banyak, dimana pengaruh penurunan luas area katalitik saat proses recycle

berdampak lebih kecil terhadap reaksi dengan persen berat katalis yang besar. Dari data yang diperoleh maka penggunaan kembali katalis layak dilakukan, karena penurunan nilai rendemen pada tiap recycle≤ 8%.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

5% 6% 7% 8%

% P en u ru n an Re n d em en

% Berat Katalis

recycle1 recycle 2 recycle 3


(59)

4.4 MEKANISME REAKSI DAN KATALISIS GLISEROL TRIBENZOAT

H-zeolit teraktivasi oleh asam klorida memiliki rasio Si/Al 70,47 membuatnya memiliki sifat hidrofobik. Gliserol dan asam benzoat memiliki polaritas yang berbeda, dimana gliserol bersifat hidrofilik, dan asam benzoat bersifat hidrofobik. Perbedaan sifat antara kedua reaktan mengakibatkan gliserol memiliki afinitas yang kecil terhadap permukaan katalis, sebaliknya asam benzoat akan diadsorbsi dalam jumlah besar menuju permukaan katalis [41]. Maka penggunaan metanol sebagai pelarut sangat menguntungkan, karena memiliki sifat polar maupun non polar, yang dapat mempermudah proses transpor asam benzoat menuju permukaan dan pori katalis.

Reaksi esterifikasi diawali dengan proses katalisis asam benzoat dimana terjadi proses protonisasi asam benzoat, asam benzoat akan menerima ion H+ yang dilepas oleh asam bronsted dari H-Zeolit. Berikut gambar reaksi protonisasi asam benzoat

Gambar 4.6 Proses Protonisasi Asam Benzoat

Pada gambar diatas terlihat bahwa yang mengalami proses katalisis hanya reaktan asam benzoat saja, yang kemudian menghasilkan produk intermediet yang memiliki karbon positif. Gliserol sebagai polialkohol memiliki atom oksigen yang bersifat nukleofilik menyerang karbon positif asam benzoat yang terbentuk pada proses protonisasi pada H-Zeolit sehingga terbentuk ion oksonium

Berikut merupkan gambar reaksi penyerangan karbon positif asam benzoat oleh atom oksigen dari gliserol yang bersifat nukleofilik :


(60)

Gambar 4.7 Penyerangan Karbon Positif Asam Benzoat Oleh Polialkohol yang Bersifat Nukleofilik

Setelah ion oksonium terbentuk terjadi reaksi proses tautomerisasi yang menyebabkan pelepasan 3 molekul air dan 1 proton.

(a)

(b)

Gambar 4.8 (a) Proses Tautomerisasi (b) Proses Deprotonisasi +

-H+


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah :

1. a) Katalis zeolit alam yang diaktivasi menggunakan asam klorida mengalami kenaikan rasio Si/Al yang signifikan yaitu dari 22,73 menjadi 70,47.

b) Katalis H-zeolit yang diaktivasi dengan asam klorida ini memiliki aktivitas katalitik yang cukup tinggi, dimana dapat menghasilkan rendemen gliserol tribenzoat sebesar 68,992 %

c) Pada pembuatan gliserol tribenzoat dengan proses esterifikasi diperoleh % berat katalis H-zeolit optimum sebesar 6 % (w/w)

2. a) Recycle katalis H-zeolit menyebabkan penurunan aktivitas katalitik, hal ini dapat dilihat pada penurunan nilai rendemen gliserol tribenzoat yang diperoleh dan penurunan yang signifikan terjadi antara pemakaian pertama (katalis segar) terhadapa katalis recycle 1, sedangkan pada recycle yang ke 2 dan ke 3 diperoleh penurunan yang tidak terlalu signifikan.

b.) Katalis H-zeolit yang direcycle masih layak pakai hingga 3 kali recycle

dengan persen penurunan rendemen tiap kali recycle≤ 8%.

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah untuk penelitian selanjutnya yaitu:

1. Disarankan melakukan variasi variable kecepatan pengadukan, untuk melihat apakah kecepatan pengadukan yang lebih tinggi dapat mengatasi hambatan difusi menuju pori katalis.

2. Pada proses recovery katalis H-zeolit, disarankan untuk mengganti fluida pencuci katalis dengan metanol karena memiliki viskositas lebih rendah sehingga lebih mudah berdifusi menuju pori katalis , selain itu metanol memiliki kemampuan untuk melarutkan zat polar maupun non-polar yang mengotori katalis.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Cayo Emilio Goncalves, Leticia Olivera Laier, dan Marco Jose Da Silva.. Novel Esterification of Glycerol Catalysed by Tin Cholride (II) : A Recyclabe and Less Corossive Process for Production of Bio-Additives. Springer Science Business Media. 2011.Halaman 1111-1117.

[2] J.J Tamayo, M. Ladero, V.E. Santos, dan F. Garcia-Ochoa.. Esterification of

Benzoic Acid Glycerol To α- Monobenzoate Glycerol in Solventless Media Using an Industrial Free Candida Antartica Lipase B. Process Biochemistry 47(2012). Halaman 243 – 250.

[3] Ari Eko Prasetyo, Anggra Widhi, dan Widayat. Proses Reaksi Gliserol dan Asam Benzoat Dengan Menggunakan Katalis Asam Sulfat. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol.1.No.1. 2012. Halaman 118 – 123.

[4] Paul Z Bedoukian.Citrus Oil and Others Oil Having Enhanced Spessific Gravity and Use Therof. Us Patent Application Publication. 1972

[5] Jihad Mohammed Dakka, Edmund J. Mozeleski, Lisa Saunders Baugh..

Process for making Triglyceride Plasticizer from Crude Glycerol. US Patent Application Publication. .

[6] M.T Nowaks dan Mass Gadner. Benzoate Ink. US Patent Application Publication.1990.

[7] Widayat, Achmad Roesyadi,dan Muhammad Rachimoellah. Kinetika Reaksi Proses Produksi Dietil Eter Dari Etanol Dengan Katalis H-Zeolit. Reaktor. Vol,14, No.2 (2012). Halaman 101-108.

[8] Chia Hung Su. Recoverable and reusable Hydrochloric Acid as a Homogenous Catalyst for Biodiesel Production. Applied Energy 104 (2013). Halaman 503 – 509.

[9] Toshio Okuhara. Water- Tolerant Solid Acid Catalyst. American Chemical Society (102). 2002. Halaman 3641 – 3666

[10] Alejandro Esteban, Vincent Hernandez, dan Kevin Lunsford. Exploit The Benefits of Methanol. Technical Papers. Bryan Research and Engineering. Inc. 2006.

[11] Mario Pagliaro, Rosaria Ciriminna, Hiroshi Kimura, Michele Rossi, dan Christina Della Pina. From Glycerol to Value- Added Products. Angew Chemistry International 46(2007). Halaman 4434 – 4440.


(63)

[12] Arno Behr, Jens Eilting, Ken Irawadi, Julia Leschinski, dan Falk Linder. Improved Utilisation of Renewable Resources : New Important Derivatives of Glycerol. Green Chemistry.(2007).Vol.10. No.1. Halaman 1 -140.

[13] Sevas Educational Society. Properties of Glycerine Physical Properties. Sevas Bioinformatics Institute : India. 2007

[14] Ari Eko Prasetyo, Anggra Widhi, dan Widayat. Potensi Gliserol Dalam Pembuatan Turunan Gliserol Melalui Proses Esterifikasi. Jurnal Ilmu Lingkungan. 2012.Vol. 10. Issue 1. Halaman 26 – 31.

[15] Julia Tarigan.. Ester Asam Lemak. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara : Medan. 2009

[16] Dwi Ardiana Setyawardhani, Yoenitasari, dan Sri Wahyuningsih. Kinetika Reaksi Esterifikasi Asam Format Pada Variasi Suhu Dan Konsentrasi Katalis. Jurnal Ekulibrium. 2005. Vol.4. No.2. Halaman 64 – 70.

[17] Maharani Nurul Hikmah, dan Zuliyana.. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak Dedak dan Metanol Dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro : Semarang. 2010.

[18] Ismail Kirbaslar, Z. Brais Baykal, dan Umur Dramur. Esterification of Acetic Acid with Ethanol Catalysed by an Acidic Ion-Exchange Resin. Turky Journal Engineering Enviromental Science 25(2001). Halaman 569 – 577.

[19] Summet Kale, Udo Armbruster, Shubhangi Umbarkar, Mohan Dongare, dan Andreas Martin. Esterification of Glycerol with Acetic Acid for Improved Production of Triacetin Using Toluene as an Entrainer. Green Chemistry Conference. 2013.

[20] Heri Hermansyah, Tania Surya Utami, Rita Arbianti, dan Fajar Achmadi. Simulasi Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Bebas dan Gliserol Untuk Menghasilkan Minyak Diasilgliserol. Reaktor. 2010.Vol.13. No.2. Halaman 95 – 102.

[21] NJDH. Hazardous Substance Fact Sheet : Benzoic Acid. New Jersey Department of Health : New Jersey. 2009.

[22] Yue Qin.Cai, Guo Qiang Yu, Chuan Duo Liu, Yuan Yuan Xu, dan Wei Wang.. Imidazolium Ionic Liquid – Supported Sulfonic Acid : Efficient and Recyclabe Catalyst for Esterification of Benzoic Acid. Chinese Chemical Letter

23 (2012). Halaman 1 – 4.

[23] Xian Si Zhou, Jia Bing Liu, Wen Feng Luo, Yi Wen Zhang, dan Hang Song. Novel Bronsted – Acidic Ionic Liquids Based on Benzhothiazolium Cations as


(64)

Catalyst for Esterification Reaction. Journal of The Serbian Chemical Society.

2011.76(12). Halaman 1607 – 1615.

[24] JSIA. Safe Handling of Hydrochloric Acid. Japan Soda Industry Association : Japan. 2006.

[25] Bambang Heru Susanto, Mohammad Nasikin, dan Sukirno. Reaksi Esterifikasi Asam Oleat Dengan Alkohol Rantai Panjang Berkatalis HPW/Zeolit Untuk Produksi Pelumas Dasar Bio. Seminar Nasional Kimia Oleo dan Petrokimia Indonesia. 2008. ISSN 1907-0500.

[26] Budi Lalang Rianto, Suci Amalia, dan Susi Nurul Khalifah. Pengaruh Impregnasi Logam Titanium Pada Zeolit Alam Malang Terhadap Luas Permukaan Zeolit. Alchemy. 2012. Vol.2. No.1. Halaman 58 – 67.

[27] Dini Andinar Maygasari, Hantoro Satriadi, Widayat, Afria Happy, dan Jestyssa. Optimasi Proses Aktivasi Katalis Zeolit Alam Dengan Uji Proses Dehidrasi Etanol. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. 2010. ISSN : 1411 – 4216.

[28] M.Lutfi Firdaus. Studi Perbandingan Berbagai Adsorben Sintetis dan Alami Untuk Mengikat Logam Berat. Program Studi Pendidikan Kimia. Universitas Bengkulu. 2012

[29] Ian.M Smallwood. Handbook of Organic Solvent Properties. Arnold : New York. 1996

[30] Joseph. A. Tumbler. Polish. United States Patent Office. 1938.

[31] P.L King, M.S. Ramsey, P.F. Mc.Milan, dan G.Swayze. Laboratory Fourier Transform Infrared Spectroscopy Methods for Geologic Samples. Department of Earth Science. University of Western Ontario : Ontario. 2006.

[32] G.E.A Swann, dan S.V. Patwardhan. Application of Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) for Assessing Biogenic Silica Sample Purity In Geochemical Analyses and Palaeoenvironmental Research.2010.. Climate of The Past. Vol.7. Halaman 65 – 74.

[33] Yanuar Rifianto Abdurrakhman, dan Widayat. Studi Awal Proses Pembuatan Glycerol Tribenzoat Dari Gliserol Dan Asam Benzoat Dengan Menggunakan Katalis Asam Klorida. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri.2013. Vol.2. No.3 [34] Avelino Corma. State Of The Art And Future Challenges Of Zeolites As Catalysts. Journal of Catalyst 216 (2003). Halaman 298-312.

[35] Rajendra Srivastava, Nobuhiro Iwasa, Shin Ichiro Fujita, dan Masahiko Arai. Dealumination of Zeolite Beta Catalyst Under Controlled Conditions for


(1)

LAMPIRAN 3

HASIL ANALISIS

L3.1 HASIL ANALISIS FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED) GLISEROL TRIBENZOAT

Gambar L4.1 Hasil Analisis FTIR Gliserol Tribenzoat

Gambar L3.1 Hasil Analisis FTIR Karakteristik FTIR (Fourier Transform Infra Red) Sampel Produk Gliserol Tribenzoat


(2)

L3.2 HASIL ANALISIS KOMPOSISI KATALIS ZEOLIT BELUM TERAKTIVASI DAN H-ZEOLIT TERAKTIVASI

Gambar L3.2 Hasil Analisis AAS Komposisi Katalis Zeolit Belum Teraktivasi dan H-Zeolit Teraktivasi


(3)

LAMPIRAN 4

DOKUMENTASI PENELITIAN

L4.1 FOTO PREPARASI KATALIS ZEOLIT ALAM

Gambar L4.1 Foto Penggilingan dengan Ball Mill


(4)

Gambar L4.3 Foto Pengayakan Serbuk Zeolit Alam

L4.2 FOTO PROSES AKTIVASI KATALIS H-ZEOLIT


(5)

Gambar L4.5 Foto Katalis H-Zeolit Hasil Kalsinasi

L4.3 FOTO PROSES ESTERIFIKASI


(6)

Gambar L4.7 Foto Pemurnian Rendemen Gliserol Tribenzoat

L4.4 FOTO PENIMBANGAN PADATAN GLISEROL TRIBENZOAT