Pembuatan Gliserol Tribenzoat Dengan Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis H-Zeolit Teraktivasi Oleh Asam Sulfat

(1)

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DENGAN

PROSES ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS

H-ZEOLIT TERAKTIVASI OLEH ASAM SULFAT

SKRIPSI

Oleh

EKELESIA MARTINA N

110405077

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(2)

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DENGAN

PROSES ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS

H-ZEOLIT TERAKTIVASI OLEH ASAM SULFAT

SKRIPSI

Oleh

EKELESIA MARTINA N

110405077

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(3)

(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini

merupakan Skripsi dengan judul ―Pembuatan Gliserol Tribenzoat Dengan Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis H-Zeolit Teraktivasi Oleh Asam Sulfat‖, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan gliserol tribenzoat sebagai plasticizer yang merupakan senyawa aditif bernilai ekonomi tinggi yang ditambahkan ke dalam bahan polimer. serta memberikan informasi tentang potensi zeolit sebagai katalis heterogen dalam proses esterifikasi yang diaktivasi menjadi H-Zeolit .

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang telah diterima untuk terbit pada Jurnal Teknik Kimia USU dengan judul ―PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT

DENGAN PROSES ESTERIFIKASI GLISEROL MENGGUNANAKAN

KATALIS H-ZEOLIT TERAKTIVASI OLEH ASAM SULFAT‖.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Zuhrina Masyithah, ST, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis pada penyusunan dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Bode Haryanto tarigan, ST, P.hd selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Farida Hanum ,ST, MT selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.


(6)

5. Teman-teman stambuk 2011

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2015 Penulis


(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada: 1. Kedua orang tua penulis

2. Kedua kakak penulis 3. Keluarga

4. Teman Sejawat 5. Para Guru dan Dosen


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Ekelesia Martina N NIM: 110405077

Tempat/Tgl. Lahir: Dolok Masihul, 23 Juli 1992 Nama orang tua: Gindo Nainggolan

Alamat orang tua:

Jalan Muhamadiyah No.7 Galang, Deli Serdang Asal Sekolah

 SD Negeri 106844 Pulau Gambar, tahun 1998-2004

 SMP Negeri 2 Lubuk Pakam , tahun 2004-2007

 SMA Negeri 1 Lubuk Pakam, tahun 2007-2010 Beasiswa yang pernah diperoleh :

1. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2012 Pengalaman Organisasi/ Kerja:

1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia tahun 2014-2015 2. Kegiatan Muda Katolik (KMK) tahun 2012-sekarang Prestasi akademik/ non akademik yang pernah dicapai:

1. Juara III Cerdas Cermat SD Tingkat Kecamatan Tahun 2002 2. Juara II Lomba Lari SD Tingkat Kecamatan Tahun 2003


(9)

ABSTRAK

Gliserol tribenzoat merupakan plasticizer baik pada bahan makanan maupun non makanan. Plasticizer merupakan senyawa aditif bernilai ekonomis tinggi yang ditambahkan kepada bahan polimer. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan gliserol tribenzoat dari bahan baku gliserol dan asam benzoat dengan pemanfaatan zeolit sebagai katalis menggunakan proses esterifikasi. Zeolit diaktivasi terlebih dahulu menggunakan asam sulfat dengan aktivasi fisika dan kimia sehingga akan dihasilkan katalis H-Zeolit. Selanjutnya dilakukan proses esterifikasi pada temperatur 65 oC untuk menghasilkan larutan gliserol tribenzoat. Larutan gliserol tribenzoat yang dihasilkan dimurnikan dengan memisahkannya dari H-Zeolit dengan menggunakan kertas saring kemudian larutan gliserol tribenzoat dicuci dengan aquadest hingga terbentuk padatan. Pengaruh berbagai variabel proses seperti rasio Si/Al H-Zeolit sebagai katalis, rasio persen berat katalis dan recycle katalis diamati dalam percobaan ini. Hasil terbaik diperoleh pada katalis segar 8 % wt terhadap gliserol temperatur 65 oC, rasio mol gliserol terhadap asam benzoat 3,5 : 1, waktu reaksi 1 jam, dengan rendemen maksimum sebesar 69,678 %. Recycle terbaik pada katalis 6 % wt terhadap gliserol dimana penurunan aktivitas katalis lebih kecil untuk setiap banyaknya recycle. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa H – Zeolit dapat digunakan sebagai sumber katalis berbiaya murah untuk memproduksi gliserol tribenzoat ditandai dengan adanya kenaikan rasio Si / Al setelah aktivasi zeolit dilakukan.


(10)

ABSTRACT

Glycerol tribenzoat is plasticizer widely used in food or non food industry. Plasticizer is economically valuable high additive substance which is added to polimer. The purpose of this research is to form glycerol tribenzoat from glycerol and benzoic acid by using zeolites as catalystin esterification. Zeolites are activated prior using sulfuric acid with chemical and physical activation to forming H-zeolite catalyst . Then the process continued with esterification process at temperature 65 oC to produced glycerol tribenzoat solution.The solution of glycerol tribenzoat purified by separating it from the H-zeolites using filter paper then washed with aquadest until solid formed. Effect of various variable process such as ratio Si / Al of H – Zeolites as catalyst, the ratio of weight percent catalyst and recycle of catalyst was observed in this research. The best result was at fresh catalyst amount 8 % (wt) glycerol, temperature 65 oC, the mole ratio of glycerol to benzoic acid 3,5 : 1 and reaction time 1 hour, with maksimum yield 69,678 %. The best recyle at catalyst amount 6 % (wt) glycerol which is smaller decline in catalyst activity for any number of recycle. The result of this research showed that H- Zeolite is suitable to be used as the source of cheap catalyst to produce glycerol tribenzoat characterized by an increase in the ratio of Si / Al after activation of the zeolite.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xv

DAFTAR SIMBOL xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN 5

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 ESTERIFIKASI 6

2.1.1 Esterifikasi Asam Karboksilat 6

2.1.2 Esterifikasi Gliserol 7

2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Esterifikasi 7

2.2 GLISEROL BENZOAT 8

2.3 BAHAN BAKU PRODUKSI TURUNAN GLISEROL 9

2.3.1 Gliserol 9

2.3.2 Asam Benzoat 10


(12)

2.3.3.1 Zeolit 13 2.3.3.2 Katalis H- Zeolit 17

2.3.4 Metanol 17

2.3.4.1 Kegunaan Metanol 18

2.3.5 Asam Sulfat (H2SO4) 19

2.4 SPEKTROFOTOMETER FOURIER TRANSFORM INFRA

RED (FTIR) 20

2.5 SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM (SSA) 20 2.5.1 Keuntungan Metode Spektrofotometer Serapan Atom 21

2.6 ANALISA BIAYA 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 24

3.2 BAHAN 24

3.3 PERALATAN PENELITIAN 24

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 25

3.4.1 Aktivasi Zeolit 25

3.4.2 Esterifikasi Gliserol 25

3.4.3 Pemurnian Gliserol Tribenzoat 25

3.4.4 Recycle Katalis H- Zeolit 26

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 27

3.5.1 FlowchartAktivasi Katalis H- Zeolit 27

3.5.2 Flowchart Esterifikasi Gliserol 28

3.5.3 FlowchartPemurnian Gliserol Tribenzoat 29 3.5.4 Flowchart Recycle Katalis H- Zeolit 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 31

4.1KARAKTERISASI FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)

GLISEROL TRIBENZOAT 31

4.2AKTIVITAS KATALIS H – ZEOLIT 32

4.2.1 Analisa Kadar Rasio Si/Al Katalis H-Zeolit sebelum dan sesudah

Aktivasi 33

4.3PENGARUH VARIABEL PERCOBAAN TERHADAP RENDEMEN GLISEROL TRIBENZOAT PADA PROSES


(13)

ESTERIFIKASI 34 4.3.1 Pengaruh Persen Berat (%wt) katalis H-Zeolit terhadap rendemen

Gliserol Tribenzoat 34

4.3.2 Pengaruh Recycle Katalis H-Zeolit Terhadap Rendemen Gliserol

Tribenzoat 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 39

5.1KESIMPULAN 39

5.2SARAN 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 45

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 46

LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN 51


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak 6

Gambar 2.2 Reaksi Esterifikasi Gliserol 7

Gambar 2.3 Struktur Asam Benzoat 11

Gambar 3.1 Flowchart Aktivasi Katalis H- Zeolit 25

Gambar 3.2 Flowchart Esterifikasi Gliserol 26

Gambar 3.3 Flowchart Pemurnian Gliserol Tribenzoat 27 Gambar 3.4 Flowchart Recycle Katalis H- Zeolit 28 Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Gliserol Tribenzoat (GTB) 29 Gambar 4.2 Hubungan antara Persen Berat Katalis H-Zeolit terhadap

Rendemen Gliserol pada Kondisi Waktu Reaksi 60 menit, Temperatur 65 oCdan Rasio Mol Gliserol dengan Asam

Benzoat 3,5 : 1 34

Gambar 4.3 Mekanisme Reaksi Esterifikasi Menggunakan Katalis Asam 35 Gambar 4.4 Hubungan antara recycle katalis terhadap Rendemen

Gliserol Tribenzoat pada Kondisi Waktu Reaksi 60 menit, Temperatur 65 oCdan Rasio Mol Gliserol dengan Asam

Benzoat 3,5 : 1 37

Gambar L3.1 Foto Penggilingan dengan Ball Mill 51

Gambar L3.2 Foto Serbuk Zeolit Alam 51

Gambar L3.3 Foto Pengayakan Serbuk Zeolit Alam 52

Gambar L3.4 Foto Proses Aktivasi Katalis Zeolit Alam 52 Gambar L3.5 Foto Katalis H-Zeolit Hasil Kalsinasi 53

Gambar L3.6 Foto Proses Esterifikasi 53

Gambar L3.7 Foto Hasil Pencucian Larutan Produk Gliserol Tribenzoat 54 Gambar L3.8 Foto Penimbangan Padatan Gliserol Tribenzoat 54 Gambar L4.1 Hasil Analisis Kadar Si dan Al Sebelum dan Sesudah Aktivasi 55 Gambar L4.2 Hasil Analisis FTIR Gliserol Tribenzoat 56


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Penelitian – Penelitian Terdahulu 2

Tabel 2.1 Karakterisasi Gliserol 9

Tabel 2.2 Macam – Macam Penggunaan Gliserol di Industri 10 Tabel 2.3 Perbandingan Antara Katalis Homogen dan Heterogen 13 Tabel 2.4 Sifat - Sifat Fisik dan Kimia Metanol 18 Tabel 2.5 Sifat - Sifat Fisik dan Kimia Asam Sulfat 19 Tabel 2.6 Keterangan Jumlah Bahan Baku untuk Sintesis Katalis H-Zeolit 21 Tabel 2.7 Keterangan Jumlah Bahan Baku Esterifikasi 22 Tabel 4.1 Hasil Analisis AAS rasio Si/Al katalis H-Zeolit 31 Tabel L1.1 Data Hasil Analisa Rasio Si/Al Katalis H-Zeolit Sebelum Dan

Sesudah Aktivasi 45

Tabel L1.2 Data Pengaruh Persen Berat Katalis Terhadap Rendemen 45 Tabel L1.3 Data Pengaruh Recycle Katalis Terhadap Rendemen 46


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian 45

L1.1 Data Hasil Analisa Rasio Si/Al Katalis H-Zeolit

Sebelum dan Sesudah Aktivasi 45

L1.2 Data Pengaruh Persen Berat Katalis Terhadap

Rendemen Gliserol Tribenzoat 45

L1.3 Data Pengaruh Recycle Katalis Terhadap

Rendemen Tribenzoat 46

Lampiran 2 Contoh Perhitungan 47

L2.1 Perhitungan Kadar Rasio Si/Al dengan Alat Uji AAS 47 L2.2 Perhitungan Kebutuhan Asam Benzoat 47 L2.3 Perhitungan Kebutuhan Jumlah Katalis (%wt) 48 L2.4 Perhitungan Rendemen Gliserol Asam Benzoat 48

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian 51

L3.1 Foto Preparasi Katalis Zeolit Alam 51 L3.2 Foto Proses Aktivasi Katalis H-Zeolit 52

L3.3 Foto Proses Esterifikasi 53

L3.4 Foto Penimbangan Padatan Gliserol Tribenzoat 54

Lampiran 4 Hasil Analisis 55

L4.1 Hasil Analisis AAS Kadar Si dan Al Zeolit Sebelum

Dan Sesudah 55


(17)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

T Suhu oC

V Volume gliserol terpakai ml

BM Berat molekul gr/mol

w Berat sampel gr

ρ Densitas gr/ml

w/w Perbandingan massa katalis terhadap


(18)

DAFTAR SINGKATAN

AAS Atomic Absorption Spectrophotometry

BM Berat Molekul

ZSM-5 Zeolit SoconyMobil – 5

FTIR Fourier Transform Infra Red


(19)

ABSTRAK

Gliserol tribenzoat merupakan plasticizer baik pada bahan makanan maupun non makanan. Plasticizer merupakan senyawa aditif bernilai ekonomis tinggi yang ditambahkan kepada bahan polimer. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan gliserol tribenzoat dari bahan baku gliserol dan asam benzoat dengan pemanfaatan zeolit sebagai katalis menggunakan proses esterifikasi. Zeolit diaktivasi terlebih dahulu menggunakan asam sulfat dengan aktivasi fisika dan kimia sehingga akan dihasilkan katalis H-Zeolit. Selanjutnya dilakukan proses esterifikasi pada temperatur 65 oC untuk menghasilkan larutan gliserol tribenzoat. Larutan gliserol tribenzoat yang dihasilkan dimurnikan dengan memisahkannya dari H-Zeolit dengan menggunakan kertas saring kemudian larutan gliserol tribenzoat dicuci dengan aquadest hingga terbentuk padatan. Pengaruh berbagai variabel proses seperti rasio Si/Al H-Zeolit sebagai katalis, rasio persen berat katalis dan recycle katalis diamati dalam percobaan ini. Hasil terbaik diperoleh pada katalis segar 8 % wt terhadap gliserol temperatur 65 oC, rasio mol gliserol terhadap asam benzoat 3,5 : 1, waktu reaksi 1 jam, dengan rendemen maksimum sebesar 69,678 %. Recycle terbaik pada katalis 6 % wt terhadap gliserol dimana penurunan aktivitas katalis lebih kecil untuk setiap banyaknya recycle. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa H – Zeolit dapat digunakan sebagai sumber katalis berbiaya murah untuk memproduksi gliserol tribenzoat ditandai dengan adanya kenaikan rasio Si / Al setelah aktivasi zeolit dilakukan.


(20)

ABSTRACT

Glycerol tribenzoat is plasticizer widely used in food or non food industry. Plasticizer is economically valuable high additive substance which is added to polimer. The purpose of this research is to form glycerol tribenzoat from glycerol and benzoic acid by using zeolites as catalystin esterification. Zeolites are activated prior using sulfuric acid with chemical and physical activation to forming H-zeolite catalyst . Then the process continued with esterification process at temperature 65 oC to produced glycerol tribenzoat solution.The solution of glycerol tribenzoat purified by separating it from the H-zeolites using filter paper then washed with aquadest until solid formed. Effect of various variable process such as ratio Si / Al of H – Zeolites as catalyst, the ratio of weight percent catalyst and recycle of catalyst was observed in this research. The best result was at fresh catalyst amount 8 % (wt) glycerol, temperature 65 oC, the mole ratio of glycerol to benzoic acid 3,5 : 1 and reaction time 1 hour, with maksimum yield 69,678 %. The best recyle at catalyst amount 6 % (wt) glycerol which is smaller decline in catalyst activity for any number of recycle. The result of this research showed that H- Zeolite is suitable to be used as the source of cheap catalyst to produce glycerol tribenzoat characterized by an increase in the ratio of Si / Al after activation of the zeolite.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Gliserol merupakan salah satu hasil samping produksi biodiesel yang mempunyai jumlah paling banyak dibandingkan dengan hasil samping lainnya [1]. Gliserol biasanya diperoleh sebanyak 10 % dari berat total produksi biodiesel [2] sehingga pengolahan gliserol lebih lanjut dapat meningkatkan nilai ekonominya.

Seiring dengan peningkatan produksi biodiesel maka produksi gliserol juga meningkat. Pada tahun 2010 gliserol diperkirakan diproduksi sekitar 1,2 juta ton dimana lebih dari separuhnya berasal dari produksi biodiesel [3]. Karena peningkatan luar biasa dalam penelitian dan permintaan untuk produksi biodiesel, surplus gliserol sebagai produk samping telah terakumulasi di pasar. Hal ini menyebabkan kelimpahan gliserol di pasar, serta peningkatan harga biofuel.

Gliserol digunakan sebagai material dasar untuk produksi pada zat tambahan makanan, bahan - bahan kosmetik, dan surfaktan. Namun pasar ini tidak cukup untuk mengkonsumsi semua gliserol yang dihasilkan dari industri biodiesel. Situasi ini telah mendorong penelitian yang baru, mudah, dan berkelanjutan pada konversi gliserol serta penggunaannya. Untuk mengisi kesenjangan antara keberlangsungan dan pemanfaatan kelebihan gliserol tersisa, esterifikasi gliserol merupakan salah satu alternatif [4]

Proses esterifikasi gliserol adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk memproduksi produk turunan gliserol. Dalam reaksi esterifikasi dihasilkan bermacam – macam ester yang mempunyai banyak kegunaan dan bernilai lebih tinggi. Produk dari konversi gliserol ini bersifat ramah lingkungan dan terbarukan karena bukan merupakan turunan dari minyak bumi [3].

Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini adalah :


(22)

Tabel 1.1. Penelitian – Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Penelitian Terdahulu

1. Abdurrakhman, dkk., 2013

Judul Penelitian : Studi Awal Proses Pembuatan Gliserol Tribenzoat Dari Gliserol Dan Asam Benzoat Dengan Menggunakan Katalis Asam Klorida

Bahan Baku: Gliserol 90% dan Asam Benzoat Pelarut : Metanol

Metode : Esterifikasi dengan katalis asam klorida

Hasil :

Yield tertinggi sebesar 71,87 % pada rasio mol asam benzoat : gliserol (3,5 :1), katalis 7%, dan suhu 65 oC , kecepatan pengaduk 100 rpm dan waktu 60 menit

2. Nuryoto, dkk., 2011 Judul Penelitian : Kinetika Reaksi Esterifikasi Gliserol dengan Asam Asetat Menggunakan Katalisator Indion 225 Na

Bahan Baku : Gliserol teknis 83% dan Asam Asetat p.a 99.8 %

Temperatur : 60 – 100 0C

Metode : Esterifikasi dengan katalisator indion 225 Na yang telah diaktivasi dengan HCl 5 % Hasil :

Konversi tertinggi sebesar 41,7 % pada 100 0C dengan perbandingan pereaksi 7 gmol asam aseatat / gmol gliserol,konsentrasi katalisator 3 % berat asam asetat pada kecepatan pengaduk 100 rpm.

Konstanta Laju reaksi dalam rentang temperatur 333-373 K ditunjukkan oleh :

3. Patel dan Sukriti, 2014 Judul Penelitian : A Green and Sustainable Approach for Esterification of Glycerol Using 12-Tungstophosporic Acid Anchored to Different Supports : Kinetics and Effect of Support

Bahan Baku : gliserol dan asam asetat

Metode:Esterifikasi gliserol dengan menggunakan asam 12-tungstofosfor yang disintesis menjadi katalis.

Hasil :

Yield tertinggi sebesar 95 % pada rasio mol asam asetat : gliserol (5:1), katalis 7 %, dan suhu 120 oC , kecepatan pengaduk 100 rpm, jumlah katalis dengan katalis TPA/Nb2O5 0,2 gram,

              s 1 T 7,955.56 exp 3,344x10


(23)

waktu 240 menit.

4. Prasetyo,dkk., 2012 Judul Penelitian : Proses Reaksi Gliserol dan Asam Benzoat Dengan Menggunakan Katalis Asam Sulfat.

Bahan Baku : gliserol dan asam benzoat

Metode:Esterifikasi gliserol dengan asam benzoat menggunakan katalis asam sulfat

Yield tertinggi sebesar 64,165 % pada rasio mol asam benzoat : gliserol (3:1), katalis 0,3 ml, dan suhu 60 oC , kecepatan pengaduk 200 rpm dan waktu 30 menit.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diatas, maka akan dilakukan kajian dengan mengunakan asam benzoat sebagai asam karboksilat dan akan menghasilkan gliserol tribenzoat (tribenzoin). Dalam penelitian ini digunakan asam benzoat karena dari penelitian - penelitian sebelumnya jarang sekali menggunakan asam benzoat untuk mengkonversikan gliserol menjadi gliserol tribenzoat (tribenzoin).

Kegunaan tribenzoin (gliserol tribenzoat) sangat banyak, baik untuk keperluan bahan makanan maupun non makanan. Aplikasi pemanfaatan tribenzoin antara lain dapat digunakan sebagai bahan plasticizer pada edibel coating makanan, bahan plasticizer yang aman pada pewarna kuku serta bahan untuk meningkatkan sifat adhesive dan water resistance pada tinta printer [5].

Dalam esterifikasi biasanya digunakan alkohol berupa metanol dan etanol. Metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih stabil

dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu ikatan karbon

sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan etanol [6]. Selain itu, pemakaian alkohol lain seperti etanol dan isopropanol dapat membentuk sistem azeotrop dengan air pada bagian metanol/water rectification [7]. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan alkohol berupa metanol.

Reaksi esterifikasi umumnya menggunakan katalis asam homogen seperti asam sulfat (H2SO4) [8]. Penggunaan katalis homogen ini menimbulkan


(24)

harus dilakukan separasi lagi [9]. Katalis heterogen asam mempunyai potensi yang cukup besar untuk menggantikan katalis homogen asam karena memiliki sifat–sifat seperti mempunyai sistem pori yang saling berhubungan satu sama lain, sisi asam kuat yang cukup dan permukaan yang hidrofobik [8]. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menggunakan katalis heterogen yaitu zeolit.

Seperti diketahui zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya ini diisi oleh air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori yang tertentu. Sebelum digunakan sebagai katalis, zeolit alam terlebih dahulu diaktivasi [9]. Dalam penelitian ini zeolit yang didapatkan berbentuk H-Zeolit yang akan digunakan sebagai katalis heterogen.

Faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi adalah waktu reaksi, pengadukan, katalisator, dan suhu reaksi [10]. Dalam penelitian ini, akan diperlihatkan pengaruh faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi yaitu rasio katalisator dan penggunaan kembali (recycle) katalisator.

1.2PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah

1. Bagaimana pengaruh rasio Si / Al terhadap aktivasi katalis H-Zeolit.

2. Bagaimana pengaruh rasio persen berat (% wt) katalis H-Zeolit yang diaktivasi dengan asam sulfat terhadaprendemen gliserol tribenzoat.

3. Bagaimana pengaruh penggunaan kembali (recycle) katalis H-Zeolit terhadap rendemen gliserol tribenzoat.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh aktivasi katalis H – Zeolit terhadap aktivitas katalitik pada pembuatan gliserol tribenzoat melalui kadar Si / Al.

2. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas katalitik katalis H – Zeolit terhadap rendemen gliserol tribenzoat

3. Untuk mengetahui pengaruh persen berat (% wt) katalis H-Zeolit yang diaktivasi dengan asam sulfat terhadap rendemen gliserol tribenzoat


(25)

4. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kembali (recycle) katalis H-Zeolit terhadap rendemen gliserol tribenzoat

1.4MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari gliserol.

2. Untuk meningkatkan yield dari gliserol tribenzoat dengan menggunakan metode esterifikasi gliserol dengan asam benzoat.

3. Sebagai informasi tentang potensi H-Zeolit sebagai katalis heterogen dalam esterifikasi gliserol.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini memiliki ruang lingkup atau batasan sebagai berikut: 1. Sampel yang digunakan adalah gliserol 90 persen

2. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah esterifikasi dengan katalis asam sulfat

3. Variabel penelitian adalah persen berat (%wt) katalis H – Zeolit serta penggunaan kembali (recycle) H- Zeolit:

 Persen berat (%wt) katalis H – Zeolit ( 5%, 6%, 7%, dan 8%)

 Penggunaan kembali (recycle) H- Zeolit (Katalis segar ; katalis cucian 1 ; katalis cucian 2 ; katalis cucian 3)

4. Parameter pengujian adalah :

Fourier Transform InfraRed (FTIR) untuk mengetahui ada tidaknya kemiripan spektra sampel produk dengan gliserol tribenzoat

Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS)untuk mengetahui rasio kadar Si / Al katalis H- Zeolit sebelum dan sesudah aktivasi.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ESTERIFIKASI

2.1.1 Esterifikasi Asam Karboksilat

Reaksi esterifikasi asam karboksilat adalah reaksi pembentukan ester dengan berbahan dasar asam karboksilat. Ester asam karboksilat ini merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR dengan R yang berbentuk alkil maupun aril. Untuk memperoleh rendemen tinggi dari ester tersebut, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester dengan menambahkan salah satu pereaksi secara berlebih. Kuat asam dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester [11].

Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi. Esterifikasi juga dapat didefinisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol. Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat dan asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya metanol, etanol, 1-propanol, amyl alkohol dan lain – lain. Asam anorganik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat tersebutlah yang akan berperan sebagai substrat [12]. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak dengan alkohol menghasilkan ester. Reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Katalis yang digunakan dalam esterifikasi dapat berupa katalis asam atau katalis basa dan berlangsung secara reversibel. Untuk memperoleh rendemen tinggi dari ester tersebut, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester dengan


(27)

menambahkan salah satu pereaksi secara berlebih. Kuat asam dari karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester [11].

2.1.2 Esterifikasi Gliserol

Proses esterifikasi gliserol adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk memproduksi produk turunan gliserol. Dalam reaksi esterifikasi dihasilkan bermacam – macam ester yang mempunyai banyak kegunaan dan bernilai lebih tinggi. Produk dari konversi gliserol ini bersifat ramah lingkungan dan terbarukan karena bukan merupakan turunan dari minyak bumi [3].

Konversi gliserol biasanya dilakukan dengan cara esterifikasi gliserol, eterifikasi gliserol, oksidasi gliserol, dan reduksi gliserol. Proses esterifikasi gliserol yaitu mereaksikan gliserol dengan asam organik maupun asam anorganik akan menghasilkan gliserol ester, dari golongan asam organik misalnya dari kelompok asam karboksilat bisa dihasilkan gliserol asetat, gliserol benzoat, gliserol carbonat, dan sebagainya. Proses esterifikasi gliserol yaitu mereaksikan gliserol dengan aryl/alkyl alcohol dihasilkan gliserol ester. Proses oksidasi gliserol biasa dilakukan untuk mendapatkan berbagai produk yang mengandung asam glikolat, asam oksalat, asam formiat [5]. Reaksi esterifikasi gliserol dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Esterifikasi

Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain : a. Waktu Reaksi

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.

b. Pengadukan

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat C3H5(OH)3 + RCOOH  C3H5(OH)2OOCR + H2O

Gliserol Asam Karboksilat ester gliserol air Gambar 2.2. Reaksi Esterifikasi Gliserol [3]


(28)

pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :

k = A e(-Ea/RT)

Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-katalis-metanol merupakan larutan yang

immiscible.

c. Katalisator

Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.

d. Suhu Reaksi

Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar [10].

2.2 GLISEROL BENZOAT

Gliserol alfa monoklorhidrin dipanaskan dengan natrium benzoat selama dua jam pada 175 0C memproduksi terutama gliserol alfa-gama dibenzoat. Alfa gama dibenzoat dibentuk oleh pertukaran ester diantara dua molekul pada monobenzoat.

Gliserol alfa monobenzoat bersifat kental, dapat larut dalam air yang mana terurai ketika didistilasi. Gliserol alfa gama dibenzoat adalah minyak kental yang higroskopik yang mana hanya sedikit larut dalam air. Gliserol dibenzoat yang tercampur dengan sedikit gliserol monobenzoat juga terbentuk ketika suatu campuran ekuimolar asam benzoat dan gliserol dipanaskan pada 225 0C selama sepuluh jam dalam atmosfer CO2.

Gliserol biasanya disiapkan dari gliserin dan benzil klorida oleh reaksi Schotten Baumann. Itu terjadi dalam dua bentuk, biasanya meleleh sekitar 72 0C dan


(29)

lainnya 76 0C. Jika meleleh lebih tinggi direkristalisasi dari ligroin atau digabung dan dibuat dingin secara lambat sehingga bentuk lelehan rendah diperoleh [13].

Kegunaan tribenzoin (gliserol tribenzoat) sangat banyak baik untuk keperluan bahan makanan maupun non makanan. Aplikasi pemnfaatan tribenzoin antara lain dapat digunakan sebagai bahan plasticizer pada edibel coating makanan, bahan

plasticizer yang aman pada pewarna kuku, bahan untuk meningkatkan sifat adhesive dan water resistance pada tinta printer [5].

2.3 BAHAN BAKU PRODUKSI TURUNAN GLISEROL 2.3.1 Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida [14].

Gliserol (1,2,3 propanatriol) merupakan cairan bening tidak berwarna yang memiliki kelarutan yang baik terhadap air. Karakteristik gliserol ditampilkan pada Tabel 2.1 berikut :

Parameter Nilai / Karaketristik

Nomor registrasi CAS 56-81-5

Rumus Formula C3H8O3

Bobot Molekul (mol-1) 92,1

Fasa Cair

Warna Tidak berwarna

Gliserol digunakan baik sebagai bahan baku proses, bahan antara dan sebagai bahan tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas suatu produk [1]. Rincian penggunaan gliserol di berbagai macam industri dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Karakterisasi Gliserol [1]


(30)

Bidang Industri Fungsi Produk Makanan dan

Minuman

Pelembab, pemanis dan pengawet intermediet

Minuman ringan, permen, kue, pelapis daging dan keju, makanan

hewan peliharaan, margarin, salad, makanan beku dan

kemasan makanan.

Farmasi Pelembut, media Kapsul, obat infeksi, anestesi, obat batuk, pelega tenggorokan,

obat kulit, antiseptik dan antibiotik.

Kosmetika dan Toiletris

Pelembab, pelembut Pasta gigi, krim dan lotion kulit,

lotion cukur, deodorant, make up, lipstik dan maskara. Kertas dan

pencetakan

Pelembut,mencegah Penyusutan

Kertas minyak, kemasan makanan, kertas cetakan tinta

Tekstil Pemasti ukuran, pelunak, Kain, serat dan benang Lain—lain Pelumas, pelicin,

pelapis, menambah fleksibilitas,

Kemasan resin, plastik, karet, busa, dinamit, komponen radio

dan lampu neon. 2.3.2 Asam Benzoat

Senyawa asam benzoat dengan nama lain asam benzena karboksilat, asam fenilformat, asam drasilat mempunyai rumus molekul C6H5COOH. Struktur dari

asam benzoat disajikan pada Gambar 2.3


(31)

Asam benzoat memiliki berat molekul 122,22, berupa padatan kristal putih, mempunyai titik leleh 122,4 ºC dan titik didih 249,2 ºC, tersublimasi pada suhu 100 ºC, dan bersifat volatil. Asam benzoat sedikit terlarut dalam H2O dingin,

namun terlarut dalam H2O panas, alkohol, maupun eter. Asam benzoat dapat

digunakan sebagai pengawet makanan dan pasta parfum [15]. Asam benzoat merupakan salah satu pengawet sintetik yang bekerja efektif pada pH 2,5-4,0 sehingga banyak digunakan pada makanan atau minuman yang bersifat asam.

Sifat-sifat asam benzoat adalah sebagai berikut : Bobot molekul 122,12; mengandung tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 100,5 % C7H6O2 dihitung terhadap zat anhidrat, pemerian : hablur berbentuk jarum atau sisik, putih,sedikit berbau, biasanya bau benzaldehid atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu hangat, mudah menguap dalam uap air, kelarutan : sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter [16].

2.3.3 Katalis

Katalis memainkan peranan penting dalam industri kimia dengan berkontribusi pada keberhasilan secara ekonomi dan kelestarian lingkungan. Lebih dari 75% dari semua transformasi industri kimia menggunakan katalis dalam berbagai bidang, seperti polimer, farmasi, bahan kimia pertanian, dan petrokimia. Pada kenyataannya, 90% dari proses baru – baru ini dikembangkan dengan melibatkan penggunaan katalis. Selain itu, perkembangan yang fokus pada konservasi lingkungan sangat bergantung pada perkembangan di bidang katalis [17]. Adanya katalis dapat mempengaruhi faktor – faktor kinetika suatu reaksi seperti laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan lain – lain. Karakteristik katalis adalah berinteraksi dengan reaktan tetapi tidak berubah pada akhir reaksi [11].

Katalis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu katalis enzim, homogen dan heterogen.


(32)

Enzim adalah molekul protein ukuran koloidal, merupakan katalis diantara homogen dan heterogen. Enzim merupakan driving force untuk reaksi biokimia, karakterisasinya adalah efisiensi dan selektivitas.

b. Katalis Homogen

Katalis homogen berada fasa yang sama seperti reaktan dan produk. Reaksi sangat spesifik dengan yield produk yang diinginkan yang tinggi. Kelemahannya adalah hanya dapat digunakan pada skala laboratorium, sulit dilakukan secara komersial, operasi pada fasa cair dibatasi kondisi suhu dan tekanan, sehingga peralatan menjadi lebih kompleks dan perlu pemisahan antara produk dengan katalis. Oleh karena itu katalis homogen dibatasi pada industri bahan – bahan kimia tertentu, obat – obatan dan makanan.

c. Katalis Heterogen

Katalis heterogen secara umum berbentuk padat dan banyak digunakan pada reaktan berwujud cair atau gas. Katalis heterogen paling luas digunakan dalam bidang industri, dikarenakan sistem katalis heterogen memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem katalis homogen.

Keuntungan katalis heterogen antara lain : selektivitas produk yang diinginkan dapat ditingkatkan dengan adanya pori yang terdapat pada katalis heterogen, dapat digunakan pada suhu tinggi sehingga dapat dioperasikan pada berbagai kondisi, aktivitas intrinsik dari active site dapat dimodifikasi oleh struktur padat, komposisi kimia pada permukaan dapat digunakan untuk meminimalisasi atau meningkatkan adsorpsi komponen tertentu, katalis heterogen dapat dipisahkan dari produk dengan penyaringan dan dapat digunakan kembali, mudah digunakan karena tidak memerlukan tahap yang panjang untuk memisahkan dari sistem yang dikatalisisnya [18].

Baru-baru ini, katalis asam heterogen lebih banyak disukai dibanding homogen karena lebih mudah dipisahkan sehingga lebih mudah pula untuk di

recovery. Ada beberapa studi tentang reaksi esterifikasi atau transesterifikasi non-katalitik yang menyebabkan pemurnian lebih sederhana dan proses yang ramah lingkungan. Untuk menghindari pemisahan yang diperlukan dalam sistem katalitik homogen, beberapa penelitian telah mengembangkan penggunaan katalis heterogen, seperti pada esterifikasi gliserol dengan asam laurat dan oleat menggunakan resin


(33)

kation yang padat dan bahan zeolitic. Baru-baru ini, penelitian menunjukkan bahwa katalis mesopori mengandung gugus SO3H merupakan katalis efisien dalam

esterifikasi gliserol dengan asam lemak, di mana hasil yang tinggi dari mono derivatif dapat diperoleh [19].

Katalis Homogen Katalis Keterogen

Active center Semua atom Hanya permukaan atom

Selektivitas Tinggi Rendah

Keterbatasan transfer massa

Sangat jarang Bisa parah Struktur/ mekanisme Ditentukan Tak ditentukan Pemisahan katalis Lambat/mahal(ekstraksi

atau distilasi)

Mudah

Penggunaan Terbatas Luas

Biaya kerugian katalis Tinggi Rendah

Pemilihan Katalis atau pengembangan katalis perlu pertimbangan untuk mendapatkan efektivitas dalam pemakaian. Dalam pengembangannya, katalis cair dapat digantikan dengan katalis asam padat seperti zeolit, clay, dan lain – lain. Keuntungannya adalah dapat di-recovery, di-recycle, dan digunakan kembali [11]. 2.3.3.1 Zeolit

Zeolit adalah kristalin, mikropori, aluminasilikat hidrat yang dubangun dari suatu pemanjangan tak terbatas hubungan tiga dimensi dari tetrahedra [SiO4]4- dan

[AlO4]5- dihubungkan masing – masing oleh pembagian atom oksigen. Secara umum,

struktur mereka dapat dipertibangkan sebagai polimer anorgnaik yang dibentuk dari tetrahedral unit TO4 dimana T adalah ion Si4+ atau Al3+ masing – masing O dibagi

antara dua atom T. Rumus struktur zeolit didasarkan pada unit sel kristalografi : Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y].WH2O, dimana M adalah alkali atau kation alkali tanah, n

adalah valensi kation, w adalah jumlah molekul air per unit sel, x dan y adalah total Tabel 2.3.Perbandingan Antara Katalis Homogen dan Heterogen [17]


(34)

jumlah tetrahedra per unit sel, dan rasio y/x biasanya bernilai 1 sampai 5, untuk silika zeolit y/x range dari 10 sampai 100 [20].

Pemanfaatan zeolit sangat luas seperti sebagai adsorben, penukar ion dan katalis. Sifat katalitik zeolit pertama kali ditemukan oleh Weisz dan Frilette pada tahun 1960 dan dua tahun kemudian mulai diperkenalkan penggunaan zeolit Y sebagai katalis perengkah [8].

Kemampuan zeolit sebagai katalis berkaitan dengan tersedianya pusat – pusat aktif daam saluran antar zeolit. Bila zeolit digunakan pada proses katalitik maka akan terjadi difusi molekul ke dalam ruang kosong antar kristal dan reaksi kimia juga terjadi di permukaan tersebut [21].

Sifat lain dari zeolit yang juga berpengaruh terhadap peranannya dalam katalisis adalah :

1. Komposisi kerangka dan strukur pori zeolit; Komposisi kerangka mengatur muatan kerangka dan mempengaruhi stabilitas termal dan asam dari zeolit.

2. Kenaikan rasio Si/Al akan berpengaruh pada stabilitas zeolit terhadap temperatur tinggi dan lingkungan yang reaktif seperti naiknya keasaman.

3. Medan elektrostatis zeolit; keadaan ini menyebabkan interaksi adsorbsinya dengan molekul lain berubah-ubah.

4. Kekuatan asam dari sisi Bronsted akan bertambah dengan naiknya rasio Si/Al, penurunan konsentrasi kation dalam zeolit.

Perubahan struktur bangun zeolit. Peran struktur pori zeolit sangat penting dalam proses katalisis karena pori inilah yang berperan sebagai mikroreaktor dan darinya dimungkinkan untuk mendapatkan reaksi katalitik yang diinginkan menurut aturan selektivitas [8].

Zeolit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetik. Zeolit alam yaitu zeolit yang diperoleh dari endapan di alam, sedangkan zeolit sintetik adalah zeolit yang direkayasa dari bahan berkemurnian tinggi dan mempunyai karakteristik tertentu [22].

a. Zeolit Alam

Zeolit Alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks dari batu – batuan yang mengalami berbagai macam perubahan di alam. Para ahli geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung


(35)

berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin sehingga akhirnya terbentuk mineral – mineral zeolit. Anggapan lain menyatakan proses terjadinya zeolit berawal dari gunung – gunung berapi yang beterbangan kemudian mengendap di dasar danau dan dasar lautan. Debu – debu tersebut kemudian selanjutnya mengalami berbagai macam perubahan oleh air danau atau air laut sehingga terbentuk sedimen – sedimen yang mengandung zeolit di dasar danau dan atau laut tersebut.

Jenis zeolit alam dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Zeolit yang terdapat di antara celah-celah batuan atau di antara lapisan batuan zeolit jenis ini biasanya terdiri dari beberapa jenis mineral zeolit bersama-sama dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, renit, klorit, fluorit dan mineral sulfida.

2. Zeolit yang berupa batuan; hanya sedikit jenis zeolit yang berbentuk batuan, diantaranya adalah: klinoptilolit, analsim, laumontit, mordenit, filipsit, erionit, kabasit dan heulandit [23].

b. Zeolit Sintetik

Banyak kristal zeolit baru telah disintesis dan memenuhi beberapa fungsi penting dalam industri kimia dan minyak bumi dan juga dipakai sebagai produk seperti deterjen. Telah diketahui lebih dari 150 tipe zeolit sintetik dan 40 mineral zeolit. Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si / Al antara lain, zeolit silika rendah dengan perbandingan Si/Al 1 – 1,5, memiliki konsentrasi kation paling tinggi, dan mempunyai sifat adsorpsi yang optimum, contoh zeolit silika rendah adalah zeolit A dan X; zeolit silika sedang, yang mempunyai perbandingan Si/Al adalah 2-5, contoh zeolit jenis ini adalah Mordernit, Erionit, Klinoptilolit, zeolit Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10 – 100, bahkan lebih, contohnya adalah ZSM-5.

Proses pembuatan zeolit secara komersial terbagi menjadi tiga kelompok yaitu pembuatan zeolit dari gel reaktif aluminosilika atau hidrogel, konversi dari mineral tanah liat menjadi zeolit dan proses berdasarkan pada penggunaan material mentah zeolit yang sudah ada di alam. Hidrogel dan konversi dari mineral tanah liat


(36)

membentuk bubuk atau pellet zeolit dengan kemurnian tinggi. Produk zeolit bubuk biasanya terikat dengan oksida organik atau mineral membentuk partikel yang menyatu untuk mempermudah dalam menangani dan menggunakannya [24].

Pada saat ini, permasalahan utama penelitian zeolit adalah ketersediaanya dan harga bahan mentah secara spesifik sumber silika. Di sisi lain, silika komersil (buatan pasir) yang mana tersedia dalam gel, sol, asap atau padatan amorf ditemukan menjadi variabel dalam reaktivitas dan selektivitas. Preparasi zeolit sintetik dari sumber bahan kimia silika dan alumina mahal. Sementara, bahan mentah lebih murah, seperti mineral tanah lempung, zeolit alam, abu batubara, abu insenerasi limbah padat kota, dan ampas biji industri, adalah dimanfaatkan sebagai bahan mentah untuk zeolit sintetik. Penggunaan material limbah dalam zeolit sintetik berkontribusi terhadap peringanan masalah lingkungan, umumnya dalam lahan purifikasi air,penghilangan logam berat atau amonium, dan menjadikan produk yang lebih menarik dan berguna [20].

Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan baik secara fisika maupun secara kimia. Aktivasi secara fisika dilakukan melalui pengecilan ukuran butir, pengayakan, dan pemanasan pada suhu tinggi, tujuannya untuk menghilangkan pengotor- pengotor organik, memperbesar pori, dan memperluas permukaan. Sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan melalui pengasaman. Tujuannya untuk menghilangkan pengotor anorganik. Pengasaman ini akan menyebabkan terjadinya pertukaran kation dengan H+.

Modifikasi zeolit alam lebih lanjut dilakukan untuk mendapatkan bentuk kation dan komoposisi kerangka yang berbeda. Modifikasi ini biasanya dilakukan melalui pertukaran ion, dealuminasi, dan substisuti isomorfis [23]. 2.3.3.2 Katalis H-Zeolit

Katalis padat – cair (heterogen) merupakan katalis yang berupa padatan (H-Zeolit) dan berinteraksi dengan reaktan yang berbeda fasa yaitu cair. Pada proses katalisis heterogen terjadi tahapan reaksi (siklus katalitik) tertentu. Siklus katalitik didahului dengan terjadinya transfer reaktan menuju permukaan katalis. Reaktan kemudian berinteraksi dengan katalis sehingga terjadi proses adsorpsi pada permukaan katalis. Spesies yang teradsorpsi akan bereaksi untuk menghasilkan


(37)

produk. Setelah reaksi selesai, produk yang terbentuk akan terdesopsi dari permukaan katalis, lalu menjauhi katalis [25].

Selain itu kemungkinan juga terjadinya peristiwa perengkahan atau pemutusan ikatan hidrokarbon tidak jenuh dari asam karboksilat oleh katalis H-Zeolit. Pemutusan pada ikatan rangkap diawali oleh adanya serangan elektron oleh ikatan rangkap terhadap H+ atau asam Bronsted yang terdapat pada permukaan katalis. Akibatnya terbentuknya karbon kation pada atom karbon ikatan rangkap yang kekurangan elektron, serangan tersebut juga akan mengakibatkan adanya ikatan antara hidrogen pada katalis dengan karbon ikatan rangkap [26].

2.3.4 Metanol

Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupaakan bentuk

alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi industri etanol.

Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbondioksida dan air [10]. Sifat – sifat fisik dan kimia metanol ditunjukkan pada Tabel 2.4 berikut :

Massa Molar 32,04 g/mol

Wujud Cairan tidak berwarna

Specific gravity 0,7918

Titik Leleh -97 0C, -142,9 0F (176 K) Titik didih 64,7 0C, 148,8 0F (337,8 K)

Kelarutan dalam air Sangat larut

Keasaman (pKa) -15,5


(38)

2.3.4.1 Kegunaaan Metanol

Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam, dikarenakan metanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Metanol campuran merupakan bahan bakar dalam model radio kontrol. Salah satu kelemahan metanol sebagai bahan bakar adalah sifat korosi terhadap beberapa logam, termasuk aluminium.

Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia lainnya. Sekitar 40 % metanol diubah menjadi formaldehid dan dari sana menjadi berbagai macam produk seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan tekstil. Dalam beberapa pabrik pengolahaan ar limbah, sejumlah kecil metanol digunakan ke air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi bakteri, yang mengubah nitrat menjadi nitrogen [10]. Metanol biasa digunakan sebagai pelarut organik, merupakan jenis alkohol yang mempunyai struktur paling sederhana [27].

Dari alkohol berberat molekul rendah, metanol jauh lebih banyak digunakan karena kemampuan bercampur yang sangat tinggi dengan produk reaksi. Pemakaian alkohol lain seperti etanol dan isopropanol dapat membentuk sistem azeotrop dengan air pada bagian metanol/water rectification [7]. Metanol lebih disukai karena memiliki reaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan etanol [28]. 2.3.5 Asam Sulfat (H2SO4)

Asam sulfat merupakan salah satu bahan penunjang yang sangat penting dan banyak dibutuhkan di bidang industri, terutama industri kimia. Oleh karena itu, asam sulfat memperoleh julukan the lifeblood industry [11].

Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam. Bahan kimia ini dapat larut dengan air dengan segala perbandingan, mempunyai titik leleh 10,49 oC dan titik didih pada 340 oC tergantung kepekatan serta pada temperatur 300 oC atau lebih terdekomposisi menghasilkan sulfur trioksida [10]. Sifat – sifat asam sulfat ditunjukkan pada Tabel 2.5.


(39)

Berat Molekul 98,08 gr / gmol

Titik Leleh 10,49 0C

Titik Didih 340 0C

Specific Gravity 1,834

Warna Tidak Berwarna

Wujud Cair

Pada proses esterifikasi katalis yang banyak digunakan pada awalnya adalah katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organik, seperti H2SO4, HF,

H3PO4, R-SO3H, dan PTSA. Katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi adalah

katalisator positif karena berfungsi untuk mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan lambat. H2SO4 juga merupakan katalisator homogen karena membentuk satu

fase dengan peraksi.

Adapun pemilihan penggunaan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator dalam

beberapa reaksi esterifikasi dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah :

1. Asam sulfat selain bersifat asam juga merpakan agen pengoksidasi yang kuat. 2. Dapat larut dalam air pada kepekatan

3. Konsentrasi ion H+ berpengaruh terhadap kecepatan reaksi.

4. Karena afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan bagian terbesar uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab [11].

2.4 Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Metode spektofotometri inframerah (IR) digunakan untuk menentukan gugus fungsional suatu senyawa melalui prinsip absorpsi cahaya inframerah oleh molekul dalam senyawa yang dianalisis [11].

Sebagaimana radiasi Infra merah, dilewati sampel, panjang gelombang spesifik diserap yang menyebabkan ikatan kimia dalam material mengalami getaran seperti peregangan, pemborongan, dan pembengkokan. Gugus fungsional ada di dalam suatu molekul yang ditujukan untuk mengabsorbsi radiasi infra merah dalam

range panjang gelombang yang sama tanpa memperhatikan struktur lain dalam Tabel 2.5 Sifat Fisika dan Kimia Asam Sulfat [10]


(40)

molekul dan puncak spektrum diperoleh dari absorpsi energi getaran ikatan yang berubah dalam daerah infra merah. Suatu spectrum infra merah diukur dengan menghitung intensitas radiasi infra merah sebelum dan sesudah melewati sampel, dan spektrum di plot dengan Y-axis sebagai absorbansi dan X-axis sebagai panjang gelombang. Untuk tujuan kuantitatif diperlukan yntuk memplot spektrum dalam unit absorbansi [29].

2.5 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometer Serapan Atom merupakan salah satu metode analisis berdasarkan pada pengukuran banyaknya intensitas sinar yang diserap oleh atom – atom bebas dari logam yang dianalisis. Pada umumnya analisis Spektrofotometri Serapan Atom digunakan untuk menetapkan unsur – unsur logam dalam batu – batuan, tanah, tanaman, makanan, minuman, termasuk daging serta bahan – bahan lainnya [30].

Ada lima dasar komponen dalam instrumen serapan atom : 1. Sumber cahaya yang memancarkan spektrum elemen

2. Suatu sel absorpsi yang mana atom sampel di produksi (nyala, graphite furnace, MHS cell, FIAS cel, FIMS cell).

3. Suatu monokromator untuk dispersi cahaya

4. Suatu detektor, yang mengukur intensitas cahaya dan menguatkan signal 5. Suatu tammpilan yang menunjukkan pembacaan setelah diproses oleh

instrumen elektronik [31].

2.5.1 Keuntungan Metode Spektrofotometer Serapan Atom

Penentuan logam biasanya menggunakan metode spektrofotomer serapan atom karena metode ini dapat digunakan untuk penentuan unsur tunggal dan penentuan logam dalam konsentrasi rendah. Adapun beberapa keuntungan lain dari metode spektofotometer Serapan Atom (SSA) dalam penentuan kadar logam adalah :

1. Metode analisis SSA dapat menentukan hampir keseluruhan unsur logam. 2. Metode analisis SSA dapat menentukan logam dalam skala kualitatif karena


(41)

3. Analisis unsur logam langsung dapat ditentukan walau sampel dalam bentuk campuran.

4. Analisis unsur logam dengan metode SSA didapat hasil kuantitaif.

5. Analisis dapat diulangi beberapa kali dan akan selalu diperoleh hasil yang sama [32].

2.6. Analisa Biaya

Analisa biaya dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan melalui penelitian ini bersifat ekonomis.

Bahan-bahan yang digunakan dibagi menjadi tiga bahagian, yaitu bahan untuk sintesis katalis H- Zeolit, bahan untuk mensintestis gliserol tribenzoat, pemurnian gliserol tribenzoat.

Bahan-bahan yang digunakan untuk sintesis katalis H-Zeolit terdiri dari, zeolit alam, asam sulfat, aquadest. Sintesis Katalis H-Zeolit dibuat berdasarkan 30 gram zeolit alam, sehingga semua bahan dihitung per 30 gram zeolit alam. Berikut ini adalah tabel jumlah bahan baku yang digunakan untuk mensintesis katalis H- Zeolit:

Tabel 2.6. Keterangan Jumlah Bahan Baku untuk Sintesis Katalis H – Zeolit Bahan Jumlah Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)

Zeolit Alam 30 gram 15.000,00/kg 450,-

Asam Sulfat teknis 600 ml 3.250/ml 27.300,-

Aquadest 200 ml 5.200/l 2.000,0

Total Rp 29.750

Diasumsikan bahwa 30 gram zeolit alam akan menghasilkan 30 gram katalis H-Zeolit juga maka harga 1 gram katalis H - Zeolit = Rp 29.750 /30 gram = Rp

992/gram ≈ Rp 1.000 /gram

Bahan baku untuk esterifikasi terdiri dari, gliserol (CH3OH), asam benzoat

(CH3COOH), aquadest (H2O) dan metanol (CH3OH). Asan benzoat yang digunakan

dilarutkan dalam metanol dengan volume sebesar 190 ml. Berikut ini adalah tabel penggunaan untuk pembuatan gliserol tribenzoat:


(42)

Tabel 2.7 Keterangan Jumlah Bahan Baku Esterifikasi

Bahan Jumlah Harga/satuan (Rp)

Harga (Rp)

Gliserol 90 % 10 ml 200.000/l 2.000

Asam Benzoat 66,88 gram 100/gr 6.680

Metanol (CH3OH) 190 ml 23.400/l 4.446

Total 13.126

Dalam pemurnian gliserol tribenzoat hanya digunakan aquadest sebanyak 300 ml sebagai larutan pencuci. Maka biaya dalam pemurnian gliserol tribenzoat : Aquadest : 300 ml x Rp. 5.200/l = Rp. 1.560,-

Biaya total : Rp 29.750 + Rp. 13.126 + Rp. 1.560 = Rp. 44.436,- Untuk penggunaan katalis 5% = 0,631 gram

= Rp. 1000/gram x 0,631 gram = Rp. 631 Sehingga total biaya untuk katalis 5 %

= Rp 631 + Rp. 13.126 + Rp. 1.560 = Rp. 15.317,-

Dari penelitian diperoleh berat gliserol tribenzoat pada penambahan katalis 5 % adalah 47,072 gram. Ini berarti harga gliserol tribenzoat = Rp. 325/ gram = 325.000,- Biaya Pasaran Produk gliserol tribenzoat : 64 USD / Kg = Rp. 851.936,-

Ini menunjukkan bahwa biaya produksi gliserol tribenzoat ini di bawah harga pasaran produk gliserol tribenzoat, sehingga dapat disimpulkan bahwa produk yang dihasilkan ekonomis.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 3 bulan.

3.2 Bahan

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Gliserol 90%

2. Asam Benzoat 3. Metanol 4. H2SO4

5. Zeolit alam 3.3 Peralatan Penelitian

1. Ball mill

2. Ayakan 100 mesh 3. furnace

4. Beaker glass 5. Gelas ukur 6. Pipet tetes 7. Labu leher tiga 8. Hot Plate

9. Refluks kondensor 10. Erlenmeyer

11. Magnetic stirrer

12. Corong Pemisah

13. Kertas saring Whatman No.1 14. Statif dan klem


(44)

15. Oven

16. Termometer

3.4 Prosedur Percobaan 3.4.1 Aktivasi Zeolit

Zeolit dihaluskan dengan menggunakan ball mill selama 1 jam, kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh. Proses pembuatan katalis H-Zeolit dilakukan melalui tahap dealuminasi, pencucian, pengeringan, dan kalsinasi. Proses dealuminasi dilakukan dengan mencampur zeolit alam sebanyak 30 gram dengan H2SO4 4 M sebanyak 600 ml. Campuran dimasukkan ke dalam labu leher tiga

yang dilengkapi dengan magnetic stirer, pendingin balik dan campuran dipanaskan hingga suhu 90oC dengan penangas air. Setelah suhu tercapai, waktu pengadukan dihitung selama 6 jam. Setelah pengadukan selesai, zeolit alam kemudian dicuci dengan aquadest hingga semua ion SO42- hilang, lalu zeolit

dikeringkan dengan oven. Proses kalsinasi dilakukan dengan memasukkan zeolit hasil dealuminasi ke furnace bersuhu 500oC selama 5 jam. Waktu kalsinasi dihitung setelah tercapai suhu 500 oC.

3.4.2 Esterifikasi Gliserol

Esterifikasi asam benzoat dengan gliserol dilakukan dengan rasio mol asam benzoat terhadap gliserol 3,5 : 1, katalis H- Zeolit terhadap gliserol adalah 5% (%wt) dengan kecepatan pengadukan 200 rpm dan suhu 65 oC. Sebanyak 66,88 gram asam benzoat dilarutkan dalam 190 ml metanol pada beaker glass. Larutan asam benzoat dan 10 ml gliserol 90 % dimasukkan dalam labu leher tiga. Pada labu leher tiga dipasang sebuah termometer, kemudian magnetic stirrer

dihidupkan. Hot Plate dihidupkan hingga suhu 65 oC. Setelah suhu 65 oC tercapai, ditambahkan katalis H-zeolit 0,631 gram kedalam labu leher tiga. Reaksi berlangsung selama 60 menit.

3.4.3 Pemurnian Gliserol Tribenzoat

Setelah waktu reaksi 60 menit, H-Zeolit dipisahkan dari larutan produk tribenzoin dengan menggunakan kertas saring kemudian larutan produk gliserol


(45)

tribenzot dicuci dengan aquadest hingga terbentuk padatan. Padatan yang terbentuk disaring dengan kertas saring, lalu dimasukkan kedalam oven pada suhu 105 oC, hingga berat konstan.

3.4.4 Recycle Katalis H-Zeolit

Zeolit yang digunakan pada penelitian sebelumnya dicuci dengan menggunakan air, dan kemudian digunakan kembali dalam proses esterifikasi gliserol selanjutnya. Setelah proses esterifikasi ini selesai, zeolit tersebut kemudian dicuci kembali menggunakan air dan dipakai ulang dalam proses esterifikasi gliserol lainnya. Air yang digunakan dalam proses pencucian zeolit memiliki pH netral dan bersuhu 50 0C. Volume air yang digunakan adalah 50 ml dan pencucian dilakukan dengan menggunakan beaker glass. Zeolit yang akan dicuci direndam dalam larutan air dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit. Sisa air yang tersisa dalam zeolit kemudian diuapkan dengan cara memanaskan zeolit dalam oven 105 0C selama 2 jam.


(46)

3.5 Flowchart Percobaan

3.5.1 Flowchart Aktivasi Katalis H - Zeolit

Gambar 3.1 Flowchart Aktivasi Katalis H-Zeolit Mulai

Zeolit digiling dalam ball mill selama 1 jam Zeolit diayak dengan ayakan 100 mesh

30 gram zeolit alam dicampur dengan pelarut H2SO4 4 M sebanyak 600 ml

Campuran dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan

magnetic stirer, dan pendingin balik

Campuran dipanaskan hingga suhu 90oC dengan penangas air

Zeolit dikeringkan dengan oven

Selesai

Waktu pengadukan dilakukan selama 6 jam Zeolit alam kemudian dicuci dengan aquadest

Dimasukkan zeolit hasil dealuminasi ke furnace bersuhu 500 oC selama 5 jam


(47)

3.5.2 Flowchart Esterifikasi Gliserol

Gambar 3.2 Flowchart Esterifikasi Gliserol Mulai

Dipasang sebuah termometer pada labu leher tiga

Selesai

Larutan asam benzoat dengan 10 ml gliserol 90 % dimasukkan ke dalam labu leher tiga

Dihidupkan heating mantel hingga suhu 65 oC

66,88 gram asam benzoat dilarutkan dalam 200 ml Metanol pada beaker glass

Dihidupkan magnetic stirrer

Setelah suhu 65 oC tercapai, ditambahkan katalis H-zeolit 0,631 gram kedalam labu leher tiga


(48)

3.5.3 Flowchart Pemurnian Gliserol Tribenzoat

Gambar 3.3 Flowchart Pemurnian Gliserol Tribenzoat Mulai

Selesai

Larutan produk tribenzoin dicuci dengan aquadest hingga terbentuk padatan

Padatan yang terbentuk disaring dengan kertas saring

Apakah berat padatan telah

konstan?

Ya

Tidak Padatan dimasukkan kedalam oven pada suhu 105 oC

Padatan ditimbang tiap 5 menit

H – Zeolit dipisahkan dari larutan produk tribenzoin dengan menggunakan kertas saring


(49)

3.5.4 Flowchart Recycle Katalis H-Zeolit

Mulai

Zeolit yang sebelumnya telah digunakan direndam dalam air 50 0C sebanyak 50 ml dalam beaker glass

Diaduk dengan Magnetic Strirrer selama 15 menit

Dipanaskan dalam Oven 105 0C selama 2 jam

Dipakai ulang kembali untuk esterifikasi gliserol selanjutnya

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Recycle Katalis H - Zeolit Tribenzoat


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED) GLISEROL TRIBENZOAT

Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) sampel produk dilakukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya gugus fungsi yang menandai kemiripan sampel terhadap gliserol tribenzoat dalam bentuk spektra.

Karakteristik FTIR dari gliserol tribenzoat dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Gliserol Tribenzoat (GTB)

Keterangan analisa gugus fungsi : [ 33 ] - 3722,61 cm-1 : regang asam karboksilat (O-H) - 3626,17 cm-1 : regang asam karboksilat (O-H) - 3066,82 cm-1 : regang aromatik (=CH) - 3001,24 cm-1 : regang aromatik (=CH) - 2877,79 cm-1 : regang cincin aromatis (-CH3)

- 2827,64 cm-1 : regang asam karboksilat (C=O) - 2677,20 cm-1 : regang –SH dalam alkil merkaptan


(51)

- 2561,47 cm-1 : regang aldehid (CHO)

- 2360,8 cm-1: regang –NH3+ dalam amin hidrohalid - 2333,87 cm-1: regang –PH phospine

- 2086,98 cm-1 : regang cincicn benzen tersubstitusi - 1975,11 cm-1: regang alkena (C=C)

- 1917,24 cm-1 : regang alkena (C=C) - 1789,94 cm-1 : regang anhidrid (C-O) - 1689,64 cm-1 : regang ester (C=O) - 1604,77 cm-1 : regang amin (NH2)

- 1577,77 cm-1: regang NO2

- 1496,76 cm-1 : regang NH3+ dalam asam amino

- 1454,33 cm-1: regang CH2

- 1423,47 cm-1 :regang C-N - 1323,17 cm-1: regang SO2

- 1292,31 cm-1: regang P=O

- 1184,29 cm-1 : regang C-C-N dalam amina - 1126,43 cm-1: C-O-C dalam vinil eter - 1068,56 cm-1: C-OH dalam alkohol - 1029,99 cm-1 : regang C-NH2

- 933,55 cm-1: regang CH=CH2 dalam senyawa vinil

- 806,25 cm-1: regang m disubstitusi benzen - 705,95 cm-1 : regang asam karboksilat (C=O) - 575,09 cm-1 : regang cincin dalam benzen derivatif - 551,64 cm-1 : regang aldehid(C-C=O)

- 432,05 cm-1 : regang Cl-C=O dalam asam klorida

Gliserol tribenzoat memiliki gugus fungsi C6H5COOCH2CH

(C6H5COO)CH2(C6H5COO) yang tergolong dalam grup ester dengan panjang

gelombang 1700 – 1750 cm-1 [3]. Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa spektra hasil infra red sampel produk terdapat pada panjang gelombang 1689,64 cm-1 yang mendekati golongan dalam grup ester. Hal ini membuktikan bahwa sampel produk merupakan gliserol tribenzoat.

4.2AKTIVASI KATALIS H- ZEOLIT

Zeolit alam merupakan katalis yang potensial untuk digunakan dalam suatu reaksi. Untuk meningkatkan yield dari produk yang dihasilkan, zeolit alam yang digunakan sebagai katalis diaktivasi terlebih dahulu.

Pada percobaan ini proses pembuatan katalis H-Zeolit dilakukan melalui proses aktivasi dengan asam sulfat melalui tahap dealuminasi, pencucian, pengeringan, dan kalsinasi.

Tahap dealuminasi yang dilakukan adalah dengan merefluks zeolit yang telah dicampurkan asam sulfat. Hasil penelitian PPTM (1992) menunjukkan bahwa aktivasi zeolit alam dengan penambahan asam memberikan luas permukaan spesifik


(52)

yang lebih besar dari pada zeolit alam tanpa aktivasi maupun yang diaktivasi dengan penambahan basa [34]. Perlakuan asam pada dasarnya untuk meningkatkan rasio Si/Al [35]. Setelah dicuci dan dikeringkan, katalis H- Zeolit dikalsinasi. Proses kalsinasi dilakukan dengan memasukkan zeolit hasil dealuminasi ke furnace bersuhu 500oC selama 5 jam.

4.2.1 ANALISA KADAR RASIO SI/AL KATALIS H ZEOLIT SEBELUM DAN SESUDAH AKTIVASI

Rasio Si/Al zeolit merupakan salah satu penentu sifat dan struktur zeolit, keasaman, stabillitas termal, maupun aktivitas dalam reaksi katalitik. Rasio Si/Al di dalam kerangka zeolit sangat menentukan keasaman zeolit dimana keasaman zeolit meningkat dengan bertambahnya rasio Si/Al. Rasio Si/Al dapat diukur dengan menggunakan metode Spektroskopi Serapan Atom [36].

Analisis AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) katalis H-zeolit sebelum dan sesudah aktivasi ialah bertujuan untuk mengetahui rasio Si/Al yang terkandung di dalam H-Zeolit disajikan dalam Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Hasil Analisis AAS rasio Si/Al katalis H-Zeolit

Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji

Sebelum aktivasi Sesudah aktivasi

Si % 83,41

83,49

Ik.01.P.08 (AAS)

Al % 3,67 1,72 Spektrofotometri

Si/Al % 22,72 48,54

Dari Tabel 4.1, rasio Si /Al setelah katalis diaktivasi dengan asam sulfat mengalami peningkatan yaitu dari 22,72 % menjadi 48,54 %. Heraldy, et al [37] melaporkan bahwa kenaikan rasio Si /Al pada zeolit alam aktif teraktivasi sebesar 0,83. Naiknya rasio Si/Al menunjukkan terjadinya dealuminasi pada situs aktif Al-OH dan Si-O-Al dengan lepasnya Al dari situs aktif Si-O-Al akan menyebabkan penataan kembali Si-O-Si dari luar kerangka sehingga menyebabkan jumlah komposisi Si dalam kerangka akan bertambah. Berdasarkan penelitian Munandar,


(53)

dkk [38] dari hasil Fourier Transformattion Infra Red menunjukkan zeolit alam teraktivasi asam memiliki kadar silika yang lebih besar sehingga zeolit alam teraktivasi asam lebih stabil dibadingkan zeolit alam tak teraktivasi.

Aktivasi dengan perlakuan asam menyebabkan terjadinya dealuminasi dan dekationasi yaitu keluarnya Al dan kation – kation (Mn+) dalam kerangka menjadi Al dan kation – kation non kerangka [37]. Perlakuan asam tidak merusak struktur katalis dan meningkatkan ukuran pori menuju meso walaupun tidak signifikan [39].

4.3PENGARUH VARIABEL PERCOBAAN TERHADAP RENDEMEN GLISEROL TRIBENZOAT PADA PROSES ESTERIFIKASI

4.3.1 Pengaruh Persen Berat (% wt) katalis H-Zeolit terhadap rendemen Gliserol Tribenzoat

Hubungan antara persen berat katalis terhadap rendemen gliserol tribenzot dengan berbagai variasi recycle katalis H-Zeolit pada kondisi waktu reaksi 60 menit, temperatur 65 0C dan rasio mol gliserol dengan asam benzoat 3,5:1 dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hubungan antara Persen Berat Katalis H Zeolit terhadap rendemen Gliserol Tribenzoat pada Kondisi Waktu Reaksi 60 menit, temperatur 65 0C dan

Rasio Mol Gliserol dengan Asam Benzoat 3,5:1 50

55 60 65 70 75

4 5 6 7 8 9

R

end

em

en

(

%

)

% katalis (w/w gliserol)

segar cuci 1


(54)

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa semakin besar persen berat katalis H- Zeolit yang digunakan maka rendemen gliserol tribenzoat yang diperoleh semakin meningkat. Pada penggunaan katalis dengan kondisi segar untuk persen berat katalis 8 % menghasilkan rendemen gliserol tribenzoat yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan jumlah katalis dapat mempercepat tercapainya kesetimbangan. Katalis zeolit alam juga berfungsi sebagai adsorben yang dapat menyerap air yang akan menyebabkan reaksi akan bergeser ke arah pembentukan produk [26] sebagaimana yang ditunjukkan pada mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam sebagai berikut :

Dalam penelitian digunakan reaktan berupa asam benzoat sebagai asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat akan kontak dengan katalis H-Zeolit pada permukaan aktif katalis. Gugus karbonil dari asam karboksilat akan diprotonasi dengan atom H yang terdapat pada permukaan aktif zeolit dan menghasilkan ion oksonium. Ion oksonium akan melangsungkan reaksi pertukaran dengan gliserol untuk menghasilkan suatu senyawa antara. Selanjutnya senyawa antara dapat kehilangan satu protonnya untuk menjadi ester. Akhir proses esterifikasi, dihasilkan produk serta air yang akan terdesorpsi dari permukaan aktif dan terdifusi dari dalam pori melalui mulut pori zeolit [8].

Laju reaksi secara langsung sebanding dengan banyaknya katalis karena pengaruh luas permukaan dan karenanya total jumlah sisi aktif katalis meningkat secara linier [41]. Namun pada pemakaian katalis cuci 1, rendemen ester mengalami penurunan pada jumlah katalis 7 % kemudian rendemen ester mengalami kenaikan


(55)

lagi pada jumlah katalis 8 %. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan jumlah katalis yang berlebih dari yang seharusnya memiliki efek merusak pada rendemen ester. Seperti halnya pada penelitian Vijayakumar, et al., [42] dimana reaksi o-xylene menggunakan rasio molar reaktan 1 : 2 menghasilkan yield yang lebih tinggi dengan meningkatnya jumlah katalis sampai kuantitas katalis tercapai 1 g, tetapi selanjutnya

yield menurun. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah katalis diluar jumlah yang seharusnya memberikan efek buruk pada yield ester.

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa rendemen pada persen berat katalis 7 dan 8 % tidak ada perbedaan yang signifikan sehingga diharapkan reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh rendemen tertinggi pada persen berat katalis 8 % dari massa gliserol, katalis dalam kondisi segar, waktu reaksi 60 menit, temperatur 65 0C dan rasio mol gliserol dan asam benzoat 3,5:1 yang memberikan rendemen gliserol tribenzoat 69,677 %.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Nirwana, dkk [43] dengan isobutanol dan asam stearat sebagai reaktan, temperatur reaksi 100 oC, rasio molar isobutanol dengan asam stearat adalah 6 : 1,waktu 180 menit, memperoleh peningkatan yield ester dengan meningkatnya jumlah katalis H- Zeolit yaitu mencapai 15 % berbasis asam stearat.

4.3.2 PENGARUH RECYCLE KATALIS H-ZEOLIT TERHADAP RENDEMEN GLISEROL TRIBENZOAT

Hubungan antara recycle katalis H- zeolit pada reaksi esterifikasi terhadap rendemen gliserol teribenzoat dengan berbagai variasi persen berat katalis pada kondisi waktu reaksi 60 menit, temperatur 65 0C dan rasio mol gliserol dengan minyak 3,5:1 dapat dilihat pada Gambar 4.4.


(56)

Gambar 4.4 Hubungan antara recycle katalis terhadap rendemen gliserol tribenzoat pada Kondisi Waktu Reaksi 60 menit dan Rasio Mol Gliserol dengan asam benzoat

3,5:1

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa dengan perlakuan recycle katalis sebanyak tiga kali menyebabkan rendemen gliserol tribenzoat yang dihasilkan semakin menurun untuk setiap jumlah katalis yang digunakan. Penurunan rendemen gliserol secara linier terjadi pada setiap cucian katalis.

Salah satu keuntungan menggunakan katalis padat adalah kemampuan katalis tersebut untuk di recycle atau digunakan kembali untuk reaksi selanjutnya. Katalis dengan selektivitas tinggi, khususnya katalis yang dapat di recycle dengan mudah merupakan hal penting dalam perkembangan proses kimia berkelanjutan [44]. Akan tetapi recycle katalis berpotensi untuk menurunkan rendemen. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan aktivitas katalis.

Kemampuan suatu logam atau senyawa kimia untuk mengkatalisis reaksi kimia diukur dari aktivitas katalis yang biasanya dinyatakan dalam persentase konversi atau jumlah produk yang dihasilkan dari jumlah reaktan yang digunakan dalam waktu reaksi tertentu. Pemakaian katalis yang berulang-ulang akan menyebabkan aktivitas katalis akan semakin menurun (terjadi deaktivasi). Trisunaryanti, Triyono, dan Taufiyanti [45] mempelajari tentang deaktivasi

50 55 60 65 70 75

0 1 2 3 4

Re n d em en (% ) recycle 5% 6% 7% 8%


(57)

dan regenerasi katalis cr/zeolit alam aktif untuk proses konversi metil isobutil keton. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa katalis terdeaktivasi setelah 5 kali pemakaian untuk proses konversi metil isobutil keton pada temperatur 400 oC. Hal ini menunjukkan katalis yang direcycle rentan terhadap deaktivasi katalis akibat pengulangan pemakaian.

Aktivitas katalis ditentukan oleh kekuatan adsorpsi reaktan pada permukaan katalis. Adsorpsi yang terlalu lemah, energi yang dilepaskan juga akan semakin kecil, akibatnya sedikit fraksi permukaan yang ditempati oleh reaktan, dan reaksi berjalan lambat [36].

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa penurunan rendemen terhadap masing – masing recycle yang dilakukan untuk setiap persen katalis sekitar 2 – 8 %. Bamoharram et al [46] melaporkan bahwa penggunaan kembali katalis menurunkan aktivitas katalis dan yield sekitar 2 – 5 %. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian katalis diharapkan hanya sampai tiga kali pemakaian.

Kondisi recycle terbaik adalah pada katalis sebanyak 6 persen berat terhadap gliserol dimana rendemen yang dihasilkan lebih tinggi daripada perolehan rendemen untuk persen berat katalis lainnya. Penurunan aktivitas katalis yang terdapat pada katalis sebanyak 6 persen berat lebih kecil untuk setiap banyaknya recycle yang dilakukan.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah :

1. Zeolit alam dapat dimanfaatkan sebagai katalis heterogen dalam pembuatan gliserol tribenzoat. Zeolit alam setelah diaktivasi dengan asam sulfat mengalami kenaikan rasio Si/Al dari 22,72 % menjadi 48,5 %.

2. Katalis zeolit yang diaktivasi dengan asam sulfat memiliki aktivitas katalitik yang cukup tinggi, dimana dapat menghasilkan rendemen gliserol tribenzoat terbesar yaitu katalis segar 8 % sebesar 69,678 %.

3. Pada proses esterifikasi, diperoleh rendemen pada persen berat katalis 7 dan 8 % tidak ada perbedaan yang signifikan sehingga diharapkan reaksi sudah mencapai kesetimbangan dengan rendemen tertinggi pada persen berat katalis 8 % dari massa gliserol.

4. Pada pengaruh recycle katalis H-Zeolit diharapkan pemakaian katalis sebanyak tiga kali dan variabel kondisi terbaik diperoleh pada persen berat katalis 6 % dari massa gliserol

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah untuk penelitian selanjutnya yaitu:

1. Disarankan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kondisi optimum pada pengaruh persen berat katalis terhadap rendemen.

2. Disarankan untuk mengaktivasi katalis H-Zeolit tersebut pada variasi konsentrasi asam yang digunakan.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anas Bunyamin.―Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar Sebagai Komponen Coal Dust Suppressant.‖ Tesis,Sekolah Pascasarjana : Institut Pertanian Bogor, 2011,hal. 10 .

[2] Kale, et al., 2013. ―Esterification of Glycerol with Acetic Acid for Improved Production Of Triacetin Using Toluene As An Entrainer. 10th Green Chemistry Conference. Barcelona-Spain.

[3] Ari Eko Prasetyo, Anggra Widhi, dan Widayat. ―Potensi Gliserol dalam Pembuatan Turunan Gliserol Melalui Proses Esterifikasi.‖ Jurnal Ilmu Lingkungan. Volume 10. 2012. Issue I : 26-31. Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Diponegoro : Semarang, hal. 29

[4] Anjali Patel dan Sukriti Singh (2014). ―A Green and Sustainable Approach for

Esterification of Glycerol Using 112 –tungstophosporic Acid Anchored to

Different Supports:Kinetics and Effectof Support.‖ Fuel 118. Polyoxometalates and Catalysis Laboratory, Departement Of Chemistry. Faculty Of Science. The M.S University of Baroda, Vadodara 390002. Gujarat, India, hal. 358.

[5] Abdurrakhman, Yanuar Rifianto., Widayat. 2013. ―Studi Awal Proses Pembuatan Glycerol Tribenzoat dari Gliserol dan Asam Benzoat Dengan Menggunakan Katalis Asam Klorida.‖ Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol.2. No.3. Hal. 30-36.

[6] Mahlinda dan Lancy, 2011. ―Proses Pemurnian Metanol Hasil Sintesa Biodiesel Menggunakan Rotary Evaporator.‖ Jurnal Hasil Penelitian Industri. Volume 24. Nomor 1. ISSN : 0215-4609. Hal.20 - 27.

[7] Wakid Yuniarto, Agus Heri Hoerudin, Hanny, ―Penggunaan Katalis Heterogen Berbasis Zinc Oxide (ZnO) untuk Produksi Biodiesel.‖ Program Kreativitas Mahasiswa. Institut Teknologi Bandung. 2008, hal. 9.

[8] Kasim, Rahmiyati. 2010. ―Desain Esterifikasi Menggunakan Katalis Zeolit Pada Proses Pembuatan Biodiesel Dari Crude Palm Oil (Cpo) Melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi.‖ Tesis, Sekolah Pascasarjana, Institut


(60)

[9] Aziz,dkk., ―Penggunaan Zeolit sebagai Katalis dalam Pembuatan Biodiesel.‖

Valensi. Vol.2. No.4. ISSN : 1978-8193. 2012. Hal. 511-515.

[10] Maharani Nurul Hikmah dan Zuliyana. ―Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi.”Tugas Akhir, Universitas Diponegoro,Semarang, 2010, hal. 8,9,12 .

[11] Dini Novalia Pratiwi. ―Optimalisasi Reaksi Esterifikasi Asam Asetat dengan 1-Heksena, Sebgai salah satu tahapan pada proses pembuatan etanol.” Skripsi, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullaah, Jakarta, 2010.hal.6 .

[12] Juliati Tarigan. ―Ester Asam Lemak.” Karya Ilmiah. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara,Medan, 2009, hal. 2 .

[13] Miner dan Dalton (1953). Chemical Properyies and derivatives of Glycerines.

Diakses 27 Agustus 2014, dari Reinhold Publishing Corp New York, hal 5-6. [14] Nita Suleman. 2012. Pemanfaatan Limbah Pemurnian Gliserol Hasil Samping

Produksi Biodiesel dari Minyak Jelantah untuk pembuatan Pupuk Potassium.‖

Laporan Penelitian Berorientasi Produk, Jurusan Kimia. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Gorontalo.

[15] Sophia Anggraini Putri. ―Aplikasi Reaksi Canizzaro Terhadap Benzaldehida Dan P-Anisaldehida Dengan Kondisi Tanpa Pelarut.” Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,2009. Hal. 4 .

[16] Any Guntarti dan Wahyu Irna Wati. ―Penetapan Kadar asam Benzoat dalam beberapa merk dagang Minuman Ringan Secara Spektofotometri ultra violet.‖

Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol.2. No.2.2012. Hal.111-118.

[17] Fadhel, et al., 2010. ―Combining The Benefits of Homogeneous and Heterogeneous Catalysis with Tunable Solvents and Nearcritical Water.‖

Molecules 2010, 15, 8400-8424. ISSN : 1420 - 3049. School of Chemical and Biomolecular Engineering. Georgia Institute of Technology. Hal. 8401.

[18] Mustaofidatul Jamaliah. ―Sintesis Etanol Melalui Reaksi Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Menggunakan Berbagai Katalis.” Skripsi, Program Studi Kimia,


(61)

Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011,hal. 30 .

[19] Mostafa, et al., Production of Mono-,Di-, and Triglycerides From Waste Fatty Acids Through Esterification With Glycerol. Advances in Bioscience and Biotechnology 4 (2013) 900-907. Faculty of Applied Medical Science, Taif University, Taif, KSA. Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, Minia University, Minia, Egypt, hal 901.

[20] Georgiev,et al., (2009). ―Syntetic Zeolit-Structure Classification, Currebt Trends in Zeolit Synthetis. International Science Conference. Volume VII. Bulgaria, hal 1.

[21]Arief Budiawan Majid, dkk,. ―Karakterisasi dan Uji Aktivitas katalitik Zeolit Alam Indonesia pada Hidrorengkah Ban Bekas dengan Preparasi Sederhana.‖

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa (Pebruari, 2012) – ISBN : 978-979-028-550-7. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Gajah Mada. Hal. 216.

[22] Csicsery. 1986. “Catalysis by shape selective zeolites science and technology.‖

J Pure and Appl. Chem Vol 58. No.6, pp. Hal. 841-856.

[23] Dewi Yuanita Lestari. ―Kajian Modifikasi dan Karakterisasi zeolit Alam dari Berbagai Negara.‖ Prosiding Seminar Nasional (Oktober, 2010). Jurusan Pendidikan Kimia UNY.

[24] Eli Maria Ulfah, Fani Alifia Yasnur dan Istadi,. ―Optimasi Pembuatan Katalis Zeolit X dari Tawas, NaOH dan Water Glass Dengan Response Surface Methodology.‖ Bulletin of Chemical reaction Engineering and Catalysis, 1(3), 2006, 26-32. Chemical Reaction Engineering and Cataysis (CREC). Jurusan Teknik Kimia. Universitas Diponegoro, hal 27.

[25] Rizki Deliana dan Nirwana HZ. ―Pengaruh Komposisi Katalis H-Zeolit pada Proses Pembuatan Plastisizer Menggunakan Minyak Limbah Ikan Patin dan Isobutanol.‖ Jurnal Teknobiologi IV(1)(2013), hal. 55-60.

[26] Randi Farlindo, Nirwana, Irdoni. ―Pengaruh Komposisi Katalis H- Zeolit dan Suhu Reaksi pada Proses Pembuatan Fatty Acid Alkyl Ester Minyak Limbah

Ikan Patin dan Isooktanol.‖ Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik.


(1)

LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI PENELITIAN

L3.1 FOTO PREPARASI KATALIS ZEOLIT ALAM

Gambar L3.1 Foto Penggilingan dengan Ball Mill


(2)

Gambar L3.3 Foto Pengayakan Serbuk Zeolit Alam

L3.2 FOTO PROSES AKTIVASI KATALIS H-ZEOLIT


(3)

Gambar L3.5 Foto Katalis H-Zeolit Hasil Kalsinasi

L3.3 FOTO PROSES ESTERIFIKASI


(4)

Gambar L3.7 Foto Hasil Pencucian Larutan Produk Gliserol Tribenzoat

L3.4 FOTO PENIMBANGAN PADATAN GLISEROL TRIBENZOAT


(5)

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISIS

L4.1 HASIL ANALISIS AAS KADAR Si DAN Al ZEOLIT SEBELUM DAN SESUDAH AKTIVASI


(6)

L4.2 HASIL ANALISA FTIR GLISEROL TRIBENZOAT