1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap
lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu dampak
bio-fisika-kimia dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisika-kimia misalnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman
hayati, atau pengurangan cadangan air tanah Anonim, 2008. Semua jenis dampak yang ditimbulkan perusahaan akan memberikan risiko yang
mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh aktivitas perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan akan memberikan
risiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan perdata. Perusahaan dalam menetapkan dan menjalankan strategi bisnisnya harus
memperhatikan dampaknya terhadap kondisi sosial dan lingkungan serta berupaya agar dampak yang ditimbulkannya adalah positif.
Tujuan kegiatan
bisnis secara
umum yaitu
keuntungan, keberlangsungan, pertumbuhan, dan tanggung jawab sosial perusahaan. Tiga
dari tujuan diperjuangkan perusahaan agar tercapai karena perusahaan harus mempertanggungjawabkan aktivitas operasinya secara “konvensional” kepada
pemegang saham. Tanggung jawab sosial dituntut karena akibat yang
2 ditimbulkan operasi perusahaan bukan hanya ditanggung pemegang saham
namun juga stakeholders, seperti pemerintah masyarakat, pelanggan dan lingkungan Harsono, 2000:1.
Perusahaan didirikan dengan tujuan menghasilkan laba maksimal bagi para pemilik perusahaan. Cost-benefit suatu aktivitas operasi perusahaan
menjadi pertimbangan utama dalam usahan memaksimalkan laba. Atas dasar alasan ini pula kemudian terjadi pengabaian prinsip-prinsip dari maksimalisasi
laba itu sendiri, diantaranya pengabaian aspek-aspek hubungan kemanusiaan dengan tenaga kerja, lingkungan alam, dan masyarakat sekitar, sedangkan
aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi going cocern perusahaan secara langsung atau tidak langsung. Dengan kata lain jika terjadi
hal-hal yang mengancam kontinuitas perusahaan, maka jalan keluarnya mengandung cost yang relatif lebih tinggi Ja’far dan Amalia, 2006:2.
Implikasi dari pelanggaran prinsip-prinsip maksimalisasi laba diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan manajemen lingkungan
serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi lingkungan, seperti masalah pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia dan negara-negara
lain. Masalah ini tidak akan terjadi jika manajer perusahaan memegang komitmen pada pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap kebersihan
lingkungan Ja’far dan Amalia, 2006:3. Permasalahan lingkungan di Indonesia merupakan faktor penting yang
harus segera dipikirkan mengingat akibat dampak buruk pengelolaan lingkungan dan rendahnya perhatian terhadap lingkungan dari aktivitas
3 industri yang terjadi dewasa ini. Gejala ini dapat dilihat dari berbagai bencana
yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir banding di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tanah longsor di Desa Sijeruk dan daerah lain di Jawa dan Sumatera,
serta kebakaran hutan di beberapa hutan lindung Kalimantan. Bahkan munculnya banjir Lumpur bercampur gas sulfur di daerah Sidoarjo Jawa
Timur. Kasus yang terakhir berkembang adalah banjir lumpur Lapindo.
Setidaknya terdapat tiga aspek yang menyebabkan terjadinya semburan limpur panas tersebut Wibisono, 2008. Pertama, adalah aspek teknis. Ada pendapat
yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur adalah gempa Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen. Selain itu ada pendapat lain yang
menyatakan semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Jika hal tersebut benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam
pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar.
Kedua, aspek ekonomis. Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang selubung bor. Penggunaan selubung bor
ini sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan selubung bor berdampak
pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo. Ketiga, aspek politis. Sebagai legalitas usaha eksplorasi atau
eksploitasi, Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasilproduction sharing contract PSC dari pemerintah sebagai otoritas
4 penguasa kedaulatan atas sumber daya alam. Poin inilah yang paling penting
dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi nonliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh
potensi tambang migas dan SDA “dijual” kepada swastaindividu corporate based
. Orientasi profit yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian
lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem.
Hutomo 1996 dalam Harsono 2000:6 mencatat tiga permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pertama, permasalahan
lingkungan hidup, terutama di kota-kota besar, telah dianggap berada pada tingkat yang membahayakan. Masyarakat sudah kesulitan memperoleh air
bersih dan menghirup udara segar. Penurunan kualitas atau kerusakan alam ini lebih banyak disebabkan oleh dampak negatif aktivitas industri. Kedua, dalam
perdagangan bebas, produk disyaratkan harus bersahabat dengan lingkungan, memaksa perusahaan harus meyusun strategi bisnis yang menyeluruh. Aspek
lingkungan tidak boleh dipandang sebagai “program sambilan” bila perusahaan ingin mempertahankan hidupnya. Ketiga, lemahnya ilmu
pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Di samping
itu, tekanan politis terhadap perusahaan makin kuat akibat pemerintah mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.
5 Harahap
1993 dalam
Almilia dan
Wijayanto 2007:2
mengemukakan besarnya dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan terhadap lingkungannya membuat masyarakat menginginkan agar dampak
negatif tersebut dikontrol sehingga social cost yang ditimbulkannya tidak semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansu yang selama ini
dikenal hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan dengan pihak ketiga, dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya
merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga dengan lingkungannya.
Harahap 1993 dalam Almilia dan Wijayanto 2007:2 menjelaskan bahwa hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non-reciprocal,
artinya transaksi itu tidak menimbulkan prestasi timbal balik dari pihak yang berhubungan. Ilmu akuntansi yang mencatat, mengukur, melaporkan dampak
luar tersebut disebut Socio Economic Accounting SEA, Environmental Accounting
, atau Social Responsibility Accounting. Djogo 2006 dalam Almilia dan Wijayanto 2007:2 menyatakan
konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Konsep ini muncul akibat tekanan lembaga-lembaga bukan
pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan
lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja. Mulyono 2002:1 mengungkapkan ketika masalah lingkungan
menjadi fokus utama dalam agenda politik dalam tahun 1980-an, keprihatinan
6 berkembang dari skala nasional menjadi skala internasional. Sebagai contoh
isu-isu yang menyeruak antara lain hujan asam, menipisnya lapisan ozon, serta meningkatnya suhu bumi yang sekarang ini biasa disebut dengan global
warming .
Sejak pertengahan 1970-an, banyak perusahaan industri dan jasa besar dunia yang mulai berjuang dengan konsep pelaporan keuangan berkaitan
dengan lingkungan. Perusahaan tersebut mulai menerapkan akuntansi lingkungan. Beberapa perusahaan berusaha untuk peduli terhadap laporan
keuangan berkaitan dengan biaya lingkungan yang bertujuan meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan
lingkungan dari sudut pandang biaya environmental cost dan manfaat atau efek economic benefit. Sementara itu, beberapa lainnya bersikap pasif
bahkan cenderung untuk menghindari biaya lingkungan tersebut. Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan
penilaian kuantitatif tentang biaya dan manfaat atau efek perlindungan lingkungan environmental protection Gunawan, 2004:41.
Kita telah memasuki dekade abad 20 dengan kesadaran yang mendalam bahwa nasib negara semakin ditentukan oleh kekuatan persaingan
global. Keputusa-keputusan operasi, investasi, dan pendanaan pembiayaan diwarnai oleh implikasi internasional. Sejalan dengan ini, laporan keuangan
menjadi hal penting untuk memberikan gambaran mengenai keadaan suatu perusahaan berupa aktiva, hutang, dan modal, serta laporan laba rugi selama
suatu periode tertentu. Agar hal tersebut dapat dicapai diperlukan suatu
7 pengungkapan disclosure yang jelas mengenai data akuntansi dan informasi
lain yang relevan Ikhsan, 2008:131. Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan
perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, akibatnya yang
terjadi dalam praktik perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan
informasi sosial. Bila manfaat yang diperoleh dengan pengungkapan informasi tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk
mengungkapkannya, maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut Anggraini, 2006:3.
Pengungkapan akuntansi lingkungan Environmental Accounting Disclosure
di negara-negara berkembang termasuk Indonesia memang masih sangat kurang. Banyak penelitian di area Social Accounting Disclosure
umumnya dan Environmental Accounting Disclosure pada khususnya memperlihatkan bahwa pihak perusahaan melaporkan kinerja lingkungan yang
masih sangat terbatas. Kondisi ini disebabkan antara lain karena lemahnya sanksi hukum yang berlaku Lindrianasari, 2007:159. Mobus 2005 dalam
Lindrianasari 2007:159 menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara sanksi hukum pengungkapan lingkungan yang wajib dengan
penyimpangan aturan yang dilakukan oleh perusahaan. Artinya semakin keras sanksi hukum akan semakin mengurangi penyimpangan aturan yang telah
ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pihak regulator
8 memiliki
kekuatan untuk
menekan pihak
perusahaan dalam
meminimalisasikan dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha mereka.
Beberapa jenis perusahaan pada saat ini sudah mulai menyadari akan pentingnya masalah lingkungan. Mereka berusaha untuk mencapai dan
menunjukkan kinerja lingkungan yang baik dengan mengendalikan dampak dari kegiatan produk atau jasanya pada lingkungan yaitu dengan
memperhitungkan kebijakan dan tujuan lingkungannya. Organisasi tersebut melakukan hal ini karena semakin tingginya perhatian masyrakat pada hal-hal
yang berkaitan dengan lingkungan termasuk pembangunan berkelanjutan Aris, 2002:2.
Gray 1993 dalam Lindrianasari 2007:160 mengemukakan sebagian besar pengungkapan informasi sosial di laporan keuangan tehunan memuat
informasi mengenai tenaga kerja, lingkungan, dan masyarakat. Pengungkapan lingkungan merupakan bagian dari pengungkapan laporan keuangan. Lebih
lanjut diutarakan bahwa informasi lingkungan merupakan salah satu bagian penting dari suatu laporan keuangan perusahaan.
Dunlap dan Scare 1991 dalam Lindrianasari 2007:160 menyatakan bahwa dari hasil polling, publik memandang kegiatan bisnis dan perusahaan
sebagai kontibutor terbesar terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini. Selanjutnya, publik juga ingin tahu sebesar apa kegiatan perusahaan
yang berdampak terhadap lingkungan. Untuk itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi mengenai kinerja kepada publik. Beberapa bentuk
9 media dapat digunakan oleh perusahaan untuk menyampaikan laporan
lingkungan, seperti laporan tahunan, laporan lingkungan tersendiri stand alone environmental reports
, dan website. Laporan keuangan adalah suatu sumber potensial yang lazim
digunakan oleh para investor sebagai dasar pengambilan keputusan penanaman modal. Adanya informasi yang dipublikasikan akan merubah
keyakinan para investor. Laporan keuangan dikatakan mempunyai kandungan informasi apabila dengan dipublikasikannya laporan keuangan akan
menyebabkan para investor bereaksi untuk melakukan penjualan atau pembelian saham. Selanjutnya reaksi tersebut akan tercermin dalam
perubahan return saham disekitar tanggal publikasi laporan keuangan. Salah satu fungsi pasar modal adalah sebagai sarana untuk
memobilisasi dana yang bersumber dari masyarakat ke berbagai sektor yang melaksanakan investasi. Syarat utama yang diinginkan oleh para investor
untuk bersedia menyalurkan dananya melalui pasar modal adalah perasaan aman akan investasi dan tingkat return yang akan diperoleh dari investasi
tersebut. Perasaan aman ini diperoleh karena para investor memperoleh informasi yang jelas, wajar, dan tepat waktu sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan investasinya Daniati dan Suhairi, 2006:1. Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam
laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntanbilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor dan
stakeholders lainnya. Pelaporan tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan
10 komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan
stakeholders lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan
corporate social responsibility CSR –lingkungan dan sosial- dalam setiap
aspek kegiatan operasinya Darwin, 2008. Pfleiger, et. al. 2005 dalam Ja’far dan Amalia 2006:3
mengemukakan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan
pemegang saham dan stakeholders terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab di masyarakat. Hasil lain
mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang
pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Lebih lanjut Ferreira 2004 dalam Ja’far dan Amalia 2006:3 menyatakan bahwa
perusahaan sebagai bagian dari tatanan sosial maka seharusnya perusahaan melaporkan pengelolaan lingkungannya dalam annual report. Hal ini terkait
dengan tiga aspek persoalan kepentingan: keberlajutan aspek ekonomi, lingkungan, dan kinerja sosial.
Di Indonesia sendiri, kewajiban pelaporan dampak lingkungan yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup RI hanyalah merupakan
pengungkapan yang bersifat nonpublik khusus terhadap institusi pemerintah terkait. Usaha dari pihak regulasi untuk melestarikan dan mengembangkan
kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang telah dilakukan dengan menetapkan UU RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang
11 pengelolaan lingkungan hidup. Aturan pelaksanaan lebih lanjut telah
dinyatakan dengan diterbitkannya PP Nomor 18 Tahun1999 Suratno, Darsono, dan Mutmainah, 2006:2. Selain itu dalam UU Nomor 40 Tahun
2007 tentang perseroan terbatas juga mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang terkait dengan sumber daya alam untuk melaksanakan dan
mengungkapkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Teoh dan Thong 1984 dalam meutya
2008 mengungkapkan bahwa perusahaan yang terdaftar di pasar saham akan mengungkapkan lebih banyak pengungkapan sosial dan lingkungan daripada
yang tidak terdaftar. Ini merupakan indicator bahwa perusahaan-perusahaan sadar bahwa apa yang dilakukannya terkait dengan pengungkapan sosial-
lingkungan akan membawa pengaruh yang signifikan atas keberlangsungan hidup perusahaan tersebut.
Clarkson dan Richardson 2004 dalam Utami 2007 meneliti tentang penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada perusahaan
kertas. Hasil dari penelitian tersebut adalah environmental capital expenditure berdampak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki
tingkat polusi rendah tetapi tidak pada perusahaan dengan tingkat polusi kategori tinggi.
Penelitian sebelumnya Suratno, Darsono, dan Mutmainah 2006 meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan
lingkungan dan
kinerja ekonomi.
Pengukuran kinerja
lingkungan menggunakan
skoring hasil
PROPER. Pengungkapan
lingkungan
12 menggunakan skoring pengungkapan jika melakukan pengungkapan
lingkungan diberi skor satu, tidak mengungkapkan skor nol. Kinerja ekonomi menggunakan return tahunan industri bersangkutan. Hasil dari penelitian
tersebut adalah terdapat pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi.
Almilia dan Wijayanto 2007 meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan terhadap kinerja ekonomi. Kinerja
lingkungan diproksi berdasarkan PROPER, sedangkan pengungkapan lingkungan dihitung menggunakan proporsi pengungkapan lingkungan yang
diwajibkan dengan yang dilaporkan. Kinerja ekonomi diukur dengan return tahunan industri perusahaan sampel penelitian. Hasil dari penelitian tersebut
adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja ekonomi. Sedangkan, pengungkapan lingkungan berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja ekonomi. Pada penelitian Sarumpaet 2005 meneliti tentang hubungan kinerja
lingkungan dengan kinerja keuangan. Kinerja lingkungan diukur berdasarkan keikutsertaan perusahaan sampel dsalam PROPER dan ISO 14001 dan kinerja
keuangan diukur dengan menggunakan return on asset. Hasil dari penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara kinerja lingkungan
dengan kinerja keuangan.
13 Adapun perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya
dapat ditunjukkan dalam tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Sebelumnya
Keterangan Penelitian
Sarumpaet Penelitian
Suratno, Darsono, dan
Mutmainah Penelitian
Almilia dan Wijayanto
Penelitian Sekarang
Subjek Penelitian
Perusahaan yang
mengikuti PROPER
dan terdaftar ISO 14001.
Perusahaan manufaktur
yang mengikuti PROPER.
Perusahaan pemegang
HPHHPHTI dan
pertambangan Perusahaan
pengusahaan hutan dan
pertambangan umum.
Variabel Penelitian
Variabel independen:
kinerja lingkungan.
Variabel dependen:
kinerja keuangan.
Variabel independen:
kinerja lingkungan,
pengungkapan lingkungan.
Variabel dependen:
kinerja ekonomi Variabel
independen: kinerja
lingkungan, pengungkapan
lingkungan. Variabel
dependen: kinerja
ekonomi Variabel
independen: pengungkapan
lingkungan. Variabel
dependen: kinerja
keuangan, kinerja saham
Waktu Penelitian
2005 2006
2007 2008
Instrumen Penelitian
Kinerja lingkungan:
PROPER Kinerja
keuangan: ROA
Kinerja lingkungan:
PROPER Pengungkapan
lingkungan: skoring
Kinerja ekonomi:
P
1
-P
+div – Me
P Kinerja
lingkungan: PROPER
Pengungkapan lingkungan:
proporsi pengungkapan
yang dilakukan
dengan yang diwajibkan
Kinerja ekonomi:
P
1
-P
+div–Me
P Pengungkapan
lingkungan: proporsi
pengungkapan yang dilakukan
dengan yang diwajibkan
PSAK Kinerja
keuangan: ROA Kinerja saham:
return
saham
Sumber: Data Diolah
14
B. Perumusan Masalah