Identifikasi Masalah Pembatasan Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Penelitian Relevan

belajar pada mata pelajaran matematika. Dengan demikian akan dapat diketahui hasilnya seberapa signifikankah hubungan diantara ketiganya.

B. Identifikasi Masalah

1. Masalah yang sering kali muncul terutama pada siswa-siswi di SMPIT Nurul Muhajirin adalah kurangnya motivasi belajar pada diri sebagian peserta didik. 2. Hasil belajar dari siswa-siswinya masih ada di bawah KKM Kriteria Ketuntasan Minimum. 3. Siswa satu kelas di setiap sekolah terutama di SMPIT Nurul Muhajirin memiliki kadar motivasi dan tingkat kecerdasan spiritual yang berbeda- beda walaupun terkadang beragama sama.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan secara lebih spesifik dan tidak terlalu meluas, maka penelitian ini perlu dibatasi sebagaimana berikut. 1. Penelitian dilakukan di SMPIT Nurul Muhajirin Batam. 2. Subjek yang diteliti adalah kelas VII Semester Genap tahun pelajaran 20142015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan dijadikan fokus penelitian ini ialah “Adakah hubungan antara motivasi belajar dan spiritual quotient terhadap hasil belajar matematika pada siswa SMPIT Nurul Muhajirin Batam tahun pelajaran 20142015 ?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara motivasi belajar dan spiritual quotient terhadap 4 hasil belajar matematika pada siswa SMPIT Nurul Muhajirin tahun pelajaran 20142015.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain: 1. Diharapkan dapat memahami tentang peran motivasi belajar. 2. Diharapkan dapat memahami tentang peran Spiritual Quotient. 3. Diharapakan dapat memahami hubungan antara motivasi belajar dan spiritual quotient terhadap hasil belajar matematika pada siswa SMPIT Nurul Muhajirin tahun pelajaran 20142015. 4. Diharapkan pihak-pihak yang terkait dengan dunia pendidikan dapat menerapkan hasil penelitian dalam proses belajar-mengajar baik siswa, guru, orang tua, maupun pihak sekolah yang lain. BAB II 5 LANDASAN TEORI A. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi

Teori dasar mengenai motivasi adalah pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Terdapat lima tingkatan motivasi yang dikenal dengan sebutan hierarki kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting Maslow dalam Purwato, 2010: 77 adalah: 1. Kebutuhan fisiologis rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya 2. Kebutuhan rasa aman merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya 3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki 4. Kebutuhan akan penghargaan berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan 5. Kebutuhan aktualisasi diri kebutuhan kognitif, mengetahui, memahami, dan menjelajahi, keserasian, keteraturan, dan keindahan dan mendapatkan kepuasan diri serta menyadari potensinya. Jadi, bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak ain tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman. 6 Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat Hamzah, 2013:3. Motif tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Secara bahasa “Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku” Hamzah, 2013: 1. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan mental terhadap orang-perorangan sebagai anggota masyarakat. Sedangkan pengertian motivasi menurut Mc. Donald dalam Sardiman 2011:73 adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Secara lebih spesifik, motivasi belajar dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku siswa yang menyangkut minat, ketajaman perhatian, konsentrasi, dan ketekunan dalam kegiatan belajar. Disamping itu motivasi belajar dapat dilihat dari indikator-indikator seperti keantusiasan dalam belajar, minat atau perhatian pada pembelajaran, keterlibatan dalam kegiatan belajar, rasa ingin tahu pada isi pembelajaran, ketekunan dalam belajar, selalu berusaha mencoba, dan aktif mengatasi tantangan yang ada dalam pembelajaran. Secara operasional motivasi belajar dapat ditentukan oleh indikator- indikator sebagai berikut: 1. Tingkat perhatian siswa terhadap pembelajaran. 2. Tingkat relevansi pembelajaran dengan kebutuhan siswa. 3. Tingkat keyakinan siswa terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas- tugas pembelajaran. 4. Tingkat kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan. 7 Motivasi sangat diperlukan di dalam kegiatan belajar, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Secara umum motivasi ada dua, yaitu motivasi intrinsik motivasi dari dalam dan motivasi ekstrinsik motivasi dari luar yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya Sutikno, 2013: 70 yaitu: a. Motivasi intrinsik, jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dan dorongan orang lain. Motivasi ini sering disebut “motivasi murni”, atau motivasi yang sebenarnya yang timbul dari dalam diri siswa misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, dsb. b. Motivasi ekstrinsik, jenis ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, paksaan, atau suruhan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu. Antara motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik saling menambah atau memperkuat, bahkan motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi intrinsik. Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu dorongan, baik dari dalam intrinsik maupun dari luar ekstrinsik yang membuat siswa bersemangat dan senang belajar secara serius dan terus-menerus selama kegiatan belajar-mengajar. Untuk mengetahui seberapa besar motivasi belajar siswa dapat diketahui seberapa jauh perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran, seberapa jauh siswa merasakan ada kaitan atau relevansi isi pembelajaran dengan kebutuhannya, seberapa jauh siswa merasa yakin terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran, serta seberapa jauh siswa merasa puas terhadap kegiatan belajar yang telah dilakukan. Keempat variabel tersebut merupakan kondisi-kondisi yang nampak dalam diri siswa selama mengikuti pembelajaran.

2. Fungsi Motivasi

Sistem pembelajaran yang baik selalu ditopang oleh upaya guru yang maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mengadakan kegiatan pembelajaran. Berhasil tidaknya suatu kegiatan pembelajaran juga tergantung 8 kepada upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswanya. Secara garis besar ada tiga fungsi motivasi Hamalik dalam Sutikno, 2013:71 yaitu: a. Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi ini sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan langkah penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b. Menentukan arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. c. Menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Nampak jelas di sini bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

3. Strategi Menumbuhkan Motivasi Belajar

Pembelajaran tidak akan bermakna jika para siswa tidak termotivasi untuk belajar. Maka dari itu perlunya upaya guru untuk sedapat mungkin meningkatkan motivasi belajar siswanya. Beberapa strategi yang dapat dikembangkan oleh guru dalam upaya menumbuhkan dan membangkitkan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran menurut Sutikno 2013: 71 adalah sebagai berikut: a Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa. b Permainan, pada saat menyampaikan materi pelajaran untuk menyelipkan suatu permainan. c Memberi hadiah, berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. d Memberi pujian yang bersifat membangun. e Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar. f Memberikan nilai berupa angka sebagai simbol prestasi yang diperoleh siswa. g Menyelingi dengan humor atau dengan cerita-cerita lucu. h Membantu kesulitan belajar siswa baik secara individual maupun kelompok. i Memberikan ulangan. j Menerapkan metode yang bervariasi. k memvariasikan gaya dalam membelajarkan siswa. l Gunakan media yang baik serta harus sesuai 9 dengan tujuan pembelajaran. m Hukuman, yaitu bukan alat untuk menakut- nakuti anak, tetapi untuk merubah cara berpikir anak. Bahwa setiap pekerjaan memiliki konsekuensi.

B. Spiritual Quotient 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan sukses belajar di sekolah. Selama ini kita mengenal adanya beberapa jenis kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang yaitu: IQ Intelligence Quotient, EQ Emotional Quotient, dan SQ Spiritual Quotient. IQ merupakan kecerdasan yang digunakan dalam memecahkan masalah logika maupun strategis. EQ memberikan rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat. Sedangkan SQ berhubungan dengan kemampuan penghayatan seseorang dalam hal keagamaannya. Manusia sejak lahir telah memiliki jiwa spiritual atau naluri keagamaan untuk mengenal Tuhan. Fitrah manusia yang dibawa sejak lahir ini berupa fitrah ketauhidan. Sebagaimana firman Allah: “Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang- orang yang lengah terhadap ini keesaan Allah.”QS. Al-A’raaf ayat 172 Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. Manusia sadar akan kehadiran Tuhan jauh di dasar hati 10 sanubarinya. Adapun segala keraguan dan keingkaran terhadap Tuhan sesungguhnya muncul ketika manusia menyimpang dari jati diri mereka sendiri. Spiritual dalam Kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily, 1992: 546 berasal dari kata “spirit” yang berarti batin, ruhani, dan keagamaan. Sedangkan dalam kamus Psikologi Anshori, 1995: 653 spiritual diartikan sebagai “sesuatu mengenai nilai-nilai transendental”. Makna spiritual sendiri berhubungan erat dengan eksistensi manusia dan spiritual pada dasarnya mengacu pada bentuk- bentuk ragam seseorang yang dibangun dari pengalaman arti hidup, ketuhanan, maupun pandangan keagamaan dalam memaknai kehidupan. Menurut Yudhawati 2011: 104 konsep kecerdasan spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Namun sebenarnya, penyebutan untuk istilah kecerdasan spiritual sebagai Spiritual Quotient masih belum begitu jelas perumusan konsepnya. Berbeda dengan IQ yang perumusan dalam pengukurannya sangat jelas menunjuk kepada hasil bagi antara usia mental yang dihasilkan melalui pengukuran psikologis yang ketat dengan usia kalender. Namun menurut Nugroho dalam Ananto 2010:15 menyatakan bahwa pembelajaran yang hanya berpusat pada kecerdasan intelektual tanpa menyeimbangkan sisi spiritual akan menghasilkan generasi yang mudah putus asa, depresi, suka tawuran bahkan menggunakan obat-obat terlarang sehingga banyak siswa yang kurang menyadari tugasnya sebagai seorang siswa yaitu tugas belajar. Sementara itu, mereka yang hanya mengejar prestasi berupa nilai atau angka dan mengabaikan nilai spiritual akan menghalalkan segala cara untuk mendapat nilai bagus. Oleh karena itu, kecerdasan spiritual mampu mendorong siswa mencapai keberhasilan dalam belajarnya karena kecerdasan spiritual merupakan dasar untuk mendorong berfungsinya secara efektif kecerdasan intelektual IQ dan kecerdasan emosional EQ. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa spiritual quotient atau kecerdasan spiritual merupakan suatu bentuk penghayatan seseorang 11 dalam hubungannya terhadap nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan untuk dapat memaknai arti kehidupan yang lebih bermakna.

2. Dimensi Spiritual Quotient

Hersan Ananto 2008:28 merumuskan setidaknya terdapat 6 dimensi dalam SQ, diantaranya: a. Prinsip Ketuhanan, meliputi kepercayaan atau keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Kepercayaan yang Teguh, meliputi bagaimana responden mengerjakan tugas dengan disiplin dan sebaik-baiknya. c. Berjiwa Kepemimpinan, meliputi prinsip yang teguh agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. d. Berjiwa Pembelajar, meliputi keinginan seseorang untuk terus belajar. e. Berorientasi Masa Depan, meliputi orientasi tujuan hidup baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. f. Prinsip Keteraturan, meliputi menyusun rencana atau tujuan dengan jelas.

C. Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar

Dalam proses pendidikan di sekolah, tugas utama seorang siswa atau peserta didik adalah belajar. Selain itu, pada hakikatnya belajar merupakan kebutuhan bagi setiap individu sebagai upaya meningkatkan kualitas diri agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki. Menurut Morgan dalam Sagala 2006:10 belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi antara lain teori tentang karakteristik peserta didik, jenis-jenis dan cara belajar, hierarki proses belajar, dan kondisi-kondisi belajar serta belajar 12 menyenangkan. Belajar merupakan komponen paling penting dan vital dalam dalam setiap usaha penyelenggaraan pendidikan sehingga tanpa proses belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Susanto 2013:4 mengatakan belajar ialah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. Sedangkan menurut Purwanto 2010:85 belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah ketingkah laku yang buruk. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang mencakup berbagai aktivitas yang dilakukan seseorang dalam keadaan sadar sebagai usahanya memperoleh pengetahuan, konsep, dan pemahaman baru agar dapat mengembangkan potensi diri. Sehingga belajar menjadi komponen paling penting dalam kehidupan karena sejatinya segala aktivitas dalam hidup ini merupakan proses belajar.

2. Pengertian Hasil Belajar

Secara sederhana yang dimaksud hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar Susanto, 2013:5. Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Lazimnya hasil belajar dapat ditunjukkan dengan nilai tes atau angka dan simbol-simbol tertentu yang diberikan oleh guru. Menurut Sudjana 2012:22 hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh anak setelah ia menerima pengalaman belajarnya atau melakukan kegiatan belajar. Sedangkan menurut Brahim dalam Susanto 2013:5 menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi 13 pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Untuk mengetahui apakah hasil belajar telah mencapai tujuan atau belum maka kita dapat melihat hal itu dengan evaluasi. Evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untuk membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi kebutuhan siswa Sunal dalam Susanto, 2013:5. Maka, penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah baik itu pada aspek spiritual, sikap, pengetahuan, maupun keterampilan yang terkait dengan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah melalui suatu tes dan semacamnya yang dapat dinyatakan dalam skor untuk mengetahui sejauh mana suatu materi pelajaran yang diberikan guru diserap oleh siswa dalam aspek-aspek meliputi aspek spiritual, sikap, pengetahuan, maupun keterampilan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar tentu akan dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal Hakim, 2008: 11. a. Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri setiap individu. 1 Faktor Jasmaniah, merupakan faktor internal yang berhubungan dengan aspek biologis atau jasmani seseorang. Faktor ini mencakup kondisi fisik secara utuh meliputi panca indera,organ tubuh, otak, dll. Selain itu kondisi kesehatan fisik juga mempengaruhi faktor ini karena apabila seseorang atau siswa dalam kondisi yang sehat dan segar tentu akan lebih maksimal dalam setiap proses pembelajaran yang diikuti. 14 2 Faktor Ruhaniyah, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental mencakup sikap emosional maupun spiritual yang dapat menunjang keberhasilan belajar bagi siswa. Sikap mental yang positif akan membawa dampak yang baik bagi para siswa untuk dapat meraih hasil belajar yang maksimal. Sikap mental yang positif itu misalnya kerajinan dan ketekunan dalam belajar, ketaatan pada nilai-nilai penghayatan keagamaan yang diyakini, tidak mudah putus asa, selalu optimis, mempunyai semangat dan motivasi dalam melakukan sesuatu, dan selalu percaya diri. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar diri setiap individu. Faktor dari luar diantaranya faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat.

D. Penelitian Relevan

1. Hubungan Spiritual Quotient Siswa Dengan Hasil Belajar Kimia Materi Pokok Kestabilan Unsur yang Terintegrasi Nilai-Nilai Islam di Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Semarang. Penelitian ini dilakukan oleh Fajarwati pada tahun 2010 Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Pendidikan Kimia IAIN Walisongo. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan terdapat hubungan positif antara spiritual quotient siswa terhadap hasil belajar dengan nilai r hitung = 0,540 lebih besar dari r tabel baik dalam taraf signifikansi 1 = 0,478 maupun 5 = 0,374. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual siswa dengan hasil belajar yang diperoleh. 2. Hubungan Motivasi Belajar Dengan Hasil Belajar Menulis Mahasiswa Semester 5 Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman UPI Tahun Ajaran 20122013. Penelitian ini dilakukan oleh Yena Dewi Nurkusuma pada tahun 2013. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara motivasi belajar dan hasil belajar menulis dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,50. Selain itu kontribusi variabel X terhadap variabel Y 15 sebesar 25 yang menunjukkan kontribusi yang positif. Artinya, semakin tinggi motivasi seseorang semakin tinggi pula hasil belajar yang diperolehnya. 3. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, Dan Perilaku Belajar Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Penelitian ini dilakukan oleh Filia Rachmi pada tahun 2010. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan terdapat hubungan positif antara kecerdasan spiritual mahasiswa terhadap tingkat pemahaman akuntansi dengan nilai r hitung = 0,837. Artinya, terdapat pengaruh yang cukup signifikan.

E. Kerangka Berpikir