Soesilo Soesilo sosiologi kriminalitas
Huge D Barlow Huge D Barlow
juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatana juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatana
adalah a human act that violates the criminal law. adalah a human act that violates the criminal law.
Sutherland Sutherland
menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah
perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatab perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatab
yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara
bereaksi dengan hukuman sebagai pamungkas. bereaksi dengan hukuman sebagai pamungkas.
Bonger Bonger
menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan
perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari
negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai
reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum legal definitions reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum legal definitions
mengenai kejahatan. mengenai kejahatan.
R. Soesilo R. Soesilo
membedakan pengertian kejahatan secara juridis membedakan pengertian kejahatan secara juridis
dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi
juridis, pengertian juridis, pengertian
kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang
bertentangan dengan undangundang. bertentangan dengan undangundang.
Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan
kejahatan adalah kejahatan adalah
perbuatan atau tingkah laku yang selain perbuatan atau tingkah laku yang selain
merugikan si penderita, juga sangat merugikan si penderita, juga sangat
merugikan masyarakat yaitu merugikan masyarakat yaitu
berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan
ketertiban. ketertiban.
J.M. Bemmelem J.M. Bemmelem
memandang kejahatan sebagai suatu tindakan memandang kejahatan sebagai suatu tindakan
anti sosial anti sosial
yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat,
sehingga dalam sehingga dalam
masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan
masyarakat, negara masyarakat, negara
harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat. harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.
M.A. Elliot M.A. Elliot
mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem
dalam dalam
masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar
hukum dapat hukum dapat
dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda
dan seterusnya. dan seterusnya.
Menurut Paul Moedikdo Moeliono Menurut Paul Moedikdo Moeliono
kejahatan adalah kejahatan adalah
perbuatan pelanggaran perbuatan pelanggaran
norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat
sebagai perbuatan sebagai perbuatan
yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan
negara bertindak. negara bertindak.
J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro
dalam bukunya dalam bukunya
Paradoks Dalam Paradoks Dalam
Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi
tertentu, tertentu,
merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif,
mengandung variabilitas mengandung variabilitas
dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku
baik aktif maupun baik aktif maupun
pasif, yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas pasif, yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas
masyarakat sebagai suatu masyarakat sebagai suatu
perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial
dan atau perasaan dan atau perasaan
hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan
waktu. waktu.
http:wahyoeartikel.blogspot.com201112manusia-adalah- makhluk-sosial-yang.html
Teori kriminologi sendiri kejahatan terbagi ke dalam tiga perspektif yaitu: a. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Biologis dan
Psikologis b. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Sosiologis
c. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif lain Namun dalam pembahasan kali ini kami hanya akan menganalisis teradap
teori kejahatan yang menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologis, dihubungkan dengan perkembangan kejahatan yang terjadi dewasa ini.
B. Kejahatan dari Perspektif Sosiologis Pada teori kejahatan dari perspektif sosiologis berusaha mencari alasan
alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu : strain,
cultural deviance penyimpangan budaya, dan social control. Perspektif strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatianya
pada kekuatankekuatan sosial social forces yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Sebaliknya pada teori kontrol sosial
mempuyai pendekatan berbeda. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa motivasi untuk melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat
manusia. Sebagai konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Selain
itu teori ini mengkaji kemampuan kelompokkelompok dan lembaga sosial membuat aturan yang efektif. Teori strain dan penyimpangan budaya
keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para
penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilainilai budaya yaitu nilainilai budaya dari kelas
menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi, karena orangorang kelas bawah tidak mempunyai saranasarana yang
sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya
menyatakan bahwa orangorang dari kelas bawah memiliki satu set nilai nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilainilai dari kelas
menengah. Sebagai konsekuensinya manakala orangorang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar
normanorma konvensional. Sudah umum diterima bahwa objek kriminologi adalah normanorma
kelakuan tingkah laku yang tidak disukai oleh kelompokkelompok masyarakat, tetapi kejahatan crime sebagai salah satu dari padanya
masih merupakan bagian yang terpenting. Dari sudut pandang sosiologi maka dapatlah dikatakan bahwa kejahatan adalah salah satu persoalan
yang paling serius dalam hal timbulnya Disorganisasi sosial,karena penjahatpenjahat itu sebenarnya melakukan perbuatanperbuatan yang
mengancam dasardasar dari pemerintahan, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum. Beberapa kejahatan menunjukkan sifatsifat
egoistis,ketamakan dari pelaku kejahatan, sama sekali tidak mempedulikan keselamatan, kesejahteraan ataupun barang milik orang
lain. Pelaku kejahatan yang lebih besar lagi dan lebih berkuasa umumnya bersatu dan bergabung dengan pegawaipegawai pemerintah yang korup
dan dengan demikian mencoba untuk mencapai tujuantujuan mereka dengan melalui saluran pemerintahan.
Sosiologi modern sangat menekankan pada mempelajari struktur dan jalanya masyarakat sekarang ini. Bila dilihat dari sosiologi maka kejahatan
adalah salah satu masalah yang paling gawat dari disorganisasi sosial. Karena pelaku kejahatan bergerak dalam aktivitasaktivitas yang
membahayakan bagi dasardasar pemerintahan, hukum, UndangUndang, Ketertiban dan Kesejahteraan sosial. dan oleh karena itulah kejahatan
merupakan salah satu bagian dari disorganisasi sosial yang perlu diperhatikan. Dalam culture conflict theory Thomas Sellin menyatakan
bahwa setiap kelompok memiliki conduct mormnya sediri dan dari conduct norms dari satu kelompok mungkin bertentangan dengan conduct norms
kelompok lain. Seorang individu yang mengikuti norma kelompoknya mugkin saja dipandang telah melakukan suatu kejahatan apabila norma
norma kelokpoknya itu bertentangan dengan normanorma dari masyarakat dominan. Menurut penjelasan ini perbedaan utama antara
seorang kriminal dengan seorang non kriminal adalah bahwa masig masing menganut conduct norms yang berbeda. Sebaliknya dalam teori
kontrol sosial memfokuskan diri pada teknikteknik dan strategistrategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada
penyesuaian atau ketaatan kepada aturanaturan masyarakat.
http:click-gtg.blogspot.com200808teori-kejahatan-dari-aspek- sosiologis.html
Teori-Teori Dalam Kriminologi
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P.
Tonipard 1830-1911 seorang ahli antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti
kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang
kejahatan atau penjahat. Toto Santoso, Achyani Zulfa, 2002: 9.
Ada beberapa penggolongan teori dalam kriminologi antara lainSoedjono Dirdjosisworo, 1994: 108-143 :
1.
Teori Asosiasi Diferensial Differential Association Theory Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu
dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma
hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan,
sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.
Theori asosiasi differensial Sutherland mengenai kejahatan menegaskan bahwa :
a.
Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainnya, dipelajari.
b. Perilaku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi
dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi. c.
Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan intim dengan mereka yang melakukan
kejahatan, yang berarti dalam relasi langsung di tengah pergaulan.
d.
Mempelajari perilaku kriminal, termasuk didalamnya teknik melakukan kejahatan dan motivasi dorongan atau
alasan pembenar. e.
Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan perundang-undangan; menyukai atau tidak
menyukai. f.
Seseorang menjadi deliquent karena penghayatannya terhadap peraturan perundangan lebih suka melanggar
daripada mentaatinya. g.
Asosiasi diferensial ini bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas.
h. Proses mempelajari perilaku kriminal melalui pergaulan
dengan pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua
mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar. i.
Sekalipun perilaku kriminal merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah laku
kriminal tersebut tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai-nilai tadi, oleh karena perilaku non kriminal
pun merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-nilai yang sama.
2.
Teori Tegang Strain Theory Teori ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya
makhluk yang selalu memperkosa hukum atau melanggar hukum, norma-norma dan peraturan-peraturan setelah
terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya menjadi demikian besar sehingga baginya satu-satunya cara untuk
mencapai tujuan ini adalah melalui saluran yang tidak legal. Akibatnya, teori “tegas” memandang manusia dengan sinar
atau cahanya optimis. Dengan kata lain, manusia itu pada dasarnya baik, karena kondisi sosiallah yang menciptakan
tekanan atau stress, ketegangan dan akhirnya kejahatan. 3.
Teori Kontrol Sosial Social Control Theory Landasan berpikir teori ini adalah tidak melihat individu
sebagai orang yang secara intriksik patuh pada hukum, namun menganut segi pandangan antitesis di mana orang
harus belajar untuk tidak melakukan tindak pidana. Mengingat bahwa kita semua dilahirkan dengan
kecenderungan alami untuk melanggar peraturan-peraturan di dalam masyarakat, delinkuen di pandang oleh para
teoretisi kontrol sosial sebagai konsekuensi logis kegagalan seseorang untuk mengembangkan larangan-larangan ke
dalam terhadap perilaku melanggar hukum.
Terdapat empat unsur kunci dalam teori kontrol sosial mengenai perilaku kriminal menurut Hirschi 1969, yang
meliputi : a.
Kasih Sayang
Kasih sayang ini meliputi kekuatan suatu ikatan yang ada antara individu dan saluran primer sosialisasi, seperti orang tua, guru dan para pemimpin
masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran tingkat terhadap mana orang-orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai sumber kekuatan
positif bagi individu. b. Komitmen
Sehubungan dengan komitmen ini, kita melihat investasi dalam suasana konvensional dan pertimbangan bagi tujuan-
tujuan untuk hari depan yang bertentangan dengan gaya hidup delinkuensi.
c. Keterlibatan Keterlibatan, yang merupakan ukuran kecenderungan
seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan konvensional mengarahkan individu kepada keberhasilan
yang dihargai masyarakat. a.
Kepercayaan Akhirnya kepercayaan memerlukan diterimanya keabsahan
moral norma-norma sosial serta mencerminkan kekuatan sikap konvensional seseorang. Keempat unsur ini sangat
mempengaruhi ikatan sosial antara seorang individu dengan lingkungan masyarakatnya.
4.
Teori Label Labeling Theory Landasan berpikir dari teori ini diartikan dari segi pandangan
pemberian norma, yaitu bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam pemberian nama atau pemberian label
oleh masyarakat untuk mengidentifikasi anggota-anggota
tertentu pada masyarakatnya. Gibbs dan Erickson, 1975; Plummer 1979; Schur 1971.
Terdapat banyak cara dimana pemberian label itu dapat menentukan batas bersama dengan perilaku kriminal telah
dijadikan teori, misalnya bahwa pemberian label memberikan pengaruh melalui perkermbangan imajinasi
sendiri yang negatif. Menurut teori label ini maka cap atau merek yang dilekatkan oleh penguasa sosial terhadap warga
masyarakat tertentu lewat aturan dan undang-undang sebenarnya berakibat panjang yaitu yang di cap tersebut
akan berperilaku seperti cap yang melekat itu. jadi sikap mencap orang dengan predikat jahat adalah kriminogen.
5. Teori Psikoanalitik Psyco Analytic Theory Menurut Sigmund Freud, penemu psikonanalisa, hanya
sedikit berbicara tentang orang-orang kriminal. Ini dikarenakan perhatian Freud hanya tertuju pada neurosis
dan faktor-faktor di luar kesadaran yang tergolong kedalam struktur yang lebih umum mengenai tipe-tipe ketidakberesan
atau penyakit seperti ini. Seperti yang dinyatakan oleh Alexander dan Staub 1931, kriminalitas merupakan bagian
sifat manusia. Dengan demikian, dari segi pandangan psikoanalitik, perbedaan primer antara kriminal dan bukan
kriminal adalah bahwa non kriminal ini telah belajar mengontrol dan menghaluskan dorongan-dorongan dan
perasaan anti-sosialnya. 1.
Teori Rancangan Pathologis Pathological Simulation Seeking
Menurut Herbert C. Quay 1965 mengemukakan teori kriminalitas yang didasarkan pada observasi bahwa banyak
kejahatan yang nampak memberikan seseorang perasaan gempar dan getaran hati atau sensasi. Kriminalitas
merupakan manifestasi “banyak sekali kebutuhan bagi peningkatan atau perubahan-perubahan dalam pola
stimulasi si pelaku”. Abnormalitas primer oleh karenanya dianggap sebagai sesuatu yang terletak dalam respon
psikologis seseorang pada masukan indera. Berarti perilaku kriminal merupakan salah satu respon psikologis sebagai
salah satu alternatif perbuatan yang harus ditempuh. Lebih spesifik lagi telah dihipotesakan bahwa para kriminal
memiliki sistem urat syarat yang hiporeaktif terhadap rangsangan.
Beberapa bahasan dari teori rangsangan pathologis yang perlu mendapat perhatian :
a.
Kriminal dilakukan dengan sistem urat syarat yang diporeaktif dan otak yang kurang memberi respon, keadaan
demkian tidak terjadi dalam vakum, melainkan berinteraksi dengan tujuan tempat tinggal tertentu dimana individu hidup
dalam pergaulan. b.
Anak-anak pradelinkuen cenderung membiasakan diri terhadap hukuman yang diterimanya dan rangsangan ini
dengan mudah menambah frustasi dikalangan orang tua. Pola ini kemudian bergerak dalam lingkungan interaksi
negatif “orang tua dan anak” yang pada gilirannya membentuk remaja dan orang dewasa yang bersifat
bermusuhan, memendam rasa benci dan anti sosial. Kecenderungan mencuri rangsangan pathologis ini
merupakan bagian dari gambaran kriminal. c.
Interaksi orang-orang keadaan meliputi hipotesa :
1 Bahwa respon parental yang negatif dan tidak konsisten
terhadap perilaku mencari rangsangan atau stimuli sang anak, merupakan daya etiologis dalam perkembangan
kecenderungan-kecenderungan kriminalitas selanjutnya. 2
Bahwa abnormalitas psikologis sang anak akan menyulitkan baginya mangantisapasi konsekuensi yang
menyakitkan atas perbuatannya. Kedua faktor di atas merupakan faktor yang memberi
kontribusi kepada siklus yang merugikan dalam interkasi orang tua anak yang bersifat negatif yang pada gilirannya
berkulminasi pada pola kriminalitas berat. Christopher Mehew dalam penelitiannya mengenai kriminal dan
prikologis menemukan adanya pengaruh kejiwaan terhadap perilaku jahat yang disimpulkan sebagai tingkat kedewasaan
yang terhambat emotional-immaturity dan ternyata kondisi ini dipengaruhi oleh masalah-masalah keluarga yaitu
disharmonie home dan broken home.
2. Teori Pilihan Rasional Rational Choice Theory
Landasan berpikir teori ini menitikberatkan pada utilitas atau pemanfaatan yang diantisipasi mengenai taat pada hukum
lawan perilaku melawan hukum. Pendukung semula teori pilihan rasional, Gary Becker 1968 menegaskan bahwa
akibat pidana merupakan fungsi, pilihan-pilihan langsung serta keputusan-keputusan yang dibuat relatif oleh para
pelaku tindak pidana bagi yang terdapat baginya. Pilihan rasional berarti pertimbangan-pertimbangan yang rasional
dalam menentukan pilihan perilaku yang kriminal atau non kriminal, dengan kesadaran bahwa ada ancaman pidana
apabila perbuatannya yang kriminal diketahui dan dirinya diprotes dalam peradilan pidana. Apabila demikian seolah-
olah semua perilaku kriminal adalah keputusan rasional.