B. Beberapa Teori Mengenai Kejahatan
1. Teori theologis
Teori ini menyatakan kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya. Setiap orang normal bisa melakukan kejahatan
sebab didorong oleh roh-roh jahat dan godaan “syetaniblis” atau nafsu-nafsu durjana angkara, dan melanggar kehendak Tuhan.
Dalam keadaan setengah atau tidak sadar terbujuk oleh godaan iblis, orang baik-baik bisa menyalahi perintah-perintah Tuhan dan
melakukan kejahatan. Maka, barang siapa melanggar perintah Tuhan, dia harus mendapat hukuman sebagai penebus dosa-
dosanya. 2.
Teori filsafat tentang manusia antropologi transcendental Menyebutkan adanya dialektika antar pribadipersonal jasmani dan
pribadi rohani. Personal rohani disebut pula sebagai JIV atau jiwa,
yang berarti “lembaga kehidupan” atau ”daya kurang hidup.” Jiwa ini merupakan prinsip keselesain dan kesempurnaan, dan sifatnya
baik, sempurna serta abadi tidak ada yang perlu diperbaiki lagi. Oleh karena itu jiwa mendorong manusia kepada perbuatan-
perbuatan yang baik dan susila, mengarahkan manusia pada usaha transendensi-diri
[4] dan konstruksi diri.
3. Teori kemauan bebas free will
Teori ini menyatakan, bahwa manusia itu bisa bebas berbuat menurut kemauannya. Dengan kemauan bebas dia dia berhak
menentukan pilihan dan sikapnnya. Untuk menjamin agar supaya setiap perbuatan berdasarkan kemauan bebas itu cocok dengan
keinginan masyarakat, maka manusia harus diatur dan ditekan, yaitu dengan: hukum, norma-norma social dan pendidikan.
Teori kemauan bebas tidk menyebutkan roh-roh jahat sebagai sebab kurang musabab kejahatan. Akan tetapi sebab kejahatan
adalah kemauan manusia itu sendiri. Jika dia dengan sadar benar berkeinginan melakukan perbuatan durjana, maka tidak ada
seorangpun, tidak satu dewapun, bahkan tidak bisa Tuhan dan sebuah kitab sucipun yang bisa melarang perbuatan kriminalnya.
Orang-orang jahat yang sering melakukan tindak durjana, bikin onar dan kesengsaraan pada orang lain itu perlu ditindak, dihukum
dan dididik kembali oleh masyarakat. 4.
Teori penyakit jiwa Teori ini menyebutkan adanya kelainan-kelainan yang bersifat
sikis, sehingga individu yang berkelainan ini sering melakukan kejahatan-kejahatan. Penyakit jiwa tersebut berupa: psikopat dan
defekt moral. Psikopat adalah bentuk kekalutan mental yang ditandai dengan
tidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi, orangnya tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral, dan
selalu berkonflik dengan norma-norma social serta hukum, dan biasanya juga bersifat immoral.
Defect moral defisiensi moral [5]
dicirikan dengan: individu- individu yang hidupnya delinquentjahat, selalu melakukan
kejahatan kedurjanaan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti social, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan atau
gangguan intelektual tapi ada disfungsi atau tidak berfungsinya intelegensi.
5. Teori fa’al tubuh fisiologis
Teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah: ciri-ciri jasmaniah dan bentuk jasmaniah. Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi,
hidung, mata, rahang, telinga, leher, lengan, tangan, jari-jari, kaki dan anggota badan lainnya. Semua ciri fisik itu mengkonstituir
kepribadian seseorang dengan kecendrungan-kecendrungan criminal. Penganut-penganut teori ini antara lain ialah Dr.G.Frans
joseph Call sosiolog, August Comte dan M.B.Samson.
Sebenarnya, pelopor-pelopor dari terminology modren: Cecare Lombroso, Enrico Ferri 1856-1928 dan Refaelle Garofalo, yang
secara bersama-sama membangun “sekolah italia” mashab italia.Lombroso berkeyakinan, bahwa orang-orang kriminil itu
mempuyai konstitusi psikofisik dan type kepribadian yang abnormal, yang jelas bisa dibedakan dari orang-orang normal.
Mereka itu memiliki stigmata ciri-ciri, tanda selar karakteristik, yang sifatnya bisa:
a Fisiologos-anatomis: dengan ciri-ciri khas pada tubuh dan
anggota serta anomalykelainan jasmaniah. b
Psikologis: dengan ciri-ciri psikopatik, neurotic, atau gangguan system syaraf, psikotik atau gila, dan defect moral.
c Social: bersifat a-sosial, anti-sosial, dan mengalami
disorientasi social. Jumlah pembunuh-pembunuh kejam yang moral defisien, yang
tidak memiliki perasaan belas kasihan dan prikemanusiaan,ada dua kali lipat banyaknya dari pada pembunuh-pembunuh normal. Juga
pembakar-pembakar kronis, yaitu orang-orang yang dihinggapi pyromania
[6] lebih banyak yang defectdifisien moralnya.
Pemerkosa-pemerkosa terhadap anak-anak kecil, dan mereka yang
melakukan pemerkosaan seksuil tidak wajar, pada umumnya adalah defect moralnya.
Pengikut-pengikut Lombroso kemudian menjelaskan type-type kriminal dengan prinsip-prinsip atafisme. Prinsip ini menyatakan
adanya proses kemunduran kepada pola-pola primitive dari speciesnya
[7] yaitu tiba-tiba muncul ciri-ciri milik nenek moyang,
yang semula lenyap selama berabad-abad, dan kini timbul kembali. Teori atafisme ini mencoba membuktikan dan membandingkan
ciri-ciri karakteristik yang anatomis dan organic, diantara penjahat- penjahat dengan orang-orang primitive. Tenyata, bahwa ciri-ciri
dan tingkah laku kaum kriminil itu mirip sekali dengan tingkah laku orang primitive yang liar-kejam dan berbarik, bengis lalim.
Menurut Esquirol, Pritchard, Despine, dan Maudsley, perangi dan tingkah laku kaum penjahat itu pada hakikatnya merupakan
peristiwa moral insanity kegilaan moral. Lombroso dan pengikut- pengikutnya dengan tegas menyatakn adanya “born criminals”,
criminal sejak lahir dengan basis psiko-fisik yang epileptic. Dalam hal ini gejala moral insanity merupakan manifestasi primernya,
sedang gejala epilepticayan adalah manifestasi sekundar, Keduanya merefeksikan prinsip atafisme. Pada umumnya, born
criminals ini mempunyai stigmata jasmaniah yang menyolok. Enrico ferri dengan pandangan sosiologisnya menyebutkan tiga
factor penyebab kejahatan, yaitu: 1
Individual antropologis yang meliputi: usia, seks atau jenis kelamin, status sipil, profesi atau pekerjaan, tempat
tinggaldomisili, tingkat social, pendidikan, konstitusi organis dan psikis.
2 Fisik natural, alam: ras, suku, iklim, fertilitas, disporsisi
bumi, keadaan alam diwaktu malam hari dan siang hari, musim, kondisi meteoric atau keruang angkasaan, kelembaban udara dan
suhu. 3
Sosial: antara lain: kepadatan penduduk, susunan masyarakat, adat istiadat, agama, orde pemerintah. Kondisi ekonomi dan
indutri, pendidikan, jaminan social, lembaga legislative dan lembaga hukum, dan lain-lain.
6. Teori yang menitik beratkan pengaruh anthropologis
Teori ini menyatakan adanya ciri-ciri individual yang karakteristik, dan ciri anatomis yang khas menyimpang dalam kelompok ini
dimasukkan teori atafisme. Sarjana ferrero berpendapat, bahwa teori atafisme itu memang mempunyai segi-segi kebenarannya,
yaitu: orang-orang criminal itu mempunyai ciri-ciri psikis yang sama dengan orang-orang primitive, dalam hal: kemalasan,
impulsifitas, cepat naik darah dan kegelisahan psiko- fisik. Semua sifat karakteristik ini menghambat mereka untuk mengadakan
penyesuain diri terhadap peraturan-peraturan peradaban dan uniformitas kesusilaan.
7. Teori yang menitik beratkan factor social dari sekolah sosioligi
perancis Mashab ini dengan tegas menyatakan, bahwa pengaruh paling
menentukan yang mengakibatkan kejahatan ialah: faktor-faktor eksternal atau lingkungan social dan kekuatan-kekuatan social.
Gabriel Tarde dan Emile Durkheim menyatakan: kejahatan itu merupakan insiden alamiah. Merupakan gejala social yang tidak
bisa dihindari dalam refolusi social, dimana secara mutlak terdapat satu minimum kebebasan individual untuk berkembang, juga
tedapat tingkah laku masyarakat yang tidak bisa diduga-duga untuk mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan. Dengan demikian
ada fleksibilitas atau kecenderungan untuk melakukan kejahatan.
8. Mashab bio-sosiologis
Ringkasannya, pada saat sekarang ini, pendapat-pendapat yang menyatakan “ factor tunggal sebagai penyebab timbulnya
kejahatan,” sudah banyak ditingalkan. Orang lebih banyak bertumpu pada prinsip “factor jamak sebagai penyebab kejahatan.”
9. Teori susunan ketatanegaraan
Beberapa filsuf dan negarawan, yaitu Plato 427-347 S.M, Aristoteles 384-322 S.M. dan Thomas More dari Inggris 1478-
1535 Beranggapan, bahwa struktur ketatanegaraaan dan falsafah Negara itu turut menentukan ada dan tidaknya kejahatan. Jika
susunan Negara baik dan pemerintahannya bersih, serta mampu melaksanakan tugas memerintah rakyat dengan adil, maka banyak
orang memenuhi kebutuhan vitalnya dengan cara masing-masing yang inkonvensional dan jahat atau kriminil.
10. Mashab spiritualis dengan teori non-religiusitas
Setiap agama mempunyai keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa itu selalu mengutamakan sifat-sifat kebaikan dan kebajikan, dan
dengan sendirinya menjauhi kejahatan serta kemunafikan. Terutama kebajikan berdasarkan kasih sayang terhadap sesama
makhluk. Maka, agama itu mempunyai pengaruh untuk mengeluarkan manusia dari rasa egoisme. Agama juga
membukakan hati manusia kepada pengertian-pengertian absolute dan altruistis cinta pada sesama manusia, dan melarang orang-
orang melakukan kejahatan. Agama memperkenalkan nilai-nilai absolute dan nilai kemanusiaan yang luhur, yang besar sekali
artinya bagi pengendalian diri dan penghindaran diri dari perbuatan angkara serta durjana.
Maka, adanya kejahatan tersebut merupakan tantangan berat bagi para anggota-anggota masyarakat. Sebabnya ialah:
a Kejahatan yang bertubi-tubi itu memberikan efek yang
mendemoralisirmerusak terhadap orde social. b
Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan kepanikan ditengah masyarakat.
c Banyak materi dan energy terbuang dengan sia-sia oleh
gangguan-gangguan kriminalitas. d
Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada sebagian besar masyarakatnya.
Semua ini dapat disebut sebagai disfungsi social dari kejahatan. Selain itu ada juga fungsi social dari kejahatan yang dapat
memberikan dampak positif, yaitu:
1 Menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok yng
tengah diteror oleh para penjahat. 2
Muncullah kemudian tanda-tanda baru, dengan norma-norma susila yang lebih baik, yang diharapkan mampu mengatur
masyarakat dengan cara yang lebih baik dimasa-masa mendatang. 3
Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, dan menambah kekuatan fisik lainnya untuk memberantas kejahatan.
http:rumahasty.blogspot.com201106contoh-makalah-tentang- kriminalitas.html
Secara harfiah kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti Secara harfiah kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti
kejahatan atau penjahat serta logos yang berarti ilmu kejahatan atau penjahat serta logos yang berarti ilmu
pengetahuan, jadi kriminologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan, jadi kriminologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang kejahatan atau suatu pengetahuan tentang kejahatan, tentang kejahatan atau suatu pengetahuan tentang kejahatan,
namun hal tersebut dapat memberikan kita suatu persepsi yang namun hal tersebut dapat memberikan kita suatu persepsi yang
sempit terhadap kriminologi itu sendiri bahkan suatu pengertian sempit terhadap kriminologi itu sendiri bahkan suatu pengertian
yang salah. Pengertian kriminologi sebagai suatu ilmu tentang yang salah. Pengertian kriminologi sebagai suatu ilmu tentang
kejahatan akan menimbulkan suatu persepsi bahwa pembahasan kejahatan akan menimbulkan suatu persepsi bahwa pembahasan
yang akan dibahas di dalam kriminologi hanya kejahatan yang akan dibahas di dalam kriminologi hanya kejahatan
semata. semata.
Berikut beberapa definisi tentang kejahatan menurut para tokoh : Berikut beberapa definisi tentang kejahatan menurut para tokoh :
Paul W Tappan Paul W Tappan
menyatakan bahwa kejahatan adalah The Criminal menyatakan bahwa kejahatan adalah The Criminal
Law statutory or case law, commited without defense or excuse, Law statutory or case law, commited without defense or excuse,
and penalized by the state as a felony and misdemeanor. and penalized by the state as a felony and misdemeanor.
Huge D Barlow Huge D Barlow
juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatana juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatana
adalah a human act that violates the criminal law. adalah a human act that violates the criminal law.
Sutherland Sutherland
menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah
perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatab perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatab
yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara
bereaksi dengan hukuman sebagai pamungkas. bereaksi dengan hukuman sebagai pamungkas.
Bonger Bonger
menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan
perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari
negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai
reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum legal definitions reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum legal definitions
mengenai kejahatan. mengenai kejahatan.
R. Soesilo R. Soesilo