xxx
afeksi lebih diberi bobot yang besar, sedangkan aspek keterampilan psikomotorik kurang mendapat porsi yang cukup. Akibatnya, para lulusan SMA
praktis tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk langsung terjun ke bursa lapangan kerja. Atau jika mereka hendak menciptakan lapangan kerja, mereka
terkendala dengan minimnya keterampilan yang mereka miliki. Hal ini memang disebabkan bahwa lulusan SMA lebih disiapkan untuk melanjutkan ke jenjang
perguruan tinggi, berbeda halnya dengan sekolah kejuruan yang lebih mempersiapkan siswa untuk terjun ke dunia kerja setelah menyelesaikan
sekolahnya. Ada fenomena menarik yang terjadi selama ini bahwa, tujuan
lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Atas SMA dan Madrasah Aliyah MA mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
seringkali kurang tepat sasaran Nahdi, 2006 Persoalan lapangan kerja di Indonesia memang menjadi salah satu faktor
mengapa sebagian siswa memilih masuk ke SMK. Para siswa tersebut cenderung mencari sekolah yang bisa mempermudah untuk mencari pekerjaan. Ini juga
dipengaruhi semakin tingginya biaya untuk melanjutkan kuliah.
2.5.1. Kebijakan publik
Teori kebijakan publik melihat kebijakan sebagai sebuah formulasi keputusan kolektif dari individu individu yang berkepentingan atas keputusan
tersebut TilaarNugroho, 2008. Kebijakan publik dalam memilih jenis sekolah menengah didukung oleh
UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 12 yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
xxxi
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Siswa SLTP dapat memilih sekolah menengah berdasarkan minat yang dimilikinya. Mereka dapat memilih karier agar mantap ke SMK atau SMA. Survei
kecil terhadap siswa SMK mengenai alasan utama memilih kejuruan itu lebih banyak mengarah pada ketidaktersediaan dana pendidikan untuk melanjutkan ke
PT, dengan asumsi selepas SMK langsung siap kerja Soegiyoharto, 2005. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa setelah lulus SMK bisa langsung masuk pasar
kerja sedangkan lulusan SMA lebih dipersiapkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
2.5.2. Kebijakan Pemerintah
Dalam penentuan jenis Sekolah Menengah faktor lain yang berperan adalah kebijakan pemerintah. Sesuai dengan teori kelembagaan tugas membuat
kebijakan publik adalah tugas pemerintah Tilaar Nugroho, 2008 Kecenderungan yang terjadi pada lulusan sekolah menengah menjadi
suatu perimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan penentuan jenis sekolah menengah. Data lulusan SMA yang melanjutkan ke jenjang perguruan
tinggi berdasarkan berita diharian Kompas tanggal 5 Agustus 2008 hanya mencakup 17,2. Dengan hanya 17,2 yang melanjutkan ke perguruan tingi
maka masih terdapat 82,8 lulusan SMA yang tidak melanjutkan tanpa berbekal keterampilan untuk bisa terjun ke dunia kerja, karena Sekolah Menengah Atas
memang lebih dipersiapkan untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Atas
xxxii
fenomena ini, diharapkan sistem pendidikan di Indonesia dapat dikembangkan untuk meningkatkan angka siap kerja dan mencegah bertambahnya pengangguran.
Menjawab permasalahan ini, agaknya Pendidikan Kejuruan menjadi salah satu jalan keluarnya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang cukup
potensial. Pendidikan Kejuruan adalah bagian dari sistim pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu berkerja pada suatu kelompok
pekerjaan Evans, 1978. Atau dengan kata lain Pendidikan Kejuruan adalah Pendidikan yang mempersiapkan perserta didiknya untuk memasuki lapangan
kerja. Mengenai perkembangan terakhir jumlah sekolah menengah kejuruan di
Indonesia, Dr. Joko Sutrisno, Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Dikmenjur dalam Andini 2007 menyampaikan bahwa pada tahun 2007
Indonesia telah punya sekitar 6.600 SMK dengan jumlah siswa yang berkisar pada angka 2.750.000 orang. Pemerintah juga akan terus memperbanyak pembangunan
SMK, serta mengurangi pengembangan Sekolah Menengah Atas SMA, sehingga 2015 rasio perbandingan SMK dan SMA menjadi 70 berbanding 30. Tujuan
memperbanyak SMK tersebut, agar lulusannya yang ingin bekerja bisa langsung masuk ke pasar kerja Fasli Jalal dalam Wibowo, 2008.
Tujuan memperbanyak SMK tersebut, untuk memenuhi tenaga kerja menengah di sektor manufaktur, industri pengolahan, konstruksi, pertambangan,
perdagangan, jasa kemasyarakatan, pariwisata, TIK, pertanian, serta teknologi dan seni Renstra Depdiknas 2005-2009
xxxiii
2.5.3. Perencanaan Pendidikan