Pelaksanaan Fungsi Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO)

B. Pelaksanaan Fungsi Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO)

Belum adanya ketentuan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Fungsi Serikat Pekerja/Buruh mengakibatkan diperlukan adanya interpretasi dari ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 (Asri Wijayanti, 2009 :92). Dalam fungsinya sebagai sebuah organisasi Serikat Pekerja, Serikat Pekerja di PLN (PERSERO) melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

1. Sebagai Pihak dalam Pembuatan PKB dan Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

Fungsi pertama dari Serikat Pekerja/Buruh adalah sebagai pihak dalam penyusunan perjanjian kerja bersama atau PKB. Istilah perjanjian kerja bersama (PKB) ada setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 21

commit to user

bersama (KKB). Pembuat Undang-Undang menganggap pengertian dari PKB sama dengan KKB. PKB merupakan terjemahan dari Collective Labour Agreement (CLA) . Sentanoe Kertonegoro, menganggap KKB tidak sama dengan PKB, menurutnya Perjanjian Kerja Bersama adalah:

a. Dasar dari individualisme dan liberalisme (free fight liberalisme) berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha adalah dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda dalam perusahaan.

b. Mereka bebas melakukan perundingan dan membuat perjanjian tanpa campur tangan pihak lain.

c. Dibuat memlalui perundingan yang bersifat tawar-menawar (bargaining) masing-masing pihak akan berusaha memperkuat kekuatan tawar- menawar, bahkan dengan menggunakan senjata mogok dan pemogokan perusahaan.

d. Hasilnya adalah perjanjian yang merupakan keseimbangan dari kekuatan tawar-menawar.

Adapun Kesepakatan Kerja Bersama (Sentanoe Kertonegoro, 1999 : 106), yakni :

a. Dasar adalah hubungan industrial Pancasila berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha terdapat hubungan yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong.

b. Mereka bebas melakukan perundingan dan memuat perjanjian asal saja, tetapi memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yaitu masyarakat, bangsa, dan negara.

c. Dibuat melalui musyawarah untuk mufakat, tidak melalui kekuatan tawar-menawar, tetapi yang diperlukan sifat yang keterbukaan, kejujuran, dan pemahaman terhadap kepentingan semua pihak. Kehadiran serikat pekerja dalam rangka meningkatkan kerja sama dan tanggung jawab bersama.

d. Hasilnya adalah suatu kesepakatan yang merupakan titik optimal yang bisa dicapai menurut kondisi yang ada, dengan memperhatikan kepentingan semua pihak.

Apabila dicermati pendapat Sentanoe mengenai perbedaan antara PKB dengan KKB, tampak ada peluang yang dapat dipergunakan oleh majikan dalam memanfaatkan suatu keadaan dari pengertian KKB, lebih ditekankan semua pihak tidak hanya mengutamakan kepentingannya, tetapi

commit to user

pemerintah telah menetapkan upah minimum provinsi/kota.

Ketentuan upah minimum provinsi yang selanjutnya disebut dengan UMP itu seolah-olah dijadikan dasar bagi majikan untuk memberikan upah kepada buruhnya selama-lamanya tanpa melihat lama kerja buruh, prestasi, atau keuntungan yang diperoleh perusahaan. Memang ada peningkatan upah berdasarkan lamanya masa kerja dan prestasi, tetapi apabila dibandingkan dengan perolehan keuntungan majikan sangat jauh. Ada dalih dari majikan untuk tidak memberikan kenaikan upah bagi buruhnya di atas ketentuan UMP, yaitu perusahaan bisa saja memberikan kenaikan upah berdasarkan presentasi keuntungan yang diperoleh perusahaan, tetapi hal ini tidak dilaksanakan karena nanti akan diprotes oleh perusahaan yang sejenis yang dapat mengakibatkan pemogokan kerja di perusahaan lainnya, sehingga mengganggu stabilitas nasional. Dari uraian itu, paradigma dari KKB ke PKB memberikan posisi mandiri bagi serikat pekerja untuk berperan dalam pembuatan PKB.

Sebagai pihak yang terlibat dalam pembuatan PKB saat ini ternyata menimbulkan problema. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dimungkinkan terbentuk lebih dari satu Serikat Pekerja/Buruh di satu perusahaan. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Pada masa itu karena Serikat Pekerja/Buruh hanya diakui satu di seluruh Indonesia, yaitu serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI) maka hanya SPSI unit kerja PT. X saja yang berhak sebagai pihak dalam pembuatan KKB apabila jumlahnya memenuhi ketentuan jumlah anggotanya adalah minimum 50% dari jumlah pekerja yang ada di perusahaan itu. Hal ini diatur dalam Pasal 130 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, yaitu pengusaha dan pekerja mempunyai hak untuk membentuk dan tunduk hanya pada peraturan organisasi yang bersangkutan, serta bergabung dengan organisasi

commit to user

wadah SPSI menurut Soentanoe. Hanya dapat dibuat dalam hubungannya dengan perwakilan

(representative) untuk maksud perundingan kolektif, konsultasi oleh pemerintah atau penunjukan wakil-wakil pada organisasi internasional. Tetapi tidak boleh digunakan untuk mencegah berfungsinya organisasi minoritas. Organisasi-organisasi minoritas setidak-tidaknya harus memiliki hak untuk melakukan perwakilan atas nama para anggotanya dan mewakili anggota dalam hal keluhan-keluhan individual.

Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 maka ketentuan yang menyatakan bahwa hanya serikat pekerja yang didukung oleh 50% dari jumlah pekerja yang ada memerlukan penafsiran hukum karena apabila ketentuan itu dipaksakan maka serikat pekerja yang tidak di dukung oleh 50% jumlah buruh yang ada tidak akan dapat berkedudukan sebagai pihak dalam pembuatan PKB. Serikat Pekerja/Buruh tersebut harus berupaya untuk mencari dukungan untuk memperbanyak jumlah anggotanya, supaya dapat mencapai angka 50%. Kesulitan lain akan timbul apabila ternyata di suatu perusahaan terdapat lebih dari satu Serikat Pekerja/Buruh sementara dari serikat yang telah ada itu belum mencapai dukungan oleh 50% jumlah buruh yang ada.

Penafsiran hukum itu di antaranya adalah meniadakan ketentuan banyaknya presentasi dukungan terhadap serikat buruh itu dari jumlah buruh yang ada. Semua Serikat Pekerja/Buruh yang telah ada di perusahaan itu mempunyai kedudukan yang sama dan berhak sebagai pihak dalam pembuatan PKB tanpa memperhatikan presentasi dukungan dari jumlah buruh yang ada. Adapun jumlah anggota dari satu serikat buruh yang akan ikut berunding dalam pembentukan PKB ditentukan berdasarkan presentasi. Misalnya, di suatu perusahaan terdapat lima serikat buruh, yaitu :

a. Serikat Buruh A di dukung oleh 30% dari jumlah buruh yang ada,

b. Serikat Buruh B di dukung oleh 20% dari jumlah buruh yang ada,

c. Serikat Buruh C di dukung oleh10% dari jumlah buruh yang ada,

d. Serikat Buruh D di dukung oleh 30% dari jumlah buruh yang ada, dan

commit to user

Semua serikat buruh yaitu ABCD dan E mempunyai kedudukan yang sama sebagai pihak dalam pembuatan PKB. Hanya saja wakil serikat buruh yang telah ada itu untuk dapat menjadi pihak yang akan melakukan perundingan ditentukan berdasarkan presentasi perolehan dukungan. Hal ini disebut dalam Pasal 130 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dengan menugaskan seluruh serikat pekerja/buruh yang ada di perusahaan itu untuk melakukan tim perunding secara proporsional.

Ketentuan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan berlaku bagi perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam perundingan pembuatan PKB apabila :

1) jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari

seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi ;

2) serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha.

3) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk

tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh.

Dari ketentuan di atas dapat tafsirkan terdapat kemungkinan agar Serikat Buruh dapat menjadi pihak dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama yaitu apabila jumlah anggotanya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan atau mendapat dukungan lebih dari 50% lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah buruh di perusahaan tersebut maka berhak

commit to user

bersama. Apabila tidak terpenuhi maka dibentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat buruh.

Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 Kep.48/Men/IV/2004 tentang tentang Tata cara Pembuatan dan pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian Kerja Bersama, perjanjian kerja bersama sekurang-kurangnya harus memuat :

1) nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;

2) nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;

3) nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota;

4) hak dan kewajiban pengusaha

5) hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh;

6) jangka waktu dan mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;dan

7) tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

Menurut ketentuan didalam Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja bersama haruslah paling sedikit memuat:

1) Hak dan kewajiban pengusaha;

2) Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;

commit to user

dan

4) Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama

Selanjutnya fungsi Serikat Pekerja/Buruh yang lainnya adalah sebagai pihak dalam penyelesaian perselisihan industrial. Perselisihan hubungan industrial berdasarkan ketentuan ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antarserikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan.

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa perselisihan industrial dapat terjadi antara pengusaha dan pekerja, pengusaha atau gabungan pengusaha dan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja. Selain itu, perselisihan perburuhan itu obyeknya dapat meliputi :

1) Pelaksanaan norma kerja di perusahaan;

2) Pelaksanaan syarat-syarat kerja di suatu perusahaan;

3) Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja;

4) Kondisi kerja di perusahaan

Akan tetapi, dalam fungsinya sebagai wakil dalam pembuatan PKB tahun PKB 2010-2012, tidak semua Serikat Pekerja dilibatkan dalam pembuatan dan penandatangannya. Sehingga PKB baru yang dibuat tidak mewakili semua kepentingan pekerja karena tidak melibatkan Serikat Pekerja PLN yang diketuai oleh Ahmad Daryoko. Perbedaan antar PKB lama dan PKB yang baru dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel. 1 Perbedaan Antara PKB Lama dan PKB yang Baru Pasal Isi pasal

PKB Lama

PKB Baru

Keterangan Pasal

a. mewakili, membela dan

mewakili, membela dan

1.Terjadi diskriminasi

commit to user

Ayat

2 point

melindungi anggotanya;

melindungi kecuali apabila terbukti melanggar peraturan perundang2

an

dan peraturan

lingkungan Perseroan

kepada anggota SP yang diindikasika n melakukan pelanggaran .

Pasal

5 Ayat

2 point j

j. mencalonkan anggotanya untuk menjadi anggota Dewan Pengawas Dana Pensiun

PLN

yang

menempatkan anggotanya untuk menjadi Dewan Pengawasan dana pensiun PLN yang mewakili peserta, dengan jumlah

dan

persyaratan sesuai dengan perundang2an yang berlaku

Hal ini lebih tegas dan Baik

Pasal

5 Ayat

2 point k

Melakukan perjalanan Dinas

untuk

kegiatan SP yang biayanya dibebankan pada

1.Fasilitas untuk

SP bukan hanya berupa SPPD, hal

commit to user

anggaran operasional serikat

pekerja

yang telah ditetapkan

ini mengurangi hak SP

2. semua bantuan fasilitas untuk

SP adalah bersifat tidak mengikat

Pasal

71 (lama ) Pasal

61 (IL)

HAK ATAS MANFAAT PENSIUN DAN PENGEMBALIA N IURAN PESERTA

3.)

Untuk

menghitung manfaat pensiun dipergunakan rumus dasar

sebagai

berikut: Manfaat Pensiun

Faktor

Penghargaan X Masa Kerja X penghargaan dasar pensiun

I Manfaat Pensiun

II = Faktor Penghargaan X Masa Kerja X PhDP

3.)

untuk

menghitung manfaat pensiun dipergunakan rumus

dasar sebagai berikut : Manfaat pensiun = faktor penghargaan

x penghargaan dasar pensiun

commit to user

Pasal

72 (lama ) Pasal

62 (IL)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

i. Dalam hal Pegawai terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana dimaksud dalam Ayat

(1),

diberikan uang pesangon

dan

uang penghargaan masa

kerja

sesuai Pasal 61

1. Dalam hal Pegawai terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), diberikan

uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal

51.

Pasal

78 (lama ) Pasal

68 (IL

KETENTUAN PERALIHAN

(1)

Sebelum berlakunya PKB periode

ketentuan pelaksanaan KKB

a sesuai

Kesepakatan bersama antara PT. PLN (Persero) dengan Serikat Pekerja

1).

Sebelum berlakunya PKB periode tahun 2010-2012 maka ketentuan pelaksanaan PKB periode

tahun 2006 -2008 dan perpanjangannya sesuai

dengan

kesepakatan bersama

Serikat Pekerja PT. PLN (Persero)

commit to user

PT. PLN (Persero) dinyatakan tetap berlaku. (2) Dalam hal perundingan PKB 2008-2010 tidak mencapai kesepakatan, maka

PKB

2006-2008 yang sedang berlaku,

paling lambat 1 (satu) tahun.

dinyatakan tetap berlaku (2). Dalam hal perundingan PKB 2012-2014 tidak mencapai kesepakatan, maka PKB 2010-2012 yang sedang berlaku, tetap

lambat 1 (satu) tahun. (4). Pada saat PKB ini berlaku, anggaran untuk SP PLN

Pasal 3 Ayat (3),

maka

Perseroan memberikan Surat Perintah Perjalanan Dinas kepada Pengurus dan/atau anggota yang ditugaskan atas nama SP-PLN untuk menghadiri

commit to user

konferensi, kongres, kursus, seminar dan yang berhubungan dengan kegiatan SP-PLN

sesuai

dengan program

kerja tahunan SP-PLN yang

disetujui

dengan mempertimbangka n

keuangan perseroan

dan

akan diperhitungkan dengan anggaran yang

sudah

diajukan (5).

Peraturan Disiplin Pegawai yang

menjadi

lampiran PKB

periode

2006-2008 dinyatakan tetap berlaku dan menjadi Lampiran PKB ini sampai disepakati perubahannya

commit to user

mengatur sistem SDM yang berlaku

SDM sebagaimana pada Ayat (6) diatur lebih lanjut dengan keputusan direksi yang dikomunikasikan dengan

Serikat

Pekerja dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari PKB ini

Pasal

79 (lama ) Pasal

69 (IL

PENUTUP

(1) Perubahan PKB diadakan atas kesepakatan kedua

belah

pihak yang akan dituangkan dalam Adendum serta ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

Perubahan PKB dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah Pihak yang akan dituangkan dalam Adendum dan atau Amandemen serta ditetapkan berdasarkan

commit to user

musyawarah untuk mufakat

tidak terpisahkan dari PKB ini.

Sumber : http://sppln.org/dokumen/pdf/PKB_PERBANDINGAN_PASAL_PERPASAL.pd

f Ada beberapa butir isi PKB baru ini yang perlu diperhatikan, antara lain :

a. Pada pasal 5 Ayat 2 point a, mewakili, membela dan melindungi kecuali apabila terbukti melanggar peraturan perundang- udangan dan peraturan yang berlaku di lingkungan perseroan.

Keterangan : Serikat Pekerja tidak bisa lagi melakukan advokasi kepada pegawai yang

melakukan pelanggaran peraturan dan terjadi diskriminasi kepada anggota Serikat Pekerja yg diindikasikan melakukan pelanggaran.

b. Pada PKB lama disebutkan untuk menghitung manfaat pensiun dipergunakan rumus dasar sebagai berikut: (1) Manfaat Pensiun I = Faktor Penghargaan X Masa Kerja X PhDP

(penghargaan dasar pensiun) I

(2) Manfaat Pensiun II = Faktor Penghargaan X Masa Kerja X PhDP II

Sedangkan di PKB yang baru, rumus menghitung manfaat pensiun menjadi : Manfaat pensiun = faktor penghargaan x PhDP (penghargaan dasar pensiun).

commit to user

penurunan kesejahteraan pegawai karena di kembalikan ke perundang- undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003), masalah pesangon dan PHK mengacu ke Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, posisi kedudukan PKB baru ini secara hukum lebih rendah dari Edaran Direksi karena walaupun PKB ini telah ditandatangani SK Direksi tetap akan bertebaran dan masih banyak yang lainnya.

2. Sebagai Wakil dalam Lembaga Kerja Sama

Fungsi Serikat Pekerja/Buruh yang kedua sebagai wakil dalam lembaga kerja sama. Hal ini telah diuraikan secara lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 4 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, yang dimaksud dengan lembaga kerja sama di bidang keternagakerjaan misalnya lembaga kerja sama yang bipatrid, lembaga kerja sama tripartid dan lembaga-lembaga lain yang bersifat tripartid seperti Dewan Pelatihan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan kerja, atau Dewan Penelitian Pengupahan.

Salah satu bentuk kerjasama yang melibatkan pihak serikat pekerja PT PLN( PERSERO), contohnya adalah penandatangan naskah kesepakatan kerjasama antara Direktur Utama PLN Nur Pamudji dengan Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Natalia Subagio, pada hari Selasa tanggal 6 Maret di Kantor PLN Pusat dalam praktek penyelenggaraan korporasi yang bersih dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta keinginan yang kuat dari PT PLN (Persero) untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik yang melibatakan semua kalangan internal PT. PLN, termasuk Serikat Pekerja PT. PLN. Dimana kerjasama ini bertujuan untuk memastikan, bahwa PLN dalam menjalankan usahanya menyediakan listrik bagi masyarakat luas, sungguh-sungguh menerapkan praktek GCG dan anti korupsi. Ruang lingkup kerjasama ini meliputi reformasi dalam Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta reformasi di sisi

commit to user

Transparency International Indonesia Dalam Penerapan GCG: http://www.pln.co.id/?p=5127 ).

3. Sebagai Sarana Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis, Dinamis, dan Berkeadilan

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) huruf c b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, bahwa Serikat Pekerja/Buruh merupakan sarana dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada fungsi yang ketiga ini, Serikat Pekerja/Buruh diharapkan dapat menempatkan diri sebagai mitra usaha yang baik dan memperhatikan dua kepentingan yang berbeda untuk disatukan. Tetap memperjuangkan aspirasi pekerja dengan tanpa mengabaikan kepentingan pengusaha. Serikat Pekerja/Buruh harus bijaksana dan adil dalam melakukan pilihan kepentingan pekerja yang akan diperjuangkan dengan memperhatikan kondisi pengusaha. Di PT. PLN (PERSERO) sendiri untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan tercermin dalam pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) yang didiskusikan dengan perwakilan dari serikat pekerja yang isinya mampu mengakomodir semua kepentingan pihak pekerja dan manajemen secara seimbang.

4. Sebagai Sarana Penyalur Aspirasi

Fungsi keempat sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. Fungsi ini dalam penjelasan pasal demi pasalnya dikatakan cukup jelas. Padahal ketentuan ini masih membutuhkan penafsiran. Perlu adanya batasan mengenai hak dan kepentingan yang bagaimana yang perlu diperjuangkan, jangan sampai hak pekerja yang kurang penting sangat diperjuangkan dengan mengabaikan kepentingan bersama yang jauh lebih besar. Kenyataan

commit to user

memicu terjadinya pertentangan antar-Serikat Pekerja/Buruh dengan dalih memperjuangkan hak anggota yang kurang prinsip untuk menarik simpati pekerja menjadi anggotanya.

Misalnya adalah penerapan kontrak outsourcing yang merugikan pekerja outsourcing PLN, karena dalam perpanjangan kontrak, kebanyakan tidak dibuat amandemennya, dengan alasan untuk mempercepat sistem kerja para pekerja outsourcing diminta melaksanakan pekerjaan dulu, amandemen menyusul, dan akhirnya tidak kunjung dibuat. Dengan demikian posisi hukum pekerja sistem outsourcing sangatlah lemah, sebagaimana akhirnya mereka bekerja tanpa perlindungan hukum, pihak vendor mudah sekali memberhentikan mereka, jangka waktu kontrak yang tidak jelas membuat mereka tidak berdaya dalam melakukan pembelaan diri, karena sulit membentuk Serikat Pekerja/Buruh. Dengan kondisi seperti diatas maka Konfederasi Serikat Nasional yang mewadahi Serikat Pekerja dilingkungan Pekerja outsourcing PLN, telah mengirim surat kepada presiden yang di tembuskan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Negara BUMN, Direktur Utama PT. PLN, Komisi VII dan Komisi IX DPR RI dan sebagainya yang intinya : pertama, meminta kepada Presiden RI, agar melarang pelaksanaan sistem kontrak outsorcing di berlakukan di Indonesia. Kedua, meminta agar pekerja outsourcing PLN diangkat menjadi pagawai tetap PLN tanpa kecuali (Berita Hukum. Mogok Kerja, Serikat Pekerja PLN Ancam Mogok Nasional. http://beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Serikat+Pekerja+PLN+ Ancam+Mogok+Nasional&subjudul=)

5. Sebagai Perencana, Pelaksana, dan Penanggung Jawab Pemogokan Buruh

Fungsi kelima sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-

commit to user

Pemogokan sangat merugikan pihak-pihak dalam hubungan industrial. Pemogokan total atau sebagian berakibat penurunan atau bahkan penghentian produktivitas. Serikat Pekerja/Buruh yang bijaksana akan berpikir jauh tentang rencana dilaksanakannya pemogokan. Hasil dari pemogokan selalu dapat dihitung dengan mudah oleh pengusaha. Misalnya dalam satu hari kerja terdapat 8 jam kerja akan mengalami kerugian sebesar X rupiah. Kerugian ini dihitung dari perkiraan rata-rata hasil produksi apabila dilakukan oleh sekian jumlah pekerja dalam waktu sekian jam. Sebaiknya pengurus Serikat Pekerja/Buruh juga dibekali pengetahuan tentang manajemen produksi, supaya tidak dengan mudah mengajak serata memutuskan pemogokan kerja.

Sebagai contoh, Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengancam akan menggelar aksi mogok kerja pada saat Idul Fitri. Jika pemerintah tetap meneruskan rencana pemisahan fungsi usaha PLN sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Rencana aksi mogok kerja Serikat Karyawan PT PLN pada tanggal 27 November 2003, disampaikan Ketua Umum DPP Serikat Pekerja PLN Ahmad Daryono hari Rabu (19/11) siang ( http://www.indosiar.com/fokus/karyawan-pln-akan-mogok-kerja-saat- idul-fitri_26113.html ).