Kesesuaian Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku

2. Kesesuaian Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku

Sebelum terbentuknya organisasi serikat pekerja, seluruh pegawai PT. PLN (Persero), seperti juga perusahaan-perusahaan BUMN lainnya, secara otomatis menjadi anggota KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia). Memasuki masa reformasi, geliat keinginan para pegawai PT. PLN (Persero)

commit to user

mengakomodasi kepentingan mereka, mulai terasa pada penghujung tahun 1998. Di mana pihak manajemen harus memberi kebebasan kepada para pekerjanya dan tidak mengintervensi pembentukan serikat pekerja. John Logan dalam British Journal of Industrial Relations menjelaskan bahwa (John Logan, 2006 : 44) :

Hughes recommends that companies state explicitly their dedication to a union-free environment. He suggests that, from the point that employees are first hired, firms tell them: ‘This is a union-free operation, and it is our desire that it always will be that way’ (Hughes

1984; Hughes and DeMaria 1984). Hughes stresses that managers and supervisors must be willing and able to convey the firm’s union-

free philosophy. Indeed, he views this as a proxy for his or her loyalty to the firm: ‘Every person in a leadership role must accePT. the

union-free responsibility as part of the job, or leave . . . Disagreement with or deviation from this goal cannot be tolerated on the part of any

manager or supervisor.’ As to what to do with those who are unwilling or unable to commit to the firm’s union-free goals, Hughes suggests that employers ‘place them with your competitors . . . Either they share in the belief system or they cannot be managers in your organization’ (Hughes 1984). In the 1970s–1990s, a growing number of corporations issued explicit statements of their unionfree philosophies. Reflecting the growing popularity of union-free statements, the National Association of Manufacturers’ Council on a Union-Free Environment published a booklet, Union-Free Position Statements — Samples from 50 Companies (by Edward J. Dowd, Jr.).

Hal tersebut tercermin pada pertemuan pada tanggal 3 Desember 1998 antara Pengurus Korpri dengan perwakilan pegawai di Gedung Penunjang Lantai 2 Kantor Pusat PT. PLN (Persero). Pertemuan itu membuahkan rencana dibentuknya Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah Organisasi Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero), dan sambil menunggu terbentuknya organisasi tersebut, maka KORPRI dibubarkan oleh Direktur Utama PT. PLN (Persero) dan untuk membina pegawai di luar kedinasan dibentuklah wadah yang disebut dengan BKK (Badan Kesejahteraan Karyawan). Pada Musyawarah Nasional (MUNAS) KORPRI yang dilaksanakan pada tanggal 15 s/d 17 Februari 1999, dan diikuti oleh kurang lebih 900 peserta terdiri dari 483 unsur (Pusat, Departemen, Propinsi, DT II,

commit to user

KORPRI bagi pegawai BUMN bersifat STELSEL AKTIF, yang berarti keanggotaanya tidak secara otomatis (berdasar unsur sukarela). Dengan hasil MUNAS KORPRI itu, semakin terbuka lebarlah kesempatan untuk membentuk

organisasi

Serikat

Pekerja ( http://serikatpekerjapln.org/sejarah_sp.php ). Diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat bagi Pekerja dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number

87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie, maka dalam penerapannya setiap pekerja/pegawai disetiap perusahaan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD termasuk anak-anak perusahaannya dapat mendirikan atau masuk pada suatu organisasi Serikat Pekerja secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak lain. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi Serikat Pekerja yang sifatnya mandiri/independen dan tidak berafiliasi pada partai politik tertentu serta tidak diarahkan untuk mendukung pada suatu faham politik tertentu atau aliran suatu golongan tertentu melainkan bertujuan memperjuangkan/membela kepentingan pekerja/pegawai dan keluarganya serta sebagai suatu wadah untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan pegawai dalam rangka mewujudkan suasana kerja yang kondusif dan berupaya meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja.

Seiring dengan hal tersebut, Kementrian Pendayagunaan BUMN dengan pertimbangan bahwa kondisi kinerja BUMN akan lebih terkendali jika serikat pekerja di lingkungan BUMN terbentuk secara internal, segera mengadakan kegiatan-kegiatan. Kegiatan tersebut berupa Workshop tentang Pembentukan Serikat Pekerja pada tanggal 18 Februari 1999 di gedung Sucofindo Jakarta dan Lokakarya Pembentukan Serikat Pekerja dilingkungan BUMN pada tanggal 22 s/d 23 Maret 1999. Ir. Ahmad Daryoko dan dua

commit to user

Menteri Negara Pendayagunaan BUMN cq. Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Pengembangan SDM menerbitkan surat Nomor S.19/MSA- 5/BUMN/1999 tanggal 15 Maret 1999 perihal Instruksi Memfasilitasi Pendirian

Serikat

Pekerja ( http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47%3Ase lamat-datang&catid=35%3Aselamat-datang&Itemid=1 ).

Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dapat berperan secara optimal sesuai dengan fungsi dan tujuan bila memiliki visi, misi, arah dan tujuan melalui penyusunan anggaran dasar/anggaran rumah tangga serta program kerja organisasi dan memilih pengurus organisasi. Hanya dengan dilandasi semangat kebersamaan serta berpikir positif organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yang didukung seluruh pegawai (Kantor Pusat dan unit-unit diseluruh pelosok nusantara) dapat menyatukan seluruh Pegawai PT. PLN (Persero). Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) adalah Organisasi yang sah dan terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP. 385/M/BW/1999 tanggal 13 Oktober 1999 serta telah tercatat pada Kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Selatan dengan Nomor Bukti Pencatatan Nomor : 22/ V/N/IV/ 2001 tanggal 6 April 2001.

Pusat Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) sejak berdirinya pada 18 Agustus 1999 sampai saat ini di Gedung I Lantai 3 PT. PLN (Persero) Kantor Pusat, Jalan Trunojoyo Blok M I/135 Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan anggotanya tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Struktur Organisasi sebagai berikut :

1) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SP PLN berkedudukan di Gedung I

Lantai 3 PT. PLN (Persero) Kantor Pusat, Jalan Trunojoyo Blok M I/135 Kebayoran Baru Jakarta Selatan;

2) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) SP PLN berkedudukan di Wilayah

Propinsi atau tingkat Unit Wilayah PLN;

commit to user

Kabupaten/ Kota atau PLN tingkat Cabang;

4) Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) SP PLN berkedudukan

ditingkat ranting atau Sub Region. Pada tanggal 31 Mei 2007 Sdr. Ahmad Daryoko terpilih sebagai

Ketua Umum melalui Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta, terpilih secara aklamasi dalam Pemilihan Ketua Umum dengan sistem Formatur Tunggal untuk Masa Bhakti 2007- 2011, sudah diberitahukan dan diklarifikasi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan dengan Nomor surat : 4496/ - 1.838, tanggal

05 Nopember 2009, perihal pemberitahuan, dan Nomor : 3164/ - 1.835.3, tanggal 10 Juni 2010, Perihal Klarifikasi Pencatatan Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dan Keputusan Mubes Nomor 11/SK/MUBES/SP- PLN/2007 ( http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:dept- humas&Itemid=61 ).

Pada tanggal 15 Oktober 2009 telah ada suatu pertemuan/ rapat yang dihadiri oleh Pengurus DPP SP PLN dan DPD SP PLN Seluruh Indonesia dan Ir. Ahmad Daryoko selaku Ketua Umum DPP SP PLN tidak diberikan undangan rapat, bahkan peserta rapat banyak yang protes atas kejadian tersebut dan dalam notulen yang intinya adalah hasil Keputusan Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta adalah sah dan Sdr. Ahmad Daryoko masih selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT. PLN (PERSER) dan ada usulan Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB) yang dilaksanakan oleh DPP SP PLN pada tanggal 4-5 Nopember 2009. Pimpinan Sidang rapat dan/ atau yang mengundang acara rapat tersebut Saudara Iman Kukuh Pribadi dan Herman tanggal 15 Oktober 2009 tidak menyampaikan hasil notulen rapat tersebut kepada Ir. Ahmad Daryoko selaku Ketua Umum yang sah sesuai hasil notulen tersebut, bahkan diketahui yang bersangkutan beserta pengurus

commit to user

tanpa ijin dan persetujuan Ketua Umum yang sah. Pada tanggal 22 Oktober 2009 Ketua Umum DPP SP PLN yang masih sah sesuai dengan AD/ART masih melekat hak dan kewajibannya untuk menjalankan tugas Organisasi SP PLN memutuskan melakukan perubahan pengurus DPP SP PLN periode 2007-2011 dan sudah disampaikan pemberitahuannya kepada Kepala Kantor Suku Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta selatan dan Direktur Utama PT. PLN (Persero). Adanya informasi ataupun kenyataan beberapa orang yang sudah tidak menjadi pengurus DPP SP PLN mempengaruhi dan mengundang DPD SP PLN seluruh Indonesia untuk menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa pada tanggal 19-20 Nopember 2009 di Kota Medan dan difasilitasi oleh Manajemen PT. PLN (PERSERO) hal ini sangat merugikan kepentingan DPP SP PLN yang diketuai Ir. Ahmad Daryoko dan bahkan suatu pengingkaran amanah organisasi karena tidak sesuai dengan AD/ART SP PLN sebagaimana hasil Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogjakarta ( http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:dept- humas&Itemid=61 ). Berdasarkan Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga SP PLN menyatakan bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah yang salah satu wewenangnya berdasarkan Pasal 19 Anggaran Rumah Tangga SP PLN adalah untuk memilih dan mengesahkan Ketua Umum/Ketua Formatur melalui pemilihan langsung.

Direktur Utama PT. PLN (PERSERO) tanggal 23 April 2010 telah melakukan Penandatanganan PKB 2010-2012 dengan Saudara Riyo Supriyanto, memberikan segala fasilitas bantuan biaya hanya kepada kegiatan Serikat Pekerja PLN yang Ketuanya Riyo Supriyanto yang menggunakan Logo/Lambang dan Nama yang sama dengan Logo/Lambang dan Nomor Pencatatan atas organisasi SP PLN yang Ketua Umumnya Ir. Ahmad Daryoko, hal ini membuktikan adanya intervensi Manajemen PT. PLN

commit to user

bertujuan untuk melemahkan kedudukan Hukum (legal standing) terhadap Ahmad Daryoko selaku Pemohon Yudicial Review Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap Pasal. 33 ayat (2) Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia , sehingga sikap dan tindakan dari Manajemen PT. PLN (PERSERO) tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan norma- norma/kaedah kepatutan maupun ketentuan perundangan yang berlaku ( http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:dept- humas&Itemid=61 ).

Dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Medan pada

19 Nopember 2009. Saat itu Riyo terpilih sebagai Ketua Umum DPP SP PLN dengan dukungan 31 wilayah dari total 36 DPD. Hal ini sudah memenuhi syarat prosentasi dukungan minimal, dan kemudian kepengurusan di bawah pimpinan Riyo pula yang akhirnya menandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan PT PLN Persero yang telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. KEP.66/PHIJSK-PKKAD/PKB/V/2010.

Akan tetapi, pada tanggal 31 Mei 2007 Sdr. Ahmad Daryoko terpilih sebagai Ketua Umum melalui Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta, terpilih secara aklamasi dalam Pemilihan Ketua Umum dengan sistem Formatur Tunggal untuk Masa Bhakti 2007-2011, sudah diberitahukan dan diklarifikasi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan dengan Nomor surat : 4496/ - 1.838, tanggal 05 Nopember 2009, perihal pemberitahuan, dan Nomor : 3164/ - 1.835.3, tanggal 10 Juni 2010, Perihal Klarifikasi Pencatatan Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dan Keputusan Mubes Nomor 11/SK/MUBES/SP-PLN/2007

Keputusan Musyawarah Besar merupakan suatu perikatan para pihak antara pemberi dan penerima mandat, artinya ketika para pihak sudah sepakat

commit to user

Sudah memenuhi Pasal 1338 kitab undang-undang hukum perdata “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya” Hubungan antara Ketua Umum terpilih sebagai penerima mandat dengan pemberi mandat pada Mubes adalah Kesepakatan tertinggi bagi para pihak artinya Keputusan Mubes adalah ketetapan tertinggi organisasi SP PLN yang dilaksanakan 4 tahun sekali. Dimana dalam Mubes tersebut ditetapkan bahwa Ahmad Daryoko adalah Ketua Umum SP PLN periode 2007-2011. Munaslub berdasarkan Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga SP PLN diselenggarakan apabila organisasi mengalami keadaan yang sangat genting sehingga mengancam kelangsungan hidup organisasi, sedangkan Munaslub yang diselenggarakan di Medan dilakukan atas dasar pensiunnya Ahmad Daryoko per 1 Juni 2009 yang dianggap keadaan genting. Akan tetapi berdasarkan Pasal 19 Anggaran Rumah Tangga SP PLN dijelaskan bahwa pemberhentian pengurus adalah atas dasar : meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan karena tidak dapat melaksanakan kewajibannya dan atau tidak memenuhi ketentuan sebagai pengurus. Sedangkan dalam AD/ART SP PLN sendiri tidak ada ketentuan yang memuat syarat-syarat menjadi pengurus SP PLN.

Sesuai AD/ART Organisasi SP PLN acara Musyawarah Nasional/ Musyawarah Nasional Luar Biasa fungsi dan tugasnya sama, harus memenuhi ketentuan formil dan materiilnya di mana waktu dan tempatnya ditentukan oleh DPP SP PLN, Penanggung Jawab atas acara adalah Ketua Umum SP PLN, bukan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan seluruh pengurus DPP SP PLN. Manajemen PT. PLN (PERSERO) tidak mempunyai wewenang dan kompetensi untuk intervensi persoalan Internal Organisasi SP PLN, ataupun memihak menyatakan suatu organisasi Serikat Pekerja dilingkungan perseroan sah atau tidak, yang berwenang untuk melakukan Verifikasi dan pencatatan suatu Organisasi serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah Instansi Pemerintah yang membidangi ketenagakerjaan yaitu

commit to user

dan Transmigrasi setempat. Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh tidak diatur bahwa adanya kewajiban bagi pekerja untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada perusahaan sebelum mendirikan serikat pekerja/serikat buruh. Yang diatur dalam Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh adalah pemberitahuan setelah serikat pekerja/serikat buruh itu mencatatkan diri ke dinas Tenaga Kerja Setempat (Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat pekerja/serikat buruh). Akan tetapi dengan tidak terpenuhinya ketentuan administrasi dalam pendaftaran SP ke Dinas Tenaga Kerja di mana pihak SP yang lain mendaftarkan SP yang baru dengan logo, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang sama dengan SP sebelumnya adalah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut.