Teori Tempat Sentral Central Place Theory

Wilayah dan Pembangunan 108 Tempat sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk heksagonal atau segi enam. Daerah segi enam ini merupakan wilayah- wilayah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut. Dalam kenyataannya dapat berupa kota-kota besar, pusat perbelanjaan atau mal, supermarket, pasar, rumah sakit, sekolah, kampus perguruan tinggi, ibukota provinsi, atau kota kabupaten yang masing- masing memiliki pengaruh atau kekuatan menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Tempat sentral dan daerah yang dipenga- ruhinya komplementer, pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu hirarki 3 K = 3, hirarki 4 K = 4, dan hiraki 7 K = 7. a. Hirarki K = 3, merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang selalu menyediakan bagi daerah sekitarnya, sering disebut kasus pasar optimal. Wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi sepertiga bagian dari masing-masing wilayah tetangganya Gambar 5.6. b. Hirarki K = 4, yaitu wilayah ini dan daerah sekitarnya yang terpengaruh memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien. Tempat sentral ini disebut pula situasi lalu lintas yang optimum. Situasi lalulintas yang optimum ini memiliki pengaruh setengah bagian di masing- masing wilayah tetangganya Gambar 5.7. c. Hirarki K = 7, yaitu wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi seluruh bagian satu bagian masing-masing wilayah tetang- ganya. Wilayah ini disebut juga situasi administratif yang optimum. Situasi administratif yang dimaksud dapat berupa kota pusat pemerintahan. Pengaruh tempat yang sentral dapat diukur berdasarkan hirarki tertentu, dan bergantung pada luasan heksagonal yang dilingkupinya Gambar 5.8. Gambar 5.7 Skema hirarki K = 4, yaitu wilayah ini dan daerah sekitarnya yang terpengaruh memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien. Sumber: Dokumentasi penerbit, 2006 Gambar 5.8 Skema hirarki K = 7, yaitu wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mem- pengaruhi seluruh bagian satu bagian masing- masing wilayah tetangganya. Wilayah ini disebut juga situasi administratif yang optimum. Sumber: Dokumentasi penerbit, 2006 Geografi untuk SMA-MA Kelas XII 109

3. Teori Kutub Pertumbuhan Growth Poles Theory

Perroux pada tahun 1955 mengemukakan tentang Teori Kutub Pertumbuhan Growth Poles Theory. Dalam teori ini dinyatakan bahwa pembangunan kota atau wilayah di mana pun bukan merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi mucul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi pusat pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan. Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya atau ke pusat-pusat yang lebih rendah. Setelah Perang Dunia Kedua PD II banyak negara-negara yang terlibat perang mengalami kemunduran ekonomi. Untuk membangun kembali negara dikembangkan konsep pembangunan wilayah atau kota yang disebut spread trickling down penjalaran dan penetesan serta backwash and polarization. Konsep tersebut berasal dari pengembangan industri untuk Menurutmu mengapa teori tempat sentral yang dikemukakan oleh Christaller berbentuk heksagonal? T ugas Mandiri analisis Lima kota terbesar di dunia: 1 Tokyo, Jepang; 2 Meksiko City, Meksiko; 3 Sao Paolo, Brasil; 4 New York, A.S.; 5 Mumbai, India. Eureka meningkatkan pendapatan nasional kasar Gross National Product = GNP. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan investasi pada satu kota tertentu yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan aktivitas kota. Dengan demikian akan semakin lebih banyak lagi penduduk yang terlibat dan pada akhirnya semakin banyak barang dan jasa yang dibutuhkan. Namun demikian, konsep ini kurang menunjukkan keberhasilan yang berarti. Karena cukup banyak kasus justru hanya menguntungkan kota. Kota yang tadinya diharapkan memberikan pengaruh kuat pada pedesaan untuk ikut berkembang bersama, kenyataannya sering merugikan pedesaan. Pada kenyataannya, yang terjadi adalah peningkatan arus urbanisasi dari dari desa ke kota dan memindahkan kemiskinan dari desa ke kota. Diskusikan dengan guru bidang sosiologi- mu, mengapa masyarakat lebih menyukai membentuk kelompok tertentu sehingga menimbulkan wilayah-wilayah dengan karakter yang berbeda? Diskusi Lintas Ilmu Wilayah dan Pembangunan 110

E. Usaha Pengembangan Wilayah di Indonesia

Wilayah Indonesia mempunyai karakteristik yang khas. Luas wilayah yang di batasi perairan merupakan tantangan berat dalam pengembangan wilayah Indonesia. Seperti halnya negara-negara berkembang Perkembangan wilayah Indonesia juga menunjukkan gejala yang sama, yaitu adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah, munculnya permukiman kumuh, dan banyaknya daerah terisolir. Disparitas atau kesenjangan pembangunan wilayah di Indonesia ditandai dengan pesatnya pembangunan Indonesia kawasan barat pada umumnya dan Jawa khususnya. Sementara kawasan Indonesia timur menunjukkan lambatnya pembangunan bahkan ada yang mengalami stagnasi. Di kawasan ini masih banyak dijumpai daerah yang terisolir. Permukiman kumuh Gambar 5.9 di kota-kota muncul karena ketidakmampuan pemerintah dan masyarakat dalam menye- diakan dan membeli rumah yang layak sehingga mereka hanya membangun tempat tinggal di sembarang tempat tanpa penataan sehingga muncul permukiman-permukiman tersebut. Umumnya permukiman kumuh dihuni para pendatang yang belum berhasil mewujudkan impiannya. Daerah terisolir terjadi karena secara geografis terletak di daerah yang sulit dijangkau seperti dilereng gunung, di kepulauan, maupun di tengah hutan. Daerah tersebut mengalami stagnasi pembangunan, meskipun sebenar- nya kaya sumber daya alam. Pembangunan dan pengembangan wilayah di Indonesia harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan kondisi sosial masyarakat Gambar 5.10. Kon- disi geografis wilayah Indonesia yang beragam harus disikapi dengan pemba- ngunan sarana perhubungan. Perhubungan menjadi persoalan serius setiap musim hujan. Banyak daerah tidak dapat dijangkau karena kondisi jalan rusak parah seperti jalan-jalan di kawasan Sumatera dan Kalimantan. Sumber: Dokumentasi penerbit, 2006 Gambar 5.9 Permukiman kumuh menjadi polemik di perkotaan. Gambar 5.10 Pembangunan di segala sektor, termasuk di desa, hendaknya memperhatikan kondisi sosial ekonomi yang berlaku di masyarakat sehingga tidak terjadi ketimpangan. Sumber: Rochmat Darodjat, 2005