Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Wahyuni, Erma,dkk.Kebijakan Dan Manajemen Hukum Merek. Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI). 2011.

Buku/Textbook:

Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual” Intellectual Property Right cet. 4.Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2004.

Durianto, Darmadi, dkk.Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas Perilaku Merek. Jakarta: Gramedia Utama Pustaka. 2011.

Firmansyah, Hery.Perlindungan Hukum Terhadap Merek. Yogyakarta; Pustaka Yustisia. 2011.

Tim Lindsey dkk.Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar.Bandung: P.T. Alumni. 2011.

Usman, Rachmadi.Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: PT.Alumni. 2003.

Hilman, Helianti. Manfaat Perlindungan Terhadap Karya Intelektual pada Sistem HaKI, Disampaikan pada Lokakarya Terbatas tentang “Masalah-masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya”. Financial Club, Jakarta. 10-11 Februari 2004.


(2)

Getas I Gusti Gede.Peranan Merek Dalam Dunia Usaha.Denpasar: Upada Sastra. 1996.

Riswandi, BudiAgus dan M. Syamsudin.Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji.Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada. 2007.

Amiruddin dan Zainal Asikin.Pengantar Metode Penelitian Hukum.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2004.

Sutjipto, H.M N. Purwo.Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang IndonesiaJakarta: Djambatan. 1983.

Tirtaamidjaya.Pokok-Pokok Hukum Perniagaan Jakarta: Djambatan.1962.

R. Soekardono.Hukum Dagang Indonesia. Cetakan ke-8. Jakarta: Dian Rakyat. 1962.

Suryatin.Hukum Dagang I dan II. Jakarta: Pradnya Paramita. 1980.

W.J.S, Poerwadaminta.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN. Balai Pustaka. 1974.

A.B, Loebis.Sengketa Merek di Pengadilan Negeri Jakarta. Jakarta: tanpa penerbit, 1974.


(3)

RM,Suryodiningrat.Pengantar Ilmu Hukum Merek. Jakarta:PradnyaParamitha. 1975.

Gautama, Sudargo.Hukum Merek Indonesia. Bandung: Alumni. 1977.

Gautama, Sudargo dan Rizawanto Winata.Pembaharuan HukumMerek Indonesia Dalam Rangka WTO, TRIPs. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 1977.

Mc Keough and Steward.Intellectual Property in Australia. Butterworths, Melbourne. 1991.

Djumhana, Muhamad.Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2006.

Suryodiningrat, R.M.Aneka Milik Perindustrian, Edisi pertama. Bandung: Tarsito. 1981.

Mahadi.Hak Milik dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: BPHN. 1998.

Hadjon, Philipus M.Perlindungan Hukum Bagi HaKI di Indonesia. Edisi Khusus Penerbit Peradaban 2007.

Irwansyah Ockap Halomoan. Skripsi: “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Terkenal Asing Dari Pelanggaran Merek Di Indonesia,” Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

Casavera.8 Kasus Sengketa Merek di Indonesia. Yogyakarta:Graha Ilmu 2009.

Gunawati, Anne.Perlindungan Merek Terkenal Barang Dan Jasa Tidak Sejenis Terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bandung: PT. Alumni. 2015.

Prakoso, Djoko.Hukum Merek dan Paten Indonesia.Semarang: Dahara Prize. 1991.

Usman, Rachmadi.Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan Dan Dimensi Hukumnya Di Indonesia). Bandung: PT. Alumni. 2003.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Reglement Industrieele Eigendom tahun 1912

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan

Surat Keputusan Menteri No. M.02-IIC.01.01 tahun 1987 menyangkut merek terkenal


(5)

BAB III

PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK DI INDONESIA

A. Merek yang Tidak dapat Didaftar dan yang Ditolak

Suatu merek memiliki syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan hukum yang ingin memakai merek tersebut, supaya merek tersebut dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi suatu perusahaan atau barang perniagaan atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa yang diproduksi menjadi dapat dibedakan.58

“Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya: Bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doo, tube dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap suatu merek, tetapi dalam prakteknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek.”

Sudargo Gautama mengemukakan bahwa :

59

Selanjutnya disamping hal-hal tersebut di atas, perlu kiranya penulis menguraikan lebih lanjut, mengenai merek yang bagaimana yang tidak dapat

58 OK.Saidin. Op.Cit, hlm.348


(6)

didaftarkan dan yang harus ditolak sebagai suatu merek. Dalam UU Merek 2001 mengatur lebih lanjut, apa saja yang tidak dapat dijadikan suatu merek atau yang tidak dapat didaftar sebagai suatu merek. Menurut Pasal 5 UU Merek 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur dibawah ini:

1. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum;

2. tidak memiliki daya pembeda; 3. telah menjadi milik umum; atau

4. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.

Sudargo Gautama penah mengemukakan pendapat terkait pembahasan UU Merek 1961 yang juga masih relevan untuk uraian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum

Tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek bersangkutan tidak boleh terdapat lukisan-lukisan atau kata-kata yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. Dalam lukisan-lukisan ini kiranya tidak dapat dimasukkan juga berbagai gambaran-gambaran yang dari segi keamanan atau segi penguasa tidak dapat diterima karena dilihat dari segi kesusilaan maupun dari segi politis dan ketertiban umum. Lukisan-lukisan yang tidak memenuhi norma-norma susila, juga tidak dapat digunakan sebagai merek jika tanda-tanda atau kata-kata yang terdapat dalam sesuatu yang diperkenankan sebagai “merek” dapat menyinggung atau melanggar perasaan, kesopanan, ketentraman


(7)

atau keagamaan, baik dari khalayak umumnya maupun suatu golongan masyarakat tertentu.60

Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda atau yang dianggap kurang kuat dalam pembedaannya tidak dapat dianggap sebagai merek. Sebagai contoh misalnya dapat diberitahukan disini; lukisan suatu sepeda untuk barang-barang sepeda atau kata-kata yang menunjukkan suau sifat barang, seperti misalnya “istimewa”, “super”, “sempurna”. Semua ini menunjukkan pada kualitas suatu barang. Juga nama barang itu sendiri tidak dipakai sebagai merek. Misalnya “kecap” untuk barang kecap, merek “sabun” untuk sabun dan sebagainya. Misalnya perkataan “super”, itu menunjukkan sutu kualitas atau mempropagandakan kualitas barangnya, maka tidak mempunyai cukup daya pembedaan untuk diterima sebagai merek.

2. Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembedaan

61

Tanda-tanda yang karena telah dikenal dan dipakai secara luas serta bebas dikalangan masyarakat tidak lagi cukup untuk dipakai sebagai tanda pengenal bagi keperluan pribadi dari orang-orang tertentu. Misalnya disimpulkan dalam kategori ini tanda lukisan mengenai “tengkorak manusia dengan dibawahnya ditaruhnya tulang bersilang”, yang secara umum dikenal dan juga dalam dunia internasional sebagai tanda bahaya racun. Kemudian juga tidak dapat dipakai sebagai merek misalnya suatu lukisan tentang “tangan yang dikepal dan ibu jari ke atas”, yang umum dikenal sebagai suatu tanda pujian atau “jempol”. 3. Tanda milik umum

60Ibid., hlm. 35-36. 61Ibid.,hlm. 38.


(8)

Kemudian juga dapat dianggap sebagai milik umum misalnya perkataan “Pancasila” dan sebagainya.

4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.

Selanjutnya yang dimaksud dengan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran seperti merek “ kopi atau gambar kopi” untuk produk kopi. Contoh lain misalnya merek “mobil atau gambar mobil” untuk produk mobil. Ini maksudnya agar pihak konsumen tidak keliru, sebab jika hal itu dibenarkan da kemungkinan orang lain akan menggunakan merek yang sama oleh karena bendanya, produknya atau gambarnya sama dengan mereknya.62

Sebagai contohnya, merek dagang A yang sudah dikenal masyarakatsecara umum sejak bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupasehingga memiliki persamaan pada pokoknya ataukeseluruhannya dengan merek dagang A tersebut. Dalamcontoh itu sudah terjadi iktikad tidak baik dari peniru karenasetidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalammeniru merek dagang yang

Secara umum, merek tidak dapat didaftar atas dasarpermohonan yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik.Pemohon yang beriktikad baik adalah pemohon yang mendaftarkanmereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun untukmembonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak laindemi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lainitu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, ataumenyesatkan konsumen.


(9)

sudah dikenal tersebut.63

Undang-Undang Merek 2001 tidak memberikan batasan pengertian dan penjelasan mengenai itikad baik. Oleh sebab itu, dirujuk kepada beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung telah mempertimbangkan mengenai batasan itikad baik tersebut bahwa dalam putusan No.1269 L/Pdt/1984 tanggal 15 Januari 1986,

Prinsip perlindungan hukum terhadap pemilik merek diaturdalam Pasal 4 UU Merek 2001, yangmenyatakan; merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yangdiajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.

64

putusan No.220 PK/Perd/1981 tanggal 16 Desember 1986,65dan putusan No.1272 K/Pdt/1984 tanggal 15 Januari 1987,Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemilik merek yang beritikad tidak baik karena telah menggunakan merek yang terbukti sama pada pokoknya atau sama pada keseluruhannya dengan merek pihak lawannya.66

Berbagai yurisprudensi yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan tersebut, masih dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan dengan diberlakukannya UU Merek 2001. Oleh karena itu, walaupun dalam UU Merek 2001 tidak dijelaskan tentang pemilik merek yang beritikad baik tetapi dengan merujuk kepada yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, maka beritikad baik dimaksud tidaklah berbeda dengan kalimat yaitu “pemilik merek memiliki merek yang tidak

63

Ahmadi Miru, Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang- Undang

Merek(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2005), hlm. 14.

64 Mahkamah Agung RI, Yurisprudensi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeven, 1989), hlm. 19- 20.

65Ibid., hlm. 104.

66 Gatot Supramono, Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun


(10)

mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya dengan merek orang lain”.

Selanjutnya mengenai permohonan merek yang harus ditolak, diatur dalam Pasal 6 UU Merek 2001 yang mana memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:67

a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya denganMerek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

1. Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:

b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat puladiberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjangmemenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut denganPeraturan Pemerintah.

3. Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merektersebut: a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan

hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;


(11)

b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Tentang terkenal atau tidaknya suatu merek, perlu diukur berdasarkan reputasi merek tersebut yang diperoleh dari promosi yang gencar dan besar-besaran, invensi dibeberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di berbagai negara. Apabila hal-hal diatas belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapt memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan. 68

Apabila memperhatikan ketentuan tentang kriteria merek yangtidak dapat didaftar dan yang ditolak pendaftarannya, secarasederhana dapat dikatakan bahwa perbedaan utama antara kriteriamerek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak pendaftarannyaadalah terletak pada pihak yang dirugikan.69

68 OK.Saidin, Op.Cit. hlm. 356. 69Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 20.

Jika suatu merek kemungkinannya akan menimbulkan kerugianbagi masyarakat secara umum,


(12)

merek tersebut tidak dapatdidaftarkan. Sementara itu, apabila merek tersebut dapat merugikanpihak-pihak tertentu, merek tersebut ditolak pendaftarannya. Ataulebih sederhana lagi dapat dikatakan bahwa merek yang tidak dapatdidaftarkan yaitu merek yang tidak layak dijadikan merek, sedangkanmerek yang ditolak, yaitu merek yang akan merugikan pihak lain.

B. Pendaftaran Merek di Indonesia

Pendaftaran merek di Indonesia diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal HKI dalam bentuk suatu permohonan pendaftaran merek. Sebelum membahas mengenai hal-hal apa saja yang terkait dengan permohonan pendaftaran merek tersebut, haruslah terlebih dulu kita mengetahui sistem pendaftaran hak merek di Indonesia. Ada dua sistem yang dianut dalam pendaftaran merek yaitusistem deklaratif dan sistem konstitutif. UU Merek 2001 dalam pendaftarannya menganut sistem konstitutif,sama dengan Undang-Undang Merek sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997.Hal ini adalah perubahan yang mendasar dalam Undang-UndangMerek Indonesia, yang semula menganut sistem pendaftaran deklaratif (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961)

Sistem deklaratif menentukan bahwa si pemakaipertama yang berhak atas merek. Dalam sistem deklaratif titik beratdiletakkan atas pemakaian pertama. Siapa yang memakai pertamasesuatu merek dialah yang dianggap yang berhak menurut hukum atasmerek bersangkutan.70

70 OK. Saidin, Op. Cit, hlm. 363.


(13)

sistem konstitutif,yang mendaftarkan pertamalah yang berhak atas merek dan pihakdialah yang secara eksklusif dapat memakai merek tersebut. Artinya,hak ekslusif atas sesuatu merek diberikan karena adanya pendaftaran(required by registration).71

71 Muhamad Djumhana, Op. Cit, hlm. 74.

Menurut Sudargo Gautama, wajib pendaftaran lebih membawakepastian hukum. Hal ini dikemukakan juga dalam seminar hakmerek yang diadakan di Jakarta bulan Desember 1976. Pandanganini didukung oleh Emmy Pengaribuan Simanjuntak yang lebihcenderung kepada sistem konstitutif dengan alasan bahwa sistem inilebih memberi kepastian hukum mengenai hak atas merek kepadaseseorang yang telah mendaftarkan mereknya itu.

Penggunaan sistem konstitutif di Indonesia dimulai pada tahun 1992 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentangMerek. Sistem tersebut diambil dari Konvensi Stockholm 1967, yangdiratifikasi oleh Indonesia pada 20 Desember 1979. Tujuanpenggunaan sistem konstitutif ini, yaitu untuk memperkeciltimbulnya perselisihan atas merek antara pemakai merek yang tidakterdaftar dan pemilik merek yang sudah terdaftar. Hal tersebutdisebabkan sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukumdibandingkan sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasarkanpada perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan mereklebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum jugamenimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha.


(14)

M. Yahya Harahap dalam bukunya Tinjauan Merek SecaraUmum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, menguraikan lebih lanjut keunggulan sistemkonstitutif, yaitu; 1. Kepastian hukum untuk menentukan siapa sebenarnyapemilik merek yang

paling utama untuk dilindungi. Cukupdilihat siapa yang lebih dulu memperoleh "lining date" atau terdaftar dalam Daftar Umum Merek (DUM).

2. Kepastian hukum pembuktian karena hanya didasarkanpada fakta pendaftaran. Pendaftaran satu-satunya alat bukti utama dan alat bukti yang seperti itu bersifat otentikkarena dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu diyakini Pembuktian terhindar dari pemalsuan dankelicikan.

3. Untuk mewujudkan dugaan hukum siapapemilik merek yang paling berhak, tidak menimbulkankontroversi antara pemakai pertama dengan pendaftarpertama, karena dugaan hukum hanya berdiri di atas faktapendaftar pertama.

4. Oleh karena landasan menentukan siapa pemegang merekyang paling utama hanya didasarkan atas prinsip pendaftarpertama, dan pembuktian didasarkan pada dokumen yangbersifat otentik, maka untuk menarik dugaan hukum, jauhlebih sederhana dibanding dengan sistem deklaratif. Hal iniberdampak positif atas penyelesaian sengketa, yaknipenyelesaian jauh lebih sederhana, cepat, dan biayaringan.

Berdasarkan uraian pendapat diatas, sangat jelas secara teoritis danpraktis adanya beberapa keunggulan yang ada pada sistem konstitutif,yang menginginkan langkah simplikasi nasionalisasi, dan aktualisasisesuai dengan perkembangan


(15)

perdagangan bebas. Selanjutnya, Untuk mendapatkan hak merek harus diajukan permohonanpendaftaran atas merek tersebut. Menurut Pasal 7 UU Merek 2001, Permohonan pendaftaran merekdiajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada DirektoratJenderal dengan mencantumkan hal-hal sebagai berikut :

1. tanggal, bulan, dan tahun;

2. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;

3. nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; 4. warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan

unsur-unsur warna;

5. nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.

Permohonan sebagaimana dimaksud di atas ditangani pemohonatau kuasanya, dan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.Pemohon dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orangsecara bersama, atau badan hukum. Namun dalam hal permohonandiajukan oleh lebih dari satu pemohon yang secara bersama-samaberhak atas merek tersebut, semua nama pemohon dicantumkandengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.

Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu daripemohon yang berhak atas merek tersebut dengan melampirkanpersetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakilkan. Apabilapermohonan sebagaimana dimaksud diajukan melalui kuasanya(Konsultan Hak Kekayaan Intelektual), surat kuasa untuk itu ditandatanganioleh semua pihak yang berhak atas merek tersebut.


(16)

Waktu penerimaan permohonan pendaftaran merek tidak selalu sama artinya dengan waktu diajukannya permohonan pendaftaran merek. Walaupun permohonan tersebut diajukan dan diterima oleh Direktorat Jenderal, kalau persyaratan administratifnya belum terpenuhi, waktu tersebut belum bisa disebut waktu penerimaan permohonan pendaftaran merek.72

Seluruh persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada bagian pertama tentang syarat dan tata cara permohonan (lihat Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Merek 2001) telah dipenuhi, maka terhadap permohonan diberikan tanggal penerrimaan yang dikenal dengan filling date, yang dicatat oleh Direktorat Jenderal. Filling datetersebut merupakan tanggal dimulainya perhitungan jangka waktu perlindungan atas merek terdaftar apabila permohonan terdaftar merek diterima.73Filling date adalah tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek. Adapun tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek tersebut kemungkinan dapat sama dengan tanggal pengajuan permohonan pendaftaran apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi pada saat pengajuan permohonan.74

Sebaliknya jika terjadi kekurangan dalam kelengkapan persyaratan dan pemohon baru melengkapi pada tanggal atau sesudah tanggal pengajuan permohonan maka tanggal penerimaan kelengkapan tersebut ditetapkan sebagai filling date. Tanggal penerimaan itu dilakukan pencatatan oleh Dirjen HKI dan penetapan filling date diberitahukan kepada pemohon pendaftaran merek. Urgensi

72

Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 35. 73Ibid., hlm. 35.

74Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 29.


(17)

dari ditetapkannya filling date tersebut adalah dalam hubungannya dengan proses selanjutnya. Selain itu dapat digunakan sebagai syarat mengajukan gugatan dalam sengketa merek apabila sebelumnya belum terdaftar , dan mengajukan permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas di negara lain.75

Sertifikat merek merek sebagaimana dimaksud merupakan alatbukti resmi bahwa pemilik merek teleh memakai merek yangbersangkutan pada tanggal pendaftaran. Kegunaan sertifikat mereksebagai bukti resmi adalah untuk membuktikan dalam suatu perkaratentang merek bahwa merek tersebut telah dipakai, maka pemilikmerek dapat memberikan bukti resmi yang berupa surat pendaftarantersebut.

Pemohon akan diberikan sertifikat merek sebagai buktikepemilikan hak atas merek tersebut apabila permohonan pendaftaran merek tersebut telahmemenuhi syarat atau tidak adanya keberatan dari pihak lain. Sertifikat merek diberikan kepada orang atau badan hukumyang mengajukan permohonan pendaftaran selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari sejak merek didaftar di dalam Daftar Umum Merek(DUM), sertifikat merek juga memuat jangka waktu berlakunyamerek, menurut ketentuan Pasal 28 adalah 10 (sepuluh) tahun sejaktanggal penerimaan dan dapat diperpanjang. Perpanjangan tersebutdilakukan 12 (duabelas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktumerek tersebut, diperpanjang untuk jangka waktu yang sama yaitu 10(sepuluh) tahun (Pasal 35).

76

C. Pembatalan Pendaftaran Merek di Indonesia

75Ibid., hlm.30. 76

Djoko Prakoso, Hukum Merek dan Paten Indonesia(Semarang,: Dahara Prize, 1991), hlm. 72.


(18)

Tindakan pembatalan merek yang terdaftar hanya dapat dilakukan di dalam sengketa merek yang berhubungan dengan kepemilikan hak atas merek bukan terhadap sengketa merek mengenai penggunaan hak atas merek. Artinya tindakan pembatalan ini hanya diterapkan di dalam sengketa merek yang salah satu pihaknya telah memperoleh hak atas merek dengan itikad buruk.

Pengaturan mengenai pembatalan merek terdaftar terdapat di dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 UU Merek 2001. Pembatalan merek terdaftar hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau pemilik merek, baik dalam bentuk permohonan kepada Direktorat Jenderal HKI atau gugatan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta bila penggugat bertempat tinggal di luar wilayah negara Indonesia, dengan dasar alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 UU Merek 2001 yang mengatur mengenai merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak.77

1. merek terdaftar yang pendaftarannya dilakukan oleh pihak yang tidak beritikad baik;

Permohonan pembatalan diajukan melalui gugatan kepada Pengadilan Niaga, di antaranya dengan alasan :

2. merek terdaftar tersebut mengandung salah satu unsur berupa unsur yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum atau merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya;

77 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan Dan Dimensi


(19)

3. adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek miliknya yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang atau jasa sejenis yang termasuk dalam satu kelas;

4. mempunyai nama orang terkenal, foto, dan nama badan hukum yang dimiliki oleh orang lain;

5. peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem dari negara atau lembaga nasional maupun internasional dengan secara tidak sah (tanpa izin tertulis);

6. peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah dengan secara tidak sah (tanpa izin tertulis); dan

7. menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi Hak Cipta dengan tanpa persetujuan tertulis.78

Mengenai batas tenggang waktu gugatan pembatalan merek terdaftar, disebutkan dalam Pasal 69 UU Merek 2001, bahwa gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek. Khusus untuk gugatan pembatalan yang didasarkan pada alasan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum dapat diajukan kapan saja tanpa adanya batasan waktu.

Penjelasan Pasal 69 ayat (2) menyebutkan bahwa pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum adalahsama dengan pengertian sebagaimana terdapat dalam penjelasan Pasal 5 huruf a. Termasuk pula


(20)

dalam pengertian yang bertentangan dengan ketertiban umum adalah adanya itikad tidak baik. Sama halnya dengan putusan Pengadilan Niaga tentang penghapusan merek, terhadap putusan Pengadilan Niaga yang memutuskan gugatan pembatalan merek, juga hanya dapat diajukan kasasi. Dimana isi putusan badan peradilan tersebut, segera disampaikan oleh Panitera yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan. 79

79Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 86.

Direktorat Jenderal HKI melaksanakan pembatalan pendaftaran merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek setelah putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud diatas telah diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu putusan Pengadilan Niaga yang tidak diajukan kasasi atau putusan kasasi dari Mahkamah Agung.

Sama halnya dengan Penghapusan Merek, pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut. Pencoretan Pendaftaran suatu merek dari Daftar Umum Merek tersebut juga diumumkan dalam berita resmi merek.

Pembatalan pendaftaran itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, pembatalan dan pencoretan pendaftaran merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.


(21)

Selain alasan pembatalan karena pendaftaran merek tersebut seharusnya ditolak atau tidak dapat didaftarkan, terhadap merek kolektif terdaftar dapat pula dimohonkan pembatalannya ke Pengadilan Niaga. Apabila penggunaan merek kolektif tersebut bertentangan dengan ketentuan bahwa permohonan pendaftaran merek dagang atau merek jasa sebagai merek kolektif hanya dapat diterima apabila dalam permohonan dengan jelas dinyatakan bahwa merek tersebut akan digunakan sebagai merek kolektif. Dengan demikian, apabila merek tersebut tidak lagi digunakan sebagai merek kolektif, pendaftaran merek kolektif tersebut dapat dibatalkan.

Berdasarkan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 61 ayat (1) UU Merek 2001, Penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek diprakarsai oleh Direktorat Jenderal maupun berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan, adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :

1. Ketentuan penghapusan yang diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Merek ditemukan pengaturannya dalam Pasal 61 ayat (2) UU Merek 2001, hal tersebut dapat dilakukan jika :

a. merek tidak digunakan berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau lebih dalam perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; dan

b. merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek terdaftar.


(22)

2. Permohonan penghapusan pendaftaran merek dapat diajukan oleh pihak ketiga, yaitu dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga. Konsekuensi dari adanya penghapusan pendaftran merek tersebut mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.

3. Pengaturan merek mengenal tentang mekanisme pembatalan merek terdaftar. Pembatalan merek terdaftar hanya dapat dimintakan oleh pihak yang berkepentingan, yaitu pemilik merek terdaftar. Tetapi ada pengecualiannya, yaitu bagi pihak pemilik merek terkenal yang belum terdaftar dapat pula mengajukan gugatan pendaftaran merek. Pengecualian untuk merek terkenal tersebut dianggap untuk tujuan :

a. memberikan perlindungan secara terbatas kepada pemilik terkenal yang tidak terdaftar; dan

b. mendorong pemilik merek terkenal untuk mendaftarkan mereknya.80

BAB IV

GUGATAN PEMBATALAN MEREK DAGANG TERKENAL YANG TELAH KADALUARSA JANGKA WAKTUNYA DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001

A. Kadaluarsa menurut Sistem Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Pengajuan gugatan pembatalan merek berdasarkan UU Merek 2001 memberikan batas waktu yang tegas, agar pembatalan pendaftaran merek tersebut


(23)

dapat diterima di Pengadilan Niaga. Pasal 69 ayat 1 UU Merek 2001 mengatakan bahwa Gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangkawaktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran Merek. Hal inilah yang bisa dikatakan sebagai gugatan pembatalan pendaftaran merek yang telah kadaluarsa jangka waktunya. Namun sebelum membahas mengenai gugatan pembatalan merek yang telah kadaluarsa jangka waktunya, ada baiknya terlebih dahulu kita bahas pengertian daluwarsa menurut bebarapa peraturan perundang-undangan di Indonesia.

1. Daluwarsa menurut hukum pidana

Berdasarkan hukum pidana, daluwarsa berarti kewenangan penegak

hukum memproses hukum suatu dugaan tindak pidana menjadi hilang, karena lewatnya tenggang waktu tertentu. Pengertian ini sesuai dengan isi pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP), yaitu:

a. Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut. b. Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap

orang itu dan karena perbuatan pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum;putusan berupa pemidanaan dan pidananya telah


(24)

dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.

Pasal daluwarsa muncul karena banyaknya kasus hukum yang tak terselesaikan oleh pengadilan, sehingga negara memutuskan untuk menerbitkan pasal daluwarsa agar kasus-kasus hukum tidak menumpuk, karena semakin lama kasus-kasus hukum semakin berkembang dan semakin kompleks. Kompleksitas dalam hal ini sangatlah banyak penyebabnya, diantaranya, aparat susah menangkap pelaku kejahatan, kasus hukumnya sama-sama kuat atau sama-sama lemah, karena lewat waktu batas hukumnya dan masih banyak contoh lainnya yang menyebabkan suatu kasus hukum menjadi daluwarsa.

Menurut Hazewinkel, daluwarsa mulai pada hari akibat tindak pidana itu terjadi. Lain dari Pompe yang menganggap tenggang waktu itu sudah mulai pada waktu perbuatannya dilakukan.Pasal 79 KUHP menentukan bahwa secara umum tenggang daluwarsa tersebut dihitung pada hari sesudah dilakukannya perbuatan, kecuali dalam tiga hal :

a. Mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, adalah pada hari sesudah barang yang dipalsukan atau mata uang yang dirusak digunakan.

b. Mengenai kejahatan dalam Pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333 KUHP, dimulainya adalah pada hari sesudah orang yang langsung terkena kejahatan (korban) dibebaskan atau meninggal dunia (Menculik orang, membawa orang ke tempat kerja lain, mencabut orang di bawah umur dari kekuasaan yang sah, memaksa orang).


(25)

c. Mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a KUHP, adalah dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu telah disampaikan atau diserahkan pada Panitera Pengadilan yang bersangkutan (tindak-tindak pidana yang dalam jabatannya dilakukan oleh pegawai catatan sipil, mengenai daftar-daftar atau register-register)

Dengan adanya lewat waktu, ingatan masyarakat terhadap tindak pidana tertentu telah hilang, dengan adanya lewat waktu ada kemungkinan menghilangnya alat bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tertentu, dan juga untuk memberikan kepastian hukum bagi Tersangka (vide Pasal 80 KUHP). Jangka daluwarsa bisa dihentikan, oleh karena si pelaku mengetahui bahwa perbuatannya sedang dituntut, atau oleh pejabat yang berwenang memberi tahu si pelaku bahwa perbuatannya hendak dituntut. Dengan begitu jangka daluwarsa dimulai dengan jangka waktu baru. Jangka waktu daluarsa juga dapat ditunda, oleh karena adanya suatu masalah hukum yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. Dengan adanya penundaan jangka waktu daluwarsa, maka jangka waktu daluarsa yang telah berjalan masih tetap diperhitungkan.

2. Daluwarsa menurut hukum perdata

Menurut ketentuan Pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata), lampau waktu atau daluwarsa adalah alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.


(26)

Atas dasar ketentuan pasal tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau waktu, yaitu:81

a. Lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu benda disebut acqulsitieve verjaring.

b. Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan disebut extinctieve verjaring.

Menurut ketentuan Pasal 1963 KUHPerdata, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasar pada daluwarsa (lampau waktu) harus dipenuhi unsur-unsur adanya itikad baik; ada alas hak yang sah; menguasai benda itu terus menerus selama 20 tahun tanpa ada yang menggugat, atau jika tanpa alas hak, menguasai benda itu terus-menerus selama 30 tahun tanpa ada yang menggugat.

Pasal 1967 KUHPerdata menentukan bahwa segala tuntutan, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus karena daluwarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yang menunjukan adanya daluwarsa itu tidak usah menunjukan alas hak dan tidak dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasar pada itikad buruk.

Terhadap benda bergerak yang bukan bunga atau piutang yang bukan atas tunjuk (niet aan toonder), siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun demikian, jika ada orang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak hari hilangnya atau dicurigainya benda itu, dia dapat menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya dari tangan siapapun yang menguasainya. Pemegang benda terakhir

81 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia(Bandung: Citra Aditya Bakti,2011), hlm. 287.


(27)

dapat menuntut pada orang terakhir yang menyerahkan atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian (Pasal 1977 KUHPerdata).

Daluwarsa tidak berjalan atau tertangguh dalam hal-hal seperti tersebut berikut ini:

a. terhadap anak yang belum dewasa, orang dibawah pengampuan; b. terhadap istri selama perkawinan (ketentuan ini tidak berlaku lagi);

c. terhadap piutang yang digantungkan pada suatu syarat selama syarat itu tidak terpenuhi; dan

d. terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai piutang-piutangnya (baca Pasal 1987-1991 KUHPerdata).

Selain apa yang diterangkan di atas, yaitu lewat waktu sebagai cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda (acquisitieve verjaring) ada juga suatu akibat dari lewatnya waktu, yaitu seorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (extinctieve verjaring). Oleh undang-undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti, bila seseorang digugat untuk membayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat menolak gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu. Dengan begitu, seorang bezitter yang tidak jujur juga dapat membela dirinya terhadap suatu tuntutan hukum dengan mengajukan lewatnya waktu selama tiga puluh tahun itu, meskipun sudah terang ia tidak akan menjadi pemilik benda yang menjadi perselisihan itu karena ia tidak jujur. Dan karena ia sendiri tidak dapat menjadi


(28)

pemilik dari benda tersebut, teranglah ia tidak akan berhak untuk memindahkan benda itu secara sah pada orang lain.82

1) mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

B. Analisis Kasus yang Berkaitan Dengan Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

1. Kasus Sengketa Merek Gudang Garam a. Kasus Posisi

Kasus bermula saat PT Gudang Garam Tbk tidak terima Ali Khosin memproduksi rokok Gudang Baru lewat perusahaan PR Jaya Makmur. Ali Khosin memproduksi rokok dengan nama yang mirip karena telah mengantongi Nomor Registrasi IDM000032226 tertanggal 21 Maret 2005 dan Nomor IDM000042757 tertanggal 14 Juli 2005 untuk jenis barang di kelas 34.

PT. Gudang Garam kemudian mengajukan gugatan ke PN Surabaya pada Mei 2013. Setelah bersidang selama 4 bulan lamanya, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Syarifuddin Ainor Rafiek dengan anggota Unggul Ahmadi dan Suhartoyo mengabulkan permohonan Gudang Garam. Adapun isi putusan Nomor 04/HKI-MEREK/2013/PNNIAGA. SBY., tanggal 12 September 2013 adalah:

2) menyatakan bahwa merek Gudang Garam milik Penggugat adalah merek terkenal;

3) menyatakan merek Gudang Baru + Lukisan atas nama milik Tergugat yang terdaftar dalam Nomor register IDM000032226 dengan tanggal pendaftaran


(29)

21 Maret 2005 dan Nomor register IDM000042757 tanggal pendaftaran tanggal 14 Juli 2005 untuk jenis barang di kelas 34 mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Gudang Garam milik Penggugat Nomor register IDM000384516, IDM00034489, IDM000344493 dan IDM000014007;

4) menyatakan Tergugat terbukti telah mendaftarkan merek Gudang Baru +Lukisan dengan itikad tidak baik karena ingin membonceng ketenaran merek Gudang Garam milik Penggugat yang sudah terkenal;

5) membatalkan pendaftaran merek Gudang Baru + Lukisan milik Tergugat Nomor register DM000032226 tanggal pendaftaran 21 Maret 2005 dan Nomor register IDM000042757 tanggal pendaftaran 14 Juli 2005 untuk jenis barang kelas 34 dari daftar Umum Merek di Diretorat Jenderal HKI dengan segala akibat hukumnya.

6) memerintahkan Turut tergugat untuk segera mencoret pendaftaran Merek Gudang Baru + Lukisan atas nama Tergugat yang terdaftar dengan Nomor register DM000032226 tanggal pendaftaran 21 Maret 2005dan Nomor register IDM000042757 tanggal pendaftaran 14 Juli 2005 untuk jenis barang kelas 34 dari daftar Umum Merek di Diretorat Jenderal HKI;

Berdasarkan putusan tersebut H. Ali Khosin SE, selaku PR Jaya Makmur kemudian mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung, sehingga keluar Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014. Alasan-alasan yang dijadikan Pemohon kasasi untuk mengajukan kasasinya adalah sebagai berikut :


(30)

1) Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum mengenai ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001

a) pemohon Kasasi/Tergugat dalam Jawaban terhadap gugatan Termohon Kasasi/Penggugat telah mengajukan eksepsi mengenai gugatan pembatalan Merek yang diajukan Termohon Kasasi/Penggugat telah kadaluarsa (kahar), karena gugatan pembatalan Merek menurut hukum hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001;

b) terhadap eksepsi berdasarkan Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001 yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat ini, Judex Facti dalam pertimbangan hukum Putusan a quo pada halaman 82-83 menyatakan yang tertulis dan berbunyi: “Bahwa setelah majelis hakim mempelajari dan mencermati eksepsi ke-3 (tiga) tersebut, telah nyata bahwa mengenai kadaluarsa atau tidak mengenai gugatan pembuatan merek tersebut sudah memasuki dalam pokok perkara, oleh karena eksepsi tersebut mengaitkan dengan fundamental petendi angka 2 dan angka 7 yang memerlukan pembuktian, oleh sebab itu eksepsi ini akan dipertimbangkan bersama-sama pokok perkara, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa eksepsi ke 3 tersebut juga harus ditolak;” (huruf tebal dan garis bawah dariPemohon); c) Judex Facti dalam pertimbangan hukum atas Pokok Perkara dalam


(31)

memuat pertimbangan hukum terhadap Eksepsi berdasarkan Pasal 69 ayat (1) UU Merek Tahun 2001 yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat, padahal senyatanya Judex Facti dalam pertimbangan hukumnya Putusan a quo pada halaman 82-83 menyatakan “eksepsi ini akan dipertimbangkan bersama-samapokok perkara”;

d) dengan tidak dipertimbangkannya ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001, dengan demikian senyatanya Putusan Perkara Nomor 04/HKI–Merek/ 2013/ PN.Niaga Sby, tanggal 12 September 2013, belum memutus pokok perkara karena dalam pertimbangan dalam tentang eksepsi dipertimbangakan bahwa ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001 mengenai Kadaluarsa menurut Pengadilan dalam Putusantersebut sudah masuk dalam perkara pokok;

e) Judex Facti telah nyata-nyata tidak cukup mempertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd) eksepsi berdasarkan Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001 yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat dalam pemeriksaan pokok perkara, karenanya Judex Facti telah kurang teliti memeriksa perkara baik mengenai soal penerapan dan penafsiran hukum maupun fakta-fakta kejadian di muka persidangan. Dengan demikian, berarti Judex Facti menurut hukum belum pernah memutus yang menyangkut pokok perkara mengenai Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001 dalam pertimbangan hukumnya Putusan a quo,


(32)

sehingga terhadap perkara a quo terkualifikasi hukum sebagai dianggap tidak pernah ada putusan;

f) segala putusan Pengadilan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan, namun kenyataannya lain, yang mana Judex Facti tidak cukup pertimbangan atau kurang cukup mempertimbangkan alasan dan bukti yang termuat dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Judex Facti;

2) Judex Facti melakukan khekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam pertimbangan hukum dalam membuat putusan a quo karenanya jelas-jelas melanggar dan bertentangan dengan:

a) Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999, yang sekarang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang menyatakan: segala putusan Pengadilan harus memuat alasan dan dasar-dasar putusan;

b) Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI, yaitu :

(3) Putusan MA RI Nomor 638 K/Sip/1969 tanggal 21-7-1970, menegaskan: putusan yang tidak lengkap/kurang cukup dipertimbangkan, merupakan alasan untuk kasasi dan harusdibatalkan;

(2) Putusan MA RI Nomor 1860 K/Pdt/1984 tanggal 14 -10-1985, menegaskan: putusan yang dijatuhkan dianggap tidak cukup


(33)

pertimbangannya, karena tidak mempertimbangkan secaraseksama dalam persidangan;

(3) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tertanggal 31 Mei 1963, Nomor 01 Tahun 1963 Bagian B, maka tentunya Majelis Hakim Agung dalam Putusan Kasasi a quo harus pula mempertimbangkan apa yang menjadi dasar alasan Judex Facti Pengadilan Tinggi tersebutberpendapat demikian itu.

Dengan demikian, Judex Facti yang tidak cukup pertimbanganatau kurang cukup mempertimbangkan apa yang menjadi dasar alasanPutusan a quo mengakibatkan adanya kesalahan dalam penerapanhukumnya dan telah jelas-jelas merupakan kekhilafan Judex Facti atausuatu kekeliruan yang nyata. Karena itu, cukup alasan dan dasarhukumnya bagi Pemohon Kasasi untuk mengajukan permohonanKasasi agar dapatnya Putusan Nomor 04/HKI–Merek/ 2013/PN NiagaSby, tanggal 12 September 2013, tersebut dapat dibatalkan;

3) Gugatan Termohon Kasasi/Penggugat harusnya diajukan berdasarkan Pasal 69 ayat (1) dan bukannya Pasal 69 ayat (2) UU Merek 2001

a) jika Judex Facti dalam Putusan a quo telah cukup mempertimbangkan dalam pemeriksaan pokok perkara mengenai Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001, tentunya Judex Facti akan membuat pertimbangan hukum terhadap dalil posita gugatan Termohon Kasasi/Penggugat atas dasar Pasal 69 ayat (2) UU Merek 2001 sebagai tidak cukup alasan dan dasar hukumnya untukdikabulkan;


(34)

b) pendaftaran Merek Gudang Baru dengan IDM Nomor 000042757 dan IDM Nomor 000032226, keduanya atas nama Pemohon Kasasi/Tergugat, telah dilakukan sesuai dengan mekanisme/ prosedur yang berlaku, dimana publikasi kepada masyarakat luas untuk mengajukan keberatan apabila ternyata merek yang hendak didaftarkan tersebut memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan mereklain yang telah terdaftar;

c) namun ternyata, hingga tenggang waktu 3 (tiga) bulan masa pengumuman, Termohon Kasasi/Penggugat selaku pemegang hak merek Gudang Garam yang mengklaim merek Gudang Garam sebagai merek terkenal tidak ada mengajukan keberatan atau sanggahannya dari pihak lain in litis Termohon Kasasi/Penggugat sebagai kompetitornya, padahal sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU Merek 2001, pengumuman dimuat dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sikap ‘diam’ dari Termohon Kasasi/ Penggugat tersebut mengindikasikan bahwa Termohon Kasasi/ Penggugat sendiri sebagai pihak pemegang hak atas merek Gudang Garam tidak bersifat proaktif dalam melindungi mereknya dari setiap upaya peniruan yang mungkin saja dilakukan olehpihak lain atau kompetitornya;

d) sikap ‘diam’ Penggugat/Termohon Kasasi ini dinilai sebagai sikap untuk siap berkompetisi dengan pelaku pasar di bidang industri


(35)

rokok kretek di Indonesia, khususnya dengan pelaku bisnis rokok kretek di wilayah Jawa Timur. Akan tetapi ketika bisnis merek Gudang Baru milik Tergugat/Pemohon Kasasi ini telah mendapatkan pangsa pasar yang potensial secara bersaing dengan sehat dengan rokok merek Gudang Garam dan merek dagang rokok kretek lainnya, pihak Penggugat/Termohon Kasasi ini ternyata tidak siap bersaing dengan Merek Gudang Baru milik Tergugat/ Pemohon Kasasi lalu mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat (2) UU Merek 2001, setelah 10 (sepuluh) tahun Merek Gudang Baru memperoleh Sertifikat Merek dengan IDM Nomor 000042757 dan IDM Nomor 000032226;

e) tindakan Penggugat/ Termohon Kasasi tersebut tidak hanya semata-mata dikarenakan Gudang Baru yang telah terdaftar tahun 1995 dan telah diperpanjang pendaftarannya pada tahun 2005 memiliki persamaan pada pokoknya, akan tetapi Penggugat/ Termohon Kasasi telah menggugat Tergugat/Pemohon Kasasi untuk mematikan merek Gudang Baru sebagai kompetitornya. Padahal seharusnya Penggugat harus mengajukan keberatan ketika pendaftaran merek Gudang Baru diumumkan dalam Berita Resmi Merek atau alternatif lainnya Penggugat/Termohon Kasasi dapat langsung mengajukan gugatan pembatalan merek Gudang Baru ketika Tergugat/ Pemohon Kasasi menggunakan merek Gudang Baru tersebut dalam produk rokok kreteknya tersebut. Dalam hal ini, ketentuan yang berlaku bagi


(36)

Penggugat/Termohon Kasasi seharusnya memperhatikan ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001 dan bukan ketentuan Pasal 69 ayat (2) UU Merek 2001

Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan pemohon kasasi H. Ali Khosin, Mahkaamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, Nomor 04/HKI-MEREK/2013/PN-NIAGA.SBY., tanggal 12 September.

b. Analisis Kasus

Undang-Undang Merek 2001 memberi pengertian merek sebagai tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Selanjutnya dalam Pasal 3 disebutkan, hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izinkepada pihak lain untuk menggunakannya.

Pasal 4 menerangkan bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik. Dalam arti “Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Contohnya, Merek Dagang A yang


(37)

sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru demikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Dagang A tersebut. Dalam contoh itu sudah terjadi iktikad tidak baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru Merek Dagang yang sudah dikenal tersebut.”

Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (1) diterangkan bahwa permohonan merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek apabila mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; atau mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal. Namun dalam kasus ini merek Gudang Baru diterima pendaftarannya oleh Direktorat Jenderal.

Apabila ada yang merasa dirugikan karena pelanggaran merek, sesuai Pasal 69, dapat mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran Merek. Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu apabila Merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum. Pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum adalah sama dengan pengertian sebagaimana terdapat dalam penjelasan Pasal 5 huruf a. Termasuk pula dalam pengertian yang bertentangan dengan ketertiban umum adalah adanya iktikad tidak baik.


(38)

Hakim PN Surabaya dalam putusannya menurut penulis telah keliru dalam menerapkan hukum, karena telah mengabaikan Pasal 69 ayat (1) mengenai gugatan yang telah lewat dari jangka waktu yang ditetapkan Undang-Undang. dimana PT. Gudang Garam menyatakan diketahui dalam daftar umum Merek Direktorat Jenderal HKItelah terdaftar Merek Gudang Baru + Lukisan atas nama Tergugat dengantanggal pendaftaran 21 Maret 2005 dan bilamana dikaitkan dengan tanggalpendaftaran gugatan Penggugat (PT. Gudang Garam) tentang gugatan pembatalan merektertanggal 29 Mei 2013 secara hukum telah melewati jangka waktu 5 (lima)tahun sebagaimana yang diharuskan oleh Ketentuan Pasal 69 ayat 1 UU Merek 2001

Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat ditemukan bahwa Penggugat telah melakukan persaingan usaha secara tidak sehat, karena telah membiarkan merek Gudang baru terdaftar secara resmi, namun setelah dilihat ternyata Gudang Baru memiliki banyak konsumen dan Gudang Garam merasa tersaingi, diajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek oleh Gudang Garam. Hal ini lah juga menjadi salah satu eksepsi dari pihak tergugat. Oleh karena itu seharusnya permohonan pembatalan pendaftaran merek yang diajukan oleh PT. Gudang Garam dinyatakan ditolak atau tidak dapat diterima.

C. Akibat Hukum Gugatan Pembatalan Merek yang Telah Kadaluarsa

Gugatan pembatalan merek yang telah kadaluarsa dalam hal ini adalah gugatan yang diajukan pada jangka waktu yang telah lewat dari lima tahun sejak merek tersebut didaftarkan atau terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal HKI.


(39)

Sesuai dengan Pasal 69 ayat (1) UU Merek 2001 yang menyatakan “Gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangkawaktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran Merek.”

Terlebih dahulu kita megetahui akibat hukum yang terjadi jika terjadi pembatalan merek. Akibat hukum dari pembatalan merek dagang yang di putus Pengadilan Niaga adalah sebagai berikut:

1. Dicoretnya Merek Dagang dari Daftar Umum Merek, akibat hukum pembatalan merek berdasarkan merek dagang yang digugat oleh pihak ketiga apabila gugatan tersebut dikabulkan dan mempunyai kekuatan hukum tetap adalah pencoretam merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek. Penghapusan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek. Sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, sertifikat merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi yang secara otomatis mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. Mengenai cara untuk melakukan pembatalan merek terdaftar, Pasal 71 UU Merek 2001 menyatakan bahwa pembatalan dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI dengan cara mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalannya dan memberitahukannya secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya. Dalam surat pemberitahuan harus menyebutkan secara jelas alasan pembatalannya dan menegaskan bahwa sejak tanggal pencoretan dari


(40)

Daftar Umum Merek, Sertifikat Mereknya dinyatakan tidak berlaku. Pencoretan dimaksud harus diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

2. Berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang didaftarkan. Dengan adanya pembatalan dan pencoretan merek terdaftar dari Daftar Umum Merek, membawa konsekwensi hukum menjadi berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. Hapusnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan, maka hak-hak pemegang merek secara otomatis akan hilang.

Pembatalan pendaftaran merek juga memiliki akibat hukum terhadap penerima hak lisensi merek. Pembatalan pendaftaran merek akan berakibat berakhirnya perjanjian lisensi yang dibuat antara pemberi lisensi (yang mereknya sudah dibatalkan) dengan penerima lisensi. Walaupun demikian hak penerima lisensi masih tetap dilindungi, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 48 UU Merek 2001 yang menentukan sebagai berikut :

1. penerima lisensi yang beritikad baik, tetapi kemudian merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan perjanjian Lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian lisensi;

2. penerima lisensi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada pemberi lisensi yang dibatalkan, mealainkan wajib melaksanakan pembayaran royalti kepada pemilik merek yang tidak dibatalkan;

3. dalam hal pemberi lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalti secara sekaligus dari penerima lisensi, pemberi lisensi tersebut wajib menyerahkan


(41)

bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik merek yang tidak dibatalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian lisensi;

Pasal 48 UU Merek 2001 memberikan perlindungan hukum kepada penerima lisensi merek yang beritikad baik, namum tidak menjelaskan bagaimana definisi dari seorang penerima lisensi beritikad baik sehingga dipandang perlu untuk menghubungkannya dengan Pasal 43 (3) UU Merek 2001 tentang keharusan pencatatan perjanjian lisensi pada Direktorat Jenderal HKI.

Apabila dalam pelaksanaan perjanjian lisensi tersebut, terjadi gugatan pembatalan terhadap kepemilikan merek (berdasarkan alasan bahwa merek yang bersangkutan mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhannya) yang ditujukan kepada pemilik merek sekaligus pemberi lisensi merek, maka kedudukan dari pihak penerima lisensi merek tidak akan terpengaruhi oleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap terhadap sengketa gugatan merek tersebut. Apabila kedudukan pemberi lisensi merek sebagai pemilik merek dibatalkan oleh putusan hakim Pengadilan Niaga yang berkekuatan hukum tetap, maka pihak penerima lisensi merek akan tetap dapat melaksanakan perjanjian lisensi tersebut dengan persyaratan bahwa pembayaran royalti pada periode selanjutnya akan dilanjutkan kepada pihak yang dinyatakan sebagai pemilik merek yang sah.

Akibat hukum yang terjadi ketika pembatalan pendaftaran merek berbeda dengan akibat hukum yang terjadi jika gugatan pembatalan merek yang diajukan telah kadaluwarsa. Dalam beberapa kasus, banyak ditemukan gugatan pembatalan


(42)

merek yang diajukan telah lewat dari jangka waktu yang ditentukan undang-undang sejak pendaftaran merek tersebut. Undang-Undang secara jelas juga memberi kesempatan kepada pemilik merek untuk mengajukan keberatan terhadap pendaftaran merek yang dimohonkan dalam jangka waktu selama tiga bulan. Merek yang telah terdaftar dengan resmi secara otomatis akan mendapatkan perlindungan hukum.

Gugatan pembatalan merek yang telah kadaluarsa menyebabkan pembatalan pendaftaran merek yang diajukan di Pengadilan Niaga ditolak atau tidak dapat diterima karena Gugatan tersebut diajukan lewat dari jangka waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Kecuali merek yang diajukan pembatalan tersebut bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum (Pasal 69 ayat 2), Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu.

Oleh Karena itu sangatlah penting untuk memperhatikan setiap pendaftaran merek yang diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal HKI, meskipun pada statusnya merek yang menggugat merupakan suatu merek terkenal, jika unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dan pendaftaran merek tersebut dilakukan dengan itikad tidak baik, maka akan menyebabkan gugatan tersebut ditolak. Karena tidak dapat dibuktikan oleh si Penggugat unsur-unsur yang menjadi alasan pembatalan pendaftaran merek tersebut, dan ditambah lagi gugatan yang diajukan telah kadaluarsa (lewat jangka waktu) yaitu selama 5 (lima) tahun sejak terdaftar secara resmi.


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


(44)

Berdasarkan penulisan yang telah diuraikan tersebut, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Perlindungan hak merek yang diberikan baik kepada merek asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek yang terdaftar. Untuk itu setiap pemilik merek lebih baik mendaftarkan mereknya ke Direktorat Jenderal HKIuntuk dapat memperoleh perlindungan hukum terhadap mereknya. Karena disebutkan dalam perjanjian TRIP’s dan di dalam Pasal 3 UU Merek 2001 bahwa merek terdaftar memiliki hak eksklusif untung melarang pihak ketiga yang tanpa izin dan sepengetahuan pemilik merek tersebut untuk memakai merek yang sama untuk barang dan/atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu.

2. Pembatalan merek terdaftar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemilik merek untuk melindungi mereknya. Pembatalan merek terdaftar hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau pemilik merek, baik dalam bentuk permohonan kepada Direktorat Jenderal HKI atau gugatan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta bila penggugat bertempat tinggal di luar wilayah negara Indonesia, dengan dasar alasan adalah sebagai berikut :Merek terdaftar yang pendaftarannya dilakukan oleh pihak yang tidak beritikad baik, merek terdaftar tersebut mengandung salah satu unsur berupa unsur yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum atau merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya, adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek miliknya yang sudah


(45)

terdaftar terlebih dahulu untuk barang atau jasa sejenis yang termasuk dalam satu kelas, mempunyai nama orang terkenal, foto, dan nama badan hukum yang dimiliki oleh orang lain, peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem dari negara atau lembaga nasional maupun internasional dengan secara tidak sah (tanpa izin tertulis), peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah dengan secara tidak sah (tanpa izin tertulis), dan menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi Hak Cipta dengan tanpa persetujuan tertulis.

3. Gugatan pembatalan merek yang telah kadaluarsa menyebabkan pembatalan pendaftaran merek yang diajukan di Pengadilan Niaga ditolak atau tidak dapat diterima, karena gugatan tersebut diajukan lewat dari jangka waktu yang ditentukan oleh undang-undang yaitu selama 5 (lima) tahun sejak merek tersebut terdaftar secara resmi. Kecuali merek yang diajukan pembatalan tersebut bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum (Pasal 69 ayat 2 UU Merek 2001), gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu,

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan di atas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut:

1. Setiap pemilik merek sebaiknya mendaftarkan mereknya secepat mungkin ke Direktorat Jenderal merek agar merek yang dimilikinya segera mendapatkan


(46)

perlindungan hukum. Sistem di Indonesia memakai sistem first to file principle, dimana setiap pemilik merek yang pertama kali mendaftarkan yang mendapat perlindungan hukum atas merek tersebut. Perlindungan hukum yang diberikan adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Oleh karena itu sudah seharusnya pemilik merek mendaftarkan secepat mungkin mereknya ke Direktorat Jenderal HKI dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

2. Banyak permohonan pembatalan pendaftaran merek diajukan ke Direktorat Jenderal HKI ataupun ke Pengadilan Niaga dengan tidak memperhatikan syarat yang mengajukan permohonan yang telah ditentukan oleh Undang-Undang sehingga permohonan tersebut ditolak. Ada baiknya setiap pemohon pembatalan pendaftaran merek memahami terlebih dahulu memahami apa yang menjadi alasannya mengajukan permohonan tersebut.

3. Setiap pemilik merek sebaiknya lebih aktif dalam melindungi merek yang yang dimilikinya, terlebih merek tersebut merupakan merek terkenal yang sudah memiliki pasar yang luas. Pemilik merek sebaiknya memperhatikan setiap berita resmi merek yang baru terdaftar. Dalam hal setelah diberitakan secera resmi, undang-undang memberikan jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk mengajukan keberatan terhadap merek yang baru terdaftar tersebut. Apabilamerek tersebut terbukti memiliki kemiripan dengan merek terkenal, dengan maksud mengecoh konsumen maka dapatlah diajukan keberatan terhadap hal tersebut. Gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan,apabila jangka waktu mengajukan keberatan telah lewat. Lain hal


(47)

jika gugatan tersebut diajukan lewat dari 5 (lima) tahun, maka gugatan tersebut telah kadaluarsa dan tidak dapat diterima. Oleh karenanya pemilik merek sebaiknya memperhatikan setiap berita resmi yang dikeluarkan oleh Dirjen HKI tentang merek yang baru terdaftar.


(48)

BAB II

PERLINDUNGAN HAK MEREK DI INDONESIA

A. Kedudukan Hak Merek dalam Hukum Kebendaan

Hak merek merupakan bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI). Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immateril. Benda tidak berwujud,21

Merek adalah tanda yang berupa gambar nama, kata, hurufhuruf,angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur unsur tersebut yang

namun sebelum membahas mengenai kedudukan hak merek dalam hukum kebendaan di Indonesia, terlebih dahulu haruslah dipahami mengenai ruang lingkup dari hak merek. Di mana pembahasan mengenai ruang lingkup hak merek ini, penulis akan membahas mengenai pengertian hak merek, jenis-jenis hak merek, serta fungsi dari hak merek.

1. Pengertian Hak Merek

Sebelum menelusuri tentang merek lebih jauh, maka terlebih dahulu

dipahami tentang pengertian merek, agar dapat berpedoman pada pengertian yang sama dalam melakukan pembahasan, guna memperoleh hasil atau paling tidak mendekati sasaran yang hendak dicapai. Dalam Pasal 1 angka 1 UU Merek 2001 Tentang Merek diberikan pengertian atau batasan tentang merek sebagai berikut :


(49)

memiliki daya pembedaan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Selain dari pengertian merek menurut Undang-undang merek tersebut diatas, beberapa sarjana ada juga memberikan pendapatnya tentang merek, yaitu :

a. H.M.N. Purwo Sutjipto, "Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis".22

b. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Vollmar, "Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya".23

c. K. Soekardono, "Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain".24

d. Essel R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius Daritan, merumuskan dan memberi komentar bahwa:

No complete, definition can be given/or a trade mark generally it is any sign, symbol mark, work or arrangement of words in the form of a label adopted and used by a manufacturer of distributor to designate his particular goods, and which no other person has the legal right to use it,

22 H.M N. Purwo Sutjipto, Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang

Indonesia(Djambatan,1983), hlm. 82.

23 Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan (Djambatan,1962), hlm. 80. 24 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8(Jakarta: Dian Rakyat, 1962), hlm. 149.


(50)

Originally, the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an advertising mechanism.25

e. Iur Soeryatin, "Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya."

Terjemahan bebas :

(Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan)

26

f. Poerwadaminta, memberikan arti merek sebagai;

1) Cap (tanda) yang menyatakan nama dan sebagainya, misalnya : pisau ini tidak ada mereknya, merek took, merek obat nyamuk.

2) Keunggulan, kegagalan, kualitas, misalnya, jatuh (turun) merek, mendapat nama buruk, sudah tidak gagah (megah) lagi, bermerek, bercap, bertanda dan sebagainya.27

7. A.B. Loebis, Merek adalah nama atau tanda yang dengan sengaja digunakan untuk menandakan hasil/barang suatu perusahaan/perniagaan dari seseorang/badan dari pada barang perniagaan sejenis milik orang/badan lain.28

25 Pratasius Daritan, Hukum Merek dan Persengketaan Merek di Indonesia, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, hlm. 7.

26 Suryatin, Hukum Dagang I dan II (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm. 84. 27

Poerwadaminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1974), hlm. 647.

28 Loebis A.B, Sengketa Merek di Pengadilan Negeri Jakarta(Jakarta: tanpa penerbit, 1974), hlm. 1.


(51)

8. Suryodiningrat, Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus dan pada bungkusya itu dibubuhi tanda tulisan dan/atau perkataan untuk membedakannya dari barang-barang sejenis hasil pabrik pengusaha lain. Tanda itu disebut merek perusahaan.29

Menurut Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, merek merupakan alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh sesuatu perusahaan. Pengertian itu menekankan pada fungsi merek untuk membedakan antara barang dan jasa yang sejenis. Mengenai daya pembeda menurut Sudargo Gautama memberikan ilustrasi bahwa suatu merek harus dapat memberikan penentuan atau individuali sering barang yang bersangkutan, sehingga pihak ketiga dapat membedakan merek yang satu dengan merek yang lain.30

Any sign, or any combination of sign, capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of undertaking, shall be capable of constituting a trademark. Such signs, in particular words, including personal names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well any combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks.

Dalam Pasal 15 TRIPs dikatakan bahwa yang disebut suatu merek adalah:

31

Pengertian merek yang terdapat dalam persetujuan TRIPs tersebut pada umumnya telah dipakai oleh beberapa negara dalam berbagai peraturan-perundangan di bidang merek, seperti yang terdapat dalam undang-undang merek Australia yang termuat dalam Trade Marks Act 1955 yang kemudian pada tahun 1995 diganti dengan Trade Marks Act 1995. Demikian juga yang terdapat dalam

29 Suryodiningrat, RM, Pengantar Ilmu Hukum Merek(Jakarta:PradnyaParamitha, 1975), hlm. 30.

30

Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia(Bandung: Alumni, 1977), hlm. 34. 31 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum

Merek Indonesia Dalam Rangka WTO, TRIPs(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1977),


(52)

Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997.

Pasal 6 ayat 1 Trade Mark Act 1955 Australia pada intinya menyatakan : A mark used or proposed to be used in relation to goods or services for the purpose of indicating, or so as to indicate, a connection in the course of trade between the goodsor services and a person who has the right, either as proprietor or as registered user to use the mark, whether with or without an indication of the identity of that person.32

A sign used, or intended to be used, to distinguish goods or services dealth with or provided in the course I of trade by a person from goods or services so dealth with or provided by any other person.

Tidak jauh dari pengertian itu, dalam Pasal 17 Trade Marks Act 1995 Australia mengenai merek diberikan pengertian sebagai berikut:

33

a. merupakan suatu tanda;

Mengenai beberapa rumusan pengertian merek di atas, maka ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk suatu merek. Unsur itu adalah :

b. mempunyai daya pembeda; c. digunakan dalam perdagangan;

d. digunakan pada barang atau jasa yang sejenis.

Terhadap pendapat-pendapat sarjana tersebut, maupun dari peraturan merek itu sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang diartikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau

32 Mc Keough and Steward, Intellectual Property in Australia(Butterworths, Melbourne,1991), hlm. 331.


(53)

jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.34

Sesuai dengan apa yang tercantum dalam UU Merek 2001 maka jenis-jenis merek yaitu merek dagang dan merek jasa. Pasal 1 butir 4 ada menyebutkan tentang merek kolektif. Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini 2. Jenis merek

Undang-Undang Merek Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 Undang-UU Merek 2001.

Pasal 1 butir 2 UU Merek 2001, mengatakan :

“Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.”

Pasal 1 butir 3 UU Merek Tahun 2001, menyatakan :

“Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.”

34


(54)

pemakaiannya digunakan secara kolektif. Pengklasifikasian merek semacam ini kelihatannya diambil alih dari Konvensi Paris yang dimuat dalam Pasal 6 sexies.35

a. Kelas 35 : Advertising and Business

Sebenarnya pengakuan terhadap merek jasa belum begitu lama. Perkembangan yang ditandai dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice Convention of the International Classification of Good and Service for the Purposes of the Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka pengakuan untuk pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa Negara lainnya. Di Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai tahun 1992, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek.

Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 kelas yang meliputi;

b. Kelas 36 : Insurance and Financial c. Kelas 37 : Construction and Repair d. Kelas 38 : Communication

e. Kelas 39 : Transportation and Storage f. Kelas 40 : Material Treatment

g. Kelas 41 : Educational and Entertainment h. Kelas 42 : Miscellaneous.36

35Ibid., hlm.346.

36 Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan


(55)

Berbeda deng dipercaya menjadi motif pendorong merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk (kemasannya), melainkan juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.

R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu : a. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya : Good Year,

Dunlop, sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda.

b. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

c. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan.

Misalnya : rokok putih merek “Escort” yang terdiri dari lukisan iring-iringan kapal laut dengan tulisan dibawahnya “Escort”;

Teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari lukisan wayang kulit pendawa dengan perkataan dibawahnya “Pendawa Lima”.37

a. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark)

Soekardono mengemukakan pendapatnya bahwa, tentang bentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan :

b. Merek dengan perkataan (word mark)

c. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.38

37 R.M Suryodiningrat, Aneka Milik Perindustrian, Edisi pertama(Bandung: Tarsito, 1981), hlm.15.


(56)

Di samping jenis merek sebagaimana ditentukan diatas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk dan wujud itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yaitu :

a. Merek lukisan (beel mark) b. Merek kata (word mark) c. Merek bentuk (form mark)

d. Merek bunyi-bunyian (klank mark) e. Merek judul (title mark)

Suryatin berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek judul kurang tepat untuk indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga menyesatkan masyarakat banyak umpamanya: “Sphinx” dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran), menjadi “Sfinks” atau “Svinks”.39

Selain itu saat ini juga dikenal merek dalam bentuk tiga dimensi (three dimensional trademark) seperti merek pada produk minuman Coca-Cola dan Kentucky Fried Chicken. Di inggris perusahaan Coca-Cola telah mendaftarkan bentuk botol merek sebagai suatu merek.40

39 Suryatin, Op.Cit, hlm. 87. 40 OK.Saidin.Op.Cit, hlm. 347-348.


(57)

produk yang dipresentasikan oleh bentuk, ukuran dan warna tidak dapat dikategorikan sebagai merek.41

a. tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya;

3. Fungsi Merek

Berdasarkan definisi merek, fungsi utama dari suatu merek adalah untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh suatu perusahaan lainnya, sehingga merek dikatakan memiliki funsi pembeda. Di dalam website Direktorat Jenderal HaKI dikemukakan bahwa pemakaian merek berfungsi sebagai:

b. sebagian alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya;

c. sebagai jaminan atas mutu barangnya; d. menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.

Selain fungsi pembeda, dari berbagai literatur ditemukan bahwa merek mempunyai fungsi-fungsi lain sebagai berikut :42

a. Menjaga persaingan usaha yang sehat.

Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang

41 Lihat Smith Kline French Laboratories Australia Ltd versus Pengadilan Merek, 1967, 116 CLR 628


(1)

ABSTRAK

GUGATAN PEMBATALAN MEREK DAGANG TERKENAL YANG TELAH KADALUARSA JANGKA WAKTUNYA DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 Willfrid Partohap L. Tobing*

T. Keizeirina Devi Azwar** Windha***

Merek adalah tanda yang berupa gambar nama, kata, huruf-huruf,angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembedaan yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana perlindungan hukum hak merek, pembatalan pendaftaran merek di Indonesia beradasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan gugatan pembatalan merek dagang terkenal yang telah kadaluarsa jangka waktunya ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library

research) yang bersifat normatif yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan

data-data sekunder, yang merupakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan media elektonik/internet.

Pembatalan merek terdaftar hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau pemilik merek, baik dalam bentuk permohonan kepada Direktorat Jenderal HKI atau gugatan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta. Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek. Pembatalan merek yang diajukan lewat dari jangka waktu 5 (lima) tahun sejak merek tersebut terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan Gugatan pembatalan merek yang telah Kadaluarsa jangka waktunya. Gugatan pembatalan merek dapat diajukan tanpa batas waktu apabila merek tersebut bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum. Pada dasarnya setiap pemilik hak merek di Indonesia diberikan Perlindungan atas merek yang telah didaftarkannya secara resmi, dan setiap pemilik merek memperhatikan setiap berita resmi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal HKI mengenai setiap merek yang baru terdaftar secara resmi. Hal ini berkaitan agar mencegah Gugatan pembatalan merek yang diajukan kadaluarsa jangka waktunya.

Kata kunci: Merek, Pembatalan Merek, Kadaluarsa. *

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***

Dosen Pembimbing II


(2)

GUGATAN PEMBATALAN MEREK DAGANG TERKENAL YANG TELAH KADALUARSA JANGKA WAKTUNYA DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

120200421

WILLFRID PARTOHAP L.TOBING

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

011

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GUGATAN PEMBATALAN MEREK DAGANG TERKENAL YANG TELAH KADALUARSA JANGKA WAKTUNYA DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

120200421

WILLFRID PARTOHAP L.TOBING

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh,

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 197501122005012002 Windha, SH., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

NIP. 197002012002122001 NIP.197501122005012002 Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, SH, C.N, M.HumWindha, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016


(4)

ABSTRAK

GUGATAN PEMBATALAN MEREK DAGANG TERKENAL YANG TELAH KADALUARSA JANGKA WAKTUNYA DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 Willfrid Partohap L. Tobing*

T. Keizeirina Devi Azwar** Windha***

Merek adalah tanda yang berupa gambar nama, kata, huruf-huruf,angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembedaan yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana perlindungan hukum hak merek, pembatalan pendaftaran merek di Indonesia beradasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan gugatan pembatalan merek dagang terkenal yang telah kadaluarsa jangka waktunya ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library

research) yang bersifat normatif yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan

data-data sekunder, yang merupakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan media elektonik/internet.

Pembatalan merek terdaftar hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau pemilik merek, baik dalam bentuk permohonan kepada Direktorat Jenderal HKI atau gugatan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta. Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek. Pembatalan merek yang diajukan lewat dari jangka waktu 5 (lima) tahun sejak merek tersebut terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan Gugatan pembatalan merek yang telah Kadaluarsa jangka waktunya. Gugatan pembatalan merek dapat diajukan tanpa batas waktu apabila merek tersebut bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum. Pada dasarnya setiap pemilik hak merek di Indonesia diberikan Perlindungan atas merek yang telah didaftarkannya secara resmi, dan setiap pemilik merek memperhatikan setiap berita resmi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal HKI mengenai setiap merek yang baru terdaftar secara resmi. Hal ini berkaitan agar mencegah Gugatan pembatalan merek yang diajukan kadaluarsa jangka waktunya.

Kata kunci: Merek, Pembatalan Merek, Kadaluarsa. *

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penelitian ... 14

BAB II PERLINDUNGAN HAK MEREK DI INDONESIA A. Kedudukan Hak Merek dalam Hukum Kebendaan... 17

B. Perlindungan Hak Merek di Indonesia ... 30

C. Merek Dagang Terkenal ... 36

BAB III PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK DI INDONESIA A. Merek yang Tidak Dapat Didaftar dan yang Ditolak ... 46

B. Pendaftaran Merek di Indonesia ... 53

C. Pembatalan Pendaftaran Merek di Indonesia ... 59

BAB IV GUGATAN PEMBATALAN MEREK DAGANG TERKENAL YANG TELAH KADALUARSA JANGKA WAKTUNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 A. Kadaluarsa menurut Sistem Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ... 64


(6)

B. Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ... 69 C. Akibat Hukum Gugatan Pembatalan Merek yang Telah

Kadaluarsa ... 80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 85 B. Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA


Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN MEREK DAGANG YANG TELAH TERDAFTAR PADA DIREKTORAT JENDRAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) OLEH PEMEGANG MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

0 4 16

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMALSUAN MEREK DAGANG TERKENAL ASING DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

2 38 108

Akibat Hukum Pemakaian Merek Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

1 12 81

Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

0 0 5

Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

0 0 1

Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

0 0 16

Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

0 0 28

Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

0 0 4

PEMALSUAN MEREK DAGANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2001 | Indradewi | Widyasrama 405 756 1 SM

0 0 19

PENYELESAIAN SENGKETA GUGATAN PEMBATALAN MEREK BIORF OLEH PEMEGANG MEREK BIORE DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK (STUDI KASUS NOMOR :127 PK/Pdt.SUS-hkI/2013) - Unika Repository

0 0 16