Analisis Ekonomi Usahatani Padi Sawah Sebelum Dan Sesudah Kenaikan Hpp Gabah

5.2. Analisis Ekonomi Usahatani Padi Sawah Sebelum Dan Sesudah Kenaikan Hpp Gabah

Biaya produksi usahatani adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam melakukan usahanya dalam satu musim tanam yang terdiri dari biaya sarana produksi bibit, pupuk, dan obat-obatan, biaya tenaga kerja dan biaya lainnya seperti PBB. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya PBB dan biaya penyusutan peralatan, sementara biaya variabel terdiri dari biaya sarana produksi dan upah tenaga kerja. Adapun biaya produksi usahatani didaerah penelitian terdiri dari biaya sarana produksi bibit, pupuk, dan obat-obatan, biaya tenaga kerja dan biaya lainnya seperti PBB, transportasi, sewa lahan, iuran irigasi dan penyusutan akan diuraikan secara terperinci pada tabel 17. Universitas Sumatera Utara Tabel 17. Analisis Ekonomi Usahatani Padi Sawah di Desa Sidoarjo II Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang No Uraian Sebelum Kenaikan HPP Sesudah Kenaikan HPP Per Petani Per Ha Per Petani Per Ha 1 Luas Lahan ha 0,92 1 0,92 1 2 Sarana Produksi Rp a. Bibit b. Pupuk Urea SP36 Phonska ZA Total c. Obat-obatan Insektisida Fungisida Herbisida Total 230.490 267.200 169.120 206.070 159.830 802.220 694.830 197.300 44.700 1.969.550 264.160 297.250 185.660 231.730 169.300 883.940 718.620 215.480 53.530 2135.720 262.610 303.970 201.570 243.080 196.400 945020 753.900 202.53 48.720 2.212.790 299.080 338.030 222.700 273.650 210.650 1.045.030 789.780 224.140 58.360 2.416.390 3 Tenaga Kerja Rp TKDK TKLK Total 523.460 2.904.870 3.428.340 690.860 3.073.750 3.764.610 588.650 3.202.220 3.790.870 775.390 3.388.680 4.164.070 4 Penyusutan Alat Rp 138.350 151.470 138.350 151.470 5 Sewa Lahan Rp 1.469.830 1.813.760 1.649.500 2.032.180 6 PBB Rp 166.760 167.080 182.330 182.800 7 Transportasi Rp 198.280 210.800 206.780 220.300 8 Irigasi Rp 164.93 179.600 188.50 203.330 9 Total Biaya Produksi Rp 7.536.050 8.422.800 8.369.120 9.370.540 10 Produksi GKG Kg 5.671,00 6.163,25 5.856,67 6.370,99 11 Harga Jual Rpkg 3.523,33 - 3.940 - 12 Penerimaan RpMT 19.958.970 21.708.483 23.119.333 25.093.517 13. PendapatanRpMT 12.422.920 13.285.690 14.750.210 15.722.980 Sumber : Data diolah dari lampiran 4a;5a;8a,b;12a;b Universitas Sumatera Utara Dari tabel 17 dapat dikemukakan bahwa rata-rata biaya untuk bibit yang dikeluarkan oleh petani sebelum kenaikan HPP gabah adalah Rp 230.490 per petani atau Rp 264.160 per hektar lebih rendah dibandingkan dengan sesudah kenaikan HPP gabah yaitu sebesar Rp 262.610 per petani dan Rp 299.080 per hektar. Di daerah penelitian seluruh petani sampel menggunakan benih sendiri atau membeli benih dari petani lain. Petani belum menggunakan benih yang bersertifikat seperti yang disarankan oleh pemerintah. Jadi perbedaan biaya bibit sebelum dan sesudah kenaikan HPP gabah didaerah penelitian disebabkan oleh harga benih sebelum kenaikan HPP gabah lebih rendah dibandingkan dengan harga benih sesudah kenaikan HPP gabah. Namun dari kuantitas benih yang digunakan sebelum dan sesudah kenaikan HPP gabah sama. Untuk pupuk dan obat-obatan biaya yang dikeluarkan sebelum kenaikan HPP gabah adalah Rp 1.969.550 per petani atau Rp 2.135.720 per hektar sedangkan setelah kenaikan HPP gabah adalah Rp. 2.212.790 per petani dan Rp 2.416.390 per hektar. Hal ini disebabkan oleh naiknya harga pupuk dan obat-obatan setelah kenaikan HPP gabah seperti yang tertera pada tabel 18. Universitas Sumatera Utara Tabel 18. Harga Pupuk dan Obat-obatan yang Digunakan Sebelum dan Sesudah Kenaikan HPP di Daerah Penelitian Uraian Sebelum Kenaikan HPP Sesudah Kenaikan HPP a. Urea RpKg b. SP36 RpKg c. Phonska RpKg d. Za RpKg e. Bestock Rpbotol f. Spontan Rpbotol g. Sherva Rpbotol h. Molluscic Rp50 Kg i. Match Rpbotol j. Score Rpbotol k. Policur Rpbotol l. Baycrab Rpbotol m. Ally 76 Rp100 gr n. Sindak Rp100 gr 1.600 1.600 2.000 1.900 28.000 34.000 20.000 150.000 38.000 38.000 40.000 34.000 5.000 14.000 1.800 2.000 2.400 2.200 30.000 40.000 22.000 150.000 38.000 40.000 40.000 38.000 5.000 17.000 Sumber : Data diolah dari lampiran 4a;4b;5a;5b Harga sarana produksi tersebut merupakan harga rata-rata. Ada sebagian petani membeli sarana produksi tersebut dibawah atau diatas harga yang tertera diatas namun perbedaannya tidak begitu nyata sementara untuk tenaga kerja rata-rata total penggunaan biaya tenaga kerja sebelum kenaikan HPP gabah adalah Rp 3.428.340 per petani atau Rp 3.764.610 per hektar lebih kecil dari total penggunaan biaya tenaga kerja setelah kenaikan HPP gabah sebesar Rp 3.790.870 per petani atau Rp 4.164.070 per hektar. Hal ini disebabkan oleh naiknya upah tenaga kerja sesudah kenaikan HPP gabah. Untuk tenaga kerja pria sebelum kenaikan HPP gabah Rp 45.000hari naik menjadi Rp 50.000hari setelah kenaikan HPP gabah. Untuk tenaga kerja wanita sebelum kenaikan HPP gabah Rp 30.000hari naik menjadi Rp 35.000 hari setelah kenaikan HPP gabah. Dan untuk penanaman sebelum kenaikan HPP gabah upah Rp 20.000rante dan setelah kenaikan HPP menjadi Rp 22.000rante. Universitas Sumatera Utara Rata-rata Sewa lahan sebelum kenaikan HPP gabah Rp 1.469.830 naik menjadi Rp 1.649.500 setelah kenaikan HPP gabah. Sewa lahan yang dibebankan kepada petani penyewa adalah 50 kg gabah kering gilingrante. Jadi, perubahan harga gabah mengakibatkan besar kecilnya sewa lahan sementara irigasi harus dibayar oleh petani penyewa. PBB yang dibebankan kepada petani adalah 3 kg gabah kering gilingrante. Namun petani penyewa tidak lagi membayar PBB karena yang membayar PBB adalah pemilik lahan. Sementara pada iuran irigasi beban biaya yang ditetapkan adalah 2 kg gabah kering gilingrante dan semua petani wajib membayar iuran irigasi baik pemilik lahan maupun penyewa. Jadi total biaya produksi sebelum kenaikan HPP gabah adalah Rp 7.536.050 per petani dan Rp 8.422.800 per hektar naik menjadi Rp 8.369.120 per petani dan Rp 9.370.540 sesudah kenaikan HPP gabah. Produksi sebelum kenaikan HPP gabah 5,671 kg naik menjadi Rp 5.856,67 kg. Faktor yang menyebabkan naiknya produksi ini adalah sebelum kenaikan HPP gabah per 1 januari 2010 petani melakukan pemupukan tanpa mengikuti anjuran PPL setempat yaitu petani cenderung menyebar pupuk urea, Sp36, ZA secara bersamaan dengan dicampur sementara setelah kenaikan HPP gabah petani mengikuti anjuran dari PPL dengan menyebar pupuk tanpa dicampur dan pada tahun 2009 terjadi angin kencang ketika padi masih dilapangan yang menyebabkan tanaman padi tumbang sementara pada tahun 2010 tidak terjadi angin kencang. Kondisi ini menyebabkan produktivitas padi menurun pada tahun 2009. Universitas Sumatera Utara 5.3 Analisis Persentase Kenaikan Harga Penjualan Gabah Petani per 1 Januari 2010 dibanding dengan Rata-rata Persentase Kenaikan HPP Gabah Mulai Tahun 2006-2010 Untuk mengetahui seberapa besar persentase kenaikan harga penjualan gabah petani per 1 januari 2010 dibanding dengan rata-rata persentase kenaikan HPP gabah mulai tahun 2006-2010 di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan melihat persentase kenaikan harga penjualan petani per 1 Januari 2010 dibanding dengan rata-rata persentase kenaikan HPP mulai tahun 2006-2010 Tabel 8. Di daerah penelitian umumnya petani menjual gabahnya dalam bentuk gabah kering giling GKG yang langsung dijual ke penggilingan. Meskipun para petani menjual ketempat penggilingan, harga penjualan antara petani yang satu dengan yang lain berbeda. Harga bisa saja berbeda dalam kurun waktu satu hari. Analisis persentase kenaikan harga penjualan petani dibanding HPP gabah per 1 Januari 2010 dapat dilihat pada tabel 19. Tabel 19. Analisis Persentase Kenaikan Harga Penjualan Petani Gabah Kering Giling dibanding HPP per 1 Januari 2010 No Uraian Rata-rata Range 1 2 3 4 Luas Lahan ha Harga HPP 1 Januari 2010 Rpkg Tabel 8 Rataan Harga Penjualan Petani Rpkg Persentase Kenaikan 0,92 3.300 3.940 19,39 0,12-2,30 - 3.500 - 4.200 6,06 – 27,27 Sumber : Data diolah dari Lampiran 15 Tabel 19 menunjukkan bahwa rataaan persentase kenaikan harga penjualan petani GKG dibanding HPP gabah per 1 Januari 2010 sebesar 19,39 artinya persentase Universitas Sumatera Utara kenaikan harga penjualan petani tersebut tergolong kategori tinggi. Harga penjualan terendah gabah petani didaerah penelitian adalah Rp. 3.500 yang berarti terjadi kenaikan sebesar 6,06 dari HPP gabah per 1 Januari 2010 yaitu Rp. 3.300. Harga penjualan tertinggi gabah petani didaerah penelitian adalah Rp. 4.200 yang berarti terjadi kenaikan sebesar 27,27 dari HPP gabah per 1 Januari 2010. Harga jual rata-rata petani sampel sebelum kenaikan HPP gabah adalah Rp 3.523,33kg sementara sesudah kenaikan HPP gabah menjadi Rp.3.940kg dimana harga jual gabah petani tidak sama karena : 1. Waktu penjualan tidak sama antara petani yang satu dengan yang lain walaupun pada kilang padi yang sama. 2. Harga penjualan bisa berbeda karena tempat penjualan kilang padi tidak sama. 3. Harga penjualan petani adalah harga pasar sesuai dengan waktu penjualan artinya harga yang diberikan oleh kilang bisa berubah-ubah. Dari 30 petani sampel ternyata terdapat 27 KK 90 yang menjual gabahnya ≥ 15 dari rata –rata persentase kenaikan HPP GKG mulai tahun 2006-2010, 3 KK 10 yang menjual gabahnya 15 dari rata –rata persentase kenaikan HPP GKG mulai tahun 2006-2010. Namun dari seluruh sampel hanya 5 KK 16,6 yang mengetahui informasi HPP namun harga penjualan gabah seluruh sampel lebih tinggi dari ketetapan HPP. Selanjutnya frekwensi petani berdasarkan persentase kenaikan harga penjualan gabah dari rata-rata kenaikan HPP GKG mulai tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel 20. Universitas Sumatera Utara Tabel 20. Frekwensi Petani Berdasarkan Persentase Kenaikan Harga Penjualan Gabah dari rata-rata kenaikan HPP GKG mulai tahun 2006-2010 No Uraian Kategori Jumlah Rendah Tinggi 1 Jumlah Petani KK 3 27 30 2 Persentase 10 90 100 Sumber: Data diolah dari Lampiran 15 Jadi, hipotesis yang menyatakan persentase kenaikan harga penjualan gabah petani dibandingkan dengan persentase kenaikan HPP gabah mulai tahun 2006-2010 cukup tinggi di daerah penelitian dapat diterima. 5.4. Analisis Perbedaan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Sebelum dan Sesudah Kenaikan HPP Gabah Pendapatan usahatani diperoleh dari pengurangan total penerimaan usahatani dengan total biaya produksi. Untuk lebih jelasnya perincian tentang rata-rata pendapatan usahatani padi sawah petani sebelum dan sesudah kenaikan HPP gabah dapat dilihat pada tabel 21. Tabel 21. Analisis Perbedaan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Sebelum April- Juli 2009 dan Sesudah April-Juli 2010 Kenaikan HPP Gabah di Desa Sidoarjo II Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang No Uraian Sebelum Kenaikan HPP Gabah Sesudah Kenaikan HPP Gabah 1 2 3 Biaya Produksi RpMT Per Petani Per Ha Penerimaan RpMT Per Petani Per Ha Pendapatan Per Petani Per Ha 7.536.050 8.422.800 19.958.970 21.708.483 12.422.920 13.285.690 8.369.120 9.370.540 23.119.333 25.093.517 14.750.210 15.722.980 t-hitung : │-6,586│ t-tabel : 2,045 Sumber : Data diolah dari Lampiran 16 Universitas Sumatera Utara Tabel 21 menunjukkan rata-rata pendapatan petani padi sawah dari usahataninya pada musim tanam pertama padi sawah sebelum kenaikan HPP gabah April-Juli 2009 sebesar Rp.12.422.920 dan sesudah kenaikan HPP gabah April- Juli 2010 sebesar Rp. 14.750.210 Berdasarkan analisis uji beda rata-rata, pendapatan usahatani sebelum dan sesudah kenaikan HPP gabah diketahui nilai │t-hitung│ sebesar 6,586 lebih besar dari t-tabel α 0,052 sebesar 2,045 maka H 1 diterima dan Ho ditolak, artinya ada perbedaan pendapatan usahatani bagi petani sebelum dan sesudah kenaikan HPP gabah di daerah penelitian. Rata-rata pendapatan petani padi sawah sesudah kenaikan HPP gabah meningkat Rp 2.327.290 terdapat peningkatan sebesar 18,73 dari rata-rata pendapatan petani sampel sebelum kenaikan HPP gabah April-Juli 2009. Hal ini disebabkan harga jual gabah petani sebelum dan sesudah kenaikan HPP gabah per 1 Januari 2010 berada diatas HPP gabah yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Seperti pada tahun 2009 untuk gabah kering giling GKG pemerintah menetapkan harga Rp. 3.000 di penggilingan namun didaerah penelitian rata-rata harga penjualan gabah kering giling petani di penggilingan sebesar Rp. 3.523,33 artinya terjadi peningkatan harga jual sebesar 17,44 dari HPP gabah per 1 Januari 2009. Sementara untuk tahun 2010 pemerintah menetapkan harga gabah kering giling GKG Rp. 3.300 di penggilingan namun didaerah penelitian rata-rata harga penjualan gabah kering giling petani sampel di penggilingan sebesar Rp. 3.940,00 dengan range Rp 3.500kg – Rp 4.200kg artinya terjadi peningkatan harga jual sebesar 19,39 . Faktor lain yang menyebabkan kenaikan pendapatan ini adalah naiknya produktivitas padi petani setelah kenaikan HPP per 1 Januari 2010 Sehingga dapat disimpulkan bahwa persentase peningkatan harga jual gabah Universitas Sumatera Utara petani sebelum kenaikan HPP gabah per 1 Januari 2009 17,44 lebih rendah dibandingkan dengan sesudah kenaikan HPP gabah per 1 Januari 2010 19,39 . Sehingga hipotesis yang menyatakan ada perbedaan pendapatan usahatani padi sawah sebelum dan sesudah kenaikan HPP gabah di daerah penelitian dapat diterima.

5.5. Masalah-masalah yang dihadapi petani padi sawah di daerah penelitian