2
2. LATAR BELAKANG
Idiom atau ungkapan sering kita jumpai dalam pelbagai bahasa di dunia. Dan kehadiran idiom dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pola pikir penutur bahasa
itu sendiri. Dalam bahasa Indonesia terdapat ungkapan mencoreng arang di muka membuat aib, sementara dalam bahasa Jepang untuk arti tersebut digunakan lumpur
yaitu kao ni doro wo nuru mengoleskan lumpur pada muka. Kedua frase ini memiliki lexical meaning
dan Idiomatical meaning. Dalam bahasa Inggris, dikenal frase cannnot keep ones mouth shut
, dalam bahasa China terdapat katafrase tsuichien bahasa Jepang : kuchi ga karui, bahasa Thailand menggunakan paa’kbao, dan bahasa
Prancis dikenal dengan frase avoir langue bien longue. Ungkapan di atas memiliki makna idiomatikal yang sama tidak bisa menyimpan rahasia tetapi dibentuk oleh
kosa kata yang berbeda mulut dan lidah. Dalam bahasa Indonesia sendiri kita dapati ungkapan bocor mulur Badudu,
1978 : 54. Sementara itu ringan mulut dalam bahasa Indonesia memiliki makna idiomatikal yang berbeda dengan bahasa Jepang.
3. TUJUAN
Seringkali pembelajar bahasa Jepang yang sudah menguasai bahasa Jepang dengan baik, mendapat kesulitan untuk berbicara dengan nuansa yang alami atau ingin
mengungkapkan sesuatu dengan tepat. Hal ini dikarenakan penguasaan idiom yang dirasakan sangat terbatas, sehingga apa yang ingin diungkapkan tidak tepat pada
sasaran yang dimaksud. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sbb: 1.
Mencari karakteristik idiom bahasa Jepang dan padanannya dalam bahasa Indonesia.
2. Dalam proses pembelajaran, idiom apa yang mudah dicerna serta dihafalkan dan
idiom apa yang sulit dipahami maupun diingat. 3.
Mengamati idiom satu persatu dengan melihatnya dalam wacana sehingga dapat diketahui cara penggunaannya.
4. DIFINISI IDIOM
Dalam bab ini dikupas beberapa teori tentang makna idiom sekaligus merangkumnya dan penulis mencoba mengemukakan pendapat tentang peranan idiom
dalam kehidupan berbahasa. Idiom merupakan bentuk ungkapan yang sudah tidak mengikuti aturan tata bahasa
yang berlaku pada bahasa yang bersangkutan. Kunihiro.T,1985:4 menyebutkan keterangan tentang idiom secara lengkap seperti berikut ini.
3 “…
✂✁☎✄✝✆✟✞✂✠☛✡✌☞✝✍✏✎☎✑✓✒✕✔✗✖✙✘✛✚✢✜✤✣✟✞✦✥✝✧✗★✙✩✫✪✭✬✛✞✤✮✗✯✏✰✲✱✙✜☎✍✢✥ ✧✗★☎✩✙✎✝✑✳✱✙✴✢✵✳✶✙✷✤✸✗✹✗✷☛✺✌✻✳✞✭✼✫✽✙✱✌✁✳✱✤✾☛✿✙❀✝✱✢✔☛✖✙❁✫❂✢❃✗✜✢❄✫❅✏✰
❆ ✚✤✱✤❃☎❇✏✷✳✡❉❈☎❊☛✱✙❋☎✱✤❁☎●☛✺✢❃✝❍✏✰✤■
Penjelasan tersebut memberikan batasan mengenai karakteristik idiom dalam bahasa Jepang. Idiom merupakan bentuk ungkapan yang dipermasalahkan terkait
dengan karakteristik idiom tersebut yang tidak bisa diduga seperti makna kata pada umumnya dengan aturan tata bahasa dan teori semantik bahasa yang bersangkutan.
Bentuk ungkapan ini memiliki makna yang sudah ditetapkan secara konvensional oleh masyarakat penutur bahasa yang bersangkutan dan biasanya tidak bisa ditelusuri
makna idiom yang dihasilkan berdasarkan pada makna gabungan kata pembentuk idiom tersebut menurut aturan tata bahasa.
Seperti apa yang sering kita ketahui bahwa makna idiom adalah makna dari gabungan dua kata atau lebih yang sudah ditetapkan, dan makna idiom yang dihasilkan
tidak bisa dicerna dari makna leksikal maupun makna gramatikal gabungan kata pembentuk idiom Momiyama.Y,1996:29. Walaupun dikatakan makna idiom tidak
bisa ‘ditarik’ menurut kaidah umum gramatikal yang berlaku atau tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, namun untuk idiom jenis tertentu masih bisa
diprediksikan makna idiom yang ditimbulkan secara historis komparatif dan etimologis serta asosiasi terhadap lambang yang dipakai, karena masih terlihat adanya
“hubungan” antara makna keseluruhan makna idiomatik dengan makna leksikal unsur kata pembentuk idiom.
Pernyataan tersebut selaras dengan pendapat Kunihiro 1996:26 yang menyebutkan ihwal pemerian makna idiom dalam bahasa Jepang, pada
salah satu poinnya menunjukkan bahwa makna idiomatik terjadi dari makna kata unsur pembentuknya menunjukkan makna perbandingan dan makna kata masih terlihat.
Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan penelitian Momiyama 1997 yang membuat pemerian idiom bahasa Jepang terbaru ditinjau dari sudut ada tidaknya
hubungan antara makna leksikal gabungan kata pembentuk idiom dengan makna idiom yang dihasilkan.
Peneliti sependapat dengan pernyataan tersebut di atas. Hal ini sangatlah terkait dengan ihwal manusia menciptakan kata tertentu pasti disertai pula konsep kata
tersebut. Sesuatu barang dinamakan meja, dengan ciri-ciri terbuat dari kayu maupun besi berbentuk persegi empat atau bulat, memiliki kaki yang selanjutnya disebut
dengan kaki meja, fungsinya bisa dipakai untuk menaruh sesuatu, tempat makan, tempat belajar dlsb. Mengapa barang tersebut dinamakan meja, mengapa tidak
4
dinamakan kursi atau yang lainnya. Karakteristik bahasa seperti ini, disebut dengan ciri bahasa yang bersifat arbitrer manasuka. Artinya tidak ada hubungan yang mengikat
dan wajib antara lambang dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Namun seperti diungkapkan Nurhadi D 2003 bahwa, sebuah konsep yang
dilukiskan oleh suatu lambang tertentu telah disepakati oleh penutur bahasa tersebut sehingga bersifat tetap dan konstan. Artinya, sesuatu benda yang memiliki ciri-ciri
tertentu dinamakan meja, dan jika ada benda yang sama atau hampir sama bentuk maupun fungsinya akan tetap disebut dengan meja. Terkait dengan fungsi bahasa
seperti ini, Chaer.A 1994:47 menyebutnya dengan istilah bahasa itu konvensional. Maksudnya bahwa masyarakat bahasa mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu
digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya keajegan makna. Pemikiran ini peneliti pergunakan dalam menjelaskan makna idiom jenis metafora dalam
hubungannya dengan konsep dari unsur kata pembentuk idiom tersebut. Penelitian ini berusaha menguak keterkaitan hubungan antara makna idiom jenis metafora melalui
penjelasan dari makna gabungan unsur pembentuk idiom tersebut yang menghasilkan makna kiasan atau makna tambahan.
5. PENELITIAN TERDAHULU