Recommendations CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS
69 Izadinia, M. 2013. A review of research on students professional
identity.
British Educational Research Journal
,
39
4, 694-713. Kemendiknas RI. 2005.
Undang-undang republik indonesia tentang guru dan dosen no. 14 tahun 2005.
Jakarta: Kemendiknas RI. Krueger, R. A., Casey, M. A. 2002. Designing and conducting focus group
interviews.
Social analysis, selected tools and techniques
,
4
23, 4-24. Lange, D.L. 1990. A blueprint for a teacher development program. In J.C.
Richards D. Nunan Ed.,
Second language teacher education
pp. 245-268. Cambridge, England: Cambridge University Press.
Lerseth, K. A. 2013.
Identity development among pre-service teacher candidates
Doctoral Dessertation. Iowa State University. Marylène Gagné, Deci, E. L. 2005. Self-determination theory and work
motivation.
Journal of Organizational Behavior, 26
4, 331-362. Merriam, S. B. 2009.
Qualitative research: A guide to design and implementation.
San Francisco: Jossey-Bass A Willey Imprint. Mulyasa, E. 2008.
Standar kompetensi dan sertifikasi guru.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Neuman, W. L. 2006.
Social research methods: Qualitative and quantitative approaches.
Boston: PearsonAandB. Nias, J. 1996 Thinking about feeling: the emotions in teaching,
Cambridge Journal of Education
, 26, 293 –306.
Permendikbud. 2013.
Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tantang program pendidikan profesi guru prajabatan no. 87 tahun 2013.
Jakarta: Permendikbud RI.
Pyszczynski, T., Greenberg, J. 1987. Self-regulatory perseveration and the depressive self-focusing style: A self-awareness theory of reactive
depression.
Psychological bulletin
,
102
1, 122. Richards, J. C., Renandya, W. A. Eds.. 2002.
Methodology in language teaching: An anthology of current practice.
New York: Cambridge University Press.
Rabiee, F. 2004. Focus-group interview and data analysis.
Proceedings of the nutrition society
,
63
4, 655-660. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70 Sadker. M.P., Sadker. D.M. 1997.
Teachers, Schools, and Society
. New York: McGraw-Hill.
Schepens, A., Aelterman, A., Vlerick, P. 2009. Students professional identity formation: Between being born as a teacher and becoming
one.
Educational Studies
,
35
4, 361-378. Senge, P. 2000. School that learn: A fifth discipline fieldbook for educators,
parents, and everyone who cares about education. New York: Crown Business.
Senior, R. M. 2006.
The experience of language teaching.
Cambridge: Cambridge University Press.
Stipek, D. J. 1988.
Motivation to learn: From theory to practice.
Needham Heights, MA: Allyn Bacon.
Tafarodi, R. W., Swann, W. B. 2001. Two-dimensional self-esteem: Theory and measurement.
Personality and individual Differences
,
31
5, 653- 673.
Tickle, L. 2000.
Teacher induction: The way ahead
. Buckingham, Philadelphia: Open University Press.
Trent, J. 2010. Teacher education as identity construction: Insights from action research.
Journal of Education for Teaching
,
36
2, 153-168. Wenger, E. 1998.
Communities of practice. learning, meaning and identity
. New York: Cambridge University Press.
71
APPENDICES
72
APPENDIX A
FGI 1 Student Residence of USD
27 November 2016 at 6.30
– 7.30 p.m. Codes
Utterance Sub-theme
RSR DKU
MSA
R: Apa suka dan duka yang dirasakan ketika mengenyam pendidikan S1 di NTT?
P1: Berbicara mengenai suka dan duka yang saya alami selama saya menempuh pendidikan S1 di Nusa
Tenggara Timur itu banyak. Yang pertama, setelah tamat SMA, orang tua saya tidak memiliki rencana
untuk melanjutkan perkuliahan dan hal itu membuat saya tidak memiliki persiapan bagaimana menghadapi
situasi baru ketika di bangku kuliah nanti. Hal ini membuat saya pertama kali masuk di perguruan tinggi
mengalami kendala dalam hal belajar karena saya sulit atau belum bisa menyesuaikan diri dengan suasana
perkuliahan. Apalagi bahasa Inggris. Pengetahuan tentang bahasa Inggris saya tidak begitu bagus.
Ditambah lagi kadang dosen-dosen menjelaskan tidak begitu detail sehingga saya kurang paham tentang
materi yang mereka sampaikan. Kadang ketika mengerjakan tugas, saya lebih banyak ke teman-teman
saya yang mampu untuk bisa membantu saya. Terus, saya juga menemui kesulitan ketika diminta untuk
mengerjakan tugas itu dikirim secara online ke dosen, saya mengalami kesulitan disitu juga. Terus, untuk
kemampuan dasar berbahasa Inggris saya, terlebih waktu itu speaking, saya sangat kacau. Lalu, yang saya
senang, yang saya rasakan sebagai satu kebahagiaan itu karena waktu itu saya bisa bertemu banyak teman, terus
juga ketika di bangku kuliah saya menyadari bahwa saya pilih bahasa Inggris berarti saya harus, meskipun
pengetahuan dasar saya kurang, tetapi saya harus berusaha untuk mendalami itu karena bahasa Inggris
sudah saya pilih sebagai latar, ilmu dasar yang harus saya tekuni untuk masa depan saya sehingga saya
bersama beberapa teman itu kami membentuk satu kelompok kecil yaitu kelompok kecil di dalam kelas
kami, untuk belajar bahasa Inggris bersama. Kami belajar dan fokus ke memilih topik lalu kami berdiskusi
tentang topik itu. Ini kami lebih fokus ke speaking kami.
Self- awareness
73
RSR Jadi, saya bersama teman teman saya, watu itu semester
3, kalau tidak salah semester 3, kami membentuk satu program, program belajar bersama di kelas kami untuk
membantu kami meningkatkan kemampuan speaking kami. Itu waktu semester 3 dan itu menurut saya hal
yang membantu kami. Teman teman saya itu punya pengetahuan yang sedikit di atas dan saya belajar
banyak dari mereka. Itu yang membuat saya merasa senang.
Self- reflection
P2: Yang pertama, saya tidak punya motivasi sama sekali untuk masuk bahasa Inggris. Saya masuk bahasa
Inggris karena tidak ada pilihan lain, memang sih ada di dalam hati ingin belajar bahasa Inggris tapi untuk
motivasi yang benar-benar termotivasi itu sama sekali tidak. Sewaktu kuliah, melihat dosen-dosen yang
mereka juga tamatan dari luar negeri kemudian itu memotivasi dan mau belajar, tapi yang menjadi
tantangan disana itu karena notabene saya yang tidak termotivasi, saya jadi kurang mendapat motivasi juga
dari dosen-dosen untuk harus belajar. Artinya kami, orang-orang yang tertidur tidak dipaksakan untuk harus
bangun, biarkan kami tertidur terus dan terus. Nah, itu yang saya merasa itu yang sangat kurang disana. Tapi,
kemudian saya ingin belajar lebih kalau kami disana mau ke internet saja harus pakai uang, mau untuk akses
internet saja harus butuh biaya. Sedangkan orang tua pendapatannya pas-pas an. Untuk makan minum sama
biaya yang lain, biaya SPP yang lain. Jadi untuk mau mendapatkan materi kemudian informasi itu terlalu
sangat susah. Jadi informasi yang didapat hanya dari teman kemudian di waktu kuliah yang dikasih itu, untuk
mau mencari sesuatu yang diluar sana itu terlalu sangat susah karena sejam saja sudah 5 ribu. Karna waktu kami
kuliah kan kampus belum ada wifi, sudah mau selesai baru ada wifi. Tapi itupun jaringannya tidak bagus, ya
limit. Jadi itu tantangan yang kami hadapi di sana dan saya melihat bahwa saya sangat kurang dalam bahasa
Inggris. Ini belajar bahasa Inggris, artinya kita harus tau segala sesuatu tentang bahasa Inggris. Tidak hanya tau
strukturnya tetapi bagaimana kita ada dalam bahasa Inggris itu bagaimana kita menggunakan itu. Dan itu
dimana saya melihat diri saya masih sangat kurang dalam hal bahasa Inggris, baik itu speaking pokoknya
semuanya. Oleh karena itu, saya termotivasi untuk belajar, mengingat bahwa saya English Education
74
HSR student.
Professional identities
P3: Saya pikir perjuangan dengan P3 sudah
menjelaskan tentang keadaan kami disana. Pada dasarnya, saya itu suka mencari informasi dari berbagai
macam sumber. Nah, karena seperti yang tadi P2 bilang, di universitas kami itu sudah ada wifinya, tapi karna
limit jadi kalau mau mencari informasi harus itu datang lebih awal atau lebih malam, dan orangnya tidak ada.
Jadi kami bisa mengakses internetnya itu agak cepat, dan tidak lambat, tidak limit. Kita baru ada wifi sekitar
2011. Selain itu cari di warnet. Nah warnet kan juga mahal. Kenapa suka cari informasi di tempat lain, dari
sumber-sumber informasi lain, karena memang dosen- dosennya itu kasih materi tapi kurang, seperti yang P1
bilang, tidak detail. Jadi kami itu masih ingin bertanya- bertanya tapi tidak diberi kesempatan. Jadi, ya kami
mencari informasi dari tempat-tempat lain. Dosennya itu memang bagus, tapi kaya kurang, kikir, kikir ilmu,
begitu. Tidak mau memberikan ilmu yang mereka dapat dari luar untuk kami. Dalam penyampaian di kelas juga,
kan kalau di sini, di kelas PPG Sanata Dharma kan kami mengikuti
kelas yang
setiap harinya
bahasa pengantarnya bahasa Inggris, nah kalau di tempat kami,
memang kami jurusan bahasa Inggris, tapi sebagian dosen yang masih pakai bahasa Indonesia dalam
menyampaikan materi. Jadi kami kurang termotivasi dalam belajar bahasa Inggris, padahal kami guru bahasa
Inggris, jadi kurang bagaimana, untuk speakingnya itu kami tidak terlalu fokus. Kami hanya fokusnya pada
writing. Jdi kalau speaking kami tidak percaya diri untuk berbicara dalam bahasa Inggris, jangan-jangan
saya bicaranya salah. Apalagi, dosen-dosen kurang memberi semangat dan motivasi berbicara. Setiap
bertemu di jalan juga pakai bahasa Indonesia. Jadi kami menyapanya juga dengan bahasa Indonesia padahal
kami jurusan bahasa Inggris terlebih calon guru bahasa Inggris.
HSR HC
HSM
R: Apa yang membuat Anda termotivasi belajar melalui Program PPG?
P1: Ya, saya sadar bahwa saya Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris dan itu berarti bahwa kedepannya itu
ilmu yang sudah saya dapat itu harus saya terapkan, harus saya bagikan dengan peserta didik saya nanti.
Ketika saya mendapat kesempatan untuk belajar di Sanata Dharma, untuk melanjutkan program PPG, saya
Professional identities
75
HSR RSR
HC HRA
AUO menyadari betul bahwa saya sangat kurang dalam
kemampuan berbahasa Inggris saya, mungkin saya bandingkan dengan teman-teman yang disini. Dan saya
merasa
termotivasi untuk
bisa meningkatkan
kemampuan saya karena saya ingin ketika saya kembali ke daerah, saya bisa membagikan ilmu yang saya dapat
di Sanata Dharma. Supaya murid-murid saya disana, tidak mengalami hal yang sama seperti saya Artinya
waktu dulu saya masih SMA, atau SMP, waktu saya masih kuliah, itu pengetahuan saya kurang, tetapi
dengan mendapat kesempatan disini untuk belajar, saya ingin memotivasi diri saya dengan lingkungan yang ada
di Sanata Dharma ini untuk bisa meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris saya agar kembali ke
sana saya bisa memberikan sesuatu yang bernilai untuk murid di sana sehingga mereka bisa berkembang dengan
lebih baik.
Commit- ment
Having curiousity
to learn
P2: Waktu sudah ikut PPG disini satu hal yang saya pelajari adalah memaksa diri. Saya belajar juga dari Pak
Markus yang selalu memaksa diri untuk maksimal. Saya selalu paksa diri saya untuk belajar. Ketika saya melihat
diri saya yang ada disini, bandingkan dengan diri saya yang ada di sana, saya disini jauh lebih baik.-Karena
satu hal yang saya selau mencoba dan memaksa diri, memaksa otak harus berpikir, memaksa untuk belajar,
walaupun tubuh ini tidak memungkinkan tetapi saya selalu memaksa diri untuk belajar. Dan itu motivasi
yang sangat luar biasa yang saya dapat disini karena yang pertama, saya guru bahasa Inggris. Bagaimana
saya mempertanggung jawabkan diri saya sebagai guru bahasa Inggris, kemudian bagaimana saya bisa
menggunakan bahasa Inggris itu supaya tidak terlihat konyol dan memalukan. Guru bahasa Inggris cuman
tahu tentang materinya tetapi tidak tahu bagaimana tentang menggunakannya.
P3: Kalau disini, bedanya disini akses untuk mendapatkan informasinya itu banyak. Jadi memang
dosen-dosen memberikan kami sesuatu yang detail, tapi
mereka juga memberikan informasi. ‘Oh, kalau kalian mau membutuhkan informasi lebih lanjut, kalian
silahkan mengakses di link ini atau website ini’. Jadi kami itu selain diberikan informasi yang detail, kami
juga dikasih sumber-sumber lain yang mendukung materi yang disampaikan di kelas. Jadi itu membuat
saya lebih termotivasi lagi karena memang pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76 dasarnya saya suka kepo. Seperti yang kemarin Pak
Markus memberikan kami cara bagaimana membuat kuis online menggunakan google form, memang Pak
Markus memberikan clue-clue tetapi saya tetap harus mencari informasi lebih lanjut. Jadi Pak Markus
memberikan cara buat kuisnya, dan saya juga mencari
ada yang saya mungkin kurang paham, dan ‘saya mau tanya lagi ah’, tapi nanti mau bilang apa. Jadi saya cari
informasi lebih
lanjut karena
Sanata Dharma
menyediakan fasilitas yang baik jadi kami tidak perlu susah-susah untuk ke tempat lain untuk mencari
informasi. Karena disini informasinya sudah banyak dan kami tinggal mengaksesnya dan mendownloadnya
sebanyak mungkin untuk dijadikan bahan kami, dipakai media pembelajaran di sekolah dan perangkat
pembelajaran, video-video, untuk mendukung. Dosen- dosen disini juga memberikan kami informasi-informasi
yang lebih. Jadi tidak hanya memberikan kami pengetahuan tapi juga diberikan sumber-sumber yang
bisa kami kunjungi untuk materi pembelajaran.
HSR RDM
HEE UC
HLS AIS
RDM
R: Kesulitan apa yang Anda temui saat mengajar di 3T? P2: Tentang kepercayaan diri, karena kita tahu bahwa
siswanya kan tidak terlalu tahu bahasa Inggris, jadi kami menggunakan
bahasa Indonesia.
Jadi untuk
kekurangpercayaan diri untuk mengajar sih enggak, karena seperti itu tadi, kita kan lebih ke teori. Kita
ngajar di sana juga lebih ke teori. Kekurangan kita adalah prakteknya itu kurang. Nah itu juga memang sih
kadang-kadang ada rasa seharusnya saya ngajarnya disana harus ngasihnya lebih. Tetapi kami cuman ngasih
seporsinya yang kami bisa. Sebisa-bisanya kami. Kepercayaan diri kami untuk materinya memang disana
itu kami susah untuk mendapatkan materi yang lain, selain di dalam buku. Ya, variasinya. Kemudian kalau
materinya yang terlalu high level, maksudnya untuk kita standar, kalau kita mau kasih ke anak-anak juga terlalu
sangat susah. Karena mereka bahasa Inggrisnya itu baru dapat di SMP jadi kami mengajarnya itu masih di level-
level bawah.
Thinking about
problems and
solutions
Creative
P3: Karena pengalaman dari S1 itu kan kurang, kami tidak dibekali dengan media pembelajaran, materi, dan
segala macam dan terutama aksesnya terbatas kan, jadi kami tidak memiliki bekal yang cukup untuk masuk ke
daerah terpencil itu. Jadi apa yang kami kasih ke mereka itu sebatas yang kami bawa dari Kupang maksudnya