73
Bab 5 Perjuangan
sadari. Tidak hamba tahu akan sebegini jauh. Hamba tidak kuat
menanggungnya. Bahwa pangeran Bindi akan menjadi Putra Mahkota,
seharusnya itu menjadi hiburan bagi kami. Tetapi, ia juga sama seperti
paduka, ia tidak pernah menjadi kenyataan. Ia seperti kelana sebatang
kara yang perkasa. Seakan-akan hamba bukan bundanya, sebab ia berbunda
kepada cakrawala. Lelaki seperti itu hanya bisa berbicara dengan langit,.
Sebagai suami atau sebagai anak tidak pernah menjadi kenyataan. hening ...
lalu ia menyembah Hamba mohon diri
... Sang Raja keluar Raja Tua : Pelan-pelan menenggak arak, dan
dengan tenang berkata Minumlah
arakmu. Dara
: Baik Yang Mulia. Raja Tua : Kamu sudah makan?
Dara : Belum.
Raja Tua : Aku juga belum, nanti saja kita makan. Belum lapar, ‘kan?
Dara : Belum.
Raja Tua : Tolong masakkan aku lidah sapi besok pagi.
Dara : Baik, Yang Mulia.
Raja Tua : Aku juga kepingin ikan bandeng. Dara
: Besok akan saya masakkan. Dari jauh terdengar orang berseru: “Tolong
Tolong” Raja Tua : Apa itu?
Dara : Tidak jelas, Yang Mulia.
Teriakan : “Tolong Tolong” makin menjadi dan diteriakkan oleh beberapa orang.
Lalu, disusul oleh derap kaki orang berlari menuju kamar. Akhirnya seorang
Punggawa masuk, nafasnya terengah- engah.
Raja Tua : Ada apa? Punggawa : Ratu Padmi wafat
Raja Tua : Apa? Punggawa : Sehabis keluar dari sini kami lihat
Sri Ratu berjalan gontai. Sampai di halaman beliau memegang pohon.
Beliau menepuk-nepuk pohon itu, lalu bersandar ke batangnya. Tiba-tiba beliau
mengeluarkan keris kecil dan menikam jantungnya sendiri.
Dara : Duh Gusti jagad Dewa Batara
Raja Tua : Aaaaak menubruk Punggawa mau membantingnya tapi tak jadi
Bangsat kemudian dengan lunglai ia mengambil
botol arak dan menenggaknya sampai tuntas. Ratu Dara memberinya satu
botol lagi. Sambil menerima botol ia berjalan menuju ranjang. Hampir
sampai ia keburu jatuh. Lalu, dengan susah payah bangkit lagi dan merayap
ke ranjang. Kemudian duduk di tepi ranjang
Uruslah jenazahnya. Dara
: Baik, Yang Mulia. Raja Tua menenggak botol lagi
sampai tuntas, lalu merebahkan diri ke ranjang
. Raja Tua : Boleh aku tidur?
Di unduh dari : Bukupaket.com
74
Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMAMA Kelas XI Program IPA-IPS
36 Rubah dan Musang Menekan Raja
Malam hari. Di kamar Ratu Dara. Aryo Reso duduk bersila di dekat ranjang. Ratu Dara duduk di atas
ranjang Rartu Dara : Jago kita sudah duduk di atas tahta.
Tetapi, masih banyak ganjalan yang terasa di dalam hati.
Reso : Semua Pangeran harus kita lenyapkan
baru betul-betul kuat kedudukan Raja kita.
Dara : Sekarang tinggal Pangeran Bindi dan
Pangeran Kembar. Reso
: Aku akan membunuh mereka semua. Dara :
Bagaimana caranya?
Reso : Sekarang aku lagi tekun mengintai.
Lama-lama akan muncul saatnya, dan akan terbayang pula caranya.
Dara : Keyakinan Anda pada diri sendiri sangat
besar, sehingga saya pun selalu yakin akan keberhasilan segala rencana Anda.
Tetapi, keyakinan saya kepada Sri Baginda goyah, semakin hari semakin
kehilangan tumpuan. Reso :
Hm. Dara
: Bagaimanakah pendapat khalayak ramai terhadap Sri Baginda? Apakah pendapat
para Adipati pernah melahirkan perasaan-perasaan mereka terhadap Sri
Baginda? Reso :
Mereka kecewa.
Dara : Sudah bisa diduga.
Reso : Ada yang berkata bahwa Raja yang
lemah sama berbahayanya dengan raja yang kejam bagi kerajaan.
Dara : Betul juga pendapat itu.
Reso : Tetapi mereka tetap setia kepada Sri
Baginda, karena percaya bahwa kita akan bisa membina dan mendampingi
Sri Baginda. Dara
: Selama Sri Baginda mendengarkan Anda pasti kedudukannya aman sebab
pengaruh Anda besar terhadap para Aryo dan para Panji. – Baru saja tadi
saya kirim seorang dayang untuk memanggil Sri Baginda kemari.
Reso : Sri
Ratu Dara
: Ada apa Aryo? Reso
: Aku ingin segera menikah dengan Anda.
Dara : Begitu pula dengan keinginan saya.
Tetapi, saat berkabung kita masing- masing belum lewat.
Reso : Kalau Raja menikahkan kita ber-
dasarkan firmannya, apa pula yang bisa dikatakan masyarakat? Aku
yang tadinya, menurut kebiasaan masyarakat bukan Aryo, karena firman
Raja bisa menjelma menjadi Aryo. Dara
: Alasan itu memang kuat. Reso
: Kita harus segera menikah juga bukan semata-mata demi kepentingan diri
sendiri, tetapi demi kepentingan kerajaan. Sebagai orang tuanya aku
akan lebih leluasa membina dan juga mempertahankannya.
Dara : Ya, tepat kata Anda. Saya nanti akan
meyakinkan Sri Baginda. – Nah, itu dia Saya dengar suara langkah
jalannya. Raja masuk
Raja : Ibu – Oh, Aryo Reso
Reso : Salam, Sri Baginda.
Raja : Salam, – Ibu memanggil saya?
Dara : Betul, Yang Mulia. Duduk
Raja : Ada apa Ibu?
Dara : Saya ingin berbicara mengenai
masalah kerajaan. Raja
: Tetapi, lebih dulu aku akan menyatakan bahwa hatiku terguncang-guncang.
Dara : Kenapa, Yang Mulia?
Raja : Aku tidak menduga bahwa di kamar
tidur ibu ada seorang lelaki. Dara
: Beliau bukan sekedar “seorang lelaki”, beliau ialah Aryo Reso, Penasihat dan
Pemangku Raja Raja
: Tetapi, ini kamar tidur Ibu Dara
: Di sini kami berbincang-bincang mengenai urusan kerajaan.
Raja : Tetapi, toh tetap ganjil Ganjil
Di unduh dari : Bukupaket.com
75
Bab 5 Perjuangan