PENGARUH PINJAMAN BERGULIR PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MANDIRI PERKOTAAN PNPM-MP TERHADAP KONSUMSI RUMAH TANGGA DI KOTA TASIKMALAYA
Devi Nafiana, S.STP
1
, Dr. Ramalis Sobandi
2
, Pipit Pitriyan, SE, M.Si
3
1
Magister Ekonomi Terapan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran
2
Magister Ekonomi Terapan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran
3
Magister Ekonomi Terapan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran
Abstrak. This research aimed to determine the effect of revolving loan National Program for Urban Community Empowerment PNPM-MP on household consumption in Tasikmalaya City.
The data used in the form of a cross section of 110 sample households Survey results to the research area in 2012. The analysis model used is the Ordinary Least Square OLS model using
Eviews Application with the dependent variable of households consumption. Measured per capita consumption level of average expenditure per capita per month are taken through the interview in
the form of food and non-food expenditure. The independent variables used of revolving loan capital amounts PNPM-MP received household and household characteristics revolving loan
recipients. The results show that revolving loan is significant and positive effect on household consumption. Another significant variable is the household composition of number below age 15,
marital status heads of households and rural classification, negatively. Dummy variables educational secondary schools and senior high school are positive. While the other variables were
not significant.
Keyword : Revolving Loan, PNPM-MP, Consumption
I. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya penanganannya.
Meskipun sebagian besar konsepsi mengenai kemiskinan sering dikaitkan dengan aspek ekonomi, kemiskinan sejatinya menyangkut pula dimensi material, sosial, kultural,
institusional, dan struktural. faktor penyebab kemiskinan, antara lain: pertama, rendahnya daya beli masyarakat sebagai akibat rendahnya produktivitas dan produksi serta posisi
masyarakat dalam pasar yang tidak mempunyai daya tawar price taker dan tingkat harga bahan kebutuhan konsumsi dan produksi yang relatif tinggi. Faktor ini terkait
dengan kinerja perekonomian rakyat yang belum berkembang secara optimal seperti kurang meratanya kepemilikan faktor-faktor produksi yang meliputi tanah, modal,
keterampilan tenaga kerja, kemampuan teknologi dan manajemen; kurang meratanya kesempatan bagi pelaku ekonomi untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan
berbagai kebijakan pembangunan ekonomi; masih terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi, antara lain terbatasnya informasi pasar dan lemahnya kelembagaan ekonomi
rakyat; jaringan kerja network kegiatan ekonomi rakyat yang terbatas dan kurangnya kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan peluang modal dan peluang usaha yang
tersedia. Pada sisi lain terkadang persyaratan dan prosedur perkreditan yang panjang dan memberatkan masyarakat menjadi kendala untuk memperoleh modal usaha. Faktor kedua
penyebab kemiskinan adalah pengaruh nilai budaya lokal yang mengakibatkan perilaku
pola hidup konsumtif serta penyebab kemiskinan yang berasal dari dalam diri pribadi, misalnya kemalasan, rendahnya semangat kerja, Ketiga, berbagai kerapuhan,
kepincangan dan
kesenjangan struktural
dalam masyarakat
mempengaruhi ketidakmampuan
masyarakat memenuhi
kebutuhan sendiri
kemiskinan sistematiskemiskinan struktural.
Sejak tahun
1994 berbagai
usah a
penanggulangan kemiskinan
telah diimplementasikan oleh pemerintah dengan berbagai program pembangunan, seperti
program Inpres Desa Tertinggal IDT, Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal P3DT, Program Pengembangan Kecamatan PPK, Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan P2KP, Jaring Pengaman Sosial JPS dan PNPM Mandiri mulai tahun 2007 yang berusaha untuk mengintegrasikan program penanggulangan kemiskinan
yang berjalan di Indonesia.Tujuan semua program-program tersebut adalah untuk merubah nasib masyarakat miskin ke arah yang lebih sejahtera dalam seluruh aspek
kehidupannya.
Model-model yang umumnya digunakan untuk mengukur tingkat Kesejahteraan di indonesia, diantaranya menggunakan Model Tingkat Konsumsi, Model Kesejahteraan
Keluarga, dan Model Pembangunan Manusia . Inti dari Model Tingkat Konsumsi adalah
membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan GK yaitu jumlah rupiah untuk konsumsi per orang per bulan. Tingkat konsumsi yang dimaksud
merupakan standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan maupun non-makanan
Model Tingkat Konsumsi sering kali dijadikan instrumen untuk pengukuran tingkat kemiskinan masyarakat di Indonesia. Coudovel et al dalam Hajiji 2010 mengungkapkan
bahwa konsumsi merupakan indikator yang lebih baik untuk mengukur kemiskinan karena Konsumsi lebih merefleksikan standar hidup yang sebenarnya dan kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pengeluaran untuk konsumsi tidak hanya merefleksikan barang dan jasa yang bisa dibeli oleh rumahtangga, tapi juga kemungkinan
rumahtangga tersebut bisa mengakses pasar kredit ketika pendapatannya rendah.
Tingkat kemiskinan di Indonesia dari tahun 2008 hingga saat ini terus menurun, namun cenderung melambat. Berdasarkan data BPS, dalam kurun waktu 2008-2009
sebanyak 2,5 juta penduduk miskin terentas dari kemiskinan, namun sejak tahun 2009- 2012 hanya 1-1,5 jutatahun penduduk miskin yang dapat keluar dari kemiskinan
sedangkan di Provinsi Jawa Barat kecendrungan tingkat kemiskinan di Jabar dari 2007 hingga 2010 selalu turun yakni pada 2007 presentase kemiskinan di Jabar sekitar 13,55
persen dan di tahun 2008 turun menjadi 13,01 persen dan tahun berikutnya atau tahun 2009 kembali turun lagi menjadi 11,96 persen dan tahun 2010 menjadi 11,27 persen.
Berbagai program pemerintah telah diluncurkan dalam rangka program pengentasan kemiskinan seperti disebutkan diatas. Berdasarkan data dari BPS Jawa Barat Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan di Provinsi Jawa Barat yang digulirkan sejak tahun 2008 hingga 2011 telah menurunkan jumlah angka
kemiskinan sebesar 2,92 persen. Dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat, Kota Tasikmalaya sebagai salah satu kota di Propinsi Jawa Barat menghadapi persoalan yang
cukup kompleks berkenaan dengan kemiskinan atau penyandang masalah kesejahteraan sosial. Bahkan, Kota Tasikmalaya menempati urutan persentase kemiskinan tertinggi di
Jawa Barat pada tahun 2010 sebesar 20,71. Berbagai program-program penanggulangan kemiskinan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya, diantaranya melalui
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan. Oleh karena itu, dirasa sangat penting untuk menganalisis sejauhmana keberhasilan program PNPM
MP di Kota Tasikmalaya dapat menanggulangi kemiskinan melalui peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, yang diukur berdasarkan tingkat konsumsi rumah tangga.
II. Kajian Literatur