Preskripsi Cara Perolehan Kedaulatan

negara penuntut tersebut, dengan penerapan batas-batas wilayah, dan seterusnya 60 , seperti misalnya dalam kasus Pulau Sigitan dan Pulau Sipadan, dengan pihaknya atara Indonesia dan Malaysia, yang mana kasus ini dimenangkan oleh Malaysia karena prinsip effective occupation ini telah dilakukan oleh Malaysia dengan pengaturan dan kontrol terhadap telur-telur kura-kura sejak tahun 1917 dengan dikeluarkannya the 1917 Turtle Preservation Ordinance. 61 Tindakan Malaysia ini juga mencerminkan adanya prinsip effectivités, yang mana prinsip ini, seperti yang ditegaskan oleh International Court of Justice bahwa aktivitas yang dilakukan oleh perseorangan tidak dapat dilihat sebagai effectivités jika tidak ditempatkan pada basis pengaturan resmi atau dibawah kewenangan pemerintahan. 62

2. Preskripsi

Menurut Hardiwinoto, preskripsi daluwarsa diartikan: Cara prescription baru dapat dibenarkan atau diakui, apabila penduduknya atas suatu wilayah tertentu itu telah dilakukan dalam waktu yang cukup lama tanpa adanya protes atau gugatan-gugatan dari pihak manapun dan memerintah wilayah tersebut secara teratur. 63 60 J.G. Starke, Op.Cit., h. 215. 61 Lebih lanjut lihat dalam putusan International Court of Justice ICJ, Sovereignty over Pulau Ligitan and Pulau Sipadan IndonesialMalaysia, Judgement, I. C. J. Reports 2002, h. 625. 62 Malcolm N. Shaw, Op.Cit., h. 434, sebagaimana beliau mengutip dari kasus Sovereignty over Pulau Ligitan and Pulau Sipadan IndonesialMalaysia. Beliau juga mengemukakan bahwa klaim atas wilayah dapat dibagi menjadi tiga aktivitaskegiatan, yaitu pelaksanaan kekuasaan kedaulatan oleh negara titre de souverain; atau oleh individu yang tindakan tersebut disahkan oleh negaranya; atau oleh korporasi atau perusahaan yang diizinkan oleh negara untuk beroperasi demi kepentingan kedaulatan negara tersebut. 63 Soekotjo Hardiwinoto, Op.Cit., h. 120. Wallace berpendapat bahwa “prescription is the acquisition of title by a public peaceful and continous control of territory”preskripsi adalah cara mengakuisisi titelhak atas wilayah dengan perdamaian yang ditujukan kepada publik dan kontrol yang berkelanjutan terhadap suatu wilayah. 64 Adolf pula berpendapat: “dalam hukum internasional, yang dimaksud dengan preskripsi adalah pemilikan suatu wilayah oleh suatu negara yang telah didudukinya dalam jangka waktu yang lama dan dengan sepengetahuan pemiliknya.” 65 Tidak jauh berbeda, Von Glahn mendefinisikan preskripsi, yaitu “Prescription is a legal term related to title to territory; it means continued occupation, over a long period of time, by one state of territory actually and originally belonging to another state.” preskripsi adalah istilah hukum yang berkaitan dengan titel terhadap wilayah; yang berarti okupasi yang terus-menerus, dalam jangka waktu yang lama, oleh suatu negara terhadap wilayah yang sebenarnya dan aslinya adalah milik dari negara lain 66 Menurut penulis, dari beberapa pendapat mengenai preskripsi di atas, maka yang dimaksudkan dengan preskripsi adalah cara perolehan wilayah yang sebelumnya sudah dimilikidikuasai oleh suatu negara, di mana wilayah tersebut kemudian didiami oleh negara lain, dengan sepengetahuan negara ‘pemilik’ asli tersebut dan tanpa adanya protes dan diduduki dalam jangka waktu yang lama dengan cara damai. Shaw, berpandangan negatif mengenai definisi preskripsi. Beliau mengemukakan bahwa: “prescription is a mode of establishing title to territory which is not terra nullius and which has been obtained either unlawfully or in circumstances wherein the legality of the acquisition cannot be 64 Rebecca M.M. Wallace, Op.Cit., h. 85. 65 Huala Adolf, Op.Cit., h. 110. 66 Gerhard Von Glahn, Op.Cit., h. 319. demonstrated” 67 yang dapat diartikan bahwa preskripsi adalah sebuah cara menetapkan hak atas wilayah yang bukan terra nullius dan yang mana sudah diperoleh secara melawan hukum atau dalam keadaan tertentu di mana legalitas perolehan wilayah tersebut tidak dapat ditunjukkan. Beliau juga mengatakan bahwa: It is the legitimisation of a doubtful title by the passage of time and the presumed acquiescence of the former sovereign, and it reflects the need for stability felt within the international system by recognising that territory in the possession of a state for a long period of time and uncontested cannot be taken away from that state without serious consequences for the international order.preskripsi adalah legitimisasi atas titel yang sangsiragu dengan perjalanan waktu dan menduga secara diam-diam dari kedaulatan sebelumnya, dan merefleksikan kebutuhan akan stabilitas di bawah sistem internasional dengan mengakui bahwa wilayah dalam pemilikan negara untuk jangka waktu yang lama dan tidak ditentang oleh negara lain tidak dapat diambil dari negara lain tanpa konsekuensi serius dalam tatanan internasional 68 Adapun pula Von Glahn, membedakan antara abandonment dengan preskripsi: Abandonment implies a withdrawal, a kind of open retreat from a territory. Prescription means that a foreign state occupies a 67 Malcolm N. Shaw, Op.Cit., h. 426. 68 Ibid. portion of territory claimed by a state, encounters no protests on the part of the “owner”, and exercises rights of sovereignty over a long period of time. Eventually the original title lapses and the “squatter state” acquires legal title to the territory. 69 Dari pendapat yang dikemukakan oleh Von Glahn di atas, maka abandonment lebih merujuk kepada penarikan kembali dan mundurnya suatu negara atas penguasaan terhadap wilayah tertentu, sedangkan preskripsi berarti negara asing menduduki bagian wilayah yang diklaim oleh suatu negara, dengan tidak adanya protes dari pemilik aslinya dan melaksanakan kedaulatannya dengan waktu yang lama dan titel aslinya menjadi hilang digantika oleh negara yang menduduki wilayah tersebut. Preskripsi membutuhkan pelaksanaan kedaulatan secara de facto. 70 Lebih lanjut, dijelaskan oleh Starke: Hak yang diperoleh melalui preskripsi yaitu preskripsi akuisitif adalah hasil dari pelaksanaan kedaulatan de facto secara damai untuk jangka waktu yang sangat lama atas wilayah yang tunduk pada kedaulatan negara lain, dan preskripsi ini mungkin sebagai akibat dari pelaksanaan kedaulatan demikian yang sudah berjalan lama sekali misalnya karena dengan jangka waktu tersebut menghilangkan kesan kedaulatan oleh negara pendahulu atau sebagai akibat lamanya pemilikan yang bertentangan semata-mata. 71 69 Gerhard Von Glahn, Op.Cit., h. 319. 70 Rebecca M.M. Wallace, Op.Cit., h. 85. 71 J.G. Starke, Op.Cit., h. 222. Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa ada perbedaan dan persamaan antara preskripsi dan okupasi. Perbedaan dari okupasi dan preskripsi terletak pada pemilikan suatu wilayah dan waktu, jika okupasi wilayah tersebut terra nullius ditemukan dan diatur, tetapi tidak membutuhkan jangka waktu yang lama agar titel wilayahnya menjadi milik negara yang menduduki, sedangkan preskripsi wilayah tersebut diperoleh karena adanya pemilikan, suatu pemilikan wilayah orang lain yang telah berlangsung lama dan tidak ada protes dari pemilik aslinya. 72 Persamaannya bahwa preskripsi dan okupasi berdasarkan effective control pada wilayah tersebut. 73 Jangka waktu dalam preskripsi ini, tidak ada kesamaan pendapat dikalangan sarjana hukum internasional. Dalam beberapa definisi mengenai preskripsi di atas, hanya disebutkan waktu yang cukup lama. Bahkan, Wallace berpendapat bahwa: “there has to date been no decision of an international tribunal conclusively acknowledging title founded on prescription.” 74 Melihat dalam putusan arbitrasi The Island of Palmas Case, jangka waktu preskripsi diputuskan dua ratus tahun. 75 Di samping itu, dalam hukum nasional, terdapat jangka waktu tersendiri dalam menentukan periode preskripsi, semisal dalam hukum nasional Inggris selama dua belas tahun, begitu pula India yang menetapkan dua belas tahun dalam preskripsi. 76 72 Huala Adolf, Op.Cit., h. 110, lihat juga Peter Malanczuk, Op.Cit., h. 150. 73 Ibid. 74 Rebecca M.M. Wallace., Op.Cit., h. 85. 75 Philip C. Jessup, “The Palmas Island Arbitration”, 22 AJIL 1928, h. 735-752, dan R. V. Jennings, The Acquisition of Territory in International Law, Manchester University Press, Manchester, 1963, dalam Gerhard Von Glahn, Op.Cit., h. 321, lihat juga D.J. Harris, Op.Cit., h. 197. Namun, menurut penulis, dari beberapa literatur, putusan ini masih menimbulkan perbedaan pendapat antara penulisahli hukum internasional. 76 R.C. Hingorani, Op.Cit., h. 53. Dalam kaitannya dengan preskripsi, Fauchille dan Johnson, mengemukakan beberapa syarat agar suatu preskripsi sah: 1. Pemilikan tersebut harus dilaksanakan secara a titre de souverain. Maksudnya, yaitu bahwa pemilikan tersebut harus memperlihatkan suatu kewenangankekuasaan negara dan di wilayah tersebut tidak ada negara yang mengklaimnya; 2. Pemilikan tersebut harus berlangsung secara damai dan tidak ada gangguan protes dari pihak lain. Hakim Huber dalam kasus The Palmas menggunakan istilah “terus-menerus dan damai”; 3. Pemilikan tersebut harus bersifat publik. Yang dimaksud publik di sini yaitu yang diumumkan atau yang diketahui oleh pihak lain;dan 4. Pemilikan tersebut harus berlangsung terus. 77

3. Cessi Penyerahan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keabsahan Klaim Kedaulatan Jepang atas Kepulauan Senkaku

0 1 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keabsahan Klaim Kedaulatan Jepang atas Kepulauan Senkaku T1 312009049 BAB I

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keabsahan Klaim Kedaulatan Jepang atas Kepulauan Senkaku T1 312009049 BAB IV

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keabsahan Klaim Kedaulatan Jepang atas Kepulauan Senkaku

0 0 13

T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Militer Jepang dan Cina dalam Kedaulatan Wilayah: Studi Kasus Perebutan Wilayah Sengketa Kepulauan SenkakuDiaoyu Tahun 20122016 T1 BAB VI

0 0 3

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Militer Jepang dan Cina dalam Kedaulatan Wilayah: Studi Kasus Perebutan Wilayah Sengketa Kepulauan SenkakuDiaoyu Tahun 20122016 T1 BAB V

0 0 21

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Militer Jepang dan Cina dalam Kedaulatan Wilayah: Studi Kasus Perebutan Wilayah Sengketa Kepulauan SenkakuDiaoyu Tahun 20122016 T1 BAB IV

0 0 13

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Militer Jepang dan Cina dalam Kedaulatan Wilayah: Studi Kasus Perebutan Wilayah Sengketa Kepulauan SenkakuDiaoyu Tahun 20122016 T1 BAB III

0 0 3

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Militer Jepang dan Cina dalam Kedaulatan Wilayah: Studi Kasus Perebutan Wilayah Sengketa Kepulauan SenkakuDiaoyu Tahun 20122016 T1 BAB II

0 2 11

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Militer Jepang dan Cina dalam Kedaulatan Wilayah: Studi Kasus Perebutan Wilayah Sengketa Kepulauan SenkakuDiaoyu Tahun 20122016 T1 BAB I

0 0 8