manapun, dan okupan haruslah negara, yang memperuntukkan untuk menjadikan wilayah tersebut dalam kedaulatannya dan harus ada effective occupation untuk
melaksanakan wewenangnya.
49
Menurut penulis sendiri, yang dimaksudkan dengan okupasi, mengacu dari beberapa pendapat di atas maka okupasi adalah pendudukan oleh suatu negara,
yang didahului oleh penemuan discovery, yang mana wilayah yang diduduki tersebut merupakan terra nullius dan pendudukan tersebut berjalan terus menerus
dengan cara damai. Namun, untuk saat ini wilayah yang termasuk terra nullius sudak tidak ada, dan terra nullius ini sangat banyak digunakan pada sengketa yang
berdasarkan klaim atas wilayah-wilayah yang sebelumnya disebut terra nullius.
50
Ada dua syarat yang perlu diperhatikan dalam okupasi, yaitu kehendak untuk bertindak menjadikan wilayah tersebut menjadi kedaulatan the intention or
will to act as sovereign dan pelaksanaan kedaulatan yang nyata some actual exercise or display of authority.
51
1.1. The intention or will to act as sovereign
Okupan negara yang melakukan okupasi, tentu saja harus bermaksud untuk meyakinkan bahwa wilayah yang didudukinya tersebut di bawah kedaulatannya.
52
Unsur kehendak merupakan masalah kesimpulan dari semua fakta, meskipun kadang-kadang kehendak tersebut dapat secara formal ditegaskan dalam
pengumuman resmi kepada negara-negara lain yang berkepentingan.
53
Cara ini dapat diwujudkan, seperti aktivitas individu yang didasarkan menurut kewenangan
49
Werner Levi, Contemporary International Law second edition: a Concise Introduction, Westview Press, San Fransisco, 1991, h. 130.
50
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit., h. 179.
51
J.L Brierly, Op.Cit., h. 151.
52
Werner Levi, Loc.Cit.
53
J.G Starke, Op.Cit., h. 215
yang diterima oleh pemerintah negara yang bersangkutan atau cara lain pemerintah dalam menyatakan wilayah tersebut menjadi jurisdiksinya.
54
1.2. Effective occupation
Pelaksanaan kedaulatan yang nyata some actual exercise or display of authority, diwujudkan melalui effective occupation. Effective occupation,
merupakan proses tahapan untuk memperoleh kedaulatan secara legal yang dibenarkan oleh hukum internasional. Namun sebelumnya terdapat doktrin hak
permulaanpendahuluan doctrine of inchoate title yang diberikan berdasarkan penemuan discovery saja
55
, yang mana suatu negara memperoleh hak sementara atas suatu teritori dengan belum sempurna sampai dengan negara tersebut
meperoleh bukti kuat dalam effective occupation.
56
Agar menyempurnakan doktrin ini, maka diharuskan adanya effective occupation.
57
Effective occupation merupakan penerapan dari pelaksanaan kedaulatan yang nyata.
58
Dalam The Island of Palmas Case, effective occupation harus ditetapkan dengan tiga cara, yaitu secara terbuka, publik ,dan terus menerus,
dengan cara damai pada waktu yang cukup lama.
59
Wujud dari effective occupation ini dapat ditunjukkan dengan suatu tindakan yang jelas atau simbolis
atau langkah-langkah legislatif dan eksekutif yang berlaku di wilayah yang diklaim, atau melalui traktat-traktat dengan negara lain yang mengakui kedaulatan
54
Lihat kasus Fisheries case, Judgment of December 18
th
, I951: I.C.J. Reports 1951, p. 116., lihat juga dalam Peter Malanczuk, Op.Cit., h. 149.
55
Perlu menjadi catatan bahwa doctrin of inchoate title ini mengacu pada putusan dari kasus the Island of Palmas case, lihat Malcolm N Shaw, Op.Cit., h. 425.
56
J.L. Brierly, Op.Cit., h. 154.
57
Ibid.
58
Rebecca M.M Wallace, Op.Cit., h. 82.
59
Ibid., h. 84.
negara penuntut tersebut, dengan penerapan batas-batas wilayah, dan seterusnya
60
, seperti misalnya dalam kasus Pulau Sigitan dan Pulau Sipadan, dengan pihaknya
atara Indonesia dan Malaysia, yang mana kasus ini dimenangkan oleh Malaysia karena prinsip effective occupation ini telah dilakukan oleh Malaysia dengan
pengaturan dan kontrol terhadap telur-telur kura-kura sejak tahun 1917 dengan dikeluarkannya the 1917 Turtle Preservation Ordinance.
61
Tindakan Malaysia ini juga mencerminkan adanya prinsip effectivités, yang mana prinsip ini, seperti
yang ditegaskan oleh International Court of Justice bahwa aktivitas yang dilakukan oleh perseorangan tidak dapat dilihat sebagai effectivités jika tidak
ditempatkan pada basis pengaturan resmi atau dibawah kewenangan pemerintahan.
62
2. Preskripsi