atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain.
2. Aspek intern kedaulatan ialah hak atau wewenang eksklusif
suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-lembaga tersebut dan hak untuk membuat
undang-undang yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
3. Aspek teritorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan
eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat dalam wilayah tersebut.
Salah satu unsur pokok status kenegaraan adalah penguasaan suatu wilayah teritorial, di dalam wilayah mana berlaku hukum negara tersebut. Terhadap
wilayah ini otoritas tertinggi berada di negara terkait.
23
Apabila suatu negara melaksanakan yurisdiksi atau kekuasaan atas suatu wilayah, maka negara tersebut
mempunyai kedaulatan sovereignty atas wilayah itu.
24
Kedaulatan di sini bukan menunjuk hubungan antara orang dengan orang atau kemerdekaan negara, tetapi
kepada sifat-sifat atas wilayah.
25
B. Konsep Kedaulatan Teritorial
Negara sendiri harus memiliki kualifikasi sendiri agar dapat disebut negara, seperti yang sudah disebutkan dalam Article 1 The 1933 Montevideo Convention
on Rights and Duties of States:
23
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, terjemahan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 210.
24
Soekotjo Hardiwinoto, Pengatar Hukum Internasional, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, h. 119, lihat juga J.L. Brierly, Op.Cit., h. 150.
25
Ibid.
The State as a person of international law should possess the following qualification:
1. A permanent population;
2. A defined territory;
3. Government; and
4. Capacity to enter into relations with other States.
Khusus untuk nomor dua, mengenai ‘a defined territory’, maka negara harus melaksanakan kontrol terhadap wilayah negara tersebut. Kontrol terhadap
wilayah adalah esensi dari sebuah negara.
26
Oleh karena itu muncul apa yang disebut dengan kedaulatan teritorial territorial sovereignty, sebagaimana
dijelaskan oleh Malanzscuk: “...‘territorial sovereignty’, establishing the exclusive competence to take legal and factual measures within that territory and
prohibiting foreign governments from exercising authority in the same area without consent
27
, yang dapat diartikan bahwa kedaulatan teritorial menetapkan kompeten eksklusif untuk memperoleh ukuran legal dan faktual dalam teritori
tersebut dan mencegah pemerintahan negara asing untuk melaksanakan kewenangannya di wilayah yang sama tanpa izin. The International Court of
Justice juga mengatakan bahwa kedaulatan teritorial adalah hal yang sangat mendasar essential foundation dalam hubungan internasional.
28
Kedaulatan teritorial, yang menandakan bahwa di dalam wilayah kekuasaan ini yurisdiksi dilaksanakan oleh negara terhadap orang-orang dan harta benda
26
Peter Malanczuk, Akehurt’s Modern International Law, Routledge, London, 1997, h. 75.
27
Ibid., h. 75.
28
Corfu Channel Case, ICJ Reports, 1949, h. 35, dalam R.P. Anand, Op.Cit., h. 78.
yang menyampingkan negara-negara lain.
29
Kedaulatan dan wilayah adalah dua hal penting yang saling berkaitan dalam hukum internasional, yang secara implisit
dinyatakan oleh Adolf 1991:99: Maksud kedaulatan teritorial adalah kedaulatan yang dimiliki
oleh suatu negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksklusif di wilayahnya. Karena pelaksanaan kedaulatan ini didasarkan pada
wilayah, karena wilayah mungkin adalah konsep fundamental hukum internasional.
Dalam kasus Nationality Decrees in Tunis and Morocco, pembelaan yang dinyatakan oleh La Pradelle, menyatakan bahwa wilayah bukan merupakan
substansi, namun merupakan sebuah kerangka, yang berarti bahwa kerangka tersebut adalah dengan adanya pelaksanaan kekuasaan publik dan mengenai
wilayah tidak perlu dipertimbangkan karena hanya sebagai hal eksternal, yang mana seolah-olah tanda di mana kekuasaan publik dari suatu negara
dilaksanakan.
30
Selaras dengan hal ini, Glahn berpendapat bahwa: “a State has an unquestioned right to exercise sovereign authority troughout the extent of its
territory. By virtue of this fact, teritory became in the legal order “the point of departure in settling most questions that concern international relations”
31
, yang berarti bahwa negara memiliki hak yang tidak dapat dibantahkan dalam rangka
pelaksanaan kedaulatan dalam wilayahnya. Berdasarkan hal ini, wilayah menjadi
29
J.G. Starke, Op.Cit., h. 210.
30
Lihat D.J. Harris, Cases and Materials on International Law fifth edition, Sweet and Maxwell, London, 1998, h. 198.
31
Gerhard Von Glahn, Law Among Nations, Macmillan Publishing Co., Inc, New York, 1981, h. 315.
tatanan hukum yaitu titik mula dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan internasional.
Hal-hal mengenai wilayah, terdapat preskripsi pada kasus the Island Palmas Case, dengan pihaknya yaitu Amerika Serikat dan Belanda. Mengacu pada
arbitrator Max Huber dalam the Island Palmas Case tahun 1928, kedaulatan teritorial adalah ‘Teritorial sovereignty may defined as “right to exercise therein,
to the exclusion of any other State, the functions of a State’, yang berarti bahwa kedaulatan teritorial dapat didefinisikan sebagai hak untuk melaksanakan di
dalamnya, terlepas dari negara lain, fungsi-fungsi suatu negara.
32
Kedaulatan teritorial juga memiliki aspek negatif dan positif. Aspek positif yang dimaksud adalah berkaitan dengan sifat hak ekslusif kompetensi suatu
negara terhadap wilayahnya.
33
Aspek negatif kedaulatan teritorial ini adalah adanya kewajiban untuk tidak mengganggu hak negara-negara lain.
34
C. Kedaulatan Yurisdiksional jurisdictional sovereignty