Namun, perolehan kedaulatan melalui cessi dengan penaklukan, saat ini dilarang, baik dalam ketentuan sebelum 1945, seperti Kellog-Briand Treaty 1928,
dan juga doktrin the Stimson Doctrine of Non-Recognition 1932 yang menyatakan apabila dalam perolehan suatu wilayah dengan menggunakan
kekerasan maka perolehan tersebut tidak akan diakui
91
; maupun sesudah 1945, yaitu dalam Article 2 4 United Nations Charter, dengan larangan penggunaan
use of force terhadap wilayah negara lain.
4. Aneksasi conquestpenaklukan
Brierly, mendefinisikan aneksasi, yaitu perolehan kedaulatan acquisition wilayah dari musuh dengan sempurna dan subjugasi final dan sebuah deklarasi
dari negara yang menaklukan untuk menggabungkan wilayah tersebut.
92
Wallace mendefinisikan conquest ini terkait juga dengan perang, yang mana wilayah
tersebut dikuasaidiambil alih oleh angkatan bersenjata military force
93
, sedangkan Starke lebih menitikberatkan aneksasi pada ‘pemaksaan’ dalam
perolehan kedaulatan teritorial.
94
Adapun pula padanan kata aneksasi ini yaitu subjugasi, yang menurut Black’s Law Dictionary : “a means of ending a war and
acquiring territory when one of the belligerent countries has been so soundly defeated that is adversory is able to decide alone the fate of the defended
country’s territory”sebuah cara mengakhiri perang dan mendapatkan wilayah ketika satu dari negara yang berperang terkalahkan yang mana negara tersebut
91
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit., h. 182.
92
J.L. Brierly, Op.Cit., h. 155.
93
Rebecca M.M. Wallace, Op.Cit., h. 85.
94
J.G. Starke, Op.Cit., h. 220.
memutuskan untuk menyerahkan wilayah kepada negara yang memenangkan perang tersebut --penulis--.
Aneksasi, pada waktu sebelum Perang Dunia Kedua seringkali terjadi, sedangkan untuk saat ini aneksasi dilarang. Dalam UN Charter Article 2 4,
menyatakan bahwa “All Members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political
independence of any state, or in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations”, kecuali dalam situasi dan keadaan tertentu semisal
dekolonialisasi.
95
5. Akresi
Shaw menjelaskan akresi sebagai proses geografis yang mana tanah baru terbentuk dan menjadi ‘berhimpit’ dengan tanah yang ada, seperti misalnya
pembentukan pulau-pulau di mulut sungai atau pergantian arah dari batas sungai yang meninggalkan tanah kering yang muncul ke permukaan.
96
Tidak jauh berbeda, Strake mendefinisikan akresi, yaitu terjadi apabila wilayah yang baru
ditambahkan, terutama karena sebab sebab ilmiah, yang mungkin timbul karena pergerakan sungai atau lainnya misalnya tumpukkan pasir karena tiupan angin,
terhadap wilayah yang telah ada yang berada di bawah kedaulatan negara yang memperoleh hak tersebut.
97
Tindakan atau pernyataan formal tentang hak ini tidak diperlukan.
E. Traktat Treaty
95
R.C Hingorani, Op.Cit., h. 53.
96
Malcolm N. Shaw, Op.Cit., h. 419.
97
J.G. Starke, Op.Cit., h. 220-221.