ANALISIS EFISIENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI UBI KAYU (Manihot utilissima) DI KECAMATAN MENGGALA KABUPATEN TULANG BAWANG

(1)

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI UBI KAYU (Manihot utilissima)

DI KECAMATAN MENGGALA, KABUPATEN TULANG BAWANG

Oleh

I Wayan Hari Bakti Prabowo

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dan menyusun strategi pengembangan usahatani ubi kayu. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Ujung Gunung Ilir dan Kagungan Rahayu, Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang. Sampel penelitian ini diambil secara sensus melibatkan 91 petani ubi kayu di kedua kelurahan. Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis efisiensi teknis, efisiensi harga, efisiensi ekonomis, dan analisis SWOT. Hasil analisis efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomis yaitu masing-masing sebesar 0,742; 7,457; dan 5,538; yang menunjukkan bahwa usahatani tidak efisien secara teknis, tidak efisien harga, dan tidak efisien secara ekonomis. Susunan strategi pengembangan untuk usahatani ubi kayu ini adalah: meningkatkan jumlah produksi untuk memenuhi permintaan industri tapioka dan bio etanol, meningkatkan pola pikir yang maju dan berwawasan lingkungan, peningkatan kegiatan ekonomi sampingan untuk kesejahteraan, memperbaiki infrastruktur jalan yang rusak untuk kelancaran usahatani, serta memperbaiki efisiensi waktu kerja yang baik untuk meningkatkan daya saing.


(2)

ABSTRACT

THE EFFICIENCY ANALYSIS AND DEVELOPMENT STRATEGIES OF CASSAVA FARMING IN MENGGALA SUBDISTRICT OF

TULANG BAWANG REGENCY

By

I Wayan Hari Bakti Prabowo

The purpose of this study was to determine the level of efficiency and design development strategies that more appropriate for cassava farming. This study was conducted in two villages, namely Ujung Gunung Ilir Village and Kagungan Rahayu Village of Menggala Subdistrict of Tulang Bawang Regency. This study uses census method involving 91 cassava farmers in the two villages. The method of analysis in this study are the analysis of technical efficiency, price efficiency, economic efficiency, and SWOT analysis. The results of the analysis of technical efficiency, price efficiency, and economic efficiency were as follows: 0.742; 7.457; and 5.538. This indicated that the farm was technically inefficient, inefficient prices, and economically inefficient. The design of new strategies to develope this farm were: increasing production to fill the demand of tapioca and biofuel industry, optimizing the advanced mindset and environmental friendly, increasing economic activity for the welfare, improving the infrastructure to repair farm roads, and working efficiency to increase the competitiveness.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Madiun Provinsi Jawa Timur pada tanggal 26 Juni 1991. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis merupakan putra dari pasangan berbahagia ayahanda I Nyoman Suwarna dan ibunda Suprihatin.

Riwayat pendidikan penulis adalah Taman Kanak-Kanak Yapindo Tulang Bawang yang diselesaikan pada tahun 1996, lalu penulis melanjutkan sekolah pada sekolah SD 02 Yapindo Tulang Bawang yang diselesaikan pada tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan sekolah pada SLTP Yapindo Tulang Bawang yang diselesaiakan pada tahun 2005 dan selanjutnya penulis meneruskan pada SMA 1 Seputih Raman Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di beberapa organisasi yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Hindu Unila sebagai ketua bidang kerohanian, UKM Bela Diri Merpati Putih sebagai anggota, dan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (HIMASEPERTA) sebagai anggota bidang pengkaderan mahasiswa pada tahun 2011/2012. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah diantaranya Perencanaan dan Evaluasi Proyek, Manajemen Strategi, dan Manajemen Keuangan.


(7)

SANWACANA

Om Swastyastu, atas segala puji dan syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Analisis Efisiensi dan Strategi Pengembangan Usahatani Ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang.” Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan skripsi dan dalam penyusunan laporan ini, sehingga pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Dwi Haryono, M.S., selaku dosen pembimbing satu, atas saran, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si., selaku dosen pembimbing dua dan juga sebagai pembimbing akademik, atas saran, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis.

3. Ibu Dr. Ir. Fembriyanti Eri Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menjalankan skripsi.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menjalankan skripsi.


(8)

5. Seluruh staff karyawan SOSEK (Mbak Ai, Mbak Iin, Mas Boim, Mas Buchori,) yang telah membantu memperlancar kegiatan administrasi dan perkuliahan kami. Mas Kardi yang telah merawat dan menjaga kebersihan serta keasrian lingkungan SOSEK.

6. Bapak Ir. Donny Agung Wibawanto selaku Kepala Dinas Pertanian Tulang Bawang yang telah memberikan izin untuk memberikan data dan informasi kepada penulis.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta (I Nyoman S dan Suprihatin) yang telah sabar mendidik penulis dan selalu memberikan doa, kasih sayang, bimbingan, motivasi, dan nasihat yang terus mengalir kepada penulis dalam

menjalankan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa.

8. Adinda tercinta (Ayu Komang Anggraini), atas doa, motivasi dan kasih sayang kepada penulis.

9. Catur Gunawan, S.P., selaku Staff Officer yang selalu memberikan semangat, arahan dan motivasi untuk menjadi orang sukses.

10. Teman-teman angkatan 2010 yang telah membantu, dan memberikan saran, semangat serta motivasi kepada penulis. Sukses selalu untuk kalian semua satu angkatan dan satu perjuangan.

11. Sahabat-sahabat The Lengkers (Reza, Dimash, Dani P, Dani al, Ludi, Yoandra, Kasogi, Deby, Rahmat, Ernas, Rizki Madon),yang tidak akan pernah terlupakan, terima kasih atas dukungan, bantuan, semangat dan motivasi kepada penulis selama ini.

12. Sahabat-sahabat Agen Care yang selalu berkumpul dan berjuang bersama-sama berbagi suka dan duka selama menuntut ilmu dibangku perkuliahan.


(9)

13. Adik-adik agribisnis 2011, 2012, 2013, kanda-kanda dan yunda-yunda 2009, dan 2008, atas informasi, dukungan dan motivasi kepada penulis selama ini. 14. Zulkarnain, Spd., Andi Yulianto, Spd., Yudi Irawan, SST., Dr. Yudho, yang

telah membagi keceriaan, kebersamaan, dan semangat kepada penulis. 15. Seseorang yang spesial yang telah memberikan dukungan dan motivasi

penuh untuk selalu menjadi yang terbaik.

Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya, Svaha. Mohon maaf apabila terjadi kesalahan penulisan karena tidak ada satu pun manusia yang sempurna, kesempurnaaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa. Om , Santih, Santih, Santih, Om.

Bandar Lampung, 21 Januari 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Peneitiaan ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 11

A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Teori Produksi ... 11

2. Fungsi Produksi ... 12

a. Fungsi Produksi Frontier ... 14

3. Teori Efisiensi ... 15

a. Efisiensi Teknis ... 17

b. Efisiensi Harga ... 17

c. Efisiensi Ekonomis ... 18

4. Konsep manajemen strategi ... 18

a. Manajemen Strategi ... 18

b. Analisis Lingkungan Internal ... 21

c. Analisis Lingkungan Eksternal ... 23

d. Analisis Swot ... 25

5. Ubi Kayu ... 27

6. Klasifikasi Ubi Kayu ... 29

7. Kondisi Lingkungan Untuk Pertumbuhan ... 30

8. Bududaya Ubi Kayu ... 31

B. Penelitian Terdahulu ... 37

1. Efisiensi ... 37

2. Strategi Pengembangan ... 40

C. Kerangka Pemikiran ... 44


(11)

III. METODE PENELITIAN ... 48

A. Definisi Operasional ... 48

B. Jenis Dan Sumber Data ... 50

C. Pupolasi Dan Sampel ... 51

D. Metode Pengumpulan Data ... 55

E. Metode Analitis ... 55

1. Fungsi Cobb Douglas ... 56

2. Fungsi Produksi Frontier ... 57

3. Konsep Manajemen Strategi ... 59

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 69

A. Letak Dan Luas Daerah ... 69

B. Topografi Dan Iklim ... 71

C. Penggunaan Lahan Dan Jumlah Penduduk ... 72

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 77

A. Karakteristik Responden ... 77

1. Usia Responden ... 77

2. Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 78

3. Luas Lahan Responden... 79

4. Tingkat Pengalaman Usahatani Responden ... 80

5. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ... 81

6. Rata-Rata Penggunaan Faktor-faktor Produksi Dan Hasil Produksi ... 82

7. Jenis atau Klon Ubi Kayu Yang Ditanam ... 84

B. Efisiensi usahatani ubi kayu ... 85

1. Efisiensi Secara Teknis ... 85

2. Efisiensi Harga ... 87

3. Efisiensi Ekonomis ... 94

C. Strategi Pengembangan Usahatani Ubi Kayu ... 96

1. Analisis Lingkungan Intermal ... 98

2. Analisis Lingkungan Eksternal... 105

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 119


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Indonesia .... 2

2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Indonesia .... 4

3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Provinsi Lampung ... 5

4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Kayu berdasarkan Kabupaten/Kota. ... 6

5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Kecamatan Menggala ... 7

6. Internal Factor Analysis Summary-IFAS ... 22

7. Eksternal Factor Analysis Summary-EFAS ... 24

8. Alternatif Strategi dengan Menggunakan Matriks TOWS ... 26

9. Nilai Kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat ... 29

10.Data Luas Panen, Produksi dan Produktivitas UbiKayu Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2012 ... 51

11.Kode Kelurahan dan Nama Kelurahan di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang. ... 53

12.Jumlah Petani Ubi Kayu dan Distribusi Sampel Tiap Dusun Di Kelurahan Kagungan Rahayu, Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang. ... 54

13.Jumlah Petani Ubi Kayu dan Distribusi Sampel Tiap Dusun Di Kelurahan Ujung GunungIlir, KecamatanMenggala, KabupatenTulangBawang. ... 54


(13)

15.General Eksternal Factor Analysis Summary-EFAS ... 61

16.Specific Internal Factor Analysis Summary – IFAS ... 62

17.Spesific Eksternal Factor Analysis Summary – EFAS ... 64

18.Matrix Internal Factor Analysis Summary – IFAS ... 66

19.Matrix External Factor Analysis Summary – EFAS ... 67

20.Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) di Kabupaten Tulang Bawang Periode 2010-2012 ... 76

21.Sebaran Usia Responden Di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang ... 77

22.Sebaran Tingkat Pendidikan Formal Responden Di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang ... 79

23.Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Luas Lahan Di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang ... 80

24.Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang ... 81

25.Jumlah tanggungan keluarga petani ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang. ... 82

26.Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Dan Hasil Produksi Usahatani Ubi kayu Di Kecamatan Mengala, Kabupaten Tulang Bawang ... 83

27.Jenis Atau Klon Ubi Kayu Yang Ditanam Oleh Petani Di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang ... 84

28.Nilai Elastisitas dan Signifikan Faktor-faktor Produksi Usahatani Ubi Kayu ... 88

29.Efisiensi Harga masing-masing variable faktor-faktor produksi ... 90

30.Matrix Internal Factor Analysis Summary – IFAS ... 102

31.Matrix External Factor Analysis Summary – EFAS ... 109

32.Pembobotan Untuk Diagram SWOT, Faktor Internal dan Eksternal Usahatani Ubi Kayu di Kecamatan Menggala ... 112


(14)

33.Analisis SWOT Usahatani Ubi Kayu Di Kecamatan Menggala


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan Antara Produk Fisik Total, Marjinal, dan Rata –rata ... 13

2. Diagram Analisis SWOT ... 20

3. Kerangka Pemikiran ... 46


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat cocok sebagai media tanam untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan di Indonesia yang menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung (Ginting 2002). Menurut Hafsah (2003) sebagian besar produksi ubi kayu di Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (85–90 persen), sedangkan sisanya diekspor dalam bentuk gaplek, chips, dan tepung tapioka. Ubi kayu dikonsumsi sebanyak 71,69 persen sebagai bahan pangan (langsung atau melalui proses

pengolahan), 13,63 persen untuk keperluan industri non pangan, 2,00 persen untuk pakan, dan 12,66 persen terbuang (sisa di lahan pertanian).

Sebagai bahan makanan, ubi kayu merupakan komoditas pangan tradisional yang dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat, dan melalui diversifikasi konsumsi dapat dimanfaatkan sebagai substitusi atau pengganti asal beras. Ubi kayu mempunyai peran yang cukup berpengaruh dalam pemenuhan bahan pangan langsung, tetapi tidak memberikan rpengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. Ubi kayu mempunyai peranan yang lebih besar sebagai bahan baku industri dan ekspor non migas. Adapun produk


(17)

olahan ubi kayu yang dihasilkan di Indonesia seperti tapioka, industri makanan ringan berupa kripik, industri olahan makanan tradisional berupa getuk, bahan baku bio ethanol, pellet, onggok, dan gaplek (Saleh dan Widodo, 2007).

Menurut Saleh dan Widodo (2007), produk olahan ubi kayu memiliki potensi permintaan yang cukup tinggi karena selain dapat dikonsumsi secara

langsung oleh rumah tangga, dapat dijadikan juga sebagai bahan baku industri dan sebagai bahan dasar industri lanjutan, seperti industri kertas dan tekstil. Pengembangan ubi kayu dapat dilakukan dengan cara meningkatan areal tanam, dan peningkatan produktivitas. Data perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu di Indonesia pada tahun 2005–2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Indonesia

Tahun Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/ Ha)

2005 1.213.460 19.321.183 15,90

2006 1.227.459 19.986.640 16,30

2007 1.201.481 19.988.058 16,64

2008 1.204.933 21.756.991 18,06

2009 1.175.666 22.039.145 18,75

2010 1.183.047 23.918.118 20,22

2011 1.184.696 24.044.025 20,30

2012 1.129.688 24.177.372 21,40

Rata-rata

Pertumbuhan per tahun (%)

- 0,13 0,40 0,53


(18)

Tabel 1 menunjukkan bahwa luas panen ubi kayu Indonesia pada tahun 2005 sampai tahun 2012 berkurang setiap tahunnya dan cenderung semakin

menurun, sedangkan produksi dan produktivitas ubi kayu selalu menunjukkan peningkatan. Luas panen ubikayu pada tahun 2005 sampai tahun 2012

mengalami penurunan, hal ini dimungkinkan semakin majunya tekhnologi sehingga dapat digunakan untuk alih fungsi lahan ataupun beralih ke usahatani lainnya.

Berdasarkan potensi fisik seperti kesesuaian lahan, iklim, sumber daya manusia, dan tingkat adaptasi teknologi, maka tanaman ubi kayu dapat dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan BPS (2013), menunjukkan bahwa terdapat lima provinsi teratas yang merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di Indonesia, yaitu Provinsi Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Provinsi Lampung merupakan sentra produksi utama ubi kayu di Indonesia. Dapat dilihat perkembangan produksi usahatani ubi kayu di Indonesia tahun 2013 pada Tabel 2.


(19)

Tabel 2. Luas panen, Produksi dan produktivitas Ubi Kayu di Indonesia.

No Provinsi Luas

Panen(Ha) Produksi(Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

Indonesia 1.137.210 25.494.507 22,418

1 Lampung 367.966 9.633.560 26,181

2 Jawa Timur 176.102 4.030.474 22,887

3 Jawa Tengah 163.330 3.771.334 23,09

4 Jawa Barat 99.635 2.194.525 22,026

5 Sumatera Utara 46.765 1.491.108 31,885

6 DI Yogyakarta 58.330 1.004.607 17,223

7 Nusa Tenggara Timur 85.280 862.879 10,118

8 Sulawesi Selatan 24.457 474.542 19,403

9 Sulawesi Tenggara 12.371 245.171 19,818

10 Sumatera barat 5.580 232.335 41,637

11 Kalimantan Barat 10.642 170.495 16,021

12 Bali 8.609 148.263 17,222

13 Sumatera Selatan 9.406 147.913 15,725

14 Maluku Utara 9.666 122.061 12,628

15 Riau 4.137 106.195 25,67

16 Maluku 4.672 94.224 20,168

17 Kalimantan Selatan 5.254 92.343 17,576

18 Kalimantan Timur 5.155 91.480 17,746

19 Banten 6.078 90.377 14,87

20 Sulawesi Tengah 3.923 79.522 20,271

21 Sulawesi Utara 4.716 61.413 13,022

22 Nusa Tenggara Barat 4.116 59.115 14,362

23 Bengkulu 3.929 50.656 12,893

24 Sulawesi Barat 2.286 49.687 21,735

25 Kalimantan Tengah 3.716 44.482 11,97

26 Papua 3.029 37.481 12,374

27 Aceh 2.762 35.202 12,745

28 Jambi 2.336 33.556 14,365

29 Bangka Belitung 860 15.243 17,724

30 Papua Barat 1.046 11.625 11,114

31 Kepulauan Riau 708 8.296 11,718

32 Gorontalo 348 4.343 12,48

33 DKI Jakarta 0 0 0


(20)

Pada sepuluh tahun terakhir, produksi ubi kayu di Provinsi lampung mengalami peningkatan yang dominan. Peningkatan produksi diasumsikan bahwa banyaknya industri-industri besar yang masuk khususnya industri pengolahan ubi kayu atau singkong untuk di olah menjadi tapioka. Selain industri besar, diasumsikan meningkatnya indusri rumah tangga untuk mengolah bahan baku ubi kayu menjadi makanan seperti kripik singkong, getuk, combro, dan masih banyak lainnya. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu di provinsi lampung selama sepuluh tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Provinsi Lampung

Sumber : BPS, 2013.

Berdasarkan data BPS Provinsi Lampung (2013), Kabupaten Tulang Bawang menempati posisi ke 5 penghasil ubi kayu terbanyak setelah Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara, Lampung Timur, dan Tulang Bawang

Tahun Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/ Ha)

2004 266.586 4.673.091 17,52

2005 252.984 4.806.254 19,00

2006 283.430 5.499.403 19,40

2007 316.806 6.394.906 20,19

2008 318.969 7.721.882 24,20

2009 309.047 7.569.178 24,50

2010 346.217 8.637.594 24,95

2011 368.096 9.193.676 24,98

2012 324.749 8.387.351 25,83

2013 367.966 9.633.560 26,18

Rata-rata

Pertumbuhan/ tahun (%)


(21)

Barat. Meskipun produksi yang dihasilkan menempati urutan kelima,

produktivitas ubi kayu Kabupaten Tulang Bawang mampu menempati urutan tiga teratas yaitu sebesar 26,93 ton/ha. Berdasarkan data luas panen, produksi dan produksi ubi kayu di Provinsi Lampung menurut kabupaten dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Kayu berdasarkan Kabupaten/Kota.

No Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

1 Lampung Tengah 130.781 3.371.618 25,78

2 Lampung Utara 51.782 1.357.275 26,21

3 Lampung Timur 54.073 1.235.925 22,85

4 Tulang Bawang Barat 38.926 1.058.194 27,18

5 Tulang Bawang 19.767 532.395 26,93

6 Way Kanan 15.725 373.832 23,77

7 Lampung selatan 10.100 214.730 21,26

8 Mesuji 4.629 126.661 27,36

9 Pesawaran 3.323 71.001 21,36

10 Lampung Barat 674 13.680 20,29

11 Pringsewu 621 12.850 20,69

12 Tanggamus 585 12.270 20,97

13 Bandar Lampung 159 3.390 21,32

14 Metro 122 2.530 20,73

Total 324.749 8.387.351

Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2013.

Penurunan hasil produksi ini disebabkan karena Kabupaten Tulang Bawang mengalami pemekaran 2 kabupaten yaitu Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Kabupaten Mesuji. Kabupaten Tulang Bawang memiliki 15 kecamatan dan Kecamatan Menggala merupakan kecamatan penghasil ubi kayu terbesar


(22)

ketiga setelah Kecamatan Dente Teladas dan Gedung Meneng. Produksi yang dihasilkan Kecamatan Menggala pada 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Kecamatan Menggala

Sumber: BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2013.

B. Permumusan Masalah

Ubi kayu atau singkong dibagi menjadi dua jenis yaitu ubi kayu racun dan ubi kayu makan. Ubi kayu makan dapat dijadikan berbagai macam bahan makan olahan diantaranya keripik singkong, singkong rebus, kerupuk singkong, combro, dan getuk. Ubi kayu racun dapat dijadikan sebagai bahan baku industri seperti industri pengolahan tepung tapioka dan bahan baku bio ethanol. Produksi ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang menurun dari tahun ke tahun, luas panen dan produktivitanya juga mengalami penurunan. Penyebabnya yaitu berkurangnya luas panen akibat alih fungsi lahan menjadi perumahan, berkurangnya minat petani untuk menanam ubi kayu, dan juga penggunaan sarana produksi usahatani ubi kayu yang tidak optimal.

Tahun Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/ Ha)

2009 3.707 66.934 18,06

2010 3.971 71.700 18,06

2011 4.678 34.130 7,30

2012 2.613 77.612 29,70

Rata-rata Pertumbuhan per tahun (%)


(23)

Petani ubi kayu di Kecamatan Menggala mengalami kendala dalam usahatani ubi kayu. Kendala terbesar yang dihadapi petani yaitu penggunaan sarana produksi. Penggunaan sarana produksi yang tidak optimal menyebabkan usahatani ubi kayu yang dilakukan tidak menuai hasil produksi yang maksimal.

Petani umumnya belum melakukan pemupukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian, sehingga produktivitas ubi kayu tidak optimal. Anjuran penggunaan pupuk untuk budidaya ubi kayu yaitu pupuk organik sebanyak 5-10 ton/ha/musim tanam, pupuk urea 150 kg/ha, pupuk SP 36 100 kg/ha, dan pupuk KCl sebanyak 150 kg/ha. Minimnya pengetahuan membuat para petani menggunakan pupuk dalam jumlah yang besar pada pupuk KCl yang penggunaannya lebih dari 150 kg/ha, dan juga penggunaan pupuk kandang tidak diterapkan petani. Hal tersebut dilakukan karena para petani beranggapan bahwa penggunaan pupuk kimia yang banyak akan meningkatkan produksi, sedangkan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan tidak baik untuk tanaman dibandingkan pupuk kandang.

Selain itu tidak efisiennya penggunaan sarana produksi usahatani di Kecamatan Menggala dapat disebabkan karena meningkatnya harga-harga saprodi seperti meningkatnya harga pupuk, mahalnya herbisida, dan mahalnya harga bibit unggul ubi kayu yang mempunyai kapasitas produksi besar. Harga-harga tersebut akan terus meningkat, sehingga petani harus mampu membuat strategi-strategi tertentu untuk dapat mencapai hasil yang maksimal dengan memperhatikan kondisi dan situasi baik yang ada didalam


(24)

lingkup usahatani maupun yang berada diluar usahatani itu sendiri.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Apakah usahatani ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang sudah efisien?

2. Bagaimana strategi pengembangan usahatani ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis efisiensi usahatani ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang.

2. Menyusun strategi pengembangan usahatani ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat, antara lain : 1. Sebagai bahan untuk informasi dan acuan bagi petani dalam upaya

peningkatan pendapatan dan pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani ubi kayu.

2. Sebagai informasi, acuan dan masukan bagi para petani dalam meningkatkan strategi dalam berusahatani ubi kayu.


(25)

3. Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi penelitian berikutnya. 4. Sebagai sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan dalam


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Produksi

Secara umum, istilah “produksi” diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali berbeda, baik dalam pengertian apa, dan dimana atau kapan komoditi-komoditi itu dilokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditi itu. Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa, karena istilah “komoditi” memang mengacu pada barang dan jasa. Keduanya sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja. Produksi

merupakan konsep arus (flow concept), maksudnya adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya (Miller dan Meiners, 2000).


(27)

2. Fungsi Produksi

Menurut Soedarsono (1998), fungsi produksi adalah hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output). Disebut faktor produksi karena bersifat mutlak, supaya produksi dapat dijalankan untuk dapat menghasilkan produk. Suatu fungsi produksi yang efisien secara teknis dalam arti menggunakan kuantitas bahan mentah, tenaga kerja, dan barang-barang modal lain seminimal mungkin. Secara sismatematika, bentuk persamaan fungsi produksi adalah sebagai berikut :

Y = Af (K,L) (2.1)

Dimana A adalah teknologi atau indeks perubahan teknik, K adalah input kapasitas atau modal, dan L adalah input tenaga kerja (Dernberg, 1992). Karakteristik dari fungsi produksi tersebut menurut Dernberg (1992) adalah sebagai berikut :

a. Produksi mengikuti pendapatan pada skala yang konstan (Constant Return to Scale), artinya apabila input digandakan maka output akan berlipat dua kali.

b. Produksi marjinal, dari masing-masing input atau faktor produksi bersifat positif tetapi menurun dengan ditambahkannya satu faktor produksi pada faktor lainnya yang tetap atau dengan kata lain tunduk pada hukum hasil yang menurun (The Law of Deminishing Return).

Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang dapat ditunjukan melalui hubungan antar kurva TPP (Total Physical Product) atau kurva TP (Total Produk), kurva MPP (Marginal Physical Product) atau Marjinal Produk


(28)

(MP), dan kurva APP (Average Physical Product) atau produk rata-rata dalam grafik fungsi produksi (Miller dan Meiners, 2000).

Sumber : Miller dan Meiners, 2000

Gambar 1. Hubungan Antara Produk Fisik Total, Marjinal, dan Rata -rata

Grafik pada fungsi produksi terbagi pada tiga tahapan produksi yang lazim disebut Three Stages of Production. Tahap pertama, kurva APP dan kurva MPP terus meningkat. Makin banyak penggunaan faktor produksi, maka semakin tinggi produksi rata-ratanya. Tahap ini disebut tahap tidak rasional, karena jika penggunaan faktor produksi ditambah, maka penambahan output total yang dihasilkan akan lebih besar dari

penambahan faktor produksi itu sendiri. Tahap kedua adalah tahap rasional

T ot al P roduk si Fi si k Produ k F is

ik d

a ri se ti ap u ni t inp ut Q

Total Produksi Fisik (TP)

X

X

Produksi fisik rata-rata (AP)

Produksi fisik marjinal (MP) I B II C III Input Variabel Input Variabel


(29)

atau fase ekonomis, dimana berlaku hukum kenaikan hasil yang

berkurang. Dalam tahap ini terjadi perpotongan antara kurva MPP dengan kurva APP pada saat APP mencapai titik optimal. Pada tahap ini masih dapat meningkatkan output, walaupun dengan presentase kenaikan yang sama atau lebih kecil dari kenaikan jumlah faktor produksi yang

digunakan. Tahap ketiga disebut daerah tidak rasional, karena apabila penambahan faktor produksi diteruskan, maka produktivitas faktor produksi akan menjadi nol (0) bahkan negatif. Dengan demikian, penambahan faktor produksi justru akan menurunkan hasil produksi.

a. Fungsi Produksi Frontier

Fungsi Produksi Frontier adalah fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Karenna fungsi produksi adalah hubungan fisik antara faktor produksi dan produksi, maka Fungsi Produksi Frontier adalah hubungan fisik antara faktor produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada isoquant. Garis isoquant ini adalah tempat kedudukan titik – titik yang menunjukkan titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal (Soekartawi, 1990)

Pengertian efisiensi dalam produksi, bahwa efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input berhubungan dengan tercapainya

output maksimum dengan sejumlah input, artinya jika rasio output besar, maka efisiensi dikatan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi barang (Susantun,


(30)

2000). Farel membedakan efisiensi menjadi tiga, yaitu (1) efisiensi teknik, (2) efisiensi alokatif, (3) efisiensi ekonomi. Susantum (2000) mendefinisikan efisiensi teknis sebagai ratio input yang benar – benar digunakan dengan output yang tersedia. Efisiensi alokatif menunjukkan hubungan antara biaya dan output. Efisiensi alokatif dapat tercapai apabila perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan produk marjinal tiap faktor produksi dengan harganya. Efisiensi ekonomi produk dari efisiensi teknik dan efisiensi harga. Jadi efisiensi ekonomis dapat tercapai bila kedua efisiensi tercapai.

Untuk lebih menyederhanakan analisis data yang sudah terkumpul, maka digunakan suatu model fungsi produksi frontier. Menurut Coeli et.al (1996), model ini digunakan untuk menghubungkan antara input dengan output dalam proses produksi dan untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu faktor produksi terdapat pada rumus:

Ln Y = b0 + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + b6LnX6 + b7LnX7... (2.1)

3. Teori Efisiensi

Susantum (2000) membagi efisiensi menjadi tiga bagian yaitu efisiensi teknik, efesiensi alokatif (harga) dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknik yaitu berkaitan dengan hubungan antara input dan output. Efisiensi alokatif atau harga akan tercapai jika penambahan tersebut mampu


(31)

faktor praduksi dengan harganya. Sedangkan efisiensi ekonomi dapat dicapai jika kedua efisiensi yaitu efisiensi tehnik dan efisiensi harga tersebut dapat tercapai.

Efisiensi ekonomi akan tercapai jika terpenuhi dua kondisi berikut : 1) Proses produksi harus berada pada tahap kedua yaitu pada waktu

0 ≤ Ep ≤ 1.

2) Kondisi keuntungan maksimum tercapai, dimana value marginal product sama dengan marginal cost resource. Jadi efisiensi ekonomi tercapai jika tercapai keuntungan maksimum. Asumsi perusahaan memaksimumkan keuntungan, maka kondisi nilai marjinal produk sama dengan harga input variabel yang bersangkutan.

Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien (efisiensi teknis) dibandingkan dengan yang lain bila petani itu dapat berproduksi lebih tinggi secara fisik dengan rnenggunakan faktor produksi yang sama. Sedangkan efisiensi harga dapat dicapai oleh seorang petani bila ia mampu memaksimumkan keuntungan (mampu menyamakan nilai marginal produk setiap faktor produksi variabel dengan harganya). Efisiensi ekonomi terjadi bila efisiensi harga dan efisiensi teknis terjadi. Perbedaan efisiensi antara sekelompok usahatani dapat disebabkan oleh perbedaan dalam tingkat efisiensi teknis atau efisiensi harga atau oleh keduanya


(32)

a. Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis dapat dihitung dengan cara mencari turunan dari masing-masing input dengan menggunakan rumus. Setelah diketahui keseluruhan rumus dari seluruh sampel, lalu data diproses dengan menggunakan program Lindo. Setelah diketahui variabel maka dapat dihitung tingkat efisiensi. Dapat dikatakan efisiensi teknis jika tingkat efisiensi usahatani lebih dari seratus persen.

b. Efisiensi Harga

Menurut Nicholson (1995) efisiensi harga tercapai apabila

perbandingan antara nilai produktivitas marjinal masing – masing input (NPMxi) dengan harga inputnya (vi) atau ki = 1. kondisi ini menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X atau dapat ditulis sebagai berikut:

bYPy = Px ... (2.1) X

Atau

bYPy = 1 ... (2.2) X

Dimana :


(33)

Menurut Soekartawi (1990), dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px. Yang sering terjadi adalah:

1. (NPMx / Px) > 1 ; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk mencapai efisien input X perlu ditambah.

2. (NPMx / Px) < 1 ; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi.

c. Efisiensi Ekonomis

Efisiensi ekonomi merupakan produk dari efisiensi teknis dan efisiensi harga (Susantum, 2000). Jadi efisiensi ekonomi dapat tercapai apabila efisiensi keduanya telah tercapai, sehingga dapat dituliskan dalam rumus sebagai berikut:

EE = ET . EH ... (2.3) Dimana:

EE : Efisiensi Ekonomi ET : Efisiensi Teknis EH : Efisiensi Harga

4. Konsep Manajemen Strategi

a. Manajemen Strategi

Manajemen strategik (strategic management) merupakan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial (Wheelen dan Hunger, 2004) yang dihasilkan dari proses formulasi dan implementasi rencana (Pearce


(34)

dan Robinson, 2005) dengan tujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Dalam hal ini strategi diahami bukan hanya sebagai cara untuk mencapai tujuan (ways to achieve ends) melainkan mencakup juga penentuan berbagai tujuan itu sendiri. Manajemen strategik berkenaan dengan pengelolaan berbagai keputusan strategi (strategic decision), yakni berbagai keputusan manajerial yang akan

mempengaruhi suatu usahatani dalam jangka waktu yang panjang. Bila dikaitkan dengan terminologi manajemen maka manajemen strategik dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, dan pengendalian berbagai keputusan dan tindakan strategis untuk mencapai keunggulan bersaing.

Sebagaimana yang telah dirumuskan oleh chandler, strategi

merupakan: “the determination of long-term goals of an enterprise and the adoption of courses of action and the allocation of resources

necessary for carrying out these goals”. Strategi juga dipahami

sebagai sebuah pola yang mencakup didalamnya baik strategi yang direncanakan (intended strategy) maupun strategi yang awalnya tidak direncanakan (emerging strategy) untuk menjadi pertimbangan bahkan dipilih untuk diimplementasikan (realized strategy).

Sebelum dibahas analisis lingkungan internal dan eksternal, perlu diketahui diagram analisis SWOT yang didalamnya terdapat faktor-faktor lingkungan internal berupa kekuatan dan faktor-faktor-faktor-faktor


(35)

lingkungan eksternal berupa peluang dan ancaman (Rangkuti, 2000). Diagram analisis SWOT dapat dilihat pada Gambar 2.

ALE ( Opportunities )

III. SABILITY (-,+) I. GROWTH (+,+) Turn Around Progressive

ALI ALI

( Weakness) ( Strength )

IV. SURVIVAL (-,-) II. DIVERSIVICATION (+,-)

Defensive Diversifikasi

ALE (Threat)

Gambar 2. Diagram Analisis SWOT

Sumber: Rangkuti, 2000

Kuadran I (positif, positif), menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang, Rekomendasi strategi yang diberikan adalah

progressive, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

Kuadran II (positif, negatif), menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversivication, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenya,


(36)

organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

Kuadran III (negatif, positif), menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi atau turn around, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.

Kuadran IV (negatif, negatif), menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi bertahan atau defensive, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan,

mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

b. Analisis Lingkungan Internal

Tujuan dilakukannya analisis lingkungan internal yaitu untuk melihat seberapa besar kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan (Wheelen dan Hunger, 2004). Perusahaan yang dimaksudkan disini yaitu usahatani ubi kayu itu sendiri. Didalam analisis lingkungan internal terdapat dua unsur yaitu kekuatan atau strength (S) dan kelemahan atau weakness (W). Didalam karya ilmiah ini untuk


(37)

menganalisis lingkungan internal diperlukan matriks faktor internal atau biasa disebut dengan IFAS (Internal Factors Analysis Summary) yang didalamnya terdapat komponen, bobot, rating, dan ranking dalam sebuah unsur analisis lingkungan internal. Berikut merupakan tabel IFAS pada Tabel 6.

Tabel 6. Internal Factor Analysis Summary-IFAS Internal Strategic factor

Weight Rating Weighted

Score Comments Strengths:

1. 2. 3.

Weaknesses: 1.

2. 3.

Total 100

Sumber: Wheelen dan Hunger, 2004.

Cara mengunakan matriks faktor internal dapat dilakukan dengan cara: 1) Pada kolom pertama ditentukan kekuatan dan kelemahan apa saja yang dimiliki oleh usahatani ubi kayu yang dijalani oleh masing-masing petani. 2) Pada kolom kedua diberikan bobot (weight) dimulai dari skala seratus sampai nol persen (100-0)%. Penilaian bobot

ditentukan mulai dari faktor yang sangat penting yaitu dengan angka seratus persen atau satu dan yang paling tidak penting dengan angka nol. 3) Pada kolom ketiga diberikan nilai rating yang angkanya terdiri dari angka lima (sangat baik) sampai dengan satu (buruk). Masing-masing faktor tersebut menunjukkan tentang seberapa baik


(38)

manajemen para petani dalam menghadapi masing-masing faktor internal tersebut.

5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0

Outstanding Above Average Average Below Average Poor

4) Pada kolom keempat diberi nilai bobot nilai tertimbang dengan mengalikan antara kolom kedua dengan kolom ketiga. 5) Pada kolom kelima diberikan catatan mengapa faktor tersebut dipilih. 6) Pada nilai tertimbang atau kolom nomer empat, semua nilainya dijumlahkan. Jumlah keseluruhan nilai tertimbang ini menunjukkan seberapa baik usahatani ubi kayu memberikan respon terhadap berbagai faktor internal saat ini. Menurut Wheelen dan Hunger (2004), total nilai tertimbang minimum untuk menjadi usaha yang baik adalah sebesar tiga (3).

c. Analisis Lingkungan Eksternal

Tujuan dilakukannya analisis lingkungan eksternal yaitu untuk melihat seberapa besar kemungkinan peluang dan ancaman yang dimiliki oleh perusahaan (Wheelen dan Hunger, 2004). Dalam penelitian ini

perusahaan yang dimaksudkan disini yaitu usahatani ubi kayu. Didalam analisis lingkungan eksternal terdapat dua unsur yaitu peluang atau opportunities (O) dan ancaman atau threats (T). Sama seperti analisis internal, pada analisis eksternal ini menggunakan


(39)

matriks faktor eksternal yang sering disebut dengan EFAS (External Factors Analysis Summary) yang didalamnya terdapat komponen, bobot, rating, dan ranking dalam sebuah unsur analisis lingkungan internal. Berikut adalah tabel EFAS yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Eksternal Factor Analysis Summary-EFAS External Strategic

factor Weight Rating

Weighted

Score Comments Opportunities:

1. 2. 3. Threats: 1. 2. 3.

Total 100

Sumber: Wheelen dan Hunger, 2004.

Cara mengunakan matriks faktor eksternal sebenarnya sama dengan matriks internal, yang dapat dilakukan dengan cara: 1) Pada kolom pertama ditentukan peluang dan ancaman apa saja yang dimiliki oleh usahatani ubi kayu yang dijalani oleh masing-masing petani. 2) Pada kolom kedua diberikan bobot (weight) dimulai dari skala seratus sampai nol persen (100-0)%. Penilaian bobot ditentukan mulai dari faktor yang sangat penting yaitu dengan angka seratus persen atau satu dan yang paling tidak penting dengan angka nol. 3) Pada kolom ketiga diberikan nilai rating yang angkanya terdiri dari angka lima (sangat baik) sampai dengan satu (buruk). Masing-masing faktor tersebut menunjukkan tentang seberapa baik manajemen para petani dalam menghadapi masing-masing faktor eksternal tersebut.


(40)

5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0

Outstanding Above Average Average Below Average Poor

4) Pada kolom keempat diberi nilai bobot nilai tertimbang dengan mengalikan antara kolom kedua dengan kolom ketiga. 5) Pada kolom kelima diberikan catatan mengapa faktor tersebut dipilih. 6) Pada nilai tertimbang atau kolom nomer empat, semua nilainya dijumlahkan. Jumlah keseluruhan nilai tertimbang ini menunjukkan seberapa baik usahatani ubi kayu memberikan respon terhadap berbagai faktor internal saat ini. Sama seperti matriks faktor internal total nilai tertimbang minimum untuk menjadi usaha yang baik adalah sebesar tiga (3). Nilai tersebut menunjukkan rata-rata minimum usahatani yang baik yang dapat digunakan untuk membandingkan dengan kondisi keadaan lingkungan diluar usahatani ubi kayu baik berupa pesaing maupun kondisi pasar.

d. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisis yang membandingkan antara faktor lingkungan eksternal yang berupa peluang dan ancaman dengan faktor lingkungan internalnya berupa kekuatan dan kelemahan. Menurut Wheelen dan Hunger (2004), dalam analisis swot yang telah

dimodifikasi dapat digunakan tabel IFAS (Internal Factors Analysis Summary)dan EFAS (External Factors Analysis Summary) untuk


(41)

meringkas hasil pemindaian lingkungan agar lebih mudah dianalisis. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan bobot dan peringkat untuk masing-masing faktor yang mencerminkan tingkat kepentingan fakor yang satu dibanding faktor lainnya. Berdasarkan hasil EFAS dan IFAS maka dapat dilakukan dengan melakukan formulasi arah strategi dengan matriks TOWS yang dikembangkan oleh Weihrich (Wheelen dan Hunger, 2004). Matriks TOWS dikembangkan berdasarkan analisis SWOT yang menghasilkan beberapa pilihan strategi. Strategi yang dihasilkan dari kombinasi antara unsur - unsur EFAS dan IFAS dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Alternatif Strategi dengan Menggunakan Matriks TOWS INTERAL

FACTORS (IFAS) EXTERNAL

FACTORS (EFAS)

Strengths (S) Weaknesses (W)

Opportunities (O)

SO Strategies

Generate strategies here that use strengths to take advantage of opportunities

WO Strategies Generate strategies here that take advantage of opportunities by overcoming weaknesses

Threats (T)

ST Strategies

Generate strategies here that use strengts to avoid threats

WT Strategies

Generate strategies here that minimize weaknesses and avoid threats

Sumber : Wheelen dan Hunger, 2004.

Menurut solihin (2011), dijelaskan masing-masing kriteria yang terdapat dalam matriks TOWS yaitu sebagai berikut:


(42)

a. SO Strategies merupakan berbagai strategi yang dihasilkan melalui suatu cara pandang bahwa perusahaan atau unit bisnis tertentu dapat menggunakan kekuatan (strengths) yang mereka miliki untuk memanfaatkan berbagai peluang (opportunities).

b. ST Strategies merupakan berbagai strategi yang dihasilkan melalui suatu cara pandang bahwa perusahaan atau unit bisnis tertentu dapat menggunakan kekuatan (strengths) yang mereka miliki untuk menghindari berbagai ancaman (threats).

c. WO Strategies merupakan berbagai strategi yang dihasilkan melalui suatu cara pandang bahwa perusahaan atau unit bisnis tertentu dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada dilingkungan eksternal dengan cara mengatasi berbagai kelemahan (weaknesses) sumber daya internal yang dimiliki perusahaan saat ini.

d. WT Strategies merupakan berbagai strategi yang pada dasarnya bersifat bertahan (defensive) serta bertujuan untuk meminimalkan berbagai kelemahan dan ancaman.

5. Ubi Kayu

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz atau Manihot utilissima) memiliki nama lokal yang cukup bervariasi seperti: ketila, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minangkabau), ubi singkung (Jakarta), batata kayu

(Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur, huwi jendral, kasapen, sampeu, ubi kayu (Sunda), katela mantri, ubi kayu, tela pohung (Jawa), dan kasibi (Ternate). Ubi kayu berasal dari Benua Amerika, tepatnya dari


(43)

Brazil. Ubi kayu menyebar kehampir seluruh wilayah dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok (Purnomo dan Purnamawati, 2010).

Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Ubi kayu berkembang di negara-negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya. Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan (cash crop). Sebagai tanaman perdagangan, ubi kayu menghasilkan starch, gaplek, tepung ubi kayu, etanol, gula cair, sorbitol, monosodium glutamate, tepung aromatic, dan pellets. Ubi kayu dapat menghidupi berbagai industri hulu dan hilir (Departemen Pertanian, 2008).

Sebagai tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia. Sebagai sumber karbohidrat, ubi kayu merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman lain. Indonesia adalah penghasil ubi kayu urutan keempat terbesar di dunia setelah Nigeria, Brazil, dan Thailand. Namun, pasar ubi kayu dunia dikuasai oleh Thailand dan Vietnam. Provinsi Lampung adalah daerah penghasil ubi kayu terbesar (24%), diikuti Jawa Timur (20%), Jawa Tengah (19%), Jawa Barat (11%), Nusa Tenggara Timur (4.5 %), dan DI Yogyakarta (4.2%)


(44)

Tabel 9. Nilai Kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat

No Jenis Tanaman Nilai Kalori (kal/ha/hr)

1 Ubi kayu 250

2 Jagung 200

3 Beras 176

4 Sorgum 114

5 Gandum 110

Sumber: Departemen Pertanian, 2008.

6. Klasifikasi Ubi kayu

Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kelas Dicotyledoneae. Ubi kayu masuk dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies, beberapa diantaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas), umbi-umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euohorbia spp). Klasifikasi tanaman ubi kayu sebagai berikut :

Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Arhichlamydeae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Sub Famili : Manihotae Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz, Manihot utilissima

Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan M. alpi. Semua Genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazil merupakan


(45)

pusat asal dan sekaligus sebagai pusat keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering. Tanaman ubi kayu tumbuh di daerah antara 300 lintang selatan dan 300 lintang utara, yaitu daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 180C dengan curah hujan di atas 500 mm/tahun Namun demikian, tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada ketinggian 2.000 m dpl atau di daerah sub-tropika dengan suhu rata-rata 160C. Ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat

menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun, di ketinggian tempat 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan biji.

7. Kondisi Lingkungan untuk Pertumbuhan

Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu antara 1.500 – 2.500 mm/tahun. Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara 60-65%, dengan suhu udara minimal bagi tumbuhnya sekitar 10oC. Jika suhunya dibawah 100C, pertumbuhan tanaman akan sedikit terhambat. Selain itu, tanaman menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari, terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.

Tanah yang paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros, serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik,


(46)

unsur hara lebih mudah tersedia, dan mudah diolah. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubi kayu adalah jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol, dan andosol. Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5 – 8,0 dengan pH ideal 5,8. Umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0 – 5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ubi kayu. Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubi kayu antara 700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10-1.500 m dpl. Jenis ubi kayu tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat teretentu untuk dapat tumbuh optimal (Departemen Pertanian, 2008).

8. Budidaya Ubi Kayu

Budidaya ubi kayu tidaklah mudah, harus memperhatikan berbagai macam kondisi dan keadaan topografis lingkungan sekitar. Budidaya ubi kayu dimulai dari pengolahan tanah sampai dengan pemanenan. Menurut

(Departemen Pertanian, 2008), budidaya ubi kayu dimulai dari pengolahan tanah, penanaman, penyulaman, pengendalian gulma, pemupukan,

pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan.

8.1Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah bertujuan antara lain adalah untuk memperbaiki struktur tanah. Tanah yang baik untuk budi daya ubi kayu seharusnya memiliki struktur remah atau gembur, sejak fase awal pertumbuhan


(47)

tanaman hingga panen. Pengolahan tanah juga bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma. Hal ini dilakukan agar ubi kayu tidak bersaing dengan berbagai gulma dalam mengambil hara tanah, pupuk dan air. Selain itu pengolahan tanah pada ubi kayu juga bertujuan untuk menerapkan sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi. Hal ini penting dilakukan agar kesuburan tanah tetap lestari, karena sentra ubi kayu didominasi lahan-lahan yang relatif peka terhadap erosi.

8.2Penanaman

Ubi kayu adalah tanaman yang memiliki adaptasi sangat luas sehingga sering disebut sebagai tanaman pioneer. Waktu tanam yang tepat bagi tanaman ubi kayu, secara umum adalah musim penghujan atau pada saat tanah tidak berair agar struktur tanah tetap terpelihara. Tanaman ubi kayu dapat ditanam di lahan kering, beriklim basah, waktu terbaik untuk bertanam yaitu awal musim hujan atau akhir musim hujan (November – Desember dan Juni – Juli). Tanaman ubi kayu dapat juga tumbuh di lahan sawah apabila penanaman dilakukan setelah panen padi. Di daerah-daerah yang curah hujannya cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, ubi kayu dapat ditanam setiap waktu..


(48)

8.3Penyulaman

Waktu penyulaman dilakukan saat ubi kayu mulai berumur 1-3 minggu. Bila penyulaman dilaksanakan sesudah umur 5 minggu, tanaman sulam akan tumbuh tidak sempurna karena ternaungi

tanaman sekitarnya. Sediakan bibit khusus untuk sulam yang ditanam di pinggir atau tepi kebun.

8.4Pengendalian Gulma

Gulma harus dikendalikan karena gulma merupakan pesaing bagi tanaman ubi kayu khusunya untuk mengambil hara, pupuk dan air. Penelitian menunjukkan kompetisi dengan gulma menurunkan produktivitas ubi kayu hingga 7,5%. Berikut adalah waktu yang tepat untuk pengendalian gulma yaitu :

- Tiga bulan pertama, hal ini disebabkan pertumbuhan gulma yang lebat, karena tanah di antara tanaman belum tertutup sempurna oleh kanopi

- Di saat panen, dengan tujuan menurunkan kesulitan panen, sehingga kehilangan hasil dapat dicegah dan mempermudah pengolahan tanah dan mengurangi populasi gulma pada musim tanam berikutnya.

8.5Pemupukan

Tanaman ubi kayu memerlukan pupuk dalam penanaman, karena unsur hara yang diserap oleh ubi kayu per satuan waktu dan luas lebih


(49)

tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan yang berproduktivitas tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa hara terbawa panenuntuk setiap ton umbi segar adalah 6,54 Kg N, 2,24 P2O5, dan 9,32 Kg

K2O/ha/musim atau pada tingkat hasil 30 ton/ha sebesar 147,6 Kg N, 47,4 Kg P2O5, dan 179,4 Kg K2O/ha/musim. Hara tersebut harus diganti melalui pemupukan setiap musim. Tanpa pemupukan akan terjadi pengurasan hara, Sehingga kesuburan hara menurun dan produksi dan produksi ubi kayu akan menurun. Berikut adalah dosis pupuk yang berimbang untuk budi daya ubi kayu :

- Pupuk Organik : 5 – 10 ton/ha setiap musim tanam - Urea : 150 – 200 Kg/ha

- SP36 : 100 Kg/ha

- KCl : 100 – 150 Kg/ha

Tehnik pemberian dosis pupuk untuk tanaman ubi kayu adalah,

berikan pupuk organik + 1/3 Urea + 1/3 KCl sebagai pupuk dasar pada saat pembuatan guludan. Lalu sisa dosis diberikan pada bulan ketiga atau keempat.

8.6Pengendalian Hama dan Penyakit

Penyakit utama tanaman ubi kayu adalah bakteri layu (Xanthomonas campestris pv. manihotis) dan hawar daun (Cassava Bacterial Blight/CBB). Kerugian hasil akibat CBB diperkirakan sebesar 8% untuk varietas yang agak tahan, dan mencapai 50 – 90% untuk


(50)

varietas yang agak rentan dan rentan. Varetas Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 tahan terhadap kedua penyakit ini.

Hama utama ubi kayu adalah tungau merah (Tetranychus urticae). Hama ini menyerang hanya pada musim kemarau dan menyebabkan rontoknya daun, tetapi petani hanya menganggap keadaan tersebut sebagai akibat kekeringan. Penelitian menunjukkan penurunan hasil akibat serangan hami ini dapat mencapai 20 – 53%, tergantung umur tanaman dan lama serangan. Bahkan berdasarkan penelitian di rumah kaca. Serangan tungau merah yang parah dapat mengakibatkan kehilangan hasil ubi kayu hingga 95%. Tungau dapat menyebabkan kerusakan tanaman ubi kayu dengan cara mengurangi luas areal fotosintesis dan akhirnya mengakibatkan penurunan hasil panen ubi kayu. Kerusakan tanaman dapat diperparah oleh kondisi musim kering, kondisi tanaman stress air, dan kesuburan tanah yang rendah.

Untuk pengendalian tungau merah sebaiknya ubi kayu ditanam di lahan pada awal musim hujan untuk mencegah terjadinya serangan tungau, dengan tenggang waktu maksimum 2 bulan. Jika terlambat ditanam, peluang terjadinya serangan lebih lama sehingga kehilangan hasil yang ditimbulkan semakin tinggi. Namun cara yang paling praktis, stabil dan ekonomis adalah dengan menanam varietas yang tahan tungau. Varietas Adira-4 dan Malang-6 cukup tahan tungau, sedangkan UJ-5 dan UJ-3 peka tungau. Sebaiknya UJ-3 dan UJ-5 sebaiknya ditanam di daerah-daerah yang mempunyai bulan basah


(51)

cukup panjang (seperti Lampung) sehingga serangan tungau yang dialami tidak berat. UJ-3 dan UJ-5 kurang bagus ditanam di daerah yang mempunyai musim kering relatif panjang.

8.7Panen

Kriteria utama umur panen ubi kayu adalah kadar pati optimal, yakni pada saat tanaman berumur 7-9 bulan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan daun mulai berkurang, warna daun mulai agak

menguning, dan banyak daun yang rontok. Sifat khusus ubi kayu ialah bobot ubi kayu meningkat dengan bertambahnya umur tanaman, sedangkan kadar pati cenderung stabil pada umur 7-9 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa umur panen ubi kayu fleksibel. Tanaman dapat dipanen pada umur 7 bulan atau ditunda hingga 12 bulan. Namun penundaan umur panen hanya dapat dilakukan di daerah beriklim basah dan tidak sesuai di daerah beriklim kering. Berikut adalah tehnik panen yang benar :

a. Dibuang batang – batang ubi kayu terlebih dahulu.

b. Ditinggalkan pangkal batang + 10 cm untuk memudahkan pencabutan

c. Dicabut tanaman dengan tangan menggunakan tenaga dari seluruh tubuh, sehingga umbinya dapat diangkat keluar dari tanah.


(52)

d. Pada tanah berat, dipakai alat pengungkit berupa sepotong bambu atau kayu. Diikat pangkal batang dengan kayu, ujung pengungkit diletakkan di atas bahu, kemudian diangkat secara perlahan ke atas.

B. Penelitian terdahulu

1. Tinjauan Pustaka Peneliti Terdahulu Mengenai Efisiensi

Penelitian Amri (2011) berjudul analisis efisiensi produksi dan

pendapatan usahatani ubi kayu (studi kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor). Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu di desa penelitian, menganalisis efisiensi penggunaan faktorfaktor produksi serta

menganalisis kondisi skala usaha dan pendapatan usahatani ubi kayu. Penelitian ini menggunakan variable penelitian antara lain luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang, tklk pria dan wanita, serta tkdk pria dan wanita.

Hasil dari penelitian Amri (2011) yaitu penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 4,67; bibit sebesar 1,39; pupuk urea sebesar 2,57; pupuk kandang sebesar 2,75; dan tenaga kerja sebesar 0,56. Agar dicapai efisiensi ekonomi maka penggunaan faktor-faktor produksi sebaiknya pada tingkat optimal. Penggunaan faktor produksi pada tingkat optimal adalah apabila bibit


(53)

ditingkatkan dari 2.498,33 batang menjadi 3.484,04 batang (cateris paribus), atau penggunaan tenaga kerja dikurangi dari 50,64 HKP menjadi 27,71 HKP (cateris paribus).

Penelitian Susilowati (2012) berjudul analisis efisiensi usahatani tebu di Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah menentukan efisiensi teknis usahatani tebu, menganalisis faktor-faktor penyebab inefisiensi teknis usahatani tebu, dan menghasilkan rekomendasi kebijakan dan strategi peningkatan efisiensi usahatani tebu. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yang dilakukan untuk menentukan fungsi produksi frontier stokastik dengan cara menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usaha tani tebu dan menentukan fungsi inefisiensi, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi. Data diolah menggunakan program Frontier 4.1. penelitian ini menggunakan tiga belas variabel yaitu umur, pendidikan, tanggungan, jmlah persil, status lahan, anggota kelompok tani, akses bank, mata pencaharian, migrasi, benih, jarak tanam, ikatan bisnis dan penyuluhan.

Hasil dari penelitian Susilowati (2012) adalah sebagai faktor produksi, lahan memiliki koefisien 1,061. Angka ini menunjukkan bahwa penambahan sebesar 1% lahan (dengan input lainnya tetap) dapat

meningkatkan produksi tebu dengan tambahan produksi sebesar 1,061%. Variabel lain yang memiliki pengaruh positif dan nyata terhadap produksi batas (frontier) petani responden adalah pupuk ZA (0,033), pupuk


(54)

penambahan masing-masing 1% input tersebut akan meningkatkan produksi tebu sebesar persentase koefisien regresinya. Dengan kata lain penggunaan ketiga macam pupuk ini perlu ditingkatkan untuk

meningkatkan produksi tebu. Variabel tenaga kerja dalam keluarga berpengaruh nyata pada produksi dengan koefisien 0,002. Artinya produksi tebu dapat ditingkatkan melalui peningkatan HOK (hari orang kerja) tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini bisa dilakukan karena kondisi jumlah anggota keluarga yang masih memungkinkan, yaitu 3-5 orang per rumah tangga Hasil analisis fungsi inefisiensi bahwa Nilai log likelihood dengan metode MLE (-96,699) adalah lebih besar dari nilai log likelihood dengan metode OLS (- 220,269). Hal ini berarti bahwa fungsi produksi dengan metode MLE ini baik dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis (mean efficiency) sebesar 0,67 dikategorikan belum efisien karena kurang dari 0,80 sebagai batas efisien (Coelli,1998). Hal ini dikarenakan usaha tani tebu yang dilakukan adalah usaha tani tebu keprasan yang umumnya lebih dari tiga kali kepras dan bibit yang digunakan adalah bibit lokal.

Penelitian Susilowati menyimpulkan bahwa luas lahan usaha tani memiliki pengaruh paling responsif terhadap produksi. Kuantitas penggunaan pupuk urea, KCl, dan NPK memiliki pengaruh negatif terhadap produksi tebu, yang diduga karena faktor produksi tersebut digunakan secara berlebihan. Peubah lain yang berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi adalah pupuk ZA, pupuk kandang, dan pupuk cair. Peubah tenaga kerja keluarga juga berpengaruh positif dan nyata


(55)

sehingga masih mungkin untuk meningkatkan produksi tebu dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Dari tiga belas peubah yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis usaha tani tebu, terdapat sepuluh variabel yang berpengaruh nyata, yaitu umur petani, pendidikan petani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah persil, status lahan, keanggotaan kelompok tani, status mata pencaharian, bibit yang dipakai, ikatan bisnis dengan penyedia input, dan keikutsertaan pada penyuluhan.

2. Tinjauan Pustaka Peneliti Terdahulu Mengenai Strategi Pengembangan

Penelitian Fauzi (2012) berjudul strategi pengembangan usahatani kunyit di Desa Regunung Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efisiensi usahatani kunyit, dan

menentukan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam

pengembangan usahatani kunyit di Desa Regunung Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan metode dasar

deskriptif analitik. Metode dalam pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Metode analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan pendekatan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio). Untuk perumusan strategi digunakan analisis SWOT yang didalamnya terdapat empat kemungkinan alternatif strategi yaitu S-O strategi, S-T strategi, W-O strategi, dan W-T strategi.


(56)

Hasil dari penelitian Fauzi (2012) yaitu rata-rata usia petani kunyit adalah 51 tahun. Jumlah anggota keluarga rata-rata sebanyak 4 orang, dan rata-rata luas lahan yang diusahakan petani sebesar 0, 36 Ha. Biaya total yang dikeluarkan oleh petani pada periode musim tanam November 2010 – September 2011 sebesar Rp 8.089.750 per Ha per musim tanam dengan penerimaan ratarata sebesar Rp 9.783.800,00/Ha/MT. Pendapatan rata-rata usahatani kunyit sebesar Rp 3.618.150,00/Ha/MT. Sedangkan keuntungan rata-rata usahatani kunyit sebesar minus

Rp 8.305.950,00/Ha/MT. Nilai R/C ratio usahatani kunyit di Desa

Regunung sebesar 0,54. Nilai ini menunjukkan bahwa usahatani kunyit di Desa Regunung tergolong dalam kategori tidak efisien. Hal ini

dikarenakan nilai R/C ratio lebih kecil dari satu.

Analisis faktor internal usahatani kunyit yang menjadi kekuatan yaitu kelompok tani aktif, sarana produksi mudah didapat, tanah yang cocok untuk budidaya kunyit, tenaga kerja mudah didapat, tanaman mudah dibudidayakan, hubungan erat antar petani, dan sudah ada kelembagaan (embrio klaster). Sedangkan faktor internal yang menjadi kelemahan antara lain modal terbatas, teknologi yang digunakan masih sederhana, tanaman dibudidayakan secara tumpangsari, kualitas SDM petani yang masih rendah, tidak semua petani ikut kelompok tani, petani belum menerapkan SOP dan GAP budidaya kunyit dengan baik, petani tidak melakukan pencatatan usahatanidan, dan pengelolaan pasca panen kurang baik. Untuk alternatif strategi dari matiks SWOT yang diperoleh yaitu Strategi S-O yaitu memperluas jaringan pemasaran,


(57)

mengoptimalkan produksi serta peningkatkan kualitas dan mutu hasil panen kunyit dan melakukan diversifikasi produk. Strategi W-O yaitu menerapkan SOP dan GAP yang spesifik lokasi dan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petani terutama dalam

pengelolaankeuangan dan pasca panen serta penyadaran akan pentingnya ikut dalam kelompok tani dan menggunaan fasilitas kredit yang

disediakan pemerintah. Strategi S-T yakni mengoptimalkan peran kelompok tani dankelembagaan klaster untuk mengatasi masalah permodalan. Strategi W-T meningkatkan efisiensi penggunaan faktor produksi untuk menekan biaya produksi dan memperbaiki dan

meningkatkan kemitraan dengan perusahaan jamu yang menguntungkan kedua belah pihak.

Penelitian Laisa (2013) berjudul analisis harga pokok produksi dan strategi pengembangan industri pengolahan ikan teri nasi kering di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui harga pokok produksi industri pengolahan ikan teri nasi kering, dan menyusun dtrategi pengembangan industri pengolahan ikan teri nasi kering. Penelitian ini menggunakan metode sensus dengan jumlah responden sebanyak 38 orang. Analisis yang digunakan yaitu analisis harga pokok produksi (HPP), dan analisis SWOT. Digunakan juga FGD atau focus group discussion untuk

menentukan strategi prioritas dari berbagai alternatif strategi dari analisis SWOT.


(58)

Hasil dari penelitian Laisa (2013) adalah sebagian besar responden berusia 36 – 45 tahun di mana kelompok umur tersebut berada pada usia produktif. Tingkat pendidikan sebagian besar pengolah ikan teri nasi kering masih tergolong rendah karena hanya tamatan Sekolah Dasar. Lama berusaha pengolah ikan teri nasi kering bervariasi antara 4 – 42 tahun dengan rata-rata yaitu 18,92 tahun. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan pengolah ikan teri nasi kering berkisar antara 2 sampai dengan 9 orang. Sebagian besar responden memiliki modal awal lebih dari Rp 5.000.000,00 dan keseluruhan modal yang digunakan pengolah merupakan modal milik sendiri. Harga pokok produksi pada musim angin Barat, Normal dan Timur berturut-turut yaitu sebesar Rp 43.330,15, Rp 34.269,58 dan Rp 31.180,36.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa rata-rata harga jual yang ditentukan pengolah ikan teri kering sudah di atas harga pokok produksi sehingga industri pengolahan ikan teri nasi kering sudah memperoleh laba dengan harga jual yang berlaku. Analisis SWOT terdapat dua analisis lingkungan yaitu analisis lingkungan internal yang didalamnya terdapat produksi, manajemen pendanaan, sumberdaya manusia, investasi, dan lokasi, sedangkan analisis lingkungan eksternalnya meliputi akonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, pasar, pesaing, ilmu pengetahuan dan

tekhnologi, iklim dan cuaca. Berdasarkan nilai skor faktor-faktor internal dan eksternal industri pengolahan ikan teri nasi kering yang ada, maka dapat dibuat diagram SWOT yaitu pembobotan pada faktor internal untuk kekuatan memiliki nilai 3,20 dan untuk kelemahan memiliki nilai


(59)

2,30. Pembobotan pada faktor eksternal untuk peluang memiliki nilai 2,60 dan untuk ancaman memiliki nilai 2,15. Hal tersebut menunjukkan bahwa industri pengolahan ikan teri nasi kering di Pulau Pasaran

termasuk dalam Kuadran I atau kondisi pertumbuhan (growth). Kuadran I merupakan situasi yang sangat menguntungkan di mana industri pengolahan berada dalam kondisi pertumbuhan baik dalam penjualan, asset, profit atau kombinasi dari ketiganya.

C. Kerangka Pemikiran

Tujuan petani menanam ubi kayu adalah untuk menghasilkan produksi yang maksimum agar memperoleh keuntungan. Produksi suatu usahatani tentunya akan dipengaruhi oleh faktor – faktor produksi. Faktor – faktor produksi tersebut adalah lahan, bibit, pupuk urea, NPK, KCl, herbisida, dan tenaga kerja. Faktor produksi bibit adalah jumlah bibit yang digunakan, bukan jenis klon yang digunakan karena baik klon Cassesart dan Thailand memiliki kekuatan dan kelemahan masing masing. Klon Cassesart memiliki kekuatan yaitu jumlah produksi yang tinggi, sari pati yang tinggi, harga jualnya tinggi, namun memiliki kelemahan waktu produksi yang cukup lama yaitu 8-11 bulan. Klon Thailand memiliki kekuatan yaitu waktu produksi yang lebih singkat yaitu 7-9 bulan, produksi yang tinggi, namun harga jual yang lebih rendah karena klon ini memiliki sari pati yang lebih sedikit dibandingkan klon Cassesart. Kedua klon tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, Sehingga dalam penelitian ini kedua klon tersebut dianggap sama.


(60)

Dalam mencapai produksi ubi kayu, para petani tentunya memiliki kendala, sehingga sangat penting dianalisis dari faktor-faktor tersebut agar dapat diminimalisir dan dapat dilihat seberapa besar efisiensi usahatani tersebut baik dilihat dari sisi efisiensi teknis maupun harga, yang nantinya akan diperoleh efisiensi ekonomis dari usahatani ubi kayu tersebut. Efisiensi faktor-faktor produksi tersebut dapat diukur dengan analisis fungsi produksi frontier, yang dilihat dari efisiensi teknis dan efisiensi harga, yang selanjutnya akan diketahui efisiensi ekonomisnya. Setelah diketahui tingkat efisiensi ekonomisnya, maka dapat disimpulkan apakah penggunaan sarana produksi dan biaya usahataninya efisien atau tidak, karena sarana produksi dan biaya usahatani merupakan penghubung antara efisiensi dan strategi

pengembangan.

Selanjutnya dilakukan analisis SWOT untuk mendapatkan strategi agar usahatani ubi kayu yang dilakukan semakin efisien. Sebelum menganalisis menggunakan metode SWOT maka dilakukan analisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal dari usahatani ubi kayu yang dilakukan oleh petani. Analisis lingkungan internal digunakan matriks IFAS, sedangkan analisis lingkungan eksternal digunakan matriks EFAS. Batasan yang digunakan dalam analisis lingkungan internal yaitu produksi, manajemen biaya usahatani, sumber daya manusia, kepemilikan lahan, dan lokasi usahatani. Sedangkan batasan yang digunakan dalam analisis lingkungan eksternal usahatani ubi kayu yaitu keadaan sosial ekonomi dan budaya, teknologi, usahatani tanaman tahunan lainnya, keadaan iklim dan cuaca. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.


(61)

`

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Faktor-faktor Produksi:

- Lahan - Bibit - Urea - NPK - KCl - Herbisida - TK (TKLK & TKDK)

Matriks IFAS (Internal Factors Analysis Summary) Produksi Usahatani Ubi Kayu Analisis SWOT Efisiensi Usahatani Ubi Kayu Efisiensi Ekonomis Efisiensi Harga Efisiensi Teknis

Analisis Lingkungan Internal: 1.Produksi

2.Manajemen Biaya Usahatani 3.Sumber Daya Manusia 4.Kepemilikan Lahan 5.Lokasi Usahatani

6.Lembaga Kelompok Tani S T R A T E G I P E N G E M B A N G A N

Analisis Lingkungan eksternal: 1.Kondisi Sosial, Ekonomi, dan

Budaya 2.Teknologi

3.Usahatani Tanaman Tahunan Lainnya

4.Keadaan Cuaca dan Iklim

Matriks EFAS (External Factors Analysis Summary) A N A L I S I S E F I S I E N S I

Kondisi Perekonomian Rumah Tangga Petani Ubi Kayu

Menyusun Strategi Pengembangan

Usahatani Penggunaan Sarana Produksi


(62)

D. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran, hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga usahatani ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang tidak efisien.


(63)

III. METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

Untuk dapat menghindari ketidaksesuaian atau ketimpangan dengan pembahasan, maka perlu diketahui dan dibahas masing-masing variabel, variabel-variabel tersebut seperti:

1. Efisiensi teknik adalah kondisi dimana usahatani ubi kayu berada pada tahap decreasing rate yaitu pada saat elastisitas produksi 0 ≤ Ep≤1. 2. Efisiensi harga adalah kondisi dimana usahatani ubi kayu telah mampu

menyamakan nilai produk marginal (VMP) dengan harga faktor input. 3. Produksi ubi kayu (Y), yaitu ubi kayu hasil panen yang dihasilkan

perhektar, yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

4. Nilai produksi adalah jumlah produksi ubi kayu (kg) dikalikan dengan harga rata-rata yang diterima petani ubi kayu.

5. Luas Lahan (X1), yaitu luas lahan yang diusahakan untuk mengolah sejumlah input produksi data diperoleh dari petani. Luas lahan dinyatakan dalam hektar (ha).

6. Bibit (X2), yaitu jumlah bibit yang digunakan, yang dinyatakan dalam satuan batang per hektar (btg/ha).


(64)

7. Pupuk Urea(X3), dinyatakan dalam satuan kilogram perhektar (kg/ha). Data diperoleh dari wawancara dengan petanisampel.

8. Pupuk NPK (X4), dinyatakan dalam satuan kilogram perhektar (kg/ha). Data diperoleh dari wawancara dengan petani sampel.

9. Pupuk KCl (X5), dinyatakan dalam satuan kilogram perhektar (kg.ha). Data diperoleh dari wawancara dengan petani sampel.

10.Herbisida (X6), dinyatakan dalam satuan liter perhektar (l/ha). Data diperoleh dari wawancara dengan petani sampel.

11.Tenaga Kerja (X7), adalah banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam mengelola lahan pertanian ubi kayu dalam satu kali panen dengan satuan hari kerja pria (HKP). Tenaga kerja ini terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). 12.Strategi pengembangan yaitu upaya untuk melakukan analisis terhadap

lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) yang kemudian diambil alternatif untuk

menentukan strategi yang harus dilakukan.

13.Analisis lingkungan internal atau IFAS (Internal Factors Analysis Summary), yaitu analisis kekuatan – kelemahan (stenghth-weaknes) adalah analisis yang mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari dalam usahatani ubi kayu.

14.Analisis lingkungan eksternal EFAS (Eksternal Factors Analysis Summary), yaitu analisis peluang – ancaman (opportunities-threat) adalah analisis yang mengidentifikasi peluang dan ancaman yang berada diluar usahatani ubi kayu.


(65)

15.Analisis SWOT (Strength, Weaknes, Opportunities, Threat) yang digunakan yaitu dengan cara membandingkan antara faktor internal dan faktor eksternal dari usahatani ubi kayu tersebut.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu antara lain:

1. Data Primer

Data primer dapat diperoleh secara langsung dari petani ubi kayu yang telah ditetapkan sebagai responden atau sampel dengan bantuan

daftarpertanyaan (kuesioner). Jenis data yang dibutuhkan meliputi hasil produksi ubi kayu sebagai output serta data input yang merupakan pengeluaran petani seperti sewa lahan, harga bibit, harga pupuk, harga pestisida, upah tenaga kerja dan data umum lainnya.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang dari data primer, yang

didapatkan melalui studi pustaka dari berbagai sumber, buku-buku, hasil penelitian, jurnal maupun publikasi data dari berbagai Lembaga/Instansi antara lain bersumber dari BPS Propinsi Lampung, BPS Kabupaten Tulang Bawang, Dinas Pertanian Kabupaten Tulang Bawang, dan berbagai

sumber lainnya. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data jumlah penduduk, luas wilayah, data penggunaan lahan, luas panen dan produksi komoditi usahatani yang terkait.


(66)

C. Populasi dan Sampel

Dalam melakukan sebuah penelitian tidaklah harus menguji semua yang ada didalam populasi. Meneliti sebagian dari populasi itu dapat dinamakan dengan sampel. Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti, sedangkan sampel merupakan sebagian dari anggota populasi yang dipilih menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan mewakili populasi tersebut.

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode survei. Metode survei yaitu metode penelitian yang mengkaji dan mengamati atau

menyelidiki secara kritis untuk mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu pada daerah atau lokasi tertentu. Dipilihnya Provinsi Lampung sebagai lokasi penelitian secara purposive karena memiliki potensi penyumbang ubi kayu terbesar di Indonesia. Kabupaten Tulang Bawang dipilih sebagai objek penelitian secara purposive karena kabupaten ini merupakan kabupaten yang mempunyai potensi besar penyumbang produksi ubi kayu di Provinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang memiliki luas lahan atau luas panen ubi kayu yang sering disebut dengan singkong sebesar 21.177 ha yang tersebar di 15 kecamatan degan produksi sebesar 625.357. untuk dapat mengetahui secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.


(1)

Lapangan Usaha Tahun

2010 2011 2012

1. Pertanian

1.1 Tanaman Bahan Makanan

1.2 Tanaman Perkebunan 1.3 Peternakan 1.4 Kehutanan 1.5 Perikanan 2.471.312,27 695.690,82 501.798,00 246.746,02 19.094,92 1.007.982,51 2.956.688,14 1.033.599,36 578.895,45 262.183,26 28.582,06 1.053.428,00 3.670.045,24 1.451.367,15 710.194,19 304.697,30 38.374,43 1.165.412,17 2. Pertambangan dan

Penggalian

25.123,55 3.371,36 4.804,18

3. Industri Pengolahan 952.873,08 1.088.382,51 1.261.579,65 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 9.964,54 10.071,96 11.298,99

5. Bangunan 127.475,84 128.621,36 135.806,99

6. Perdagangan, Hotel, Restoran

960.600,10 1.108.665,67 1.272.450,76

7. Pengangkutan dan Telekomunikasi

495.150,89 565.561,24 655.383,57

8. Keuangan, persewaan, dan Jasa Perusahaan

191.474,17 183.818,40 196.058,91

9. Jasa-jasa 443.687,57 456.043,89 524.877,24 Jumlah 5.677.662,00 6.501.224,53 7.732.305,53

Sumber : BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2013.

Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa PDRB sektor pertanian mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Peningkatan tersebut dapat dibuktikan dengan adanya kenaikan kurang lebih sebesar lima ratus milyar rupiah setiap tahunnya. Dengan adanya kenaikan sebesar ini, kesejahteraan petani

sebaiknya lebih diutamakan oleh pemerintah guna memaksimumkan produk regional di sektor pertanian.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

1. Usahatani ubi kayu di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang tidak efisien pada tingkat efisiensi teknis, efisiensi harga maupun efisiensi ekonomi.

2. Strategi pengembangan usahatani ubi kayu di Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang yaitu : (a) meningkatkan jumlah produksi (b) mengoptimalkan pola usahatani yang maju dan berwawasan lingkungan (c) mempertahankan budaya sumber daya manusia (SDM) yang produktif (d) memperbaiki manajemen biaya usahatani dan (e) memperbaiki jalan menuju lokasi lahan untuk kelancaran usahatani ubi kayu.


(3)

1. Agar produksi usahatani ubi kayu meningkat, petani disarankan untuk menggunakan sarana produksi dengan baik seperti menggunakan bibit unggul yang bersertifikasi dan telah teruji kapasitas produksinya, serta menggunakan dosis pupuk yang telah dianjurkan.

2. Sosialisasi kepada kelompok petani supaya petani lebih aktif

mendapatkan informasi dan pengetahuan yang baru tentang tata kelola usahatani, sehingga usahatani yang dilakukan dapat lebih

menguntungkan. Ada penetapan batas harga minimum supaya harga yang diterima petani tidak kurang dari batas minimum tersebut, sehingga petani bisa menjadi lebih sejahtera.

3. Penelitian lebih lanjut mengenai kesejahteraan rumah tangga petani ubi kayu untuk mengukur efisiensi dan pendapatan dari usahatani ubi kayu pada daerah tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aji, B.P. 2012. Strategi Pengembangan Agroindustri Keripik Pisang di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Amri, A.N. 2011. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani

Ubi Kayu. Studi Kasus: Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Anonim, 2008. http://pphp.deptan.go.id/xplore/files/Pengolahanhasil/Pengolahan /20hasil/8-Profil/20usaha/Profil/20investasi/20bioenergi/Profil/20ubi/ 20kayu/20final. Diunggah pada Tahun 2008.

Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013. Luas panen,produksi, dan produktivitas tanaman pangan ubi kayu di Indonesia periode 2005 - 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

________________ . 2013. Luas panen,produksi, dan produktivitas tanaman pangan ubi kayu Provinsi Lampung periode 2005 – 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2009. Tulang Bawang dalam Angka. Lampung: BPS Provinsi Lampung.

________________________________ . 2010. Tulang Bawang dalam Angka. Lampung: BPS Provinsi Lampung.

________________________________ . 2011. Tulang Bawang dalam Angka. Lampung: BPS Provinsi Lampung.

________________________________ . 2012. Tulang Bawang dalam Angka. Lampung: BPS Provinsi Lampung.


(5)

Dernberg, T.F. 1992. Konsep Teori dan Kebijakan Makroekonomi. penerjemah Karyaman Muchtar, Erlangga, Jakarta

Fauzi, A. 2012. Strategi Pengembangan Usahatani Kunyit di Desa

Regunung Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Ginting, E. 2002. Teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan ubikayu menjadi produk antara untuk mendukung agroindustri. Buletin Palawija 4: 67-83.

Hafsah, M.J. 2003. Bisnis Ubi Kayu Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kahana, B.P. 2008. Strategi PengembanganAgribisnis Cabai Merah Di Kawasan

Agropolitan Kabupaten Magelang. Magister Agribisnis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Kusumawardhani. 2002. Efisiensi Ekonomi Usahatani Kubis (Di Kecamatan Bumaji, Kabupaten Malang), Agro Ekonomi Vol. 9 No. 1 Juni 2002. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UGM.

Laisa, D.D. 2013. Analisis Harga Pokok Produksi Dan Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan Teri Nasi Kering Di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmu Ilmu Agribisnis, Volume 1 No.2 April 2013. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Laksmi, Ni.M.A.C. 2012. Analisis Efisiensi Padi Sawah (Studi Kasus Subak Guama, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan). E-Journal Agribisnis dan Agrowisata, Volume 1 No.1 Juli 2012.

Miller, R.L. dan Meiners E, R. 2000. Teori Mikroekonomi Intermediate, penerjemah Haris Munandar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Nicholson, W. 1995. Teori Makro Ekonomi : Prinsip Dasar dan Perluasan.

Edisi Kelima. Terjemahan : Danel Wijaya, Bina Rupa Aksara, Jakarta. Pearce II, J.A. dan Robinson Jr., R.B. 2003. Strategic Management:

Formulation, Implementation and Control. Ed. 9, McGraw-Hill.

Purnomo dan Purnamawati, H. 2010. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.


(6)

Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Tehnik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Saleh, N. dan Widodo,Y. 2007. Profil dan Peluang Pengembangan Ubi Kayu di Indonesia. Buletin Palawija 14: 69-78.

Simbolon, R.J. 2007. Prospek Pengembangan Usahatani Bunga Melati Putih di Kota Medan Sumatera Utara. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Soedarsono. 1998. Pengantar Ekonomi Mikro. LP3ES, Jakarta

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali Press, Jakarta.

Susantum, I. 2000. Fungsi Keuntungan Cobb Douglas dalam Perdagangan Efisiensi Ekonomi Relatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.5 No. 2, hal 149 – 161.

Susilowati, S.H. 2012. Analisis Efisiensi Usahatani Tebu di Jawa Timur.

Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Wheelen, T.L. dan Hunger, D.J. 2004. Strategic Management and Bussines Policy. Ed. 9, Pearson Prentice Hall.

Widyananto, C.S. 2010. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Putih (Studi Kasus Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo). Universitas Diponegoro, Semarang. Yotopoulos, Pan.A. dan Jeffry B, N. 1976. Economics Of Development :