Penyebab Kanker Leher Rahim Epidemiologi Kanker Leher Rahim Faktor Risiko Kanker Leher Rahim

kromosom pada nukleus sebagai episome. Pada infeksi yang menyebabkan keganasan, DNA virus akan berintegrasi dengan genom sel leher rahim yang menyebabkan terjadinya mutasi. Integrasi HPV-DNA mengganggu atau menghilangkan bagian E2. Fungsi E2 adalah sebagai down-regulation transkripsi E6 dan E7. Gangguan fungsi E2 akan meningkatkan ekspresi E6 dan E7. Kedua protein tersebut masing-masing mensupresi gen p53 dan gen Rb retinoblastoma yang merupakan gen penghambat perkembangan tumor. Apabila fungsi gen tersebut terganggu, maka neoplasma akan terbentuk Pradipta Sungkar. Pada lesi jinak, protein E6 tidak mengakibatkan efek pada stabilitas p53 sedangkan E7 mengikat Rb dengan afinitas yang rendah. Selanjutnya produk protein E5 akan meningkatkan aktivitas mitogen-activated protein kinase. Hal tersebut menyebabkan peningkatan respon seluler terhadap faktor pertumbuhan dan diferensiasi Gomez Santos, 2007. 2.3 Kanker Leher Rahim 2.3.1 Definisi Kanker Leher Rahim Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi sel-sel baru neoplastic cells yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali Mills, 2002. Kanker leher rahim merupakan proses keganasankanker yang berasal dari sel-sel leher rahim yang tidak normal akibat pertumbuhan yang tidak terkendali Cherath Alic, 2006.

2.3.2 Penyebab Kanker Leher Rahim

Penyebab pasti kanker leher rahim sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya. Namun dalam beberapa tahun ini, penemuan biologi molekuler telah menunjukkan bahwa HPV turut berperan dalam terjadinya kanker leher rahim Hillegas, 2005. Sekitar 70 kejadian kanker leher rahim disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18 WHO, 2007. Penelitian yang dilakukan pada pasien dengan kanker leher rahim di beberapa rumah sakit di Indonesia menemukan bahwa kejadian infeksi HPV Universitas Sumatera Utara tipe 16 sebesar 44, tipe 18 sebesar 39, tipe 52 sebesar 14, dan sisanya terdeteksi infeksi HPV multipel Andrijono, 2007. Karsinogenesis bermula ketika DNA HPV tipe high risk oncogenic berintegrasi dengan genom sel leher rahim yang menyebabkan terjadinya mutasi Tiro, Meissner, Kobrin Chollette 2007. Proses karsinogenesis melalui tahap lesi prakanker yang terdiri dari CIN I, II, dan III. Lesi prakanker CIN I sebagian besar akan mengalami regresi, sebagian kecil yang berlanjut menjadi CIN II, dan kemudian berlanjut menjadi kanker invasif leher rahim Andrijono, 2007.

2.3.3 Epidemiologi Kanker Leher Rahim

Secara global, kanker leher rahim menempati posisi kedua penyebab kematian wanita akibat kanker. Setiap tahun ditemukan 510 000 kasus baru, 288 000 kasus meninggal, atau setiap dua menit seorang wanita meninggal akibat penyakit ini Rusmil, 2008. Departemen Kesehatan RI melaporkan, penderita kanker leher rahim di Indonesia diperkirakan 90-100 diantara 100 000 penduduk pertahun Pradipta Sungkar, 2007 dan masih menduduki tingkat pertama dalam urutan keganasan pada wanita Suwiyoga, 2007. Angka kejadian kanker leher rahim mulai meningkat sejak usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 50 tahun. Ketahanan hidup seseorang tergantung stadium kanker leher rahim; five years survival rate untuk stadium I, II, III, IV adalah 85, 60, 33, 7 Pradipta Sungkar, 2007.

2.3.4 Faktor Risiko Kanker Leher Rahim

Faktor risiko untuk kanker leher rahim adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan inisiasi transformasi atipik leher rahim dan perkembangan dari displasia Aziz, 2002. Faktor-faktor resiko untuk kanker leher rahim terbagi dalam tiga. Faktor pertama adalah faktor reproduksi dan seksual yang meliputi jumlah mitra seksual, usia saat pertama kali berhubungan seksual, faktor pasangan pria, jumlah kehamilan, kontrasepsi oral dan infeksi menular seksual IMS. Faktor kedua adalah Universitas Sumatera Utara sosioekonomi. Faktor ketiga adalah faktor-faktor lainnya yang meliputi paparan tembakau, diet, kurangnya skrining yang tepat dan pengobatan lesi prakanker yang disebut CIN sebelumnya. Berdasarkan studi epidemiologi, kanker leher rahim berhubungan erat dengan perilaku seksual seperti berganti-ganti mitra seks dan usia saat melakukan hubungan seks pertama kali. Risiko meningkat lebih dari 10 kali bila wanita berhubungan seksual dengan 6 atau lebih mitra seks, atau bila hubungan seksual pertama dibawah umur 15 tahun. Hamil pada usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat pula meningkatkan resiko Rasjidi, 2009. Selain itu, risiko juga meningkat bila berhubungan seksual dengan pria berisiko tinggi pria yang berhubungan seksual dengan banyak wanita yang menderita kutil kelamin atau pria yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial. Pria yang tidak melakukan sirkumsisi juga dapat meningkatkan faktor risiko seorang wanita terkena kanker leher rahim. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko relatif seseorang menjadi 2 kali pada orang normal. Sebaliknya, sejumlah penelitian menunjukan bahwa penggunaan metode barrier akan menurunkan faktor resiko kanker leher rahim. Agen infeksius selain HPV adalah HSV Herpes Simplex Virus dan HIV Human Immunodeficiency Virus. Data mendukung HSV sebagai faktor resiko tidak sekuat pada HPV Rasjidi, 2009. Penderita dalam keadaan supresi sistem imun seperti pada pasien transplantasi ginjal dan infeksi HIV juga meningkatkan angka kejadian kanker serviks prainvasif dan invasif Pradipta Sungkar, 2007. Wanita dari kelas sosioekonomi yang terendah memiliki faktor resiko 5 kali lebih besar daripada wanita dikelas tertinggi. Selain itu, diperkirakan paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan debu, logam, bahan kimia, atau oli pada wanita maupun pasangannya dapat menjadi faktor resiko. Paparan tembakau baik yang dihisap sebagai rokok maupun yang dikunyah mengandung bahan-bahan karsinogen. Selain itu, dari beberapa penelitian, defisiensi Universitas Sumatera Utara asam folat, vitamin C, vitamin E, beta karotenretinol berhubungan dengan peningkatan resiko kanker leher rahim Rasjidi, 2009.

2.3.5 Pencegahan Kanker Leher Rahim