Pengantar Dodoi Didodoi ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU

BAB IV ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU

4.1 Pengantar

Dalam setiap seni persembahan lagu dan tari Melayu di Sumatera Utara terjadi komunikasi di antara seniman dan para penonton, dengan berbagai-bagai interpretasi terhadap persembahan. Kesemua aktivitas ini berasaskan kepada pola- pola budaya Melayu, yang hidup selama berabad-abad. Termasuk ke dalam komunikasi lisan mencakupi: a lirik atau teks lagu-lagu Melayu, yang memiliki ciri-ciri khas dibandingkan komunikasi verbal dengan bahasa seharian, b intejeksi atau kata seru untuk memperkuat suasana persembahan, separti: he wa, hajar yong, syor kali ah, sampai pagi dan sebagainya, serta. Komunikasi lisan dalam seni persembahan Melayu biasanya menggunakan pelbagai gaya bahasa metafora, aliterasi, perulangan, hiperbol dan sebagainya. Komunikasi lisan ini juga menjadi bahagian yang bersepadu dengan aspek-aspek bukan lisan separti nada, irama, melodi, gerak-gerik, dinamika dan sebagainya. Komunikasi lisan selalu distilisasi untuk menarik perhatian penonton, dan menambah unsur estetika persembahan. Komunikasi lisan ini menggunakan pelbagai genre puisi tradisional Melayu. Universitas Sumatera Utara

4.2 Dodoi Didodoi

Dalam kebudayaan Melayu, terdapat lagu yang lazim digunakan secara sosial untuk menidurkan budak-budak. Dalam kajian etnomusikologi, lagu separti ini sering dikategorikan sebagai lullaby song. Lagu ini secara struktural dan dampaknya melodi mendayu-dayu, syahdu, dan membawa anak tartidur. Teksnya adalah sebagai berikut. Buah hatiku belahan jiwa Buah hatiku belahan jiwa Tidurlah tidur ya anak emak dodoikan ya sayang Tidurlah tidur ya anak emak dodoikan Ala sayang dodoi didodoi Ala sayang dodoi didodoi Sumber: lagu rakyat Melayu Sumatera Utara Dalam lagu Dodoi Didodoi di atas, yang dimaksudkan belaian jiwa itu adalah anak yang sedang didodoikan. Yang mendodoikannya adalah emaknya. Betapa hubungan atau komunikasi di antara anak dengan emak terjalin dengan mesra melalui nyanyian ini. Secara intrinsik pula melodi lagu ini menyebabkan anak yang mendengarnya merasa dikasihi, dan karena dia mengantuk dia pun akan tartidur oleh pengaruh melodi yang mendayu-dayu. Melodi ini menggunakan tangga nada minor, yang memang tepat untuk menghantar ke suasana kasih sayang, belaian mesra, memujuk dan sejenisnya. Sementara rentak mak inang memberikan pengaruh separti Universitas Sumatera Utara diayun, dibelai menuruti irama yang memiliki metrum tertentu. Pesan yang ingin disampaikan emak kepada anaknya yang didodoikan adalah supaya si anak tidur. Kata-kata dodoi itu sendiri sudah menghantar pesan adanya kasih sayang antara yang mendodoikan dengan yang didodoikan. Keduanya berkomunikasi untuk mencurahkan kasih sayang mereka, khususnya kasih sayang dan komunikasi antara emak dan anak.

4.3.2 Lagu Membuaikan Anak

Lagu lain dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara yang juga berfungsi sebagai sarana komunikai di antara orang tua dengan anaknya adalah lagu Membuaikan Anak. Lagu ini hampir sama dengan lagu Dodoi Didodoi yang fungsi utamanya adalah untuk menidurkan anak, dengan pesan kasih sayang kepada anak. Sudahlah pasang nak air di laut, Sampanlah golek lah tanjung mudik ke tanjung anak lajang emak, Hati terkenang mulut menyebut, Rindu dan dendam lah tanggung sama ditanggung, buailah buai nak. Buailah sayang buailah hati lah amak, Pengalang jantung lekaslah besar nak, Jangan menangis tidurlah tidur lah intan oi, Tidur remuklah redam. Sumber: koleksi lapangan dari Kampung Lalang, Langkat, Sumatera Utara, separti yang dinyanyikandipertuturkan Ibu Nur Syam Secara intrinsik musikal, lagu Membuaikan Anak separti di atas, menggunakan tangga nada minor, dan tidak terikat kepada metrum atau birama tertentu, yang dapat dikategorikan sebagai lagu bermeter bebas. Ornamentasi melodi atau gerenek dalam musik Melayu, yang digunakan dalam lagu ini juga memberikan kesan kepada pendengarnya sebagai bahagaian dari pesan komunikasi Universitas Sumatera Utara kasih sayang atau kemesraan. Dari lirik lagu terlihat bahwa lagu ini menggunakan unsur pantun, ada pembayang dan ada pula isi. Namun tidak sepenuhnya juga berasas kepada pantun, terutama pada bait terakhir yang tidak menggunakan rima persajakan. Lagu ini juga teksnya menggunakan suku-suku kata ataupun sisipan kata, seperti: nak, lah tanjung, anak lajang emak, lah amak dan lah intan oi. Gunanya selain sebagai pemberi dampak suasana juga memberikan kesan estetika. Bait pertama, sebenarnya menggunakan asas pantun berikut. Sudah pasang air di laut, Sampan golek mudik ke tanjung, Hati terkenang mulut menyebut, Rindu dan dendam sama ditanggung. Sedangkan pada bait kedua, pantun asasnya adalah sebagai berikut. Buailah sayang buailah hati, Pengalang jantung lekaslah besar, Jangan menangis tidurlah tidur, Tidur remuklah redam. Menurut penulis, mengapa si penyanyi tidak menyanyikan pantun asas, oleh karena, pertama, teks mestilah menuruti melodi yang telah sedia ada. Kedua, untuk memberikan kesan keindahan. Ketiga, dengan menggunakan nyanyian, maka berbagai-bagai suku kata atau kelompok kata boleh disisipkan di mana-mana tempat menurut keinginan si penyanyi. Fokkema dan Kunne-Ibsch 1998:29 menyebutkan bahwa sastra sebagai ”konstruksi” bahasa yang dinamis, artinya teks sastra tidak Universitas Sumatera Utara merupakan kenyataan statis yang terisolir, tetapi merupakan bagian dari tradisi dan proses komunikasi. Dalam kasus pantun di atas, pesan yang disampaikan ibu kepada anaknya adalah kasih sayang emak kepada anaknya, menerusi kata-kata: hati terkenang mulut menyebut, rindu dan dendam sama ditanggung. Pada bait kedua, keempat baris kalimat semuanya berbentuk maksud tidak ada pembayang pantun. Hal ini dilakukan mungkin untuk menjelaskan komunikasi secara langsung, setelah adanya pembayang pada bait awal. Kasih ibu kepada anak juga dicerminkan dengan pemilihan kata diksi pengalang jantung, artinya anak adalah yang membesarkan alang keinginan sang ibu. Makna yang juga sinonim dengan intan payung, sibiran tulang, buah hati dan sejenisnya. Demikian makna dan pesan teks dalam lagu tersebut.

4.3.4 Lagu Timang

Dalam kebudayaan lagu Melayu di Sumatera Utara, terdapat lagu yang bertajuk Lagu Timang. Lagu ini juga pesannya berikan tentang ajakan untuk bergembira kepada anak. Karena mengekspresikan emosi gembira, maka secara intrinsik, lagu ini bertempo agak cepat, terikat pada bentuk meter 24, memakai durasi not seperlapan dan separtiga puluh dua, bermakna densitinya rapat, dan menggunakan tangga nada minor. Lagu Timang Rentak a-kan nak, rentakkanlah gelang besi di kakinya, Gelak akan nak gelakkanlah, Universitas Sumatera Utara Orang a benci di kelakinya. Teks Lagu Timang di atas mengajak dan memujuk si anak untuk melakukan rentak atau bergerak, karena bergerak di dunia ini adalah ciri-ciri hidup dengan gerak maka ditandai bahwa manusia itu berusaha dan bekerja untuk kelak menghidupi diri dan keluarganya. Kata-kata rentakkan nak ini disusul dengan kata-kata rentakkanlah gelang besi di kakinya. Besi di sini adalah lambang dari kekuatan manusia, bahwa untuk dapat hidup di alam ini manusia harus kuat tulangnya bagaikan besi. Selain itu pula, dalam konteks budaya Melayu, terdapat persembahan debus, yaitu seorang yang kebal terhadap benda-benda tajam yang terbuat dari besi. Debus ini menyebar di kawasan Asahan, Labuhan Batu dan Serdang di Sumatera Utara. Sementara itu, di alam Melayu dijumpai pula debus di Aceh, Banten, Kedah, Perlis, Nusa Tenggara dan sebagainya. Baris ketiga dan keempat lagu tersebut mengajak anak ketawa, artinya janganlah suka bersedih dalam menghadapi hidup ini. Gelakkan nak gelakkanlah, orang benci di kelakinya. Artinya bergelaklah untuk menghibur hati, jangan terlalu difikirkan orang yang benci kepada kita. Demikian makna yang dimaksudkan oleh teks lagu ini.

4.3.5 Tamtambuku

Satu lagi nyanyian kanak-kanak bermain play song dalam kebudayaan Melayu adalah lagu Tamtambuku. Secara intrinsik lagu ini menggunakan birama dua perempat, terikat metrik, tangga nada yang digunakan adalah bahagian dari tangga nada mayor. Ritma yang digunakan separti ritma tempo dimarsia, yaitu Universitas Sumatera Utara yang selalu digunkan oleh tentera untuk berbaris, dengan kecepatan tempo sekitar 100 ketukan dasar per menit. Lagu ini amat diminati kanak-kanak di kawasan Sumatera Utara. Teks nyanyian yang dikomunikasikan adalah perulangan separti berikut. Tamtambuku sederet tiang batu Mata kucing mata paku anak belakang tangkap satu Boleh masuk atau tidak Sumber: lagu rakyat Melayu Sumatera Utara. Lagu Tamtambuku ini biasanya digunakan oleh kanak-kanak untuk bermain, yaitu membentuk garisan di belakang dua ketua kumpulan kemudian satu per satu mereka ditangkap. Isi teksnya adalah sesuai dengan kondisi permainan, yaitu menangkap kanak-kanak satu demi satu, sampai akhirnya terkumpul, dan kemudian bermain lagi.

4.3.6 Si La Lau Le

Satu lagi lagu yang selalu digunakan untuk hiburan kanak-kanak adalah lagu Si La Lau Le, yang berasal dari kawasan Labuhan Batu, Asahan dan Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Secara intrinsik lagu ini terikat oleh birama atau metrum da perempat, dengan tempo sedang yaitu menggunakan rentak mak inang. Karena kesannya untuk ekspresi kegembiraan, lagu ini menggunakan Universitas Sumatera Utara tangga nada mayor. Durasi not yang digunakan adalah not seperempat, seperlapan, dan seperenam belas, yang diadun dengan menggunakan tanda istirahat dan not bartitik sedemikian rupa, untuk mendukung suasana komunikasi gembira. Sementara itu wilayah nada atau ambitus suara yang digunakan dalam lagu ini dari nada terendah yaitu nada f dan tartinggi nada c, maka dapat dipastikan bahwa jaraknya adalah 700 sent, yang relatif dapat dijangkau oleh suara kanak-kanak, apalagi oleh orang dewasa. Si La Lau Le Si la lau le si la lau kong Budak kecik hendak berdukong Si la lau le si la lau kong Duitlah seringgit potong Anak ikan dimakan ikan Ikan memakanlah kepalanya Banyaklah hitam perkara hitam Itulah eloklah penggodanya. Sumber: Pak Alang Kidal, Negeri Lama, 29 Agustus 1973, separti yang dinyanyikannya untuk Goldsworthy. Teks lagu Si La Lau Le di atas memperlihatkan adanya garapan teks yang khas untuk kanak-kanak. Pada bait pertama sajak yang digunakan adalah sajak rata a- Universitas Sumatera Utara a-a-a. Pesan teksnya adalah budak kecik hendak berdukong, duit seringgit potong, artinya adalah untuk berhibur diri. Sedangkan pada bait kedua mengandung ajaran bahwa di dunia ini banyak perkara tidak baik yang dilambangkan pada warna hitam. Istilah ini juga selalu digabungkan dengan dunia hitam, atau lembah hitam, semuanya berarti dunia yang penuh dengan kekerasan, tipu daya, dunia hedonisme dan intinya jauh dari Tuhan. Budak Melayu hendaklah berhati-hati dalam dunia yang separti itu. Pernyataan ini diwakili pula oleh baris teks, itulah eloklah penggodanya. Jadi dunia hitm itu adalah dianggap sebagai penggoda manusia di muka bumi ini.

4.3.7 Hadrah

Hadrah adalah salah satu kesenian Islam yang terdapat dalam budaya Melayu. Menurut sejarahnya, kesenian ini awalnya adalah bahagian dari kehidupan kaum sufi di Dunia Islam, antaranya adalah sekte Rifa’iyah dan Naqsabandiyah dari Asia Selatan. Genre seni ini memiliki puluhan repertoar lagu kajian hadrah di Sumatera Utara dalam peringkat sarjana muda lihat Takari 1990. Berikut adalaah salah satu lagu yang bertajuk Bismillah Mula-mula. Bismillah Mula-mula Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Universitas Sumatera Utara Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama Kalimah basmallah doa mula dalam Islam Kalimah basmallah doa mula dalam Islam Insan hidup sebagai makhluk menyembah pada Tuhan Insan hidup sebagai makhluk menyembah pada Tuhan Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama Takbir, tasbih, tahlil, tahmid Hanya pada Allah Takbir, tasbih, tahlil, tahmid Hanya pada Allah Dialah Tuhan yang ahad Universitas Sumatera Utara Diturun-Nya syariat Dialah Tuhan yang ahad Diturun-Nya syariat Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama Sumber: lagu hadrah Melayu Sumatera Utara, ditranskripsi dari album nasyid Kahfi, 2004. Secara intrinsik, lagu Bismillah Mula-mula menggunakan tangga nada maqam dari kebudayaan Islam di Asia Barat. Maqam ini terdiri dari rangkaian nada e, f, g, a, b, c, d, dan e. Dengan menggunakan maqam ini melambangkan bahwa lagu tersebut beridentiti Asia Barat, sebagai kawasan asal perkembangan Islam. Rentak yang digunakan adalah berciri khas Melayu yaitu tiga pukulan tak dan lima sisanya pukulan tum, dengan menggunakan delapan ketukan dasar dalam satu pusingan rentak. Nyanyian ini menggunakan ornamentasi melodi gerenek yang selalu dilakukan di hujung-hujung kadensa melodi. Tidak banyak menggunakan tanda istirahat, sehingga penyanyi pemimpin tukang hadi harus pintar mengatur aspek pernafasan dalam bernyanyi. Universitas Sumatera Utara Sementara teks lagu juga mengisyaratkan adanya perlambangan, separti yang terdapat dalam baris bismillah mula-mula, di dalam alam amat mulia. Yang diaksudkan di dalam alam amat mulia, adalah agama Islam, yang dibawa oleh Baginda Rasulullah Muhammad s.a.w. Islam adalah agama yang telah disempurnakan Allah, dan merentasi dimensi ruang dan waktu. Islam itu amat mulia, karena ia juga dimuliakan Allah, sebagai satu-satunya agama yang diredai Allah di dunia ini. Islam mengajarkan tujuan hidup bagi umatnya sama ada dunia dan akhirat secara seimbang. Islam adalah agama untuk semua manusia dan makhluk lain separti jin, agar manusia dan jin itu menyembah Allah. Selanjutnya menerusi teks empat bulan purnama, melambangkan Islam seperti bulan yang memancarkan cahaya di malam hari, terutama saat empat belas bulan purnama, penuh tidak setengah-setengah. Islam juga selalu dilambangkan dengan bulan dan bintang, bermakna bahwa Islam itu adalah rahmatan lil’alamin, rahmat kepada seluuh sekelian alam. Islam juga dalam sistem kalendarnya mengasaskan pada sistem kamariah, yaitu putaran bulan mengelilingi matahari. Selain itu, Islam juga meggunakan sistem kalendar Masihi yang berasaskan putaran bumi mengelilingi matahari, kalendar sedemikian ini disebut dengan sistem kalender syamsiah. Jadi bulan yang dimaksudkan dalam teks tersebut adalah lambang dari agama Islam. Seterusnya maksud dari kami bermain bersama-sama, adalah bahwa umat Islam itu hendaklah menjaga hubungan sesamanya, sama ada Muslim mahupun Universitas Sumatera Utara bukan Muslim, untuk menunjukkan Islam itu bersaudara, dan cinta perdamaian dengan umat agama lain. Konsep ini juga tertuang dalam hablum minannas, hubungan sesama manusia, selain itu adanya konsep hablum minallah, hubungan umat Islam secara individu atau kelompok dengan Allah. Maksud teks ini juga adalah pentingnya kebersamaan dalam hidup sosial sehari-hari, yang diisi oleh adanya pemimpin dan kepimpinannya, dan umat yang dipimpin. Pemimpin dalam ibadah atau lebih luas dari itu misalnya pemimpin politik adalah sebagai seorang imam terhadap umatnya, jadi ia harus amanah, adil, benar, dan boleh dipercaya. Dalam kebudayaan Melayu pimpinan ini dikonsepkan dalam adat yang diadatkan. Bahwa pemimpin adalah wakil Allah di muka bumi, jadi dia harus bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Pada asasnya semua umat Islam adalah pemimpin mulai dari sultan, raja, presiden, perdana menteri, menteri kabinet, ketua dan anggota parlimen, peguam, hakim, ketua dan anggota mahkamah syariah, gabenor, datuk bandar, walikota, bupati, camat, kepala desa, kepala rumah tangga, ibu suri rumah tangga dan diri sendiri. Demikian maksud dari teks kami bermai bersama-sama yang cukup dalam memuat nilai-nilai falsafah Islam dan Melayu. Kemudian pada bait kedua yang berisikan teks sebagai berikut: Kalimah basmallah doa mula dalam Islam; Insan hidup sebagai makhluk menyembah pada Tuhan. Dua penggal ayat ini juga merupakan ekspresi ajaran Islam yaitu Universitas Sumatera Utara perlunya berdoa untuk setiap melakukan aktiviti, dan doa itu juga biasanya selalu diawali dengan ayat basmallah, yaitu bismillahirrahmanirrahiim, yang artinya dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ayat ini mengandungi makna bahwa apa pun yang kita lakukan jangan lupa bahwa Allah beserta kita, dan Allah maha mengasihi dan menyayangi manusia sebagai makhluk-Nya. Seterusnya, penggalan ayat insan hidup sebagai makhluk menyembah pada Allah, adalah mengekspresikan bahwa sebagai makhluk manusia adalah wajib menyembah Allah yang Ahad. Sebagaimana juga firman Allah: “Tidak Aku jadikan manusia dan jin kecuali utuk menyembah-Ku.” Ayat ini mengadungi makna bahwa hubungan di antara Allah dengan manusia adalah hubungan pencipta dan yang diciptakan. Jadi sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah, jangan sesekali mendurhaka kepada Allah, separti mensyarikatkannya dengan perbuatan-perbuatan syirik, dan melakukan dosa- dosa, sama ada dosa besar atau dosa kecil, separti berzinah, merompak, mencuri, rasuah, menipu, membunuh orang tidak berdosa, mengkhianat pada musuh-musuh agama, mencelakai orang lain dan seterusunya. Seterusnya pada bait keempat terdapat ayat-ayat sebagai berikut: Takbir, tasbih, tahlil, tahmid hanya pada Allah; Dialah Tuhan yang ahad; diturun-Nya syariat. Ayat pertama menjelaskan bahwa umat Islam atau orang mukmin, haruslah selalu mengingat zikir kepada Allah, berupa takbir, tasbih, tahlil dan tahmid. Adapun yang dimaksud takbir adalah perkataan Allahu Akbar , artinya Universitas Sumatera Utara Allah Maha Besar, seterusnya tasbih adalah perkataan subhanallah , artinya adalah Maha Suci Allah; kemudian tahlil adalah perkataan laa ilaaha ilaallah yang artinya adalah tiada Tuhan melainkan Allah; manakala tahmid adalah perkataan alhamdulillah yang artinya ialah terimakasih Allah. Kata-kata zikir di atas selalu dilakukan oleh umat Islam untuk mengingati Allah, sebagai satu-satunya Tuhan dalam sistem kepercayaan Islam. Zikir ini selalu disarankan dilakukan setiap saat, boleh sahaja berbentuk zikir kalbu atau zikir lisan, separti selepas salat ketika berdoa. Zikir pula bermakna sebagai bahagian dari penyucian diri dari berbagai-bagai dosa yang dilakukan umat manusia. Dengan berzikir kita mengingat Allah, sehingga akan menjauhi segala apa yang dilarang Allah, dan mengerjakan segala yang diperintah Allah. Dengan demikian bait ini menekankan akan perlunya zikir selalu kepada Allah. Jadi dari bait ke bait dalam lagu Bismillah Mula-mula dalam genre hadrah di dalam kebudayaan masyarakat Melayu Sumatera Utara ini terkandung ajaran- ajaran Islam, terutama memberikan lambang Islam itu dengan terangnya bulan purnama empas belas hari.

4.3.8 Nasyid

Nasyid adalah salah satu kesenian berunsurkan ajaran-ajaran Islam, yang berkembang terutama di Asia Tenggara. Nasyid ini awal perkembangannya Universitas Sumatera Utara disebut juga dengan irama Padang Pasir atau irama Gurun Sahara. Di Sumatera, tokoh-tokoh nasyid yang terkenal adalah Haji Ahmad Baqi dengan Orkes Padang pasir El-Surraya, yang menapaki masa keemasannya pada dekad 1960-an dan 1970-an. Kemudian tokoh penting seni nasyid lainnya di Sumatera adalah Hajjah Nurasiah Jamil, yang memimpin grup nasyid Sinar Asiah. Ia adalah seoorang qariah bartaraf antarabangsa. Di Sumatera Utara, setiap tahun biasanya dilakukan pertandingan seni nasyid di tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi. Nasyid ini terus berkembang di seluruh pelosok kawasan Sumatera Utara. Bahkan di setiap perkebunan negara separti Perusahaan Terbatas Perkebunan Negara PTPN II, III, dan IV, setiap kebun diwajipkan oleh pimpinan untuk mengasuh kumpulan-kumpulan nasyid. Begitu juga setiap kota di Sumatera Utara, biasanya walikota atau bupati membentuk kumpulan nasyid. Contoh kumpulan-kumpulan nasyid yang ada di Sumatera Utara dan mempunyai nama yang cukup terkenal di peringkat serantau mahupun nasional adalah Sinar Asiah, Al-Maidani, El-Patria, Kahfi, Hizbul Wathan dan sebagainya. Berikut ini adalah syair nasyid yang bertajuk Selimut Putih karya Haji Ahmad Baqi. Lagu ini menjadi salah satu master piece lagu nasyid di kawasan Asia Tenggara--di samping lagu Al-Quran karya Hajjah Nurasiah Jamil dan Panggilan Jihad karya Mukhlis. Ketiga-tiga pencipta lagu nasyid itu berasal dari Medan, Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara Selimut Putih Bila Izrail datang memanggil, Jasad terbujur di pembaringan, Seluruh tubuh akan menggigil, Sekujur badan kan kedinginan. Janganlah suka disanjug-sanjung, Engkau digelar manusia agung, Sadarlah diri tahu diuntung, Tiba saatnya keranda diusung. Bila masanya insyaflah diri, Selimut putih pembalut badan, Tinggallah semua yang dikasihi, Berbaktilah hidup sebelum mati. Sumber: lagu nasyid ciptaan Haji Ahmad Baqi dari Sumatera Utara, notasi dan aransemen oleh Muhammad Takari. Struktur dalaman musik lagu ini adalah menggunakan meter tiga, yang tidak lazim dalam budaya musik Melayu. Pencipta musik ini, yaitu Ahmad Baqi dipengaruhi oleh rentak wals dalam musik Barat. Pada dekade 1960-an rentak ini amat popular dalam kebudayaan Melayu, termasuk di Sumatera Utara. Manakala tangga nada scale yang digunakan major yang amnya digunakan untuk irama gembira. Namun untuk memberikan kesan suasana sedih digunakan nada-nada Universitas Sumatera Utara kromatik. Sementara durasi nada yang digunakan adalah dominan not seperlapan dan seperempat untuk lebih memberikan kesan tema lagu ini tentang kematian. Pada bait pertama ayat-ayatnya adalah menggambarkan bagaimana ketika seseorang itu meninggalkan dunia fana ini, menuju alam kubur dan lebih jauh lagi alam akhirat, di mana saat itu terjadilah hari pembalasan, yaitu pembalasan terhadap semua pahala dan dosa yang dilakukan seseorang di dunia ini. Adapun selengkapnya ayat pada bait ini adalah sebagai berikut: Bila Izrail datang memanggil; Jasad terbujur di pembaringan; Seluruh tubuh akan menggigil; Sekujur badan kan kedinginan. Bila masanya manusia mati, maka tidak ada yang boleh mengundurkannya walau sesaat pun, atau seseorang ingin lebih cepat meninggal dunia maka tidak ada seorang pun yang boleh mempercepatnya, semua itu tergantung kepada takdir Allah s.w.t. Dalam sistem keimanan Islam, malaikat pencabut nyawa adalah Izrail. Ia akan melaksanakan perintah Allah untuk mencabut nyawa manusia ketika saatnya telah tiba. Ketika Izrail mencabut nyawa, maka jasad fisik manusia terbujur lemas di pembaringan tempat tidur. Seluruh tubuh manusia yang dicabut nyawanya akan menggigil dan sekujur badannya kedinginan, karena sakitnya menghadapi kematian itu, terutama mereka yang banyak melakukan dosa ketika hidupnya. Hal ini tidak terjadi kepada yang banyak mengumpulkan pahala ketika hidupnya. Dalam menghadapi kematian ini Rasulullah berpesan kepada umat Islam untuk beribadahlah seakan-akan esok akan mati, dan bekerjalah seakan-akan kita akan Universitas Sumatera Utara hidup seribu tahun lagi. Ajaran ini menggagaskan bahwa tujuan hidup umat Islam adalah keseimbangan antara keperluan dunia dengan akhirat sekali gus. Adalah berbahaya apabila lebih cenderung kepada salah satunya sahaja. Seterusnya pada bait kedua, pencipta lagu ini menyampaikan pesan agar selama hidup di dunia ini jangan sombong, tidak usah mengejar-ngejar sanjungan manusia lain, tidak usah mengejar gelaran manusia agung, karena bagaimana pun ada saatnya kita meninggalkan dunia fana ini, ketika kita berada di keranda dan diusung oleh manusia lain, oleh karena itu sedarlah hidup selama di dunia ini. Nasihat-nasihat itu tercermin dari teks: Janganlah suka disanjug-sanjung; Engkau digelar manusia agung; Sadarlah diri tahu diuntung; Tiba saatnya keranda diusung. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap bait kedua lagu ini. Kemudian bait tiga lagu Selimut Putih karya Haji Ahmad Baqi ini pesannya juga masih merupakan nasihat kepada para pendengar. Selengkapnya teks bait ketiga adalah: Bila masanya insaflah diri; Selimut putih pembalut badan; Tinggallah semua yang dikasihi; Berbaktilah hidup sebelum mati. Ketika seseorng itu telah berada dalam sakaratul maut, maka biasanya dia akan sedar dan insaf akan dosa- dosa yang telah dilakukannya. Dia pergi hanya dengan membawa sehelai selimut putih sebagai pembalut badan. Tidak ada harta lain yang dibawanya selain selimut putih itu. Jadi tidak boleh terlalu dibesar-besarkan dan dibangga- banggakan harta yang ia cari selama ini. Apalagi harta itu diperolehi daripadf cara-cara yang haram, tentu sahaja akan berakibat bagi keturunannya. Universitas Sumatera Utara Ayat ketiganya mengingatkan pula tentang tinggallah semua yan dikasihi, separti isterisuami, anak-anak, emak, ayah, kerabat dan keluarga, sahabat dan orang- orang lainnya yang selama ini dikasihi dan mengasihi. Jadi dalam menghadap Allah di alam akhirat hanya amallah yang boleh menolong seseorang yang telah meninggal dunia. Dalam ajaran Islam pula, hanya ada tiga amalan yang masih berlaku ketika seseorang meninggal dunia, yaitu: harta yang diwakafkan di jalan Allah, ilmu yang diturunkan kepada orang lain, dan amalan anak-anak yang salih. Dalam ayat keempat pesan yang disampaikan adalah nasihat berupa berbuatlah amal sebelum mati, berbuatlah kebajikan selama masa hidup di dunia, yang sebenarnya hanyalah tempat tinggal sementara menuju kampung abadi akhirat. Sebagai seorang Muslim hendaklah beribadah dalam konteks hubungan kepada Tuhan dan hubungan kepada manusia dan makhluk lainnya. Dengan demikian Allah akan meredai kehidupan kita. Demikian kira-kira pesan yang disampaikan menerusi lagu Selimut Putih ini.

4.3.9 ZapinGambus

Zapin atau gambus adalah salah satu genre seni yang ketara sebagai seni berunsurkan ajaran Islam. Zapin ini berasal dar daerah Yaman di Semenanjung Arab, yang fungsi utamanya adalah untuk hiburan di majlis perkahwinan walimatul arsy lihat Mod Anis Md Nor, 1995. Zapin mengandungi makna sebagai musik dan tari. Masyarakat Melayu mengembangkan zapin ini dalam Universitas Sumatera Utara kaedah estetika budaya Melayu. Antaranya yang sangat termasyhur sampai ke Sumatera Utara adalah zapin Lancang Kuning yang berasal dari kawasan Melayu Riau. Struktur dalaman lagu Lancang Kuning ini adalah menggunakan meter empat dalam tanda birama 44, rentaknya zapin, yang pukulan asasnya terdiri dari not tiga perlapan ditambah up beat not seperempat dua kali, seperlapan dan seperempat. Dalam konteks persembahan, zapin ini menggunakan taqsim yaitu melodi pembuka, bahagian isi dan bahagian penutup. Pada bahagian isi, biasa pula digunakan pukulan kuat senting, kemudian kembali lagi ke pukulan dengan dinamik biasa. Tangga nada yang digunakan oleh lagu Lancang Kuning ini sangat unik di mana di dalamnya terkandung tangga nada major, kemudian ada unsur tangga ada blues yang biasa dipakai dalam musik jazz dan sedikit unsur tangga nada minor Aspek tangga nada lagu ini memang sangat unik, dan ini membuktikan bahwa orang Melayu, khususnya pencipta lagu ini dahulu kala telah memperhatikan aspek akulturasi dan kreativiti, mengadun berbagai-bagai tangga nada dunia dalam jati diri Melayu yang kental. Lancang Kuning Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam Universitas Sumatera Utara Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam Sumber: lagu zapin Melayu Riau dan Sumatera Utara, separti yang dinyanyikan Syaiful Amri tahun 2006 kepada Muhammad Takari, 2006 Teks lagu Lancang Kuning ini juga mengandungi lambang dalam konteks budaya Melayu. Lancang kuning itu adalah lambang orang Melayu dan kebudayaannya dalam mengharungi dunia ini, termasuk zaman globalisasi budaya sekarang, yang dilambangkan dengan lautan luas. Universitas Sumatera Utara Pada bait pertama dengan teks sebagai berikut: Lancang kuning lancang kuning brlayar malam belayar malam; Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam; Lancang kuning belayar malam. Teks ini menyampaikan pesan bahwa lancang kuning perahu tradisional yang berwarna kuning, sebagai simbol kebudayaan Melayu sedang berayar malam, yang itu lebih merbahaya ketimbang berlayar saing hari, malam gelap, perlu suluh, lampu atau penerangan yang cukup agar boleh belayar malam. Sementara haluannya pun menuju laut dalam bukan laut tepi, sehingga perlu berhati-hati seluruh anak kapalnya, terutama nakhoda. Teks ini melambangkan kebudayaan Melayu yang dihimpit oleh berbagai-bagai tekanan budaya asing. Bait kedua menggambarkan lebih jauh tekanan kebudayaan asing kepada budaya Melayu menerusi teks sebagai berikut ini. Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai; Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga; Lancang kuning belayar malam. Dalam pelayaran lancang kuning menghadapi badai lautan, yang perlu diatasi dengan perjuangan seluruh awak kapal. Keadaan ini menggambarkan sekian besarnya tantangan yang dihadapi masyarakat dan kebudayaan Melayu dalam merentas dan menjalani hidup di dunia ini. Namun pada ayat berikutnya disebutkan bahwa tali kemudi berpilin tiga, artinya untuk menghadapi caaran budaya ini masyarakat Melayu sudah bersiap-siap dengan pilinan tali kemudi berjumlah tiga. Maknanya dalam menghadapi tantangan Universitas Sumatera Utara tamadun, masyarakat Melayu sudah menyiapkan unsur ulama, pemerintah, dan rakyat yang bekerja bersama-sama. Bait ketiga lagu ini mengingatkan pentingnya kewaspadaan dan keberpihakan pihak penguasa pemerintah atau kerajaan kepada rakyat yang dipimpinnya, dengan berasaskan kepada kefahaman ilmu yang diturunkan oleh generasi pendahulu orang-orang Melayu. Dalam hal ini nakhoda harus faham akan ilmu kelautan, ke arah mana yang hendak dituju, bagaimana menghadapi gelombang. Dalam arti lain, pemimpin Melayu harus faham dengan sistem pendidikan Melayu yang tercakup dalam adat Melayu, separti yang dikonsepkan dalam adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Dengan menuruti ajaran ini, insya Allah pimpinan dan rakyat Melayu akan selamat menghadapi gelombang zaman, separti yang tercermin dalam teks berikut: Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham; Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam; Lancang kuning belayar malam. Dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara, untuk memohon kepada Allah agar sesebuah kampung terhindar dari musibah dan malapetaka, maka masyarakat Melayu hingga hari ini mengadakan upacara yang disebut melepas lancang. Upacara ini dilakukan pada masa-masa ketika sesebuah desa mengalami musibah, separti beberapa warganya hilang di laut, banjir besar, wabak penyakit dan sebagainya. Jadi lancang perahu mempunyai makna dan lambang tersendiri dalam kebudayaan Melayu, termasuk di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

4.3.10 Joget atau Ronggeng

Joget atau ronggeng atau dondang sayang adalah sebuah genre seni musik dan tari dalam budaya Melayu yang asal-usulnya merupakan hasil dari proses akulturasi di antara budaya Melayu dengan budaya Barat terutamanya Portugis. Kesenian ini diperkirakan menyadur seni tari branle atau branyo dari Portugis, berupa irama rentak joget dalam metrik 68, dan tempo yang relatif cepat dan sesuai untuk mengiringi tariannya. Unsur Melayu misalnya dalam penggunaan pantun dan tempo yang disebut senandung atau asli. Selain itu unsur musik Melayu lainnya dalam ronggeng adalah penggunaan rentak mak inang atau inang, yang menggunakan meter empat, temponya sedang yaitu sekitar 100 ketukan dasar per menitnya. Diisi oleh onomatopeik gendang: tung, tak, ding dan dang, yang masing-masingnya diwakili oleh not seperempat. Seni ronggeng ini juga menyadur berbagai-bagai unsur tari dan lagu yang ada di Nusantara, separti tari jaipongan dari Sunda, tari teledhek dari budaya Jawa, tortor dari budaya Toba dan Mandailing-Angkola, serta tarian dari Eropah separti: wals, tango, salsa, rumba dan lainnya. Sementara lagu-lagu yang disadur dari kebudayaan Nusantara misalnya lagu: Es Lilin dari budaya Sunda, Kembang Kates dari budaya Jawa, Rek Ayo Rek dari budaya Jawa, Haji Lahore dari Universitas Sumatera Utara Minangkabau, Si Pegge Supir dan Raja Doli dari budaya Toba, Piso Surit dan Biring Manggis dari budaya Karo. Seni ronggeng ini sangat elastis dalam menerima kebudayaan lain karena fungsi utamanya adalah sebagai saluran integrasi sosial di Sumatera Utara. Contohnya lagu yang terkenal dalam konteks persembahan ronggeng di Sumatera Utara adalah Bunga Tanjung separti pada notasi berikut ini. Bunga Tanjung Bungalah tanjung putih berseri Dipakai oleh dipakailah oleh tuan puteri Hiasan sanggul kanan dan kiri Menambalah cantik menambalah cantik dipandang berseri Bungalah tanjung kembang tak jadi Jatuh berserak- jatuh berserak di tengah laman Hancur hati karena budi Hilanglah akal karena budi Hai emaslah juga jadi kenangan Bungalah tanjung intan baiduri Mekar mewangi –mekar mewangi penjuru bumi Hai melanglah sungguh nasibku ini Kasih tak dapat-kasih tak dapat seoranglah diri Sumber: penyanyi Encik Dahlia Kasim Universitas Sumatera Utara Teks lagu Bunga Tanjung di atas menggambarkan tentang indahnya bunga tanjung yang berwarna putih dan dipandang berseri. Kemudian bunga tanjung itu dipakai oleh seorang puteri, dalam bentuk hiasan sanggul kanan dan kiri. Sehingga menambah cantik tuan puteri dan dipandang berseri. Di sini tampak bahwa bunga tanjung selain sebagai hiasan juga memiliki lambang yaitu lambang seorang perempuan yang cantik, wangi dan berseri. Namun di sebalik keindahan dan berserinya bunga tanjung itu ternyata kelopaknya tidak menjadi berkembang. Bunga tanjung ini jatuh dan gugur layu sebelum berkembang di tengah halaman. Bunga tanjung yang gugur layu ini adalah lambang telah layunya cinta yang dibina, separti yang dikuatkan oleh teks berikutnya. Budi sedikit jadi kenangan, maksudnya adalah budi tuan puteri kepada seseorang yang mendambakan cintanya. Budi tuan puteri menjadi kenangan setiap saat, namun apalah daya cinta yang mulai bersemi itu tak jadi berkembang separti halnya bunga tanjung kembang tidak jadi. Demikian kira-kira pesan yang ingin disampaikan menerusi lagu ini.

4.3.11 Lagu Laksmana

Secara intrinsik, lagu Laksmana separti yang tertulis dalam nota balok ini menggunakan rentak senandung asli, yang bertempo lambat, yaitu sekitar 60 ketukan dasar per menit, satu pusingan rentak memerlukan lapan ketukan dasar. Sementara itu, tangga nada yang digunakan adalah major. Durasi nada-nada yang Universitas Sumatera Utara digunakan adalah not seperempat, seperlapan seperenam belas serta not bartitik. Lagu ini ditandai oleh struktur gerenek pada hujung-hujung suku kata. Selengkapnya teks yang digunakan lagu ini adalah separti yang diperturunkan berikut ini. Laksmana Mati Dibunuh Sayang Laksmana mati dibunuh Laksmanalah sayang Mati dibunuh Datuk Menteri Laksmana sayang Tuan umpama minyak yang penuh Laksmana sayang Sedikitlah tidak tertumpahlah lagi Laksmana sayang Sayang Laksmana mati dibunuh Laksmanalah sayang Mati dibunuh Datuk Panglima Laksmana sayang Bukan tanaman tak mau tumbuh Laksmana sayang Sedikitlah tidak tertumpahlah lagi Laksmana sayang Kiranya bumi tak menerima Laksmana sayang Universitas Sumatera Utara Sebenarnya lagu Laksmana tersebut hanyalah terdiri atas dua bait pantun, namun karena ia dipersembahkan secara musikal, tampak separti terdiri dari beberapa bait pantun. Namun pada pembayang pertama terjadi variasi dengan ulangan pembayang kedua, yaitu pada kata-kata Raden Amperi diulang dengan Raden Pangeran. Kalau menurut aturan sajak rima binari, yang benar adalah Raden Pangeran, yang bertemu dengan kata serima daratan. Pada asasnya satu bait pantun itu adalah separti yang diperturunkan berikut ini. Sayang Laksmana mati dibunuh, Matilah ditembak Raden Pangeran, Mujurlah kilat menjadi suluh, Barulah tampak tanah daratan. Pembayang yang menggunakan kata laksmana bukanlah sembarang pembayang. Laksmana adalah lambang dari kekuasaan politik dalam budaya Melayu. Laksmana ini ditembak oleh Raden Pangeran, yaitu anak dari raja—yang memiliki kekuasaan politik yang lebih besar dibandingkan seorang laksmana. Jadi situasi sedih digambarkan dalam ayat pembayang ini, bahwa dalam dunia politik Melayu boleh terjadi bunuh membunuh demi kekuasaan, korbannya adalah laksmana. Kemudian pada ayat-ayat maksud atau isi, terlihat adanya situasi alam yang menguntungkan dan mengajarkan kepada orang Melayu untuk selalu menghargai dan belajar dari alam itu. Adapun peristiwanya adalah mujurlah kilat menjadi suluh, artinya seseorang atau sekumpulan orang sedang belayar malam, di tengah lautan. Karena kilat itu Universitas Sumatera Utara baharulah tampak tanah daratan yaitu tempat yang biasanya dituju oleh para pelaut. Kilat yang menjadi suluh adalah lambang dari penerangan hidup, menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan. Sedangkan tanah daratan yang dimaksudkan adalah lambang tujuan hidup, bahwa seseorang atau sekumpulan orang dalam perahu yang sama, biasanya memiliki tujuan dalam belayar yaitu tanah daratan atau pelabuhan tertentu. Dalam konteks yang lebih luas masyarakat, keluarga inti atau keluarga batih, adalah bagaikan sebuah komuniti pelayar yang mengharungi samudera kehidupan menuju pelabuhan kebahagiaan. Untuk itu diperlukan pimpinan nakhoda dan awak-awak kapalnya yang sama-sama bahu membahu mencapai tujuan. Demikian kira-kira tafsiran terhadap ayat-ayat stanza pantun lagu Laksmana Mati Dibunuh di atas.

4.3.12 Lagu Tudung Saji

Lagu Tudung Saji secara struktural menggunakan rentak senandung, yaitu bertempo lambat, sekitar 60 ketukan dasar per menit, dan menggunakan lapan ketukan dasar dalam satu pusingan. Kemudian tanda biramanya adalah empat per empat, empat ketukan dasar dalam satu birama. Tangga nada yang digunakan adalah major, namun banyak menggunakan akord-akord dalam posisi minor. Sementara durasi not yang digunakan adalah not seperempat, seperlapan, seperenam belas, separtiga puluh dua dan ot bartitik. Lagu ini karena diiringi oleh akordion, sangat memungkinkan untuk diiringi oleh akord yaitu tiga nada atau lebih dalam prinsip Universitas Sumatera Utara ilmu harmoni musik untuk progresi melodinya. Suasana haru ingin disampaikan menerusi lagu ini. Tudung Saji Satu ditutuh dua ditebang, Satu ditutuh dua ditebang, Tinggalnya sedahan o sayang Sampirannyalah di kain Tinggal lah nya sedahan sayang Sampirannyalah kain, Tempatlah jatuh lagi dikenang, Tempatlah jatuh lagi dikenang, Konon nya lah pula sayang, Tempat lah nya lagi main, Konon lah nya lah pula lah sayang Tempat lah nya lagi main. Teks lagu Tudung Saji di atas, adalah bentuk persembahan musikal, yang sebenarnya hanya mengadun satu bait stanza pantun, dengan asas sebagai berikut ini. Satu ditutuh dua ditebang, Tinggal sedahan sampiran kain, Tempatlah jauh lagu dikenang, Konon pula tempat lah main. Melihat struktur teksnya, lagu tersebut banyak menggunakan kata-kata sisipan, sama ada kata dasar atau partikel suku kata. Kata sisipannya terdiri dari: o sayang, sayang, lah sayang. Sementara partikel sisipannya terdiri dari: lah nya, nya Universitas Sumatera Utara lah, dan lah nya lah. Menurut tafsiran penulis, munculnya berbagai-bagai kata dan partikel yang berfungsi sebagai sisipan ini, adalah karena untuk memenuhi melodi yang dinyanyikan, sementara suku kata pada pantun tidaklah mencukupi untuk mengisi frase atau bentuk melodinya. Jadi salah satu cara penyanyi untuk mengatasinya adalah dengan menyisipkan kata-kata atau suku kata. Selanjutnya pesan yang ingin dibangun dalam lagu Tudung Saji ini adalah tentang perlunya seseorang itu mencintai kampung halamannya, separti kata pepatah sejauh-jauh tinggi terbang akhirnya bangau kembali ke kubangannya—hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, lebih elok di negeri sendiri. Pembayang atau sampirannya juga memiliki lambang, separti yang tercermin dalam ayat-ayat: Satu ditutuh dua ditebang; Tinggal sedahan sampiran kain. Kedua baris ayat ini menjelaskan bahwa yang ditutuh itu adalah pokok kayu yang tentu sahaja dekat dengan rumah tempat tinggal, karena ayat tinggal sedahan sampiran kain, maknanya orang Melayu biasa menjemur kain di dekat rumah. Makna pembayang ini pula adalah orang Melayu harus berusaha mencintai persekitarannya dengan menutuh cabang pohon-pohon di sekitaran agar tampak bersih dan sinar matahari boleh menembusi semerata tempat yang berguna untuk kesihatan. Pokok kayu adalah simbol dari kehidupan manusia dan alam persekitaran. Sementara itu ayat-ayat maksud atau isi pantun ini, iaiu: Tempatlah jauh lagu dikenang; Konon pula tempat lah main, maknanya adalah kalau kita pergi merantau ke tempat yang jauh kenanglah kampung halaman yang ditinggalkan itu, lebih jauh lagi ingat-ingatlah tempat bermain. Ingatan dan kenangan terhadap kampung halaman Universitas Sumatera Utara ini akan menumbuhkan sikap cinta kepada tempat asal-usulnya. Lebih jeuh lagi seorang Melayu itu harus mengingat asal-usul, kerabat, tempat dibesarkan, dan menjaga jurai yang dibina dari generasi ke generasi. Jangan separti kacang lupakan kulitnya. Atau karena telah berjaya dalam kehidupannya dia lupa pada kampung halaman, atau yang lebih parah lagi ia melupakan orang tuanya, separti yang diriwayatkan dalam cerita rakyat Melayu Sumatera Utara, Si Kantan anak derhaka, yang tidak mahu dan malu mengakui ibunya karena dia telah berjaya dalam kehidupan dunia ini. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap lagu Tudung Saji di atas.

4.3.13 Mak Inang Pulau Kampai

Pulau Kampai adalah satu kawasan di Kabupaten Langkat, yang berada di pesisir pantai dan menghadap ke Selat Melaka. Pulau Kampai penduduknya adalah kaum Melayu, yang sebahagian besar mata pencariannya sebagai nelayan. Pulau Kampai ini menjadi tajuk lagu, separti halnya tempat-tempat lain di kawasan budaya Melayu separti Siantar, Langkat, Bilah, Tanjung Balai dan sebagainya. Menerusi judulnya, jelas bahwa lagu ini menggunakan rentak mak inang atau inang, yang bertempo sedang, yaitu 90 ketukan dasar per menit, dengan menggunakan onomatopeik tak, ding, dang dan tung, untuk pukulan asas pada gendang dengan masing-masing onomatopeik menggunakan not seperempat. Tangga nada yang digunakan adalah minor dengan kadensa akhir selalu pada nada kelima, sehingga suasananya mirip pula dengan maqam yang terdapat dalam Universitas Sumatera Utara musik Asia Barat. Durasi nada yang digunakan adalah not seperemat, seperlapan, seperenam belas dan separtiga puluh dua, didominasi ritma dupel untuk setiap ketukan. Namun di hujung-hujung baris teks selalu digunakan ornamentasi gerenek Melayu yang menjadi ciri khasnya. Mak Inang Pulau Kampai Pulaulah Pandan jauh di tengah sayang, Pulaulah Pandan jauh di tengah, Sebalik pulau lah dua Angsalah Dua, Sebalik Pulau Angsa Dua, Hancur badan dikandung tanah sayang, Hancurlah badan dikandung tanah, Budinya baik juga dikenang juga, Budi yang baik dikenang juga dst. Teks lagu Mak Inang Pulau Kampai separti tersebut di atas sebenarnya memiliki pantun asas dalam satu stanza, separti yang diperturunkan berikut ini. Pulaulah Pandan jauh di tengah, Sebalik Pulau Angsalah Dua, Hancur badan dikandung tanah, Budi yang baik dikenang juga. Karena digarap secara musikal maka berbagai-bagai gaya dan variasi boleh dibentuk ke atas lagu ini. Misalnya dengan menggunakan sisipan kata-kata: sayang, lah dua dan juga. Selain itu setiap ayat biasanya diulang karena menurut ulangan frase melodi. Adapun makna dari pembayang: Pulau Pandan jauh di tengah; Sebalik Pulau Angsalah Dua, ini adalah pembayang yang kerap ada dalam pantun-pantun Universitas Sumatera Utara Melayu di Sumatera Utara. Makna dari dua pulau itu adalah bahwa berbagai-bagai tempat dalam kawasan budaya Melayu memiliki nilai budaya. Pulau adalah ciptaan Tuhan bersama dengan laut yang mengelilinginya. Jadi cintailah pulau-pulau dan jaga kelestarian di sekitarannya. Pulau Pandan pula mengisyaratkan bahwa di pulau itu banyak ditumbuhi tanaman pandan, yang daunnya mewangi dan boleh digunakan untuk berbagai-bagai kepentingan manusia, separti untuk mewangikan masakan nasi, bubur, kuih muih dan upacara-upacara selalu menggunakan daun pandan yang dihiris kecil-kecil dan menjadi bahagian dari tepung tawar. Jadi pulau ini mengandungi sumber alam semula jadi dan peliharalah kelestariannya. Sementara Pulau Angsa Dua, yang berada di hadapan Pulau Pandan menyiratkan bahwa pulau ini bentuknya menyerupai haiwan angsa, sebagai lambang keindahan dan ilmu pengetahuan dalam sistem kosmologi Melayu dari masa Hindu. Rujukan maknanya boleh juga peliharalah persekitaran pulau, pokok, air dan haiwan yang ada. Atau juga Pulau Angsa Dua yang dimaksud teks lagu ini adalah di pulau ini selalu dijumpai haiwan angsa selalu berdua artinya jantan dan betina. Dua angsa ini adalah simbol kasih sayang, cinta dan kemesraan. Simbol ini akan disambung dengan maksud pantun yaitu: Hancur badan dikandung tanah; Budi yang baik dikenang juga. Artinya adalah meskipun manusia itu telah mati, namanya akan tetap abadi jika dia menanam budi selama masa hidupnya. Oleh karenanya teks ini menganjurkan kepada orang Melayu agar selalu berbuat baik dan menanam budi di mana pun berada. Separti kata pepatah: harimau mati meninggalkan belang, gajah mati Universitas Sumatera Utara meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan budi. Budi seseorang akan dikenang abadi dari zaman ke zaman.

4.3.14 Tanjung Katung

Menurut tajuk lagu ini, maka boleh pula ditafsirkan bahwa Tanjung Katung adalah nama salah satu kawasan Melayu, berupa tanjung, yaitu daratan yang menjorok ke tepi laut. Banyak nama-nama tempat dalam wilayah budaya Melayu di Sumatera Utara yang menggunakan istilah tanjung ini, misalnya: Tanjung Balai Asahan, Tanjung Leidong, Tanjung Gusta, Tanjung Medan, Tanjung Halaban, Tanjung Kasau, Tanjung Tiram, Tanjung Morawa dan sebagainya. Secara struktural lagu ini menggunakan rentak joget atau lagu dua, yaitu rentak cepat, yaitu sekitar 304 ketukan dasar, yang diwakili not seperlapan, dalam satu menit, yang menggunakan birama enam perlapan, dan biasanya digunakan mengiringi musik dan lagu di bahagian pecahan dalam pasangan tari dan lagu. Sementara itu, lagu ini menggunakan tangga nada major, yang mendukung suasana komunikasi gembira dan menghibur diri. Durasi nada yang digunakan adalah not seperempat, seperlapan, seperenam belas, separtiga puluh dua dan not-not bartitik yang dikomposisikan menuruti rentak yang digunakan. Karena tempo lagu relatif cepat, hiasan melodi, hanya mungkin dilakukan oleh penyanyi lagu ini di hujung- hujung frase melodi lagu sahaja, tidak memungkinkan untuk dilakukan di awal atau tengah frase melodi. Universitas Sumatera Utara Tanjung Katung Tanjung Katung airnya biru nyawa, Tempat hendak mencucilah muka, Tanjung Katung airnya biru sayang, Tempat hendak ah muka mencuci muka, Lagi sekampung hatiku rindu, Konon ah pula mata jauh di mata, Lagi sekampung hatiku rindu nyawa, Kononlah konon mata jauh di mata. Satu, dua, tiga dan empat, Limanya, enam setengah, tujuh setengah sayang, Satu, dua, tiga dan empat, Lima, enam setengah, tujuh setengah Satu dua boleh ku dapat, Manalah sama dengan adinda, Satu dua boleh ku dapat sayang, Manalah sama dengan adinda. Tengku Khayat ke Tanjung Pandan, Pergi memutus membawa gambir, Selagi hayat dikandung badan, Tidaklah putus kami harapan kami, Selagi hayat dikandung badan tuan, Tidaklah putus kami harapan kami. Teks lagu Tanjung Katung di atas terdiri dari tiga bait sanza pantun asas, yaitu separti berikut. Tanjung Katung airnya biru, Tempat hendak mencuci muka, Lagi sekampung hatiku rindu, Kononlah pula jauh di mata. Satu, dua, tiga dan empat, Lima, enam, tujuh setengah, Satu, dua boleh ku dapat, Manalah sama dengan adinda. Tengku Khayat ke Tanjung Pandan, Pergi memutus membawa gambir, Selagi hayat dikandung badan, Universitas Sumatera Utara Tidaklah putus harapan kami. Bait pertama lagu ini menjelaskan bahwa Tanjung Katung memiliki air yang biru, berarti yang dimaksudkan air laut dan bersempadan langsung dan menyatu dengan Tanjung Katung. Tanjung ini juga tempat untuk mencuci muka. Pembayang pantun ini juga sebenarnya sepadu dengan maksud pantun, yang menggambarkan situasi tempat atau tepatnya kampung halaman, separti yang dijelaskan dalam maksud pantun: Lagi sekampung hatiku rindu; Kononlah pula jauh di mata. Kedua baris ayat ini tampaknya menggambarkan sepasang kekasih, yang menjelaskan adanya rasa rindu karena jauh di mata, mungkin merantau. Selama ini, ketika berada dalam satu kampung pun, keduanya saling merindu—apalagi kini jauh di mata, tentu lebih rindu lagi. Pada bait kedua, pesan yang hendak disampaikan adalah pujian kepada kekasih hati, yaitu lelaki yang mencintai perempuan, sebagaimana yang terdapat dalam teks: Satu, dua, tiga dan empat; Lima, enam, tujuh setengah; Satu, dua boleh ku dapat; Manalah sama dengan adinda. Ayat-ayat pembayang mengisyaratkan hitungan matematik yang merujuk kepada banyak perempuan di dunia ini, sama ada dalam angka bilangan cacah satu, dua, tiga, empat, lima, dan enam atau yang berupa bilangan pecahan tujuh setengah. Bilangan ini sebenarnya supaya memiliki keunikan tersendiri, dan menambah estetika pantun. Sementara ayat-ayat pada maksud pantun adalah memuji perempuan kekasih hatinya yang tidak ada duanya di dunia ini, walaupun lelaki itu dengan kepercayaan tinggi boleh sahaja mendapatkan perempuan- Universitas Sumatera Utara perempuan lain di dunia ini. Berarti dia memiliki kelebihan-kelebihan untuk memikat hati perempuan, untuk dijadikan kekasihnya. Ini adalah sifat semula jadi kaum lelaki Melayu, yang secara budaya adalah mencari pasangan hidupnya lebih agresif dan lebih dahulu mendatangi perempuan—bukan sebaliknya. Sementara sama ada perempuan atau lelaki haruslah memiliki berbagai-bagai kemampuan eksistensi untuk boleh dipilih oleh calon pasangan hidupnya. Dalam ajaran Islam dikemukakan untuk memilih jodoh ada tiga kriteria yang harus dijadikan panduan, yaitu: a agamanya baik; b hartanya dan c rupa atau wujud fisikalnya. Jadi yang terutama adalah agamanya. Bait ketiga lagu Tanjung Katung masih bertemakan tentang cinta, yang tercermin sama ada menerusi pembayang: Tengku Khayat ke Tanjung Pandan, Pergi memutus membawa gambir, dan juga maksud: Selagi hayat dikandung badan, Tidaklah putus harapan kami. Tengku Khayat, maknanya adalah golongan bangsawan, orang yang terpandang secara genealogi. Dia pergi ke Tanjung Pandan, di mana kata Tanjung Pandan merujuk kepada nama tempat yang sejajar dengan Tanjung Katung. Ia pergi memutus membawa gambir. Dalam konteks budaya Melayu di Sumatera Utara, gambir adalah salah satu perlengkapan makan sirih, yang menjadi aktiviti tradisional Melayu. Makan sirih memiliki berbagai-bagai lambang budaya. Sirih itu sendiri adalah tumbuhan yang memberikan semangat hidup kepada yang memakannya, disertai pinang, gambir dan kapur. Dalam setiap upacara adat Melayu selalu disertai dengan aktiviti memakan sirih ini. Ayat pembayang tersebut menyatu dengan maksud bahwa selagi hayat nyawa masih lagi dikandung badan, Universitas Sumatera Utara tidaklah putus harapan kami seseorang dan kaum keluarganya untuk meminang dan menikahi sang gadis pujaan hati. Demikian makna semiotik dalam ayat-ayat pantun lagu Tanjung Katung di atas.

4.3.15 Mega Mendung

Lagu Mega Mendung ini menggunakan jenis rentak senandung, yaitu temponya relatif lambat, sekitar 60 ketukan dasar per menit, satu siklus menggunakan lapan ketukan dasar. Lagu ini ditulis dalam birama empat perempat. Lagu ini dikomposisikan untuk diiringi oleh alat musik piano, sehingga dapat dilihat dengan jelas adanya progresi-progresi akord, yang menggunakan aspek harmonik khordal. Kemudian lagu ini menggunakan tangga minor, yang mendukung suasana pesan teks yang akan disampaikan. Not-not yang digunakan memiliki durasi: setengah, seperempat, seperlapan, seperenam belas dan not bartitik, yang dikomposisikan menuruti jalinan melodi dan akord. Lagu ini ditulis secara preskriptif bagi panduan penyanyi dan pemain alat musik, dan tidak terlihat gaya individu, sebagaimana roh musik Melayu pada umumnya. Mega Mendung Mendung si mega mendung, Mendung datang dari utara, Mendunglah datang mendung datang dari utara, Mendung si mega mendung, Mendung datang dari utara, Universitas Sumatera Utara Mendunglah datang mendung datang dari utara, Termenung jangan adik termenung, Kalau termenung rosak binasa, Termenung jangan adik termenung, Kalau termenung rosak binasa, Sebenarnya lagu Mega Mendung di atas menggunakan satu bait pantun empat baris stanza, nemaun karena dinyanyikan menurut melodi maka ayat setiap baris diulang kembali. Pantun asasnya adalah separti yang diperturunkan berikut ini. Mendung si mega mendung, Mendung datang dari utara, Termenung jangan adik termenung, Kalau termenung rosak binasa. Melihat teks pantun lagu ini, maka pada bahagian pembayang memberikan gambaran tentang suasana alam: Mendung si mega mendung; Mendung datang dari utara. Mendung yang dimaksud dalam ayat ini adalah sebagai indeks akan datangnya hujan. Mendung juga mengingatkan kepada setiap orang agar bersiap sedia untuk menerima hujan sebentar lagi, sebagai salah satu fenomena alam. Mendung juga boleh berarti kesedihan, yaitu akan datangnya air hujan yang boleh juga diartikan sebagai lambang dari air mata kesedihan atau air mata duka. Suasana pembayang ini kemudian dirajut dengan erat oleh maksud pantun, yaitu: Termenung jangan adik termenung; Kalau termenung rosak binasa. Dari ayat maksud ini terlihat bahwa seorang lelaki memujuk kekasihnya seorang perempuan, yaitu janganlah adik termenung sedih memikirkan masalah-masalah dunia yang tidak akan habis-habisnya. Universitas Sumatera Utara Merenung semacam ini akan membawa diri rosak binasa, yaitu dengan banyak merenungkan perkara-perkara negatif dan masalah hidup, akibatnya akan terasa psikologi dan fisikal. Maka oleh karena itu nikmatilah hidup ini separti mengalirnya air di sungai, alam ini kadang mendung, kadang cerah, kadang hujan, kadang panas, lalui sahaja menurut hukum alam yang telah dirancang oleh Sang Maha Pencipta, Allah s.w.t. Sedih boleh tetapi janganlah berterusan, merenungi nasib malang boleh tetapi janganlah berkekalan. Mari kita songsong dunia ini dengan penuh harapan, bahwa takdir diri manusia adalah bahagian dari nikmat dan anugerah yang diberikan Allah.

4.4 Pembahasan