Analisis Semiotik Teks Lagu-Lagu Melayu Sumatera Utara

(1)

ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

MUHAMMAD YUNUS

077009016/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU

SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD YUNUS

077009016/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

ABSTRAK

Secara semiotik lagu-lagu Melayu Sumatera Utara biasanya disajikan dengan memakai makna tersembuyi. Artinya pendengar atau penikmat lagu-lagu Melayu haruslah menafsirkan makna yang sisampikan oleh penyanyinya. Misalnya dalam genre hadrah agama Islam itu dilambangkan sebagai di dalam alam amat mulia serta empat belas bulan purnama. Begitu juga dalam lagu Dodoi Didodoi, belahan jiwa aalah simbol terhadap anak kita. Perlambangan ini mendapat kedudukan penting dalam lagu-lagu Melayu. Selain itu dalam lagu-lagu Melayu, simbol anak ini adalah intan payung, sibiran tulang, pengalang jantung, buailah hati, dan seterusnya.

Selain simbol atau lambang, dalam lagu-lagu Melayu juga dijumpai unsure semiotic yang lain, yaitu indeks. Indeks ini dalam lagu Melayu misalnya tercermin dalam kata-kata .

Satu hal penting dalam pertunjukan lagu-lagu Melayu Sumatera Utara adalah pengutamaan teks dibandingkan aspek music. Artinya, lagu-lau tradisional Melayu Sumatera Utara umumnya disajikan dalam bentuk garapan teks yang begitu ditonjolkan, seperti terus dikembangkan apakah dalam bentuk pantun atau syair. Dengan demikian lagu-lagu Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokkan kepada music logogenik, yaitu musik yang mengutamakan teks.

lagu-lagu Melayu Sumatera Utara menggunakan bahasa yang umumnya memiliki makna yang tersembunyi. Artinya pendengar mestilah menafsirkan makna apa yang didendangkan si penyanyi. Proses demikian terjadi pada sebahagaian besar lagu Melayu Sumatera Utara.


(4)

ABSTRACT

The Semiotic of Malay songs of North Sumatera are usually performed with a hidden meaning. In other words, the hearers or the fans of the songs should interpret their meanings which are delivered by the singers. For example, in a hadrah genre, the religion of Islam symbolized by a very grateful world along with a fourteenth fullmoon. The same as Dodoi Didodoi song, soulmates are symbols of our children. This symbolization has an important role in Malay songs. Beside that, in the Malay songs, the symbols of children are : Intan Payung, Sibiran Tulang, Pengalang Jantung, Buaian Hati. etc. Besides the symbols or signs, in Malay songs, another element can be found i.e. an index. The index in Malay songs is reflected in the words. The most important thing in Malay songs North Sumatera is majoring the text compared with the music aspects. Malay songs of North Sumatera give the focus on the text very much.

Keyword : semiotics, symbols, signs, signifier, songs, function meaning


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya maka penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Semiotik Teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara” ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Meskipun telah berusaha semaksimal dan sebaik mungkin, penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai berbagai kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan tesis ini.

Akhir kalam, semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pemerhati dan peneliti yang tertarik pada kajian kebahasaan.

Medan, Januari 2010


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan. Karena dengan rahmat dan taufiqNya penulis dapat menyelesaikan thesis ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun judul penelitian penulis adalah: Analisis Semiotik Teks Lagu-Lagu

Melayu Sumatera Utara. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna bagi

kita semuanya. Penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik secara moril maupun secara materil.

Orang tua penulis (alm) Ayahanda Ismail Jafar Ibunda Upik Zahara, (almarhummah) Makcik Nuraini yang telah membantu dan memperjuangkan penulis dalam menyelesaikan kuliah di S1.

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Chairuddin P Lubis, DTM & H. Sp.A(K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani kuliah di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, M.Sc. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani kuliah di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Ketua Program Studi Linguistik dan pembimbing I Prof. T. Silvana Sinar, Ph.D. yang telah memberikan ilmu untuk membuka cakrawala penulis.

Sekretaris Program Studi Linguistik Drs. Umar Mono, M.Hum. yang telah memberikan ilmu untuk membuka harapan penulis.


(7)

Pembimbing II Dr. Drs. Eddy Setia, M. Ed. TESP yang telah meluangkan waktunya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

Bapak Muhammad Takari yang telah memberikan waktu luang kepada penulis, membantu dan memberikan informasi-informasi menyelesaikan tesis ini.

Seluruh staf pengajar S2 di Program Studi Linguistik yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis dan seluruh staf S2 di Program Studi Linguistik (T. Rabullah, S.H., Puput, Wati, Sekar, Nila, dll) yang telah membantu dalam perkuliahan.

Ucapan terima kasih yang teristimewa istri Dra. Rusyati beserta ananda Meutia Nanda dan Syifa Salsabila , yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan S2 ini.

Peneliti


(8)

Riwayat Hidup

Nama Lengkap : Muhammad Yunus

Tempat, Tanggal Lahir : Sei. Suka Deras, 14 April 1970 Jenis Kelamin : Laki-laki

Golongan Darah : A

Alamat : Perum. Kompleks Dharma Deli, Jl. Serimpi no. 109. Status Pernikahan : Menikah

Nama Istri : Dra. Rusyati

Nama Anak : Meutia nanda dan syifa Salsabila

Pendidikan Formal :

1. SD Neg. i, tamat tahun 1991

2. SMP Negeri Tanjung Gading, tamat tahun 1993 3. SLTA ALWASLIYAH, tamat tahun 1998

4. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Sumatera Utara tamat tahun 1992


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 6

1.2 Masalah Penelitian ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat penelitian ... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pengertian Linguistik ... 9

2.2 Kerangka Teori ... 10

2.3 Semiotik Linguistik ... 11

2.4 Gaya Bahasa dan Hubungan Antar Unsur Keseluruhan ... 18

2.5 Landasan Teori ... 20

BAB III : METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Metode Pendekatan Penelitian ... 37

3.2 Data dan Sumber... 38

3.3 Tekhnik Pengumpulan Data... 38

3.4 Analisis Data... 39

3.5 Metode Penelitian yang Digunakan ... 40


(10)

3.7 Metode Wawancara ... 42

BAB IV : ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU ... 43

4.1 Lagu-lagu ... 45

4.3.1 Dodoi Didodoi ... 46

4.3.2 Lagu Membuaikan Anak ... 47

4.3.4 Lagu Timang ... 49

4.3.5 Tamtambuku ... 50

4.3.5 Si la lau le ... 51

4.3.7 Hadrah ... 52

4.3.8 Nasyid ... 58

4.3.9 Zapin dan Gambus ... 62

4.3.10 Joget dan Ronggeng ... 66

4.3.11 Lagu Laksmana... 68

4.3.12 Lagu Tudung Saji ... 70

4.3.13 Lagu Mak Inang Pulau Kampai ... 73

4.3.14 Tanjung Katung ... 75

4.3.15 Mega Mendung ... 79

4.4 Pembahasan ... 81

4.4.1 Unsur- unsur Semiotika dalam Lirik Teks lagu-lagu Melayu 83

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1 Simpulan ... 86

5.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(11)

ABSTRAK

Secara semiotik lagu-lagu Melayu Sumatera Utara biasanya disajikan dengan memakai makna tersembuyi. Artinya pendengar atau penikmat lagu-lagu Melayu haruslah menafsirkan makna yang sisampikan oleh penyanyinya. Misalnya dalam genre hadrah agama Islam itu dilambangkan sebagai di dalam alam amat mulia serta empat belas bulan purnama. Begitu juga dalam lagu Dodoi Didodoi, belahan jiwa aalah simbol terhadap anak kita. Perlambangan ini mendapat kedudukan penting dalam lagu-lagu Melayu. Selain itu dalam lagu-lagu Melayu, simbol anak ini adalah intan payung, sibiran tulang, pengalang jantung, buailah hati, dan seterusnya.

Selain simbol atau lambang, dalam lagu-lagu Melayu juga dijumpai unsure semiotic yang lain, yaitu indeks. Indeks ini dalam lagu Melayu misalnya tercermin dalam kata-kata .

Satu hal penting dalam pertunjukan lagu-lagu Melayu Sumatera Utara adalah pengutamaan teks dibandingkan aspek music. Artinya, lagu-lau tradisional Melayu Sumatera Utara umumnya disajikan dalam bentuk garapan teks yang begitu ditonjolkan, seperti terus dikembangkan apakah dalam bentuk pantun atau syair. Dengan demikian lagu-lagu Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokkan kepada music logogenik, yaitu musik yang mengutamakan teks.

lagu-lagu Melayu Sumatera Utara menggunakan bahasa yang umumnya memiliki makna yang tersembunyi. Artinya pendengar mestilah menafsirkan makna apa yang didendangkan si penyanyi. Proses demikian terjadi pada sebahagaian besar lagu Melayu Sumatera Utara.


(12)

ABSTRACT

The Semiotic of Malay songs of North Sumatera are usually performed with a hidden meaning. In other words, the hearers or the fans of the songs should interpret their meanings which are delivered by the singers. For example, in a hadrah genre, the religion of Islam symbolized by a very grateful world along with a fourteenth fullmoon. The same as Dodoi Didodoi song, soulmates are symbols of our children. This symbolization has an important role in Malay songs. Beside that, in the Malay songs, the symbols of children are : Intan Payung, Sibiran Tulang, Pengalang Jantung, Buaian Hati. etc. Besides the symbols or signs, in Malay songs, another element can be found i.e. an index. The index in Malay songs is reflected in the words. The most important thing in Malay songs North Sumatera is majoring the text compared with the music aspects. Malay songs of North Sumatera give the focus on the text very much.

Keyword : semiotics, symbols, signs, signifier, songs, function meaning


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya, beribadah, dan dilatarbelakangi oleh lingkungan budaya di mana ia hidup. Budaya memiliki norma-norma yang menjadi panduan hidup, pilihan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Budaya memiliki norma-norma yang dijadikan panduan dalam hidup semua manusia yang memilikinya.

Kebudayaan dibentuk oleh unsur-unsurnya yang terdiri atas : agama atau sistem religi, organisasi sosial masyarakat, sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi, sistem peralatan hidup atau teknologi, pendidikan atau ilmu pengatahuan, kesenian, dan bahasa. Ketujuh unsur kebudayaan itu, membentuk identitas khas manusia yang menggunakannya. Ketujuh unsur kebudayaan universal ini adalah wujud dalam masyarakat yang sistemnya kompleks maupun yang relatif sederhana. Unsur-unsur kebudayaan tersebut saling mendukung satu dengan lainnya, yang membentuk kebudayaan sekelompok manusia secara umum.

Selain itu, kebudayaan juga diekspresikan ke dalam tiga wujud yaitu: (a) wujud dalam bentuk gagasan atau ide, (b) wujud dalam bentuk aktivitas atau kegiatan, dan (c) wujud dalam bentuk benda-benda. Ketiga wujud kebudayaan ini saling berkait antara satu dengan lainnya. Artinya wujud ide pastilah akan diteruskan


(14)

ke dalam wujud aktivitas dan benda-benda. Sebaliknya wujud benda-benda dapat pula digunakan dalam mengkaji hubungannya dengan aktivitas dan ide yang terkandung di balik benda dan aktivitas yang dilakukan masyarakat manusia.

Dalam konteks masyarakat Melayu Sumatera Utara misalnya, mereka beridentitaskan agama Islam, sejak abad ketigabelas. Sehingga muncul konsep kebudayaan yang disebut dengan adat bersendikan syarak—syarak bersendikan

kitabullah. Artinya segala kegiatan adat dan budaya dalam masyarakat Melayu adalah

merujuk kepada hukum Islam (syarak). Jika ada pertentangan antara adat dan agama, maka rujukannya adalah agama.

Masyarakat Melayu juga mengenal sistem sosial kemasyarakatan yang diistilahkan dengan turai sosial. Mereka mengenal pihak penerima isteri yang disebut anak beru. Mereka juga mengenal kerabat karena hubungan perkawinan yang disebut dengan kelompok semenda. Mereka juga mengenal masyarakat yang mengamalkan budaya Melayu yang terdiri atas berbagai suku, yang disebut dengan masyarakat

seresam. Mereka juga mengenal golongan masyarakat bangsawan dan awam.

Masyarakat Melayu Sumatera Utara juga mengenal sistem mata pencaharian sebagai nelayan, petani, pegawai negeri, dan seterusnya. Orang-orang Melayu Sumatera Utara juga memiliki sistem teknologi seperti sistem peralatan penangkapan ikan seperti jermal, pukat, jaring, jala, mesin, dan seterusnya. Mereka juga mengenal sistem pendidikan yaitu sistem pendidikan agama yang disebut pesantren, dan sistem pendidikan nasional yang disebut sekolah dasar, menegah, sampai perguruan tinggi. Masyarakat Melayu Sumatera Utara juga mempunyai kesenian, seperti seni tari


(15)

Serampang Dua Belas, seni hadrah, seni silat, seni inai, seni ronggeng, dan lain-lainnya. Mereka juga memiliki bahasa ibu yang disebut bahasa Melayu, sosiolek, Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan, dan Labuhanbatu.

Semua orang memiliki kebudayaan, dan setiap kebudayaan mempunyai bahasa, yang selalu dikaitkan dengan aspek komunikasi verbal. Berbahasa adalah suatu kegiatan yang kita lakukan saat kita bangun tidur, bahkan kadang-kadang waktu dalam keadaan tidur dan mimpi. Sehingga kita menganggap bahwa berbahasa itu adalah suatu keharusan di dalam kehidupan manusia. Bahasa menjadi saluran komunikasi setiap manusia sebagai makhluk individu dan sosial.

Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain. Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia memiliki bahasa. Tanpa adanya bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir secara abstrak dan rumit, sebagaimana yang lazim digunakan di dalam dunia ilmiah.

Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak di mana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai sesuatu objek tertentu, meskipun objek tersebut secara faktual tidak berada di tempat di mana kegiatan berpikir itu dilakukan. Kalau kita telaah lebih lanjut, maka bahasa sebenarnya mengkomunikasikan tiga hal yaitu pikiran, perasaan, dan sikap.

Bahasa digunakan dalam berbagai kehidupan sosial masyarakat. Ada yang digunakan dalam kegiatan komuniaksi sehari-hari antar warga masyarakat, baik di


(16)

pekan, di sekolah, di rumah ibadah, di kerumunan, di warung kopi, dan sebagainya. Sampai penggunaannya yang lebih formal seperti di universitas, di dalam upacara adat, upacara keagamaan, upacara kenegaraan, dan lainnya. Begitu juga bahasa selalu digunakan dalam kegiatan yang bersifat estetis, yaitu pertunjukan lagu atau musik vokal.

Kegiatan yang bersifat estetis di setiap budaya kerap memunculkan simbol-simbol, lambang, dan ikon-ikon tertentu yang digali dari sumber budaya itu sendiri. Keberadaan simbol, lambang, dan ikon tersebut mencerminkan sifat-sifat asli budaya masyarakatnya. Masyarakat Melayu identik dengan warna kuning, warna yang menyimbolkan keagungan masyarakat dan budayanya. Kesakralan dan kesucian masyarakat Cina dilambangkan dengan warna merah. Kajian tentang simbol, lambang, dan sejenisnya yang memiliki makna pada masyarakat itu disebut semiotik.

1.2 Masalah Penelitian

Dari uraian di atas, maka penulis menentukan dua pokok masalah penelitian ini, yang akan dipecahkan melalui dua teori utama, dan disertai teori-teori lainnya. Adapun pokok permasalahan penelitian ini adalah:

(1) Bagaimanakah makna teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara?

Permasalahan ini akan dijawab dengan menggunakan teori semiotik. (2) Bagaimanakah peran bahasa Melayu dalam lagu-lagu Melayu Sumatera


(17)

Istilah teks yang penulis maksud adalah mencakup struktur teks, jumlah bait, garapan teks, pengolahan kata dan suku kata, hubungan sampiran dan isi, aspek spontanitas dalam pertunjukan, hubungan teks dengan melodi lagu, ritme gendang, naik turunnya nada, densitas nada, wilayah nada, nada dasar, kontur, formula melodis, aksentuasi, frekuensi nada, dan hal-hal sejenis.

1.3 Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan masalah penelitian di atas, maka tujuan peneliti adalah sebagai berikut:

(1) untuk mendeskripsikan makna semiotik yang terdapat dalam teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara;

(2) untuk mendeskripsikan peranan teks lagu-lagu Melayu dalam seni pertunjukan Melayu Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam beberapa hal:

(1) Sebagai sumber informasi atau rujukan untuk memahami tentang makna semiotik teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara.

(2) Menginformasikan dan melestarikan seni tradisional Melayu kepada masyarakat luas.

(3) Menambah khasanah kepustakaan atau bahan bacaan dalam bidang linguistik, semiotik, dan antropologi.


(18)

(4) Sebagai acuan dan konsep bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai teks dalam konteks budaya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Linguistik

Secara umum, linguistik sering dikatakan sebagai ilmu tentang bahasa, karena bahsa dijadikan sebagai objek kajiannya. Linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Sebagai contoh peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika, dan lain-lain.

Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang artinya bahasa. Selanjutnya, menurut Verhaar (1987:1) linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata lingua yang artinya bahasa. Kata Latin itu masih dijumpai dalam banyak bahasa yang berasal dari bahasa Latin, misalnya dalam bahasa Perancis (langue, langage), Italia (lingua), atau Spanyol (lengua). Selanjutnya Verhaar (2001:4) menjelaskan bahwa ilmu linguistik sering disebut dengan linguistik umum artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa Inggris atau bahasa Indonesia), tetapi linguistik itu menyangkut bahasa secara umum.

Linguistik modern berasal dari sarjana Swiss Ferdinand de Saussure, yang dalam bukunga Cours de linguitique general (‘Mata Pelajaran Linguistik Umum’), yang terbit pada tagun 1916 secara anumerta. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi langue itu yaitu bahasa pada umumnya.


(20)

Ilmu linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Arab, China, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Linguistik membahas bahasa sebagai kajian yang hakiki.

Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Utara, terdapat lagu-lagu yang menggunakan bahasa Melayu. Di antara genre-genre lagu itu adalah lagu Dodoi Didodoi, Membuai Anak, Mengayun Anak (Dadong), Si Lau Le Si Lau Kong, Tamtambuku, Nasyid, Hadrah, Rodat, Barzanji, Marhaban, Syair, Lagu Populer Tradisional, dan lainnya.

Aspek yang menonjol dalam lagu-lagu Melayu Sumatera Utara ini adalah pantun. Pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri atas: empat baris dalam satu rangkap, empat perkataan sebaris, mempunyai rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi dan pengecualian. Tiap-tiap rangkap terbagi ke dalam dua unit: pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Setiap rangkap melengkapi satu ide. Ciri-ciri pantun Melayu dapat dibicarakan dari dua aspek penting, yaitu eksternal dan internal. Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat dan didengar, yang termasuk hal-hal berikut ini.

(1) Terdiri atas rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terdiri atas baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2, 4, 6, 8, 10 dan seterusnya, tetapi yang paling umum adalah empat baris (kuatrin). (2) Setiap baris mengandung empat kata dasar. Oleh karena kata dalam bahasa Melayu umumnya dwisuku kata, bila termasuk imbuhan, penanda dan kata-kata fungsional, maka menjadikan jumlah suku kata pada setiap baris berjumlah antra 8-10. Berarti unit yang paling penting


(21)

ialah kata, sedangkan suku kata adalah aspek sampingan. (3) Adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan ada dua kuplet maksud. (4) Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang (sampiran) dan maksud (isi); karena itu sebuah kuatrin mempunyai dua kuplet: satu kuplet pembayang dan satu kuplet maksud. (5) Adanya skema rima yang tetap, yaitu rimaakhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a. Mungkin juga terdapat rima internal, atau rima pada perkataan-perkataan yang sejajar, tetapi tidak sebagai ciri penting. Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang dominan dalam pembentukan sebuah pantun. (6) Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.

Aspek-aspek internal adalah unsur-unsur yang hanya dapat dirasakan secara subjektif berdasar pada pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk: (7) Penggunaan lambang-lambang yang tertentu berdasarkan, pada tanggapan dan dunia pandangan (world view) masyarakat. (8) Adanya hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu hubungan konkrit atau abstrak atau melalui lambang-lambang ( Piah 1989: 91,123, 124).

Dalam teks ronggeng, ciri-ciri pantun seperti yang dikemukakan Harun Mat Piah tersebut juga berlaku. Namun, karena pantun ini disajikan secara musikal, akan ada lagi beberapa ciri pantun dalam pantun ronggeng Melayu yaitu: (1) Pantun


(22)

biasanya disajikan berulang-ulang mengikuti ulangan-ulangan melodi.

(2) Walau prinsipnya teks ronggeng mempergunakan pantun, namun pantun ini tidak sembarangan dimasukkan, sudah ada melodi yang khusus dipergunakan untuk teks yang menjadi ciri utama lagu-lagu tersebut. Pada bagian ini pantun tak boleh masuk.

(3) Pantun dalam ronggeng juga selalu dapat diulur atau dipadatkan sesuai dengan kebutuhan melodi musik yang dimasukinya.

(4) Pantun-patun dalam ronggeng juga dapat disisipi oleh kata-kata interyeksi seperti: ala sayang, sayang, hai, ala hai, abang, bang, dan lain-lainnya, di tempat-tempat awal, tengah, atau akhir baris.

(5) Selain itu, dalam satu baris tidak harus mutlak terdiri atas empat kata atau sepuluh suku kata, tetapi bisa lebih melebar dari ketentuan pantun secara umum.

Hal ini memungkinkan terjadi, karena teks tersebut disampaikan secara melodis (prosodi). Misalnya untuk memperpanjang beat, dapat dipergunakan dengan teknik melismatik, sebaliknya dengan teknik silabik dengan durasi yang relatif pendek. Keadaan seperti ini terjadi pada keseluruhan syair madihin, yang berdasarkan kepada pantun. Sifatnya lebih elastis terhadap tata aturan pantun, dibanding dengan seni pantun yang disampaikan dengan cara berpantun.


(23)

2.2 Tinjauan Pustaka

Ilmu pengetahuan (sains) adalah suatu disiplin yang mempunyai tahap-tahap dan prosedur tertentu, yang sering disebut dengan pendekatan ilmiah. Di antaranya adalah: rasionalisme, empirisme, determinisme, hipotesis dan pembuktian, asumsi, pengamatan, penelitian, dan lainnya (Lihat Denzin dan Lincoln, 1995).

Pendekatan saintifik biasanya menggunakan teori tertentu. dalam mengkaji fenomena alam, biologi, sosial, budaya, dan lain-lainnya. Teori memiliki peran penting dalam pendekatan ilmiah. Dengan teori seorang ilmuwan dibekali dasar-dasar bagaimana mencari dan mengolah data--sehingga didapatkan kesimpulan yang absah. Teori menurut Marckward (1990:1302) memiliki tujuh pengertian: (1) sebuah rancangan atau skema pikiran, (2) prinsip dasar atau penerapan ilmu pengetahuan, (3) abstrak pengetahuan yang antonim dengan praktik, (4) rancangan hipotesis untuk menangani berbagai fenomena, (5) hipotesis yang mengarahkan seseorang, (6) dalam matematika adalah teorema yang menghadirkan pandangan sistematik dari beberapa subjek, dan (7) ilmu pengetahuan tentang komposisi musik. Jadi dengan demikian, teori berada dalam tataran ide orang, yang kebenarannya secara empiris dan rasional telah diujicoba. Dalam dimensi waktu teori-teori dari semua disiplin ilmu terus berkembang.

Berikut ini akan diuraikan sekilas tentang teori semiotik yang digunakan dalam kajian ini.Adapun keterangan tentang teori ini tak terlepas dari kajian pustaka yang telah penulis lakukan.


(24)

Kegiatan manusia akan menjadi hakikat bahasa jika dengan mudah untuk

memahami bahasa tersebut. Chaer (1994:33) menyatakan sifat atau ciri bahasa itu antara lain: (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu

bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan (13) bahasa itu merupakan identitas penuturnya.

Ridwan (2006:1) menambahkan bahwa bahasa demikian berperan dan pentingnya, dan demikian pula luas jangkauannya dan ruang lingkupnya, sehingga kadang kala hadir pendapat yang mengatakan tanpa bahasa kehidupan manusia tidak mempunyai arti sama sekali, dan malahan ada pula pendapat ekstrim yang mengatakan bahwa tanpa bahasa dunia tidak akan berputar.

Selanjutnya manusia dalam hubungannya dengan bahasa sudah merupakan lepat dengan daun yang tidak dapat dipisahkan. Bentuk dan keinginan apapun yang dipunyai manusia memerlukan bahasa. Demikian pentingnya kedudukan dan fungsi hingga berakibat hadimya berbagai batasan mengenai bahasa.

2.3 Semiotik Linguistik

Kajian makna tidak dapat dipisahkan dari dua istilah yang berkaitan, yaitu

semiotika dan semantik. Semiotika adalah bahasa, berbeda dengan semiotik umum


(25)

sosial yang terdiri dari unsur arti, bentuk, dan ekspresi. Pemakaian bahasa membentuk semiotik, yang terdiri dari semiotik denotatif dan konotatif. Bahasa sebagai semiotik sosial dalah linguistik fungsional sistemik yang dalam teorinya para pakar linguistik fungsional sistemik menkaji bahasa dengan cara berbeda dengan kajian linguistik formal. Ciri utamanya adalah pendekatan arti ke bentuk dan pelibatan konteks sosial, yang berbeda dengan kajian linguistik formal dengan pendekatan bentuk arti tanpa pelibatan konteks sosial.

Semiotika adalah cabang ilmu yang mempelajari makna dan lambang.

Semiotika misalnya mengkaji arti warna dalam masyarakat seperti warna busana, pengantin di berbagai daerah di Indonesia.

Menurut Wiryaatmadja (1981:4) Semiotika adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda dalam maknanya yang luas di dalam masyarakat , baik yang lugas (literal) maupun yang kias (figuratif) , baik yang menggunakan bahasa maupun non bahasa. .

A. Teeuw (1982:18) memberikan batasan semiotika adalah tanda sebagai tindak komunikasi. Ferdinand de Sausurre (dalam Takari dan Fadlin, 2009:54) menyatakan : Semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu“. Eco (1976:7) membatasi tanda sebagai segala sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Selanjutnya Chandler (2007:2) menyatakan bahwa semiotik adalah kajian tanda, yang mencakupi kajian tentang sistem tanda dan pemakainnya. Secara saintifik istilah simiotik berasal dari perkataan Yunani (semion) yang berarti tanda. Zoest (dalam Puji Santoso 1990:3)


(26)

mendefenisikan semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya : cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain , pengirimannya , dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan, atau nyayian burung dapat dianggap sebagai tanda. Dengan pengertian ini, semiotik mencakupi penyampaian (produksi) dan pemahaman (interpretasi) arti dengan menggunakan tanda. Umumnya semiotik terdiri dari dua unsur yaitu arti (yang dinyatakan dengan tanda dan ekspresi). Arti direalisasikan oleh ekspresi. Misalnya, dalam semiotik lalu lintas “berhenti” direalisasikan oleh lampu merah. Selanjutnya, "waspada" dan "jalan" masing-masing dikodekan oleh lampu kuning dan hijau. Dengan pengertian kajian realisasi "arti” ke dalam "ekspresi," kajian semiotik mencakupi atau berlangsung dalam semua disiplin ilmu, bidang lingkup yang lebih luas,seperti: (a) tari, (b) musik, (c) seni lukis, (d) bahasa, (e) sastra, (f) antropologi, (g) psikologi, (h) matematika, (i) kimia, (j) lomunikasi, (k). biologi, dan lain-lain.

Sebagai contoh, Saragih (2008:52) mengungkapkan bahwa lenggak-lenggok badan dan gerak tangan, kedip mata, dalam tari adalah ekspresi "arti.” Demikian pula lambang atau tanda dalam fisika, matematika, biologi, dan kedokteran adalah ekspresi untuk menyapaikan "arti" apakah yang dimaksud dengan tanda bahasa? Dalam Semiotika dikenal 3 jenis tanda: simbol, ikon dan indeks.


(27)

(a) Simbol Hubungan antara tanda dengan yang ditandai bersifat konvensional (berdasarkan kesepakatan umum). Contoh: Gambar timbangan di pengadilan sebagai lambang keadilan.

(b) Ikon Hubungan antara tanda dengan yang ditandai berdasarkan kemiripan atau kesamaan. Contoh: Gambar pompa bensin di jalan raya melambangkan pompa bensin terdekat.

(c) Index Hubungan antara tanda dengan yang ditandai bersifat kausal. Contoh : Jika, terlihat asap berarti ada api.

Berdasarkan 3 jenis tanda yang telah disebutkan, sebagian besar tanda bahasa termasuk simbol, kecuali onomatope termasuk dalam ikon.

Tanda bahasa yang termasuk onomatope ada yang memiliki kesamaan gambar/piktogram dan kesamaan bunyi dengan yang ditandai. Kesamaan gambar disebut kesamaan grafis, misalnya Aksara Bahasa Sumeria sekitar 3000 tahun yang lalu. Pada awal perkembangan aksara terseut berbentuk gambar (kata ikan diwakli dengan tanda gambar ikan). Kesamaan fonis dijumpai pada kemiripan bunyi, misalnya ayam berkokok, lembu melenguh, kuda meringkik. Selanjutnya Morris (dalam Pattinasarany 1996 : 3) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu menegenai tanda, baik yang bersifat manusiawi maupun hewani, berhubungan dengan suatu bahasa tertentu atau tidak, mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan , bersifat sesuai atau tidak sesuai, bersifat wajar atau mengandung untur yang dibuat buat “.. Beberapa sarjana menganggap linguistik adalah cabang dari semiotika. Jadi semiotik atau semiologi sebagai ilmu tanda menjadi makin populer dan makin luas bidangnya,


(28)

karena melingkupi tidak hanya ilmu bahasa (linguistik) dan sastra tetapi juga aspek atau pendekatan tertentu dalarn ilmu seni (estetika), antropologi, budaya, filsafat, dan lain lagi, menurut (Teeuw 2003:40).

Semiotik linguistik dan semiotik sastra merupakan suatu gejala semiotik sosial yang terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi pada suatu asumsi umum untuk semiotik bahwa tanda dan penanda mengacu pada objek, agen dari material dan dunia sosial budaya yang terdapat di masyarakat. Oleh karena itu dengan mempresentasikan lagu-lagu dalam tanda dan penanda pada budaya Melayu akan terdapat dalam hakikat hidup dan kehidupan manusia. Semiotik linguistik Ferdinand de Saussure terkenal dengan strukturalisme dalam tradisi linguistik diakronik yang konsepnya dapat dibagikan ke dalam: “langue parole,” sintagmatic paradigmatic, dan “signifier-singnified.” Adapun yang dimaksud dengan langue-parole adalah bahasa

sebagai objek sosial yang murni dalam wujudnya sebagai suatu sistem sedangkan

parole adalah merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Dan untuk sintagmatic adalah relasi bentuk secara horizontal begitu juga sebaliknya dengan

paradiginatik (Sibarani 2008:66).

Selanjutnya (Sibarani 2008:64) semiotik menurut Charles Sanders Pierce adalah pengetahuan tentang realitas yang herstatus mandiri diperoleh melalui tanda-tanda, dan proses demikian itulah yang disebut dengan semiosis, yakni proses pernbentukan makna tentang realitas tanda-tanda dan melibatkan tiga unsur yakni; (....) by

semiosis' I mean [ ... ] an action, or influence, which is, or involves, a cooperation of three subjects, such as (hypothetical ) sign, its objects,'and its interpretant, this


(29)

tri-relative influence not being in my resolvable into actions between pairs. Seperti

bagan di bawah ini:

Gambar 1: Semiosis Tahap 1, Proses Pembentukan Interpretansi

(Sumber: Sibarani, 2008)

Kebiasaan Tak sadar

Keyakinan Prasadar Sangsi Sadar

Interpretant Sadar Hasil abduksi

Hasil deduksi

Hasil induksi

Gambar 2: Semiosis Tahap II, Tipologi Tanda (Sumber : Sibarani 2008)

Gambar 3: Semiosis Tahap M: Perbedaan Tanda

1. Ground Quallsign (suatu kualitas Sinsign (sin= L!egisign hukum

yang merupakan suatu, "hanya sekali"; atau konvensi yang

tanda, mis"keras" suara peristiwa yang berupa tanda. Setiap

Sebaga itanda merupakan suatu tanda konvensional


(30)

pada sungai sebagai Rambu Ialu fintas

tanda hujan di hulu, sebagaitanda.

2. Objek Ikon tanda yang penanda Indec (petunjuk) Symbol suatu tanda

dan petandanya ada tanda yang penanda yang penanda dan

kemiripan mis. Potret;peta ada hubungan petandanya arbitrer

alamiah,mis. asap konvensional mis.

Kata-kata.

31nterpretant Rheme tanda suatu Dicent sign tanda Argument tanda

kemungkinan kualitatif, eksistensi aktual suatu aturan, yang

yaitu yg memungkinkan suatu objek, mis. langsung

menafsirkan berdasarkan Tanda larangan memberikan alasan,

piihan, mis. "mata merah" parkir adalah mis. Gelang akar

bisa baru menangis, tapi kenyataan tidak bahar dengan alasan

Bisa juga yg lain. boleh parkir. kesehatan.

Semiotik dalam pandangan Ferdinand de Saussure dan Charle Sander Pierce yang di atas dapat diketahui dimana, perbedaan dan persarnuan maka, untuk pantun ronggeng Melayu Deli dapat ditelusuri dengan sistem sosial dalam bahasa dapat di Iffiat pada bagan di bawah ini dalam perfektif Linguistik Fungsional Sistemik bahasa adalah semiotik (Saragih:2008-53).


(31)

Gambar 4: Figura 1 Bahasa dan Konteks Sosial (Sumber : Saragih. 2008)

Ideologi Budaya

Konteks Sosial

Bahasa Situasi

Bahasa merupakan produk sosial yang arbiter dan tersistem dengan perangkat perangkat dalam pada manusia. Hanya manusia yang memiliki kesempurnaan bahasa dibanding makhluk lain karena, bahasa yang dilakukan pada manusia dapat dipahami dengan adanya penutur dan petutur. Begitu juga dalam lagu-lagu Melayu. Dengan kata lain semiotik yang dilakukan dalam lagu-lagu Melayu adalah situasi sosial dalam meyampaikan maksud dan tujuan.

Pandangan menurut Eco pemakaian bahasa dalam mewujudkan tanda dan penanda dengan menggunakan pendekatan bahasa akan memudahkan untuk menafsirkan tanda dan penanda yang sebenarnya. Kebenaran akan tanda dan penanda itu dapat ditelusuri dari teks bahasa lisan maupun teks bahasa tulisan. Perbedaan akan bahasa lisan dan bahasa tulisan akan dapat diketahui jika pemakaian bahasa yang dipergunakan terjadi pergerseran dalam bentuk fonetik dan semantiknya.


(32)

2.4 Gaya Bahasa dan Hubungan antar Unsur Keseluruhan

Gaya bahasa dalam arti umum adalah penggunaan bahasa sebagai media komunikasi secara khusus, yaitu penggunaan bahasa secara bergaya dengan tujuan untuk ekspresivitas pengucapan. Gaya bahasa meliputi seluruh unsur bahasa; intonasi, bunyi, kata, dan kalimat.

Gejala-gejala itu sebagian merupakan unsur sistem bahasa yang bersifat fonemik, sehingga langsung relevan dengan pemakaian struktur kata dan kalimat. Dalam komunikasi lisan banyak bergantung pada kemungkinan yang diadakan oleh hubungan fisik; pendengar melihat gerak-gerik pembicara, yang sering kali sangat penting untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan.

Bahasa merupakan alat untuk menyatakan pikiran, perasaan, cita-cita, dan angan-angan. Dalam pengertian yang paling dalam dan luas, bahasa dengan sendirinya menjelaskan pandangan dunia kelompok. Bahasa mcrupakan sistem tanda yang terpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa (langage) dibedakan menjadi sistem tanda yang terdiri atas significant dan signifie (penanda dan petanda atau tanda dan makna), dan bahasa dalam pemakaian yang terdiri atas, langue dan parole (bahasa umum dan bahasa yang diucapkan). Menurut dikotomi di atas, aspek-aspek sosial bahasa terkandung dalam langue sebab langue merupakan sistem kode yang telah disepakati dan dengan demikian telah diketahui bersama oleh masyarakat yang bersangkutan.


(33)

Teori sastra yang memahami karya sastra sebagai tanda itu adalah semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Tanda-tanda itu mempunyai arti dan makna, yang ditentukan oleh konvensinya, karya sastra, merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Karya sastra, itu karya seni yang bermedium bahasa. Bahasa sebagai bahan sastra sudah merupakan sistem tanda yang mempunyai arti. Sebagai bahan karya sastra, bahasa disesuaikan, dengan konvensi sastra, konvensi arti sastra yaitu makna (significance). Dipandang dari konvensi bahasa, konvensi sastra, itu adalah konvensi "tambahan" kepada konvensi sastra menurut Pradopo (2002:94). Dalam pemahanan bahasa dan sastra, khususnya syair pantun, teori strukturalisme dan semiotik itu tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara struktur tanda dan makna itu tidak terpisahkan. Analisis struktural untuk melihat hubungan antar unsurnya, sedangkan penerangan semiotik untuk memberikan arti unsur-unsumya sebagai tanda yang bermakna. Diagram di bawah ini menunjukkan kedudukan pendekatan bentuk, fungsi, makna disamping bentuk-isi, struktur-fungsi, dan strukturalisme oleh Ratna (2005:129).

Gambar 5: Kedudukan Pendekatan Strukturalisme

Bentuk ftmgsi makna

Bentuk isi

Struktur fungsi

Struktur(alisme)

Terbentukmya sistematika dalam strukturalisme maka pada umumnya, yang dimaksud dengan struktur adalah seperangkat unit yang relatif stabil dan berpola.


(34)

Fungsi adalah antarhubungan bermakna diantara unit-unit yang terlibat, dalam hal ini fungsi dapat dibedakan atas fungsi manifest (nyata) dan fungsi latent (tersembunyi). Fungsi manifest adalah fungsi yang tampak, fungsi yang dikehendaki dan disadari oleh partisipan system tersebut. Sedangkan fungsi latent adalah fungsi yang terselubung, fungsi yang tidak dikehendaki dan tidak disadari oleh masyarakat yang bersangkutan, sebagai hasil sampingan. Strukturalisme dan semiotik akan sejalan dalarn memproses gaya bahasa dan unsur kesusastraan yang diwakili dari fungsi-fungsi bahasa. Setelah fungsi bahasa tersebut ditelaah dengan tanda dan penanda, maka arti antara analisis struktur dan analisis semiotik akan dapat dikonvensikan dengan menggunakan catatan-catatan bahasa sebagi media untuk memerikan unsur gaya bahasa yang dibangun. Kemampuan gaya bahasa dalam menelaah unsur bahasa dan kesusastraan dapat diteliti melalui makna logis bahasa dan makna objektif dalam kesusastraan. Hal ini tercermin dalam setiap penggunaan bahasa dalam kesusastraan yang memetaforakan kalimat sebagai unsur gaya bahasa.

2.5 Landasan Teori

Teori semiotik adalah pembacaan, kajian dan analisis yang merujuk kepada tanda-tanda yang wujud di dalam teks-teks sastra. Pada dasarnya, kehadirannya adalah sebagai suatu pengembangan dari teori strukturalisme. Pemikiran bahwa sastra yang menggunakan wahana bahasa itu ditegaskan sebagai bahasa-adalah sistem tanda, dan merupakan suatu kesatuan antara dua aspek penanda dan petanda adalah pemaknaan atau konseptualnya. Namun, penanda tidak identik dengan bunyi dan


(35)

petanda bukanlah makna denotatif Kedua-duanya adalah sesuatu atau subjek yang dirujuk oleh tanda.

Tanda-tanda itu wujud dalam setiap aspek kehidupan manusia, dan untuk memahaminya haruslah dipahami tanda itu melalui analisis bahasanya. Sebelum itu, linguistik dalam menyingkap makna menyusur sejarah asal usul kata, juga tradisi bahasanya, tetapi kini makna dilihat sebagai fungsi daripada sebuah sistem bahasa (apakah sikap ini tidak ada sebelum pascamodern? Dan apakah kita begitu saja menghapus makna lama?). Dalam sistem bahasa itu tersimpan makna yang merujuk kepada penggunaannya. Lalu dirumuskan suatu pemaknaan tanda-tanda sistem bahasa itu, dan wujudlah sesuatu yang dinamakan semiotik yang akhirnya berdiri sebagai sebuah teori.

Mengikuti semiotik, harus bermula daripada latar pembinaannya. Semiotik strukturalisme Saussure (1857-1913), adalah teori yang mengkaji dalam bahasa atau susunan atau struktur dengan konsep utamanya sign dan meaning atau bentuk dan isi, atau paradigmatic dan syntagmatic yang kemudiannya dalam sastra melahirkan

signifier dan signified atau penanda dan petanda. Kajian utama Saussure ialah lingustik struktural dan teori landa, yang diresapi oleh pemikiran Meillet, Humboldt dan Whitney. Pemikiran selaras dengan Jacobson, Levi-Strauss, Peirce, dan Barthes. Dua orang pelajamya, setelah ketnatiannya mengumpulkan seri kuliahnya lalu menerbitkan Course in General Linguistics yang pertama kali terbit pada yang


(36)

Bagi Saussure bahasa adalah suatu sistem tanda yang berfungsi sebagai sebuah kode operasional oposisi binari. Oposisi binari itu menghasilkan tingkatan kompleksitas yang lebih tinggi, yang menggunakan imajinasi atau simbol dalam bahasa. Jika ia diturunkan ke dalarn teks-teks sastera akan menghasilkan karya-karya yang berarti .

Pemikiran stukturalisme sebenamya hasil kajian tentang teori Aristoteles yang memperkenalkan konsep wholness, unity, complexity, dan coherence yang dijelmakan semula dengan makna yang hampir sama. Strukturalisme mempunyai beberapa ciri umum. Pertama, bahan kajian dilihat sebagai suatu keseluruhan yang membentuk satu sistem dengan komponen-komponen dalan sistem itu saling berkaitan dan ditentukan oleh struktur keseluruhan sistem itu. Kedua, setiap sistem mempunyai struktur dan ia mendasari hukum-hukum struktur. Ketiga, fikiran manusia bergerak dalam oposisi binari, yaitu setiap perkara ada lawannya, misalnya malam/siang, kecil/besar dan sebagainya (Holderoft, 1991:81-89). Teori semiotik memodifikasikan pemikiran itu terutamanya hubungan antara satu struktur yang lain, yaitu hubungan antara penanda dengan petanda, perkataan dengan makna, dan sebagainya. Semiotik adalah hasil penyesuaian dan penerapan konsep bahasa Ferdinand de Saussure. Strukturalisme tidak akan terlepas daripada pekedaan golongan formalisme yang meletakkan nilai estetik kepada susunan dalam teks semata-mata, seperti kata Jacobson salah seorang pengemukanya, poetic function text terletak pada kode metrum, rima, paralelisme, pertentangan, kiasan, majas dan sebagainya yang membentuk realitas formalisme teks. Formalisme dengan strukturalisme saling dominasi-mendominasi antara


(37)

keduanya daripada pemikiran yang sama (Holensteirl, Elmar (1994:254-258). Yang penting ialah pemikiran Saussure tentang adanya struktur luaran dan dalaman dan mementingkan bacaan permukaan tanpa adanya hubungan dengan yang dalam serta makna adalah hasil daripada pertanda. Makna itu adalah hasil hubungan, relasi, dan regulasi diri dan ia bersifat ahistorikal, yaitu tanpa bergantung pada asal usul, orang yang mengusulkan dan latarnya sesuai dengan pemikiran pembinasaan terhadap fungsi sejarah dan motivasinya. Pemikiran serta peradaban manusia berkembang secara struktur dan untuk memabami manusia harus memahami strukturnya melalui sistem pertandaan.

Perkatan semiotik sebenarnya berasal daripada perkataan Yunani, yaitu dari akar kata semeion yaitu tanda atau sign membawa maksud sains umum yang mengkaji sistem perlambangan (Saussure, 1983:24). Tanda atau lebih khusus pengkaji menyatakan sebagai satu sistem, membicarakan subjek yang berhubungan dengan komunikasi dan ekspresi. Semiotik menyusur bahasa sebagai suatu sistem, antaranya sistem itu ialah yang berurusan dengan aspek teknik dan mekanisme pengucapan dan penciptam di samping mengkhususkan penelitiannya dari sudut ekspresi dan komunikasi. Dalam kehidupan manusia, segala penuturan, gerak laku dan perbuatan adalah kaya dengan sistem-sistem perlambangan; sama ada bersifat sahih atau kabur, yakni lambang-lambang yang sukar dipahami. Lambang-lambang seperti ini hanya mampu dikaji dan diselongkari oleh satu disiplin yang mantap.

Semiotik mengkaji segala sistem perlambangan yang diciptakan manusia dalam kehidupannya. Manurut Sausure, teori ini diciptakan sebagai memahami


(38)

tanda-tanda dan lambang dalam budaya manusia itu. Julia Kristeva pula menegaskan bahwa semiotik itu mempunyai kaedah analisis yang cukup ideal dan mempunyai cara yang cukup khusus lagi berfungsi bagi menyelesaikan sebarang konsep pertandaan. Ini menandakan bahwa semiotik adalah satu ilmu yang sangat luas sifatnya dan digunakan untuk sebarang bidang kajian.

Istilah semiotik pertama kalinya digunakan oleh Charles S.Peirce pada abad ke– 19 untuk merujuk doktrin formal tanda-tanda (Kris Budiman, 1999:107). Namun, sejak zaman Yunani lagi, Plato dan Aristoteles telah menggunakannya dengan maksud mengkaji sistem perlambangan dan membina kaedah tanda-makna. Budaya Stoik yang mengembangkannya dalam abad ketiga dan kedua sebelum Masehi. Penguasaan mereka terhadap ilmu tanda-semeion, penanda-semainon dan petanda-semainomenon sangat maju dan menjadi lambang tamadun bangsa zaman itu. Oleh karena kemudiannya, kajian tanda menjurus kepada begitu rencam dan sukar, akhimya ia tersingkir dan sejak itu semiotik tidur dalam sejarah. Apabila teks-teks romantisme pada abad ke-17 menggunakan tanda-tanda mengelakkan dari kesan penentangannya terhadap feodalisme, semiotik hidup semula dalam usaha memahami makna-makna yang tersirat. John Locke, filosof Inggris yang mengembangkan abad itu dan menyebut semiotik sebagai doktrin perlambangan. Bagaimanapun, hanya pada abad ke -19, semiotik mendapat tapak yang kukuh menjadi sebuah disiplin dan teori di tangan Saussure dan Peirce (Hervey, S. 1982:9).


(39)

Teori semiologi ini menganggap kajian terhadap bahasa harus berbentuk saintifik, bukannya seperti yang dilakukan sebelumnya hanya sebagai andaian dan hipotesis belaka. Daripada mengkaji bahasa atau. komunikasi melalui tanda-tanda bahasa akhimya akan memperoleh makna.

Dalam perbincangannya tentang semiologi, Saussure mencoba membuat garis kasar sebagai suatu disiplin baru tentang penganalisisan bahasa untuk masa hadapan dan juga coba meramalkan arahnya pada masa akan datang; yang akhimya ia muncul menjadi sebuah teori yang inempunyai kaedah yang mantap dan kukuh. Kejayaan Saussure juga meletakkan asas yang kuat supaya semiologi berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Seperti yang difaharni dalarn falsafah tanda, wujud dalam pelbagai dimensi kehidupan dan dalarn pelbagai disiplin seperti antropologi, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.

Otonomi ini tercapai dengan metode semiologinya mempunyai sudut pandangan eksklusif dan komunikannya yang tersendiri. Somiologi menurut sudut pandangnya dan analisisnya tidak berkongsi dengan disiplin yang lain dan mampu mengkaji segala permasalahan kebahasaan dalam pelbagai sudut (Hervey, 1982:15).

Semiologi mengkaji tanda-tanda yang dipengaruhi dan merujuk kehidupan sosial. Mekanisme analisis Saussure bersifat emotif daripada bersifat teknikal yang wujud dalam kajian bahasa sebelumnya, ia lebih cenderung kepada interpretasi secara langsung dalam istilah-istilah yang digunakan dan akan menghasilkan interpretasi dan dapatan yang berbeda mengikuti kognisi yang berbeda daripada penganalisisannya. Tegasnya, semiologi Saussure adalah proses memahami tanda-tanda secara


(40)

sistematisdan intelektual untuk mendapatkan makna (Holdcroft, 1991:211-214). Saussure juga meletakkan asas semiologi yang membincangkan dan mengkaji bahasa dalam konteks konvensi, norma sosial, perhubungan yang berkaitan dengan penguraian sistematik, nilai-nilai sistem dalam kode, sintagmatik dan sistem-sistem konstruksional bahasa. Saussure menggunakan tipologi teoriks bagi membina kerangka teorinya (Hervey, 1982:236).

Charles Sander Peirce menggunakan istilah semiotik yang juga menganggapnya, satu cabang epistemologi saintifik, justru ia meletakkan logisme dalam analisisnya. Semiotik Peirce didefinisikannya sebagai teori umum untuk tanda, meliputi satu bidang yang tua. Bidang lingkungan Peirce menjangkau kepada simbol-simbol gambar dan angka.

Semiotik Peirce mengacu kepada falsafah tanda, klasifikasi tanda, signifikan, arti, dan fungsi tanda. Dalam teori semiotiknya, Peirce menguraikan aspek-aspek tersebut secara terperinci sambil menekankan kepada aspek signifikasi. Sebuah tanda membawa makna, tetapi ia tertakluk kepada orang yang menafsirkannya, malna boleh berubah-ubah dan inilah yang dimaksudkannya sebagai signifikasi tanda itu. Semiotik Peirce yang terkenal sebagai teori umum tanda pembuka jalan kepada suatu analisis dan proses pemahaman tanda.

Roland Barthes adalah tokoh terpenting yang menggunakan teori semiotik ini menyatakan teori ini sesuai dan unggul untuk sebarang kajian bahasa, terutama sastra, juga aspek kebahasaan yang lain dalain keilmuan. Tegasnya, kajian bahasa semiotik, amat luas dan menyentuh semua persoalan hidup karena di dalamnya begitu kaya


(41)

dengan lambang-lambang yang perlu pula diberikan arti setiap satunya. Meskipun kajian bahasa milik linguistil, tetapi semiotik adalah milik sastra dan ilinu yang lainnya. Justru itu, semiotik akhimya muncul sebagai teori unggul dan mantap dalam memahami bahasa terutamanya aspek penandaannya (Barthes,1967:80). Kajian semiotik adalah kajian wacana. Analisis wacana bahasa semiotik mampu mengurai segala fenomena kebahasaan, terutamanya yang berkaitan dengan tanda, penanda dan petanda dan menjangkau segala-galanya yang berhubungan dengan perlambangan (Barthes, 1989: 45).

Menurut Culler (1975:31), memuat analisis semiotik bukan sekedar penguraian, tetapi mengupas dan membongkar sistem-sistem yang terkandung dalam bahasa, juga menentukan segala makna yang berhubungan. Di dalam bahasa, tanda-tanda digunakan pelbagai cara dan bertaburan di sana sini. Tanda-tanda itu pula merujuk kepada budaya, sosial dan pendidikan penggunanya. Pendekatan semiotik mengkaji budaya yang terungkap dalatn bahasa dengan itu masyarakat mampu memahami cara hidup yang mereka lalui.

Narna Jury M Lotman, dikaitkan dengan semiotik yang berkembang di Rusia. Pendekatan yang digunakan oleh Lotman yang bekerja rapat dengan sarjana-sarjana yang berhubung dengan Institut Ka/ian Slavonic di Moscow yang telah menerbitkan

Work on Sign System. Hasil keda-kerja Lotman boleh dikatakan hasil lanjutan dari

pendekatan formalisme Rusia. Bagi Lotman, bahasa dalam teks adalah eksploitasi yang melahirkan tanda-tanda. Tanda-tanda itu mempunyai hubungan dengan apa yang ada di luar teks, karena yang luaran itulah sumber pembinaan tanda-tanda.


(42)

Tegasnya, penanda dan petanda tidak hanya berada di dalam teks, kita harus ke luar teks untuk memahmi maknanya.. Kerap kali, ciri-ciri yang berbeda dalam suatu teks dan tanda-tanda konstituantenya hanya boleh dikenali dengan hubungan dengan lain-lain teks dan sistem-sistem tanda. Namun, salah satu kebaikan daripada pendekatan Lotman, ia memperkenalkan metode semiotik yang bersifat serbanalisis, yaitu pendekatan terhadap bahasa sebagai suatu proses penandaan yang dikaitkan dengan kontekstualnya (Fokkema, 1978:45). Semiotik serbanalisis ini sangat dipopularkan kernudiannya oleh Kristeva.

Hasil daripada perbincangan dan analisis semiotik dapat dirumuskan prinsipnya. Pertamanya, cara yang paling baik untuk menganalisis sebuah hasil karya itu melalui pendekatan semiotik ini ialah dengan berlandaskan kepada periadanya sistem dalam setiap buah karya yang ingin dikaji. Ada beberapa cara untuk rnemahami sistem tersebut seperti paradoks dan kontradiksi penggunaan gaya ini pula terikat dengan kodenya yang tersendiri. Untuk melihat karya sastra dengan menggunakan pendekatan ini, ia perlu mempunyai satu sistem yang dijadikan sebagai prinsip utama. Penelitian amat penting dibuat, yaitu bagaimana proses penciptaan untuk melahirkan sistem karya itu.

Kedua, semiotik mencoba untuk menghubungkan sistem karya itu dengan sistem di luar karya. Sistem di luar karya ini ialah segala perkara yang membawa lahirnya sebuah karya itu. Ini termasuklah sistem hidup atau lebih tepat lagi, kebudayaan seluruh masyarakat yang menjadi sumber inspirasi pengkaryaan tersebut. Dengan ini, semiotik melihat karya itu daripada perspektif yang lebih


(43)

luas dan menyeluruh. Pendekatan ini ainat mementingkan kefahaman pembaca setelah membaca karya. Semiotik beranggapan bahwa apa yang diutarakan oleh pengarang dalam karya mempunyai hubungan dengan sistem yang ada di dalam kehidupan masyarakat itu. Misalnya, sistem bahasa di luar karya itu akan mempengaruhi sistem bahasa yang digunakan oleh seseorang pengarang dalarn karyanya. Di samping itu, perbagai watak di luar karya boleh juga diterapkan dalmn sebuah karya. Oleh karena itu, pengkritik akan memberikan tafsiran terhadap karya secara kornprehensif dan menyeluruh dengan membuat perbandingan dengan sistem-sistem yang ada di luar karya yaitu dengan cara menghubungkannya dengan kebudayaan manusia.

Prinsip ketiga dalam pendekatan semiotik ini ialah menganggap apa saja yang dituliskan oleh pengarang boleh memainkan peranan yang amat penting dalam pembinaan sebuah karya. Keyakinan terhadap sesuatu karya itu perlu dilakukan dengan berhati-hati dan penuh perhatian karena unsur-unsur inilah yang akan membina karya itu. Pendekatan ini seolah-olah menghargai pengarang karena setiap kata-kata yang digunakan oleh pengarang dalam karya mereka mempunyai pengertian yang tersendiri.

Kelahiran semiotik ini adalah sebagai suatu cara untuk menganalisis karya-karya yang akan dihasilkan. Semiotik bertolak daripada sebuah karya kemudian barulah dibuat penilaian. Seseorang pengkritik haruslah membebaskan dirinya terlebih dahulu daripada sebarang pendekatan yang lain. Prinsip keempatnya


(44)

yaitu pendekatan ini melihat setiap genre sastra ada nilainya yang tersendiri. Namun, pendekatan pada genre ini berbedabeda antara satu sama lain. Pendekatan semiotik akan memperlihatkan suclut atau aspek yang tertentu dalan suatu genre dibandingkan dengan genre lain. Setiap genre itu mempunyai kekuatan pada aspek-aspek tertentu dan menganggap setiap genre, itu ada keistimewaan yang tersendiri. Semiotik akan menganalisis unsur-unsur istimewa yang terdapat di dalam karya itu; pendeknya semiotik menganalisis bahwa, setiap karya itu haruslah dilihat dalam konteks dirinya dan bukan dibandingkan dengan lain-lain karya.

Seperti yang ditegaskan, semiotik mementingkan tanda, penanda dan petanda. Saussure menyatakan dalarn sistem bahasa sesuatu penanda seperti kata atau bunyi 'lembu' adalah membawa makna atau konsep yang dinamakannya petanda. Jelasnya, penanda membawa petanda. Dan penanda serta, petanda itu pula bersama-sama akan membentuk suatu larnbang atau simbol. Lambang atau simbol inilah yang digunakan dalam bahasa. Maka, lambang atau simbol inilah yang harus diproseskm untuk mencapai arti atau signifikasinya (Appignanesi, Richard & Garratt, Chris, 1995:58-59). Konsep lambang begitu dominan dibincangkan oleh semiotik. Bagi Saussure lagi, lambang-lambang ini terjadi dan wujud apabila konsep dan pesan bunyinya disatukan. Lambang adalah ikatan psikologi yang wujud daripada penggunanya.

Semiotik Saussure nukilan Pierce lambang diklasifikasikan kepada tiga yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikonik ialah tanda yang merujuk terus kepada objek yang digambarkan atau yang dibawa oleh objek dengan subjek. Ikon berasal daripada


(45)

bahasa Latin icon yang bermakna bayang, bayangan, mirip, kemiripan, keserupaan, replika, analogi dan sebagainya. Misalnya, apabila kita membaca Lantai T. Pinkie karya A. Samad Said, watak T. Pinkie yang hidup sebagai penari dan berkelana dengan masalah cinta dan adalah ikon kepada watak Salina dalam novel Salina oleh penulis yang sama. Dengan menghubungkan atau mendapatkan tanda ikon kepada sesuatu objek kita akan cepat faham mengenai sesuatu objek.

Indeks tanda yang merujuk kepada sesuatu tanda yang mengumpulkan satu atau beberapa fenomena, sebab-musabab, symptom isyarat, ikatan dan sebagainya. Tanda yang menunjukkan ia digunakan disesbabkan wujudnya peristiwa atau kaitan dengan Kang lain. Apabila kita melihat awan yang bergulung, tebal dan memberat itu adalah hari akan huJan. Apabila kita membaca Shit karya Shahnon Ahmad itu adalah sebagai gejala politik yang diindekskannya daripada suasana rebut politik terkid Manakala simbol dalah penjenisan lambang-lambang yang merujuk kepada objek asal dengan kawalan undang-undang khusus. Simbol merujuk kepada sebuah tanda yang dibawa oleh penanda dengan memberi petanda (arti, makna atau konsep) yang mewakili sesuatu,

Menurut Peirce, lambang ikonik adalah dinamik, utama dan dekat dengan asyarakat. Hubungan antara signifier dan signified atau penanda dengan petanda adalah hubungan berikatan dan saling lengkap melengkapi. Terdapat beberapa pecahan ikonik seperti imej, citra, diagram, simile dan metafora. Oleh karena kesannya kuat dalam bahasa, ikonik sering digunakan pengarang dalam bahasa yang mereka gunakan. Menjelaskan konsep indeks, Pierce menyatakan ia lebih luas dan


(46)

kompleks daripada ikon, ia tanda-tanda yang berhubung, berkait, bersebab dan berakibat. Dapat dicontohkan seperti penggunaan aforisme, alegori, personifikasi, hiperbola dan imageri. Sementara simbol pula, batasannya lebih umum dan terlalu luas, ada yang bersifat klasik, tradisional dan modern..

Dalarn menjabarkan kaedah analisis Pierce, kita harus bermula dengan pembacaan. Bacaan itu akan lebih terjurus apabila kita sadar bahwa teks yang dibaca itu memang kaya dengan tanda. Dan proses pertama yang harus dilakukan ialah mengumpulkan sejumlah kata-kata, ungkapan, konsep, alegori dan sebagainya yang boleh dianggap sebagai tanda. Ada beberapa cara mengenal tanda, sering diulang pengarang, menjadi teras teks, terasa mengandung makna yang berbeda, berlapis, bersifat polivalensik dan sebagainya. Kedua, tanda yang sudah dikumpulkan ltu diklasifikasikan atau dikategdrikan menurut jenisnya: ikon, indeks atau simbol. Dalam melakukan hal ini, sering tedadi kesamaran, tidak jelas perbedaannya, maka kita harus melakukan pikhan manakah yang lebih sesuai. Setiap kelompok tanda itu, ada yang berdiri sendiri ada yang berkaitan, tugas kita melakukan pencerakinannya. Juga perlu menggugurkan mana yang sama atau juka terlalu banyak haruslah disaring untuk hanya menjadi beberapa tanda yang penting. Ketiga, yang paling penting sekali setelah berhasil mengenal-pasti tanda, mengelompokkan segala penanda, akhimya untuk memproses, justru aspek petandaan adalah sebuah proses yang berkaitan dengan kognisi yaitu keda akal dalam menanggapi makna atau signiflkasinya. Ini bergantung kepada pengalaman, pendidikan, intelektual dan kemahiran berpikir seseorang pengkaji. Tidak heranlah jika sebuah penanda membawa banyak petanda


(47)

mengikuti kemampuan seseorang. Tetapi lazimnya, mereka yang terbiasa, engan teori ini akan dapat menanggapi petandanya dengan baiknya. Semiotik pun sebenamya membenarkan polimakna atau polisigniflkasi.

Terdapat perbedaan teknik tafsiran antara kedua tokoh-dalani hubungan tanda dengan petanda. Saussure mmyatakan hubungan dyadic manakala Peirce hubungan

tryadic. Hubungan diadik Saussure hanya tanda dan petanda, sedangkan triadic Pierce

tanda, penanda dan petanda. Kedua-dua teknik adalah sama dalam pencarian makna atau signifikasi tetap mengalami proses kognisi. Untuk membantu penguasaan kaedah semiotik, kita dianjurkan supaya mengetahui dan menggunakan istilah-istilah khusus yang digunakan oleh teori semiotik. Budiman telah menyusun Kosa Semiotika (1999) yang terdiri kurang lebih 150 istilah dan entri semiotik. Setiap satunya diterangkannya makna, fungsi dan penerapannya.

Kaedah Pierce di atas sangat berkuasa dan mempunyai hegemoniknya dalarn kafflan semiotik baik di Barat atau, di Tinur. Di Malaysia sendiri, kaedah ini begitu dominan sekali terutarnanya di yayasan pengaJian tinggi dalam mengkaji bahasa dan teks-teks sastera. Umar Junus dan Sapardy Muradi adalah tokoh yang memperkenalkannya dan pemikiran dan tulisan mereka dipakai dan dirujuk, penulis juga menulisnya dalarn buku Pendekatan Kesusasteman Modern (1990). Bagaimanapun, ada pendapat yang menyatakan bahwa kaedah Pierce itu. terlalu tradisional dan klasik. Roland Barthes sewaktu mula menerapkannya menganggap sebagai sesuatu yang unggul, tetapi apabila pascamodem mula masuk ke dunia teks, ia mula menjabarkan dengan cara yang lebili canggib. dan mekanisme yang berbeda.


(48)

Charles Morris juga diantara nama yang membaca teori semiotik dan membawa teknik yang berbeda. Morris mengernukakan tiga buah tanda, yaitu tanda sintaksis, tanda semantik dan tanda pragmatik. Tanda sintaksis tanda yang menll)unyai kaitan dan hubungan dengan objek yang lainnya, maka untuk memahami rnaknanya kita harus mencari jawaban kepada objek tersebut. Tanda semantik ialah tanda yang dihubungkan dengan apa yang ditandai; tegasnya tanda melahirkan tanda lain Ialu dicari makna atau signifikasinya. Sementara tanda pragmatic pula tanda yang ditelusuri akan pernakainya. Ketiganya itu dalam proses permaknaannya atau kognisinya akan menjurus pada situasi yang berbeda: Tanda sintaksis menghasilkan implikasi, semantik kepada denotasi dall pragmatik kepada ekspresi (1972). Sebagai penerapan teori semiotik Charles Morris,

sewaktu pembacaan, kita boleh menentukan manak.ala jenis-jenis tanda yang dig~nakan. Mungkin menggunakan hanya satu tanda, dua tanda atau

ketiga-tiganya. Sebagai contokkita berhadapan dengan puisi surealisme Suhaimi Haji Muliammad, puisinya banyak menggunakan tanda pragmatik, justru itu ia menghasilkan suatu daya ekspresi yang unik dan berbeda dengan surealisme lainnya.

Seorang tokoh yang sangat berpengaruh dan pendekatannya hampir menenggelarnkan kaedah Pierce ialah Umberto Eco yang teori semiotiknya coba mengelak daripada tedebak antara definisi-definisi yang dikemukakan oleh Saussure dan Pierce, dengan mengemukakan pandangan Sesungguhriya apa yang kita. kenali


(49)

sebagai lambang itu sebenamya tiada. Lambang yang kita pahami selaina ini adalah

substance-effect aldbat daripada pertembungan dua sistem yang perbedaan

berlainan..' (Eco, 1984:134). Eco, menanamkan penernuannya itu sebagai fungsi lambang atau sign-function. Kemunculan fungsi lambang ini dapat diterangkan melalui pembinaan kode-kode. Eco, melihat lambang sebagai unit yang tersendiri dan hainpir autonomikal sifatnya. Lantaran inilah juga mengapa sering kedapatan setengah-setengah larnbang yang serupa akan tetapi membawa arti yang jaith berbeda. Sebagai unit kebudayaan, niakna-makna itu boleh ditafsirkan secara semiotic yaitu sebagai sebuah unit semantik yang telah disisipkan ke dalarn sebuah sistern oleh sekumpulan atau seorang manusia. Selanjutnya, Eco, berujar dengan mengatakan sebuah unit budaya selalu terdapat dalarn system budaya-budaya lain- pengaruh-mempengaruhi - yakni hubungan timbal balik yang akan melahirkan nilai-nilai kehidupan secara umum. Dengan itu, melahirkan pula tanda, berbeda dan penanda serta petanda yang berbeda.

Teori yang digunakan dalam menganalisis penelitian di atas tidak dasarkaii pada satu teori saja. Penelitian ini akan menggunakan teori semiotik linguistik yang dapat untuk memahami terhadap teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara. Untuk menganalisis semiotik Teks lagu-lagu Melayu penulis mengacu kepada: teori Halliday, Charles Sanders Pierce (1839-1914), Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Morris (1955).

Penggunaan teori yang dilakukan oleh Charles Sanders Pierce menegaskan babwa kita hanya dapat berpikir dengan sarana, tanda yang sudah pasti bahwa tanpa


(50)

tanda kita tidak dapat berkornunikasi. Sedangkan Ferdinand de Saussure menegaskan bahwa sistem tanda yang di sebut bahasa itu hanyalah satu di antara sekian banyak sistern tanda yang ada. Dan Charles Morris mendefinisikan semiosis sebagai suatu "proses tanda" yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme. Yang dapat diperikan ke dalam istilah semiotik sebagai suatu hubungan anatara lima istilah:

S (s, i, e, r, c)

S adalah untuk semiotic relation, 'hubungan semiotik'., s untuk sign 'tanda', i untuk interpreter 'penapsir'; e untuk effect ' pengaruh' (misaInya suatu disposisi dalam i

akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap kondisi-kondisi tertentu c karena s); r untuk rerefernce 'rujuk'; dan e untuk context atau condition ‘konteks' atau 'kondisi'. Pemikiran yang dilakukan oleh ketiga ahli semiotik di atas banyak memberikan kontribusi kepada ilmu bahasa, wacana, dan sastra. Sehubungan dengan adanya bermacam-macam unsur yang berperan dalam penggunaan tanda, semiotik dapat dibagi dalam tiga wilayah penelitian. Kajian mengenai hubungan antar tanda disebut


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan cara membuat deskripsi yang sistematis dan akurat mengenai data yang diteliti. Metode deskriptif kualitatif yang dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas tentang objek yang diteliti secara alamiah. (Djajasudarma 1993:8—9). Langkah selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data dengan cara pencatatan, penerjemahan data, pengaturan data, penelaahan data, pengklasifikasian data, penganalisaan data, dan penyimpulan data.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari para budayawan yang mengerti tentang teks lagu-lagu Melayu, dan penulis melampirkan teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara sebagai sumber data. Dipilihnya keempat belas judul lagu yang dijadikan sumber data dengan alasan bahwa lagu-lagu tersebut merupakan lagu-lagu Melayu Sumatera Utara yang paling populer keberadaannya. Dan lagu-lagu tersebut sering didendangkan baik pada acara-acara yang bersifat formal maupun tidak formal, seperti dendang sehari-hari dalam rumah tangga. Hal ini dilakukan karena syair lagu-lagu Melayu berisikan nasihat-nasihat.


(52)

Peneliti memilih sastra lisan sebagai sumber data. Sastra lisan dijadikan sebagai data primer, sedangkan teks yang ada relevansinya dengan data primer dijadikan sebagai data skunder. Ragam lisan yang dikaji berupa syair teks lagu-lagu Melayu, yang dijadikan sumber penelitian ini adalah:

1. Teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara yang dijadikan sumber data pada penelitian ini. Pemilihan data tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagian besar lagu dilantunkan pada saat-saat tertentu.

a. Dodoi Didodoi b. Timang

c. Tamtambuku d. Si La Lau Le

e. Bismilah Mula-mula f. Selimut Putih

g. Lancang Kuning h. Bunga Tanjung

i. Laksmana Mati Dibunuh j. Tudung Saji

k. Mak Inang Pulau Kampai l. Tanjung Katung


(53)

3.3 Tekhnik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan. Data yang diperoleh diseleksi dan disesuaikan dengan perumusan masalah dalam penelitian. Moleong (2000:111) menyatakan bahwa, pengamatan tidak bisa berdiri sendiri, artinya tidak dapat dilakukan tanpa pencatatan datanya. Oleh karena itu selain pengamatan, penulis juga melakukan pengumpulan data dengan mencatat teks lagu-lagu Melayu, mengklasifikasikan teks lagu tersebut, dan mengevaluasinya untuk disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Tekhnik ini dilakukan karena sumber data pada penelitian adalah sumber data lisan. Data-data yang terkumpul dari sumber penutur tersebut kemudian diperiksa yaitu dengan cara sebagai berikut:

1. Membaca seluruh isi teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara

2. Mendefinisikan dan mengamati bentuk tanda dan penanda yang ada dalam teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara.

3. Mendeskripsikan semua teks lagu-lagu melayu sumatera Utara. 4. Menganalisis pembentukan tanda dan penanda dalam data tersebut. 5. Mengamati peran bahasa dalam tanda dan penanda apa yang terkandung

dalam teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara.

3.4 Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penganalisisan syair-syair pantun yang terdapat pada teks lagu-lagu Melayu dengan analisis data secara induktif, yakni data dikaji


(54)

melalui proses yang berlangsung dari data ke teori (Djajasudarma 1993:13). Sesuai dengan metode analisis yang digunakan, maka peneliti menempuh prosedur dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data dengan cara mencatat teks lagu-lagu Melayu. 2. Mengindentifikasikan setiap tanda-penanda dalam teks lagu-lagu Melayu 3. Mengamati peran semiotik apa yang terkandung dalam teks lagu-lagu

Melayu.

3.5 Metode Peneltian yang Digunakan

Sesuai dengan dua pokok masalah yang penulis tentukan pada Bab I, yaitu makna teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara dan peranan bahasa Melayu dalam lagu-lagu Melayu Sumatera Utara, maka metode yang penulis lakukan adalah metode penelitian lapangan (field work). Data dikumpulkan dari lapangan hari demi hari, dan menuju kepada pemahaman mendalam tentang makna-makna di sebalik teks lagu-lagu melayu Sumatera Utara, dan menganalisis secara semiotik dalm konteks sosialnya.

3.6 Metode Penelitian Kualitatif

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sebagai satu metode penelitian, metode penelitian kualitatif dikenal dengan berbagai istilah. Para pakar antropologi menyebutnya sebagai metode etnografi. Para


(55)

ilmuwan sosiologi menyebutnya dengan istilah verstehen atau observasi partisipan. Sementara para ahli psikologi, folklor, linguistik, etnomusikologi, dan banyak disiplin ilmu lainnya menggunakan istilah-istilah seperti studi kasus (case study), interpretive

inquiry, natural inquiry, dan fenomenologi..

Metode penelitian kualitatif pada hakekatnya bertujuan untuk mencari makna-makna yang terkadung daripada kegiatan atau artifak tertentu. Selanjutnya peneltian kuantitatif biasanya bertujuan untuk mengukur fenomena yang ada berdasarkan rentangan-rentangan kuantitas tertentu. Sejauh pengamatan penulis, kajian sastra etnik (seperti lagu-lagu Melayu ini) lebih banyak didekati oleh metode kualitatif. Penelitian dengan metode kualitatif juga selalu melibatkan data-data yang bersifat kuantitatif. Untuk itu diperlukan desain penelitian. Desain penelitian merupakan rencana tentang cara pengumpulan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan tujuan penelitian itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a) populasi sasaran, (b) metode sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan data, (e) cara-cara menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya menggunakan statistik, (g) cara mengambil kesimpulan dan sebagainya .

Dalam penelian ini, metode kualitatif ini digunakan untuk menggali makna-makna yang terdapat dalam semua kegiatan (termasuk teks) pertunjukan lagu-lagu Melayu Sumatera Utara yang digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat Melayu Sumatera Utara.


(56)

3.7 Metode Wawancara

Penelitian yang dilakuakn ini juga menggunakan teknik wawancara (interview). Wawancara ini bertujuan mengumpulkan data yang sifatnya kualitatif, yang diperoleh dari para informan kunci (informan pokok). Sementara untuk mendapatkan data-data etnografis masyarakat Melayu Sumatera Utara selain studi kepustakaan, digunakan juga wawancara kepada informan pangkal (awal). Untuk data-data etnografis masyarakat Melayu Sumatera Utara digunakan data dari kajian pustaka.

Adapun wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara bebas tetapi berstruktur. Artinya dalam wawancara tersebut, ditentukan terlebih dahulu pokok masalah yang akan diwawancarai. Sementara pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan kepada para informan, disesuaikan dengan jawaban dan perkembangan di lapangan, namun dengan fokus pada topik tertentu.

Hasil wawancara kemudian ditranskripsi, kata demi kata, kalimat demi kalimat. Kemudian dibaca dan dianalisis, serta dimasukkan mana hal-hal penting yang sesuai dengan topik penelitian ini, serta menyimpan data yang tidak digunakan dan dituangkan dalam tulisan berbentuk tesis ini.


(57)

BAB IV

ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU

4.1 Pengantar

Dalam setiap seni persembahan lagu dan tari Melayu di Sumatera Utara terjadi komunikasi di antara seniman dan para penonton, dengan berbagai-bagai interpretasi terhadap persembahan. Kesemua aktivitas ini berasaskan kepada pola-pola budaya Melayu, yang hidup selama berabad-abad.

Termasuk ke dalam komunikasi lisan mencakupi:

(a) lirik atau teks lagu-lagu Melayu, yang memiliki ciri-ciri khas dibandingkan komunikasi verbal dengan bahasa seharian,

(b) intejeksi atau kata seru untuk memperkuat suasana persembahan, separti:

he wa, hajar yong, syor kali ah, sampai pagi dan sebagainya, serta.

Komunikasi lisan dalam seni persembahan Melayu biasanya menggunakan pelbagai gaya bahasa (metafora, aliterasi, perulangan, hiperbol dan sebagainya). Komunikasi lisan ini juga menjadi bahagian yang bersepadu dengan aspek-aspek bukan lisan separti nada, irama, melodi, gerak-gerik, dinamika dan sebagainya. Komunikasi lisan selalu distilisasi untuk menarik perhatian penonton, dan menambah unsur estetika persembahan. Komunikasi lisan ini menggunakan pelbagai genre puisi tradisional Melayu.


(58)

4.2 Dodoi Didodoi

Dalam kebudayaan Melayu, terdapat lagu yang lazim digunakan secara sosial untuk menidurkan budak-budak. Dalam kajian etnomusikologi, lagu separti ini sering dikategorikan sebagai lullaby song. Lagu ini secara struktural dan dampaknya melodi mendayu-dayu, syahdu, dan membawa anak tartidur. Teksnya adalah sebagai berikut.

Buah hatiku belahan jiwa Buah hatiku belahan jiwa

Tidurlah tidur ya anak emak dodoikan ya sayang Tidurlah tidur ya anak emak dodoikan

Ala sayang dodoi didodoi Ala sayang dodoi didodoi

(Sumber: lagu rakyat Melayu Sumatera Utara)

Dalam lagu Dodoi Didodoi di atas, yang dimaksudkan belaian jiwa itu adalah anak yang sedang didodoikan. Yang mendodoikannya adalah emaknya. Betapa hubungan atau komunikasi di antara anak dengan emak terjalin dengan mesra melalui nyanyian ini. Secara intrinsik pula melodi lagu ini menyebabkan anak yang mendengarnya merasa dikasihi, dan karena dia mengantuk dia pun akan tartidur oleh pengaruh melodi yang mendayu-dayu. Melodi ini menggunakan tangga nada minor, yang memang tepat untuk menghantar ke suasana kasih sayang, belaian mesra, memujuk dan sejenisnya. Sementara rentak mak inang memberikan pengaruh separti


(59)

diayun, dibelai menuruti irama yang memiliki metrum tertentu. Pesan yang ingin disampaikan emak kepada anaknya yang didodoikan adalah supaya si anak tidur. Kata-kata dodoi itu sendiri sudah menghantar pesan adanya kasih sayang antara yang mendodoikan dengan yang didodoikan. Keduanya berkomunikasi untuk mencurahkan kasih sayang mereka, khususnya kasih sayang dan komunikasi antara emak dan anak.

4.3.2 Lagu Membuaikan Anak

Lagu lain dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara yang juga berfungsi sebagai sarana komunikai di antara orang tua dengan anaknya adalah lagu

Membuaikan Anak. Lagu ini hampir sama dengan lagu Dodoi Didodoi yang fungsi

utamanya adalah untuk menidurkan anak, dengan pesan kasih sayang kepada anak.

Sudahlah pasang (nak) air di laut,

Sampanlah golek (lah tanjung) mudik ke tanjung (anak lajang emak), Hati terkenang mulut menyebut,

Rindu dan dendam (lah tanggung) sama ditanggung, buailah buai nak. Buailah sayang buailah hati (lah amak),

Pengalang jantung lekaslah besar nak,

Jangan menangis tidurlah tidur (lah intan oi), Tidur remuklah redam.

(Sumber: koleksi lapangan dari Kampung Lalang, Langkat, Sumatera Utara, separti yang dinyanyikan/dipertuturkan Ibu Nur Syam)

Secara intrinsik musikal, lagu Membuaikan Anak separti di atas, menggunakan tangga nada minor, dan tidak terikat kepada metrum atau birama tertentu, yang dapat dikategorikan sebagai lagu bermeter bebas. Ornamentasi melodi atau gerenek (dalam musik Melayu), yang digunakan dalam lagu ini juga memberikan kesan kepada pendengarnya sebagai bahagaian dari pesan komunikasi


(60)

kasih sayang atau kemesraan. Dari lirik lagu terlihat bahwa lagu ini menggunakan unsur pantun, ada pembayang dan ada pula isi. Namun tidak sepenuhnya juga berasas kepada pantun, terutama pada bait terakhir yang tidak menggunakan rima (persajakan). Lagu ini juga teksnya menggunakan suku-suku kata ataupun sisipan kata, seperti: nak, lah tanjung, anak lajang emak, lah amak dan lah intan oi. Gunanya selain sebagai pemberi dampak suasana juga memberikan kesan estetika. Bait pertama, sebenarnya menggunakan asas pantun berikut.

Sudah pasang air di laut,

Sampan golek mudik ke tanjung, Hati terkenang mulut menyebut, Rindu dan dendam sama ditanggung.

Sedangkan pada bait kedua, pantun asasnya adalah sebagai berikut.

Buailah sayang buailah hati, Pengalang jantung lekaslah besar, Jangan menangis tidurlah tidur, Tidur remuklah redam.

Menurut penulis, mengapa si penyanyi tidak menyanyikan pantun asas, oleh karena, pertama, teks mestilah menuruti melodi yang telah sedia ada. Kedua, untuk memberikan kesan keindahan. Ketiga, dengan menggunakan nyanyian, maka berbagai-bagai suku kata atau kelompok kata boleh disisipkan di mana-mana tempat menurut keinginan si penyanyi. Fokkema dan Kunne-Ibsch (1998:29) menyebutkan bahwa sastra sebagai ”konstruksi” bahasa yang dinamis, artinya teks sastra tidak


(61)

merupakan kenyataan statis yang terisolir, tetapi merupakan bagian dari tradisi dan proses komunikasi. Dalam kasus pantun di atas, pesan yang disampaikan ibu kepada anaknya adalah kasih sayang emak kepada anaknya, menerusi kata-kata: hati terkenang mulut menyebut, rindu dan dendam sama ditanggung. Pada bait kedua, keempat baris kalimat semuanya berbentuk maksud tidak ada pembayang pantun. Hal ini dilakukan mungkin untuk menjelaskan komunikasi secara langsung, setelah adanya pembayang pada bait awal. Kasih ibu kepada anak juga dicerminkan dengan pemilihan kata (diksi) pengalang jantung, artinya anak adalah yang membesarkan (alang) keinginan sang ibu. Makna yang juga sinonim dengan intan payung, sibiran tulang, buah hati dan sejenisnya. Demikian makna dan pesan teks dalam lagu tersebut.

4.3.4 Lagu Timang

Dalam kebudayaan lagu Melayu di Sumatera Utara, terdapat lagu yang bertajuk Lagu Timang. Lagu ini juga pesannya berikan tentang ajakan untuk bergembira kepada anak. Karena mengekspresikan emosi gembira, maka secara intrinsik, lagu ini bertempo agak cepat, terikat pada bentuk meter 2/4, memakai durasi not seperlapan dan separtiga puluh dua, bermakna densitinya rapat, dan menggunakan tangga nada minor.

Lagu Timang

Rentak (a)-kan nak,

rentakkanlah gelang besi di kakinya, Gelak (a)kan nak gelakkanlah,


(62)

Orang (a) benci di kelakinya.

Teks Lagu Timang di atas mengajak dan memujuk si anak untuk melakukan

rentak atau bergerak, karena bergerak di dunia ini adalah ciri-ciri hidup dengan gerak maka ditandai bahwa manusia itu berusaha dan bekerja untuk kelak menghidupi diri dan keluarganya. Kata-kata rentakkan nak ini disusul dengan kata-kata rentakkanlah

gelang besi di kakinya. Besi di sini adalah lambang dari kekuatan manusia, bahwa

untuk dapat hidup di alam ini manusia harus kuat tulangnya bagaikan besi. Selain itu pula, dalam konteks budaya Melayu, terdapat persembahan debus, yaitu seorang yang kebal terhadap benda-benda tajam yang terbuat dari besi. Debus ini menyebar di kawasan Asahan, Labuhan Batu dan Serdang di Sumatera Utara. Sementara itu, di alam Melayu dijumpai pula debus di Aceh, Banten, Kedah, Perlis, Nusa Tenggara dan sebagainya. Baris ketiga dan keempat lagu tersebut mengajak anak ketawa, artinya janganlah suka bersedih dalam menghadapi hidup ini. Gelakkan nak gelakkanlah, orang benci di kelakinya. Artinya bergelaklah untuk menghibur hati, jangan terlalu difikirkan orang yang benci kepada kita. Demikian makna yang dimaksudkan oleh teks lagu ini.

4.3.5 Tamtambuku

Satu lagi nyanyian kanak-kanak bermain (play song) dalam kebudayaan Melayu adalah lagu Tamtambuku. Secara intrinsik lagu ini menggunakan birama dua perempat, terikat metrik, tangga nada yang digunakan adalah bahagian dari tangga nada mayor. Ritma yang digunakan separti ritma tempo dimarsia, yaitu


(1)

Kami bermain bersama-sama Kalimah basmallah doa mula dalam Islam Kalimah basmallah

doa mula dalam Islam Insan hidup sebagai makhluk menyembah pada Tuhan

Insan hidup sebagai makhluk menyembah pada Tuhan

Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama

Takbir, tasbih, tahlil, tahmid Hanya pada Allah

Takbir, tasbih, tahlil, tahmid Hanya pada Allah

Dialah Tuhan yang ahad Diturun-Nya syariat

Dialah Tuhan yang ahad Diturun-Nya syariat

Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia


(2)

Bismillah mula-mula Di dalam alam amat mulia Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama Empat belas bulan purnama Kami bermain bersama-sama

(Sumber: lagu hadrah Melayu Sumatera Utara

g. Selimut Putih Selimut Putih

Bila Izrail datang memanggil, Jasad terbujur di pembaringan, Seluruh tubuh akan menggigil, Sekujur badan kan kedinginan.

Janganlah suka disanjug-sanjung, Engkau digelar manusia agung, Sadarlah diri tahu diuntung, Tiba saatnya keranda diusung.

Bila masanya insyaflah diri, Selimut putih pembalut badan, Tinggallah semua yang dikasihi, Berbaktilah hidup sebelum mati.

(Sumber: lagu nasyid ciptaan Haji Ahmad Baqi dari Sumatera Utara, notasi dan aransemen oleh Muhammad Takari).


(3)

Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam

Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam

Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam

Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga

Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga

Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam

Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam

Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam

Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam

(Sumber: lagu zapin Melayu Riau dan Sumatera Utara, separti yang dinyanyikan Syaiful Amri tahun 2006 kepada Muhammad Takari, 2006)

i. Bunga Tanjung

Bungalah tanjung putih berseri


(4)

Hiasan sanggul kanan dan kiri

Menambalah cantik menambalah cantik dipandang berseri

Bungalah tanjung kembang tak jadi

Jatuhlah berserak jatuhlah berserak di tengah laman Hancur hati karena budi

Budilah sedikit budilah sedikit jadi kenangan Bungalah tanjung kembang tak jadi

(Sumber: penyanyi Khairuddin, Belawan, Sumatera Utara ) j. Laksmana Mati Dibunuh

Sayang Laksmana mati dibunuh (Laksmanalah sayang)

Mati ditikam Radin Amperi Sayang Laksmana mati dibunuh (Laksmana sayang)

Matilah ditembak Raden Pangeran Mujurlah kilat menjadi suluh (Laksmana sayang)

Barulah tampak tanah daratan Mujurlah kilat menjadilah suluh (Laksmana sayang)

Barulah tampak tanah daratan k. Tudung Saji

Satu ditutuh dua ditebang, Satu ditutuh dua ditebang,


(5)

Tinggalnya sedahan (o sayang) Sampirannyalah di kain

Tinggal (lah nya) sedahan (sayang) Sampirannyalah kain,

Tempatlah jatuh lagi dikenang, Tempatlah jatuh lagi dikenang, Konon (nya lah) pula (sayang), Tempat (lah nya) lagi main,

Konon (lah nya lah) pula (lah sayang) Tempat (lah nya) lagi main.

l. Mak Inang Pulau Kampai Mak Inang Pulau Kampai

Pulaulah Pandan jauh di tengah (sayang), Pulaulah Pandan jauh di tengah,

Sebalik pulau (lah dua) Angsalah Dua, Sebalik Pulau Angsa Dua,

Hancur badan dikandung tanah (sayang), Hancurlah badan dikandung tanah, Budinya baik (juga) dikenang juga, Budi yang baik dikenang juga (dst.)

m. Tanjung Katung

Tanjung Katung airnya biru (nyawa), Tempat hendak mencucilah muka, Tanjung Katung airnya biru (sayang), Tempat hendak (ah muka) mencuci muka, Lagi sekampung hatiku rindu,

Konon (ah pula) mata jauh di mata, Lagi sekampung hatiku rindu (nyawa), Kononlah (konon mata) jauh di mata.

Satu, dua, tiga dan empat,


(6)

Satu, dua, tiga dan empat,

Lima, enam setengah, tujuh setengah Satu dua boleh ku dapat,

Manalah sama dengan adinda, Satu dua boleh ku dapat (sayang), Manalah sama dengan adinda. Tengku Khayat ke Tanjung Pandan, Pergi memutus membawa gambir, Selagi hayat dikandung badan, Tidaklah putus (kami) harapan kami, Selagi hayat dikandung badan (tuan), Tidaklah putus (kami) harapan kami.

Teks lagu Tanjung Katung di atas terdiri dari tiga bait (sanza) pantun asas, yaitu separti berikut.

n. Mega Mendung

Mendung si mega mendung, Mendung datang dari utara,

Mendunglah datang mendung datang dari utara, Mendung si mega mendung,

Mendung datang dari utara,

Mendunglah datang mendung datang dari utara, Termenung jangan adik termenung,

Kalau termenung rosak binasa, Termenung jangan adik termenung, Kalau termenung rosak binasa,