49
G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian
Suatu karya ilmiah yang memenuhi nilai-nilai ilmiah, maka penelitian yang dilaksanakan ini dikategorikan sebagi penelitian yang bersifat deskriftif-analitis.
”Penelitian deskriftif-analitif adalah penelitian yang mengambarkan dan menganilsa permasalahan yang dikemukakan.”
41
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif yang didukung oleh data primer dan data sekunder. Pendekatan yuridis normatif terhadap peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan tanggung jawab Direksi dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, maka menggunakan:
Penelitian Kepustakaan Library Research Penelitian kepustakan ini dilakukan dengan mempelajari dan menganilsa secara
sistematis buku-buku, majalah, makalah, artikel, peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dengan tesis ini.
41
Penelitian ini umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat karakteristik atau factor
tertentu, lihat Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, cet.III.PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal.36
Universitas Sumatera Utara
50
3. Analisa Data
Analis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesa, dan satuan uraia dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumusakn hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.
42
Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus untuk melakukan analisis terhadap
permasalahan yang ada dengan cara yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.
43
Melalui penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai pertanggungjawaban Direksi Perseroan yang bertindak sebagai penanggung utang
perseroan jika perseroan mengalami pailit.
42
Joko P. Subagio, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Rineke Cipta, Jakarta, 1996, hal.26
43
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.106.
Universitas Sumatera Utara
51
BAB II SYARAT-SYARAT SUATU PERSEROAN TERBATAS YANG
BERTINDAK SEBAGAI PENANGGUNG UTANG
A. Perseroan Terbatas Sebagai Subjek Hukum
Subjek hukum adalah setiap pihak yang menjadi pendukung hak dan kewajiban dalam melakukan hubungan hukum. Subjek hukum adalah yang berhak
atas hak-hak subjektif dan pelaku dalam hukum objektif.
44
menurut Soenawar Soekawati, subjek hukum adalah manusia yang berkepribadian hukum legal
personality dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat oleh
hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
45
Peseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukankegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan lainnya.
46
B. Sifat dan Ciri Khas Suatu perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum legal entity yaitu badan hukum “mandiri” persona standy in judicio, yang memiliki sfat dan ciri kualitas yang
berbeda dengan bentuk badan usaha lain.
47
44
Chaidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1999. Hal 6.
45
Ibid., hal.7
46
Pasal 1 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007
47
Bagus Irawan, Aspek- Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, Bandung: Alumni, 2007, hal.92
36
Universitas Sumatera Utara
52
Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki karakteristik sebagai berikut:
48
1. PT sebagai asosiasi modal
2. Kekayaan dan Utang Perseroan Terbatas adalah terpisah dari kekayaan dan
utang pemegang saham. 3.
Pemegang Saham bertanggungjawab secara terbatas dalam PT. Pertanggung jawaban dalam PT meliputi:
a. Bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkanm atau tanggung jawab
terbatas limited liability. b.
Tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan PT melebihi nilai saham yang telah diambilnya.
c. Tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama perseroan. 4.
Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau Direksi. 5.
Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai Pengawas. 6.
Kekuatan tertinggi pada Rapat Umum Pemegang Saham RUPS. Sebagai suatu badan hukum dan juga sebagai sebjek hukum mandiri harus juga
didasarkan pada persyaratan formil, yaitu proses pembentukannya yang harus memenuhi formalitas dari suatu peraturan perundang-undangan yang mengaturnya,
48
Ibid, hal. 92
Universitas Sumatera Utara
53
hingga diakui sebagai subjek hukum mandiri. Dalam Perseroan Terbatas, misalnya syarat formil menjadi badan hukum adalah:
49
1. Akta pendirian dibuat dalam bentuk akta notaris.
50
2. Akta pendirian dibuat dalam bahasa Indonesia.
51
3. Harus sekurangnya didirikan oleh dua orangbadan hukum yang cakap dan berwenang untuk bertindak dalam hukum sebagai pendiri.
52
4. Nama perseroan harus mengikuti aturan yang telah ditentukan.
53
5. Penyetoran modal harus harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan.
54
6. Harus disampaikan kepada Menteri Hukum Dan HAM dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak penandatanganan akta pendiriannya untuk memperoleh
pengesahan
55
. Sifat badan hukum, termasuk perseroan terbatas senantiasa dikaitkan dengan
pertanggungjawaban terbatas. Yang dinamakan dengan dan menjadi tujuan dari pertanggungjawaban terbatas ini adalah
56
”shield the personal assets of both shareholders and directors from personal liability for the debts or actions of a
corporation ”. Yang berarti keberadaan dari suatu perseroan yang telah memperoleh
status badan hukum, melahirkan perlindungan harta kekayaan pribadi dari pendiri yang kemudian berubah status menjadi pemegang saham, san pengurus perseroan
49
Gunawan Widjaja, Op.Cit, Hal 17
50
Pasal 7 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007.
51
Ibid
52
Ibid
53
Pasal 16 UU No.40 Tahun 2007.
54
Pasal 34 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007
55
Pasal 10 ayat 4 UU No.40 Tahun 2007
56
http:en.wikipedia.orgwikiPiercing _the corporate_viel
Universitas Sumatera Utara
54
terbatas, yang di Indonesia dilaksanakan oleh Direksi dibawah pengawasan Dewan Komisaris.
Menurut Pasal 3 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tanggung jawab terbatas pemegang saham hapus atau tidak berlaku apabila:
1. Persyaratan Perseroan Terbats sebagai badan hukum belum atau tidak
terpenuhi. 2.
Pemegang saham yang baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk tekwaadetrouw atau badfaith memanfaatkan perseroan semata-mata
untuk kepentingan pribadi. 3.
Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan.
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
secara melawan hukum menggunakan harta kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang perseroan atau PT.
C. Konsep Yuridis Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan
Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan ”Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar
pengadilan sesuai dengan anggaran dasar”
Universitas Sumatera Utara
55
Direksi sebagai organ perseroan diberikan kewenangan mengurus perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan tersebut,
dan apabila direksi tersebut lalai dalam menjalankan pengurusan maka direksi tersebut akan bertanggung jawab penuh atas kelalaian yang diperbuat.
Perilaku yang “berwenang dan bertanggung jawab penuh”. Bila perilaku anggota Direksi yang berwenang tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
maka itu merupakan “nilai” positif dan sebaliknya bila tidak sesuai maka itu merupakan “nilai” negative yang dapat diminta pertanggung jawaban.
57
Dengan demikian Direksi adalah suatu struktur yang merupakan organ perseroan yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas penggurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
D. Pengaturan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi dalam Pengelolaan Perseroan
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 terdapat pengaturan tentang
tanggung jawab direksi. Hal ini dikarenakan daya saing yang tinggi, perkembangan ekonomi yang semakin dinamis dan memacu pembangunan nasional. Persoalan yang
muncul dalam pengkajian ini adalah bagaimana pengaturan dan tanggung jawab anggota Direksi dalam mengelola Perseroan dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
57
Hans Kelsen, , Pure Theory of Law, terjemahan oleh Raisul Muttaqien, Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Hukum Normatif, Bandung :Nusamedia Nuansa, 2006, hal 26.
Universitas Sumatera Utara
56
1. Ruang lingkup tugas dan tanggung jawab pengurusan Perseroan oleh Direksi dalam UUPT Nomor 40 tahun 2007
Ruang lingkup kewenangan Direksi dalam pengurusan Perseroan yang diamanatkan oleh UUPT Nomor 40 tahun 2007 sangatlah luas dan menunjukan
ciri suatu sistem. Sistem yang digunakan untuk menunjukan pengertian skema atau metode pengaturan organisasi atau susunan sesuatu metode tata cara.
58
Tugas Direksi dalam mengelola perseroan dapat dibagi dalam 3 tiga kelompok yaitu. Pertama, tugas dan tanggung jawabyang didasarkan kepada
kepercayaan fiduciary duty. Kedua, tugas dang tanggung jawab yang didasarkan kepada keahlian, kehati-hatian, loyalitas dan ketekunan duty of
skill, care, loyalty and deligence . Ketiga tugas dan tanggung jawab
berdasarkan Undang-undang duty of statutory 2. Prinsip pengelolaan Perseroan yang baik good corporate govermance
Good Corporate Govermance GCS adalah suatu kaidah, norma atau pun suatu
pedoman yang dibutuhkan oleh korporasi dalam sistim pengelolaan Perseroan yang sehat.
59
Pengabaian terhadap
GCG ini
dapat mengakibatkan
konsekwensi hukum terhadap Perseroan maupun terhadap pengurusnya. Direksi berkewajiban mengelola Perseroan dengan itikad baik. Dalam hal
Direksi mengambil keputusan untuk menanda tangani perjanjian dengan pihak
58
Tatang M. Amirin, Pokok-pokok Teori Sistim, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996, hal.7
59
Bandingkan dengan bagian pertimbangan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Begara Nomor :Kep117M-MBU2002 tentang oenerapan Praktik Good Corporate Govermence pada Badan
Usaha Milik Negara yang menyatakan: “Bahwa prinsip good corporate govermance merupakan kaidah, norma ataupun pedoman yang diperlukan dalam sistim pengelolaan BUMN yang sehat”.
Universitas Sumatera Utara
57
lain harus mengikuti Undang-undang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar Perusahaan, dan Peraturan Perusahaan.
60
E. Syarat Untuk Menjadi Penanggung Hutang
Pada umumnya penanggungan itu dapat timbul untuk menjamin perutangan dari segala macam hubungan hukum. Dalam hubungan hukum yang bersifat
keperdataan umum dimungkinkan juga bahwa penanggungan diberikan untuk menjamin pemenuhan prestasi yang lahir dari hubungan hukum yang bersifat hukum
publik. Asal prestasi dapat dinilai dalam bentuk uang. Penggunaan istilah penanggungan atau perjanjian penanggungan sebagai
terjemahan dari istilah Borgtocht yang lazim digunakan oleh para sarjana.
61
Pasal 1820 – 1850 KUHPerdata. Kata penanggungan mempunyai kaitan dengan soal
menanggung dan hal itu juga menonjolkan ciri penting yang lain yaitu bahwa disana ada sesuatu yang ditanggung akan terjadi dan ini selanjutnya menampilkan ciri
accessoir daripada perjanjian penanggungan yang memang merupakan ciri khas
perjanjian seperti itu Setiap ada perjanjian pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu
perjanjian utang piutang yang disebut dengan perjanjian pokok karena tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya. Hal ini disebabkan karena
60
Erman Rajaguguk, Pengelolaan perusahaan yang Baik : Tanggung Jawab Pemegang Saham. Komisaris, dan Direksi, Majalah Jurnal Bisnis Vol.26 No.3, Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum
Bisnis, 2007 ha;.29.
61
R. Subekti, R, Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Ny. Sri Soedewi S.M, Hukum Jaminan Di Indonesia
, hal.114, hal.80
Universitas Sumatera Utara
58
tidak mungkin ada perjanjian jaminan yang dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian pokonya. Apabila perjanjian pokoknya telah selesai maka
perjanjian jaminannya juga selesai. Sifat perjanjian ini disebut accessoir. Dilain pihak ada kekurangannya juga karena istilah menanggung hutang juga
digunakan untuk mereka yang menjamin perikatan orang lain dengan benda tertentu miliknya. Demikian pula dengan istilah penanggungan hutang pribadi bisa
menimbulkan kesan seakan-akan diri pribadi penanggung hutang yang diberikan sebagai jaminan.
Dalam perjanjian penanggungan hutang berisikan tentang: a. Borg adalah pihak ketiga;
b. Penanggungan diberikan demi kepentingan Kreditur; c. Borg mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan Debitur, kalau Debitur
wanprestasi; d. Ada perjanjian bersyarat;
Dalam Pasal 1821 ayat 1 KUHPerdata untuk adanya penanggungan diisyaratkan adanya perikatan pokok yang sah maka yang dimaksud disana adalah
bahwa perikatan pokoknya tidak boleh mengandung cacat yang menyebabkan batal misalnya perikatan pokok bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum
Pasal 1320 angka 4 jo Pasal 1335 KUHPerdata walaupun saat diberikan pertanggungan belum ada yang mengkonstantir batalnya perikatan pokok yang
bersangkutan. Dan dalam Pasal 1824 KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
59
”Penanggungan tidak dipersangkakan tetapi harus diadakan dengan pernyataan yang tegas”.
Jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam kurun waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur.
62
Dalam Pasal 1826 KUHperdata menetapkan bahwa perikatan-perikatan si penanggung ini dapat beralih kepada ahli warisnya, hal ini dikarenakan menurut asas
hukum pewarisan bila seorang meninggal dunia maka segala aktiva dan passiva menjadi milik ahli warisnya, begitu juga dalam hal ini , maka si ahli waris wajib
membayar utang yang ditinggalkan oleh penanggung bila penanggung meninggal dunia. Dan untuk selanjutnya si ahli waris inilah yang menjadi penanggung yang akan
melaksanakan segala hak dan kewajiban dari pewaris sebagai penanggung. Adapun jenis-jenis penanggungan utang antara lain:
63
1. Personal Guaranty atau jaminan perorangan yaitu jika yang ditunjuk sebagai penanggung atau penjamin adalah orang perorangan. Dalam hal ini penjaminan
dilakukan oleh suamiisteri maka harus mendapat persetujuan dari suamiisterinya. Pengadilan dapat membatalkan penanggungan jika tanpa
persetujuan tersebut. Namun dalam hal terdapat pemisahan harta antara suamiisteri maka tidak diperlukan persetujuan suamiisteri.
62
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta: Djambatan, 1995, hal. 56
63
http:mulhadimentawai.blogspot.com. Diakses tanggal 3 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
60
2. Corporate Guaranty yaitu jika yang ditunjuk sebagai penjamin berbentuk perusahaan misalnya Perseroan Terbatas PT, Koperasi atau badan usaha lainnya.
Dalam hal ini penjaminan atau penanggungan dimungkinkan jika mendapat persetujuan dari komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham RUPS.
3. Avalis yaitu penjamin atas pembayaran wesel. Dalam hal Perseroan Terbatas bertindak sebagai penjamin atau pemberi
jaminan, maka pada umumnya anggaran dasar PT yang bersangkutan mewajibkan anggota direksi yang bersangkutan memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih
dahulu dari Dewan KomisarisRUPS. Perbedaan akibat hukum bagi PT sebagai Pemberi Jaminan dan PT sebagai
penjamin corporate guarantee adalah sebagai berikut : 1. PT sebagai pemberi jaminan yaitu dimana PT menyerahkan suatu asset tertentu
milik PT sebagai jaminan untuk jaminan atas pelunasan hutang pada Bank, berarti pemberian jaminan hanya terbatas pada harta kekayaan PT yang dijaminkan ;
2. PT sebagai penjamin corporate guarantee berarti kekayaan PT seluruhnya secara hukum menjadi jaminan atas pelunasan hutang pada Bank, kecuali jika
disetujui lain oleh para pihak di dalam corporate guarantee tersebut. Perseroan tidak terlepas dari kemungkinan ketidakmampuan membayar
hutang-hutangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih oleh krediturnya, maka dengan adanya keadaan seperti ini perseroan dapat diajukan pailit. Berkaitan dengan
pemberian jaminan dalam perseroan yang biasanya dilakukan oleh penjamin dalam pemberian kredit, maka dengan adanya perjanjian jaminan, penjamin dapat
Universitas Sumatera Utara
61
melakukan kewajiban debitur apabila debitur dalam hal ini tidak dapat melakukan kewajibannya terhadap kreditur. Dan apabila penjamin tidak dapat melakukan
kewajibannya maka penjamin dapat digugat pailit oleh kreditor. Jadi kepailitan perseroan sangan berpengaruh pada penjamin, karena apabila
perseroan tidak melakukan kewajibannya dlam hal ini lalai melakukan kewajibannya kepada kreditur maka perseroan tersevut dapat diajukan pailit. Akibatnya penjamin
juga dapat diajukan pailit oleh kreditur. Karena penjamin merupakan pihak ketiga yang memberikan jaminan kepada kreditur terhadap debitur untuk melaksanakan
kewajiban debitur apabila debitur lalai melakukan kewajibannya. Akan tetapi penjamin tidak begitu saja dapat dipailitkan akibat dari perseroan yang tidak
melakukan kewajibannya. Apabila perseroan tidak membayar kewajibannya tidak membayar utangnya maka penjamin dapat dituntut pertanggungjawabannya untuk
melakukan kewajiban perseroan. Tetapi apabila penjamin tidak dapat melakukan kewajibannya tidak mampu melakukan kewajibannya maka penjamin dapat diajukan
pailit oleh kreditur. Peluncuran kredit oleh suatu Bank mestilah dilakukan dengan berpegangan
pada beberapa prinsip, yaitu:
64
1. Prinsip Kepercayaan