DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN

(1)

commit to user

DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA

DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh : DIDIK ROHMADI

NIM : C 0806007

JURUSAN DESAIN INTERIOR FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Penulisan Laporan Tugas Akhir dengan Judul : DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA

DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN Telah disetujui Oleh :

Mengetahui

Ketua Jurusan Desain Interior

Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn NIP. 19621221 199201 1 001 Pembimbing I

Lu’lu’ Purwaningrum, SSn, MT NIP.19770612 20012 2 003

.

Pembimbing II

Drs. Soepriyatmono, M.Sn. NIP. 19560117 198811 1 001


(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

Telah disahkan dan dipertanggung jawabkan pada Sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Senin, 26 Juli 2010

Tim Penguji : 1. Ketua Sidang

Iik Endang Siti W, SSn, M. Ds (………...) NIP. 19771027 200112 2 002

2. Sekretaris Sidang

Drs. IF. B. Sulistyono Sk, MT.arch (………...) NIP. 19621125 199303 1 001

3. Penguji I

Lu’lu’ Purwaningrum, SSn, MT. (………...) NIP.19770612 20012 2 003

4. Penguji II

Drs. Soepriyatmono, M.Sn. (………..) NIP. 19560117 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Dekan

Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn Drs. Soedarno, MA NIP. 19621221 199201 1 001 NIP. 19530314 198506 1 001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Didik Rohmadi NIM : C 0806007

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan adalah benar – benar karya sendiri, bukan plagiat dan dibuatkan orang lain. Segala hal yang bukan karya saya dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi kutipan dan ditunjukkan pada daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik.

Surakarta, 2 Agustus 2010 Yang membuat pernyataan

Didik Rohmadi NIM. C 0806007


(5)

commit to user

v

MOTTO

… enjoy living, easy going, keep smiling …

Jangan banyak bicara tanpa dzikir kepada Allah SWT, karena banyak bicara tanpa dzikrullah membekukan hati, dan sejauh-jauh manusia dari Allah SWT ialah yang keras hati (beku hati)

(HR. Ibnu Mardawaih)

Ojo Dumeh……… (Filosofi Jawa)


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

· Bapak dan Simbokku yang slalu

ada untuk aku

· Saudara-saudaraku yang kucintai

· Temen-temen interior


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SAW, pada akhirnya penulis telah menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir : Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan, sebagai salah satu syarat kelengkapan kelulusan Jurusan Desain Interior, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini, atas pernyataas rasa terima kasih ini penulis haturkan kepada :

1. Drs. Soedarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rahmanu Widayat, MSn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Iik Endang S.W, SSn, M. Ds, sekalu Koordinator Tugas Akhir.

4. Lu’lu’ Purwaningrum, SSn., MT, selaku Dosen Pembimbing I Mata Kuliah Tugas Akhir 5. Drs. Soepriyatmono, M. Sn, selaku Dosen Pembimbing II Mata Kuliah Tugas Akhir 6. Bapak dan Simbok yang selalu memberi motivasi.

7. Mas Bag + Bu Tutik, Abah Gie + Umi Rini, Den Joko + Nyai Susi, Mas Bimb + Mbak Tri kalianlah saudara-saudaraku yang menjadi inspirasi untuk aku berbuat lebih baik. 8. De’ Tithut yang memberi warna tersendiri dalam setiap langkahku.

9. Ponakan ponakanku yang usil, ngeyel, tapi ngangenin (Nabil, Jundi, Nafisa, Adzam Muzaki, Rigan, Dina, Jingga ).


(8)

commit to user

viii

10. Team maket ; Erlin, Harun, Arkhi. Terimakasih telah dengan total membantuku serta teman-teman interior 2006 (Pram Kebal, Hafidz Grendul, Ari Sangar, Muhib Sanggup, Fahmi Mio, Puthu, Cecep, Anik, Nur, Inung Ndud, Hesty, Rini Oneng, Selir Ginar, Putri, Ade’, Mayong, Rosi, Nanik, Nita Nitul).

11. Semua pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan Tugas Akhir.

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan oleh seluruh pihak akan mendapat balasan yang berlipat dari Allah SAW. Akhir kata, dalam penulisan dan penyususan Tugas Akhir Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan ini mungkin masih banyak ada kekurangan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bergtuna untuk melengkapi ksempurnaan Laporan Tugas Akhir ini dapat diterima untuk membangun laporan ini. Semoga penulisan laporan ini dapat berguna dan bermanfaat untuk kita semua.

Surakarta, Agustus 2010


(9)

commit to user

ix

DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA

DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN

Didik Rohmadi C 0806007

Pembimbing I : Lu’lu’ Purwaningrum, SSn., MT. Pembimbing II : Drs. Soepriyatmono, MSn.

ABSTRAK

Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan merupakan judul dari proyek perancangan interior ini. Autisma Center merupakan tempat dan sarana untuk semua kegiatan yang berhubungan dengan terapi autisma dan pengembangan bakat penyandang autisma. Perancangan tematis dipusatkan pada area- area yang berkaitan dan berhubungan langsung dengan pengunjung, yaitu Lobby, Ruang Akupuntur, Ruang Tunggu, Ruang Terapi Individu, Ruang Terapi Basic Skill, Ruang Terapi Motorik Halus, Terapi Motorik Kasar, Ruang Terapi Wicara Kelompok, Kolam Renang Indoor. Selain itu juga terdapat ruang penunjang, yaitu Kantor, Musholla, Lavatory, Gudang, Ruang Terapis, Ruang Akupunturis. Sistem sirkulasi linier digunakan untuk memudahkan tahapan-tahapan terapi yang harus dijalani. Diikuti dengan penerapan organisasi ruang linier untuk mendukung sistem sirkulasi sehingga mempermudah pengunjung untuk menuju ruang yang dikehendaki tetapi dengan memperhatikan terlebih dahulu ruangan lain di sekitar ruang yang dijadikan pusat atau center. Autisma Center selain digunakan sebagai pusat terapi autisma juga digunakan


(10)

commit to user

x

sebagai wadah untuk mengetahui bakat penyandang autism dan bertukar informasi mengenai autism.. Tema perancangan yang digunakan yaitu “ modern natural” yang disisipi oleh karakter ruang yang selalu dapat digunakan untuk sarana belajar setiap saat. Perancangan interiornya mulai dari interior system, elemen pembentuk ruang, elemen pengisi ruang, hubungan antar ruang, pengorganisasian ruang mengacu pada beberapa literature dan tinjauan lapangan dengan mempertimbangkan unsur desain, prinsip desain, dan tema yang mengacu pada pembentukan suasana ruang yang ingin dicapai.


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….

HALAMAN PERSETUJUAN…………...

HALAMAN PENGESAHAN……………

HALAMAN PERNYATAAN………

HALAMAN MOTTO………

HALAMAN PERSEMBAHAN………

KATA PENGANTAR………

ABSTRAKSI ……….

DAFTAR ISI………

DAFTAR GAMBAR ………

DAFTAR TABEL ……………

BAB I PENDAHULUAN………

A. Latar Belakang Masalah....………

B. Penegasan Judul...………... C. BatasanMasalah... D. Rumusan Masalah………... E. Tujuan... F. Ruang Lingkup Perancangan... G. Sasaran... H. Manfaat... ... I. Sistem Pola Pikir... J. Metode Desain...

i ii iii iv v vi vii viii x xiv xvii 1 1 3 4 5 5 6 7 7 8 9


(12)

commit to user

xii

1. Lokasi Penelitian... 2. Bentuk penelitian... 3. Sumber Data... 4. Teknik Pengumpulan Data... 5. Metoder Pembahasan... K. Sistematika Penulisan...

BAB II KAJIAN LITERATUR……………

A. Pengertian Judul...……… B. Tinjauan Umum Autisma...………...

1. Definisi Autisme... 2. Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV...

3. Gejala...

4. Prevalensi Individu dengan Autisme... 5. Implikasi Diagnosa Autisme...

6. Perkembangan Penelitian Autisme... 7. Penanganan Autisme di Indonesia... 8. Terapi Bagi Individu dengan Autisme... 9. Terapi Alternatif... C. Tinjauan Khusus Autisma...……… 1. Terapi Medikamentosa... 2. Terapi Akupuntur ... D. Tinjauan Interior

1. Hubungan Antar Ruang... 2. Organisasi Ruang ...

9 11 12 12 13 14 15 15 18 18 21 24 27 29 32 34 36 39 40 42 44 46 46 47


(13)

commit to user

xiii

3. Pola Sirkulasi……...………. 4. Furniture ………...……….. 5. Warna...……… 6. Elemen Pembentuk Ruang ………...………..

BAB III STUDI LAPANGAN ………...

A. YAYASAN AUTISMA INDONESIA………

B. DOLAN CARE……….

C. AROGYA MITRA AKUPUNTUR……….

BAB IV ANALISA DESAIN ………

A. Analisis Existing………. 1. Asumsi Lokasi……….

2. Potensi Lokasi ……… 3. Denah Existing …..……….

4. Pengembangan Denah Existing ……….………. B. Programing….………

1. Status Kelembagaan ……… 2. Struktur Organisasi…..……… 3. Sistem Operasional ………..……….. 4. Tinjauan Kegiatan………..………. 5. Pelaku Kegiatan………..……….

6. Skema Pelayanan…. ………. 7. Kegiatan dan Fasilitas ….………..

8. Analisa Kegiatan dan Besaran Ruang……… 9. Sistem Organisasi Ruang ……….

61 63 64 77 100 100 107 114 123 123 123 124 126 128 129 129 130 130 130 131 131 132 134 145


(14)

commit to user

xiv

10. Sistem Sirkulasi……… 11. Hubungan Antar Ruang……….. 12. Zoning dan Grouping………. C. Konsep Perancangan………

1. Pola Pikir Desain………. 2. Ide Gagasan………..

3. Tema……….

4. Suasana dan Karakter Ruang………. 5. Pola Penataan Layout………. 6. Unsur Pembentuk Ruang……….. 7. Furniture……… 8. Bentuk dan Warna………. 9. Interior Sistem……… 10. Sistem Keamanan……….

BAB V KESIMPULAN ………..………

A. Kesimpulan Desain ………

B. Saran……….. ………

DAFTAR PUSTAKA ………

LAMPIRAN 148 150 150 153 153 154 156 156 156 157 162 162 162 164 166 166 166 167


(15)

commit to user

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.2 Ilustrasi 1 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.3 Ilustrasi 2 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.4 Ilustrasi 3 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.5 Ilustrasi 4 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.6 Ilustrasi 5 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.7 Ilustrasi 6 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.8 Ilustrasi 7 Organisasi ruang terpusat...

Gambar II.9 Organisasi Ruang Linier... Gambar II.10 Ilustrasi 1Organisasi ruang Linier...

Gambar II.11 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Linier... Gambar II.12 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Linier... Gambar II.13 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Linier... Gambar II.15 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Linier... Gambar II.16 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Linier... Gambar II.17 Organisasi ruang Radial... Gambar II.18 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Radial... Gambar II.19 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Radial... Gambar II.20 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Radial... Gambar II.21 Organisasi ruang Cluster... Gambar II.22 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Cluster... Gambar II.23 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Cluster...

47 48 48 48 49 49 50 50 50 51 51 52 52 53 53 54 54 55 55 55 56 57


(16)

commit to user

xvi

Gambar II.24 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Cluster... Gambar II.25 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Cluster... Gambar II.26 Organisasi ruang Grid... Gambar II.27 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Grid... Gambar II.28 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Grid... Gambar II.29 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Grid... Gambar II.30 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Grid... Gambar II.31 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Grid... Gambar II.31 Ilustrasi 6 Organisasi ruang Grid... Gambar II.32 Ilustrasi 7 Organisasi ruang Grid... Gambar II.32 Sirkulasi Linier... Gambar II.33 Sirkulasi Radial... Gambar II.34 Sirkulasi Spiral... Gambar II.35 Sirkulasi Linier... Gambar II.36 Sirkulasi Network... Gambar. II.37 Konstruksi Lantai dan Karpet ... Gambar II.38 Fire estinguisher dan Hidrant kebakaran... Gambar III.1 Halaman Depan 1... Gambar III.2 Hal Depan II... Gambar III.3 Carport... Gambar III.4 Papan Nama... Gambar III.5 Bu Tari (Pengelola) ... Gambar III.6 Rak Data Autisma... Gambar III.7 Meja Kerja ...

57 58 58 58 59 59 60 60 61 61 61 62 62 62 63 80 97 104 104 104 104 104 104 105


(17)

commit to user

xvii

Gambar III.8 Rak Buku ... Gambar III.9 Sofa Tunggu 1... Gambar III.10 Sofa tunggu 2... Gambar III.11 Rak Makanan... Gambar III.12 Rak Mainan... Gambar III.13 Barang Paket... Gambar III.14 Display Mainan... Gambar III.15 Ruang Pimpinan... Gambar III.16 Market Autis ... Gambar III.17 Display Mainan... Gambar III.18 Interior Market... Gambar III.19 Interior Market... Gambar III.20 Ruang Tunggu 1... Gambar III.21 Ruang Tunggu 2... Gambar III.22 Pantry Belajar ... Gambar III.23 Toilet... Gambar III.24 Ruang Okupasi 1... Gambar III.25 Ruang Okupasi 2... Gambar III.26 Ruang Okupasi 3... Gambar III.27 Ruang Okupasi 4... Gambar III.28 Ruang Okupasi 5... Gambar III.28 Ruang Terapi ... Gambar III.29 R. Terapi Wicara... Gambar III.30 R. Diskusi Terapis 1...

105 105 105 105 105 106 106 106 110 110 110 110 110 110 111 111 111 111 111 111 112 112 112 112


(18)

commit to user

xviii

Gambar III.31 R. Diskusi Terapis 2... Gambar III.32 R. Terapi Wicara... Gambar III.33 R. Snoezelen 1... Gambar III.34 R. Snoezelen 2... Gambar II.35 R. Snoezelen 3... Gambar III.36 R. Snoezelen 4... Gambar III.37 Kantor TU dan Garasi... Gambar III.38 Gerbang Depan... Gambar III.39 Sanggar Kutilang... Gambar III.40 Sabtu Ceria... Gambar III.41 R. Rawat Inap... Gambar III.42 Tangga dan Ram... Gambar III.43 R. Rawat Inap... Gambar III.44 Ruang Akupuntur... Gambar III.45 Kolam Renang... Gambar III.46 Area Bermain... Gambar III.47 R. SI 1... Gambar III.48 R. SI 2... Gambar III.49 R. SI 3... Gambar III.50 R. SI 4... Gambar III.51 Perpisahan Karyawan... Gambar III.52 TokoPerlengkapan... Gambar III.53 Terapi Kegiatan 1... Gambar III.54 Terapi Kegiatan 2...

112 112 113 113 113 113 113 118 118 118 118 118 119 119 119 119 119 119 119 119 120 120 120 120


(19)

commit to user

xix

Gambar III.55 Terapi Kegiatan 3... Gambar III.56 R. Fitness... Gambar III.57 R. Akupuntur... Gambar III.58 R. Tunggu Terapi... Gambar III.59 R. Terapi Musik 1... Gambar III.60 R. Terapi Musik 2... Gambar III.61 R. Terapi Musik 3... Gambar III.62 Teras... Gambar III.63 Tunggu 1 ... Gambar III.64 R. Tunggu 2... Gambar III.65 R. Tunggu 3... Gambar III.66 R. Tangga... Gambar III.67 R. Parkir... Gambar III.68 Lavatory 1... Gambar III.69 Lavatory 2... Gambar IV.1 Peta Kota Suraka... Gambar IV.2 Denah Perubahan 1... Gambar IV.3 Denah Perubahan 2... Gambar IV.4 Denah Existing 1... Gambar IV.5 Denah Existing 2... Gambar IV.6 Ilustrasi Pola sirkulasi... Gambar IV.7 Zoning Grouping...

120 120 120 120 121 121 121 121 121 121 121 121 122 122 122 123 127 127 128 129 149 152


(20)

commit to user

xx DAFTAR SKEMA

Skema I.1. Pola Pikir Desain... Skema IV.1. Strktur Organisasi Autisma Center di Surakarta... Skema IV.2. Skema Pelayanan... Skema IV.3. Pola Pikir Desain...

8 130 131 153


(21)

commit to user

xxi DAFTAR TABEL

Tabel IV.1. Kegiatan dan Fasilitas... Tabel IV.2. Loby... Tabel IV.3. Ruang Kerja... Tabel IV.4. Ruang Terapi... Tabel IV.5. Ruang Terapis... Tabel IV.6. Toko... Tabel IV.7. Alternatif pengorganisasian ruang... Tabel IV.8. Hubungan Antar Ruang... Tabel IV.9. Analisa bahan dan kegunaan pada Lantai... Tabel IV.10. Analisa bahan dan kegunaan pada Dinding... Tabel IV.11. Analisa bahan dan kegunaan pada Ceiling...

132 134 135 137 143 145 146 150 158 160 161


(22)

commit to user

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1 Denah Perubahan Lantai 1... Gambar 2 Denah Perubahan Lantai 2... Gambar 3 Denah Existing Lantai 1... Gambar 4 Denah Existing Lantai 2... Gambar 5 Layout Lantai 1... Gambar 6 Layout Lantai 2... Gambar 7 Ceilling Plan Lantai 1... Gambar 8 Ceilling Plan Lantai 2...

Gambar 9 Floor Plan Lantai 1... Gambar 10 Floor Plan Lantai 2...

Gambar 11 Floor Plan Lantai 2 Alternatif... Gambar 12 Tampak Potongan A-A’ dan B-B’... Gambar 13 Tampak Potongan C-C’, D-D’ dan G-G’... Gambar 14 Tampak Potongan E-E’ dan F-F’... Gambar 15 Aksonometri Lantai 1... Gambar 16 Aksonometri Lantai 2... Gambar 17 Detail Konstruksi... Gambar 18 Detail Konstruksi... Gambar 19 Gambar Furniture ... Gambar 20 Sketsa Furniture 1... Gambar 21 Sketsa Furniture 2... Gambar 22 Perspektif Lobby Area...

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22


(23)

commit to user

xxiii

Gambar 23 Perspektif Ruang Terapi Akupuntur... Gambar 24 Perspektif Ruang Tunggu... Gambar 25 Perspektif Ruang Terapi Wicara... Gambar 26 Skema Bahan Lantai 1... Gambar 27 Skema Bahan Lantai 2... Gambar 28 Skema Warna Lantai 1... Gambar 29 Skema Warna Lantai 2... Gambar 30 Foto Sidang Tugas Akhir... Gambar 31 Foto Maket Tugas Akhir...

23 24 25 26 27 28 29 30 31


(24)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Autisma atau biasa disebut Autistic Spectrum Disorder (ASD) merupakan suatu gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan bervariasi. Dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi ledakan yang luar biasa dari gangguan perkembangan pada anak diseluruh dunia. Yang paling menonjol peningkatannya adalah suatu gangguan perkembangan yang cukup berat dan luas, yang lebih lazim disebut dengan Autisma Infantil atau Autisma Masa Kanak. Diagnosa dan penanganan yang tepat dengan memperhatikan psikologi lingkungan dan perilaku penyandang autisma akan sangat membantu mereka untuk dapat mengembangkan potensi yang ada.

Penanganan yang dilakukan untuk penyandang autisma meliputi berbagai macam terapi dan pengembangan bakat yang disesuaikan untuk kebutuhan penyandang autisma. Gejala autisma mulai tampak pada tiga tahun pertama kehidupan ( usia 0-3 tahun ). Gangguan perkembangan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan kemampuan berimajinasi.

National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari


(25)

commit to user

autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak”. Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. (Kompas: 2000)

Peningkatan jumlah penderita autisma masih tetap dalam penelitian para pakar dibidang autisme. Ada indikasi bahwa cara hidup manusia yang semakin modern, banyak menggunakan zat-zat kimiawi sehingga akhirnya manusia juga yang kena dampak racunnya.

Sayangnya peningkatan jumlah penyandang autisma yang demikian pesat itu tidak sebanding dengan jumlah para profesional yang mendalami bidang ini. Hal ini seringkali menyebabkan terjadinya kerancuan dalam menegakkan diagnosa. Banyak penyandang autisma terutama yang ringan tidak terdiagnosa atau bahkan mendapatkan diagnosa yang salah. Hal ini tentu saja sangat merugikan anak tersebut, oleh karena


(26)

commit to user

kemajuan yang diperoleh para penyandang autisma sangat tergantung dari deteksi dan penatalaksanaan dini yang tepat.

Maka dengan adanya permasalahan tersebut, dibentuklah sebuah pusat autisma yang melayani kebutuhan terapi dan sekolah untuk anak – anak berkebutuhan khusus, yaitu treatment yang komprehensif, umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku. ( www.mediaindonesia.com. 25 Februari 2010)

B. Batasan Masalah

Perencanaan dan perancangan Autisma Center ini muncul karena rasa kepedulian terhadap kondisi sekarang yang semakin meningkatnya penyandang autisma. Pendekatan secara psikologis yang mengacu kepada alam diharapkan dapat menunjang kebutuhan tumbuh kembang anak secara optimal. Maka dengan dibuatkan sebuah wadah Autisma Center yang perencanaan dan perancangan interiornya yang menggunakan tema modern tropis diharapkan mampu membantu tumbuh kembang anak autis secara baik dan terarah. Dengan tema interior modern tropis diharapkan mampu memberi dampak psikologis bahwa anak autis itu belajar dengan unsur alam sebagai penunjangnya.

Masalah yang ingin ditangani dengan adanya proyek ini adalah 1. Terapi Wicara (Speech Therapy),


(27)

commit to user

3. Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta

memodifikasi perilaku. 4. Akupuntur

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana merencanakan dan merancang organisasi ruang, pola

hubungan antar ruang, dan sirkulasi yang memudahkan bagi anak autis dan penunggu sesuai dengan kegiatan yang diwadahi pada Autisma Center tersebut ?

2. Bagaimana mewujudkan ruangan yang dapat membantu dalam

mendukung proses terapi bagi anak penyandang autis dengan pemakaian material, bahan dan warna sebagai suatu bentuk terapi pada penerapan interior ?

3. Bagaimana merencanakan dan merancang karakter ruang yang sesuai dengan psikologi anak autis sehingga mampu mendukung proses terapi dengan memperhatikan unsur pembentuk ruang, interior sistem dan furniture yang sesuai berdasarkan tema ?

D. Tujuan

Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka Autisma Center ini mempunyai tujuan :


(28)

commit to user

1. Menentukan organisasi ruang, pola hubungan antar ruang, dan sirkulasi pada Autisma Center di Surakarta tersebut agar dapat mewadahi kegiatan yang ada.

2. Mewujudkan ruangan dengan pemakaian material, bahan dan warna sebagai suatu bentuk terapi pada penerapan interior yang dapat membantu dalam mendukung proses terapi bagi anak autis.

3. Merencanakan dan merancang karakter ruang yang sesuai dengan psikologi anak autis sehingga mampu mendukung proses terapi dengan memperhatikan unsur pembentuk ruang, interior sistem dan furniture yang sesuai berdasarkan tema.

E. Ruang Lingkup Perancangan

Autisma Center ini berupaya untuk mendidik atau mengajarkan orang tua agar dapat menerapkan pola asuh yang baik terhadap anak autisnya serta membantu tumbuh kembang anak. Penekanan pembahasan yaitu pada perancangan interior yang dapat memenuhi kebutuhan para pengguna sekaligus pengelola.

Kegiatan utama pada Autisma Centerini adalah : a. Fasilitas utama yang terdiri dari :

1. Sarana penyuluhan dan pendidikan perilaku anak autis yang benar 2. Sarana pelayanan konsultasi dan terapi anak autis

3. Sarana untuk penemuan dan pengembangan bakat pada anak autis.

b. Fasilitas Pendukung Terdiri dari :


(29)

commit to user

1. Ruang Terapi ( okupasi, perilaku, wicara, sensori) 2. Lobby

3. Ruang Pengelola 4. Ruang Terapis

5. Ruang Akupuntur

6. Ruang Pengembangan Bakat (musik, seni lukis, komputer)

7. Ruang Tunggu

8. Toko

9. Gudang

10. Toilet

11. Tempat Ibadah

F. Sasaran

Dalam perencanaan dan perancangan Autisma Center ini memuat beberapa sasaran, antara lain:

1. Orang Tua penyandang autis. 2. Penyandang Autis

3. dan lain-lain.

G. Manfaat

Hasil perancangan nanti diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak sebagai berikut :


(30)

commit to user

Memberikan pengetahuan tentang penataan interior yang termasuk di dalamnya penataan furniture serta arus sirkulasi yang menunjang kegiatan yang ada di sana, sekaligus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan.

2. Bagi Dunia Akademik

Memberikan pengetahuan tentang pengorgasisasian ruang yang baik di dalam interior public space.

3. Bagi Penulis

Mampu merancang sebuah Autisma Center yang mampu memenuhi unsur estetika, tehnik, fungsi dan tingkat ergonomi.


(31)

commit to user

H. Skema Pola Pikir

Skema I.1 Pola Pikir Desain DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER

StudiLiteratur StudiLapangan

Analisis

Konsep Desain

Norma Desain: 1. Fungsi 2. Bahan 3. Teknik 4. Estetik

Alternatif Desain

Skesta Desain


(32)

commit to user

I. Metode Desain 1. Permasalahan

Desain Interior Autisma Center ini berdasarkan analisa permasalahan yang menjadi latar belakang perancangan sehingga membutuhkan bahan pembanding/ referensi dalam rancangan Autisma Center.

Perancangan ini membutuhkan pembanding dengan studi lapangan, studi literatur, dan browsing internet sehingga permasalahan dalam perancangan semakin jelas terlihat. Permasalahan dalam perancangan Autisma Center ini adalah penyediaan ruang-ruang terapi yang kondusif bagi penyandang autisma. Berdasar dari analisa permasalahan yang ada dikembangkan menjadi konsep desain yang didukung oleh aspek-aspeknya.

2. Bentuk Perancangan

Desain Interior Autisma Center menggunakan pendekatan psikologi lingkungan dan perilaku karena berpengaruh bagi pengguna. Pendekatan psikologi lingkungan dan perilaku ini sangat diperlukan karena bagi penyandang autisma selain terapi yang secara kontinyu dilakukan, ruangan yang mereka gunakan harus memperhatikan kebutuhan mereka. Dari studi lapangan dan literatur dihasilkan analisa desain yang sesuai dengan ide gagasan yaitu menciptakan terapi yang menyejukkan ditengah kota sehingga menghadirkan suasana yang homy, akrab, alami, peduli pada lingkungan namun tetap modern.


(33)

commit to user

Dari analisa desain menggunakan tema pembelajaran setiap saat dengan gaya natural modern pada ruang dan furnitur. Organisasi ruang menyesuaikan perancangan pencapaian antar ruang mudah dengan tidak mengenyampingkan interior system yang aman dan nyaman.

3. Lokasi Penelitian

a. Yayasan Autisma Indonesia di Jl. Cipinang Kebembem 1/6 Jakarta 13230

b. Dolan Care di Jl, Surabaya No. 11 Menteng Jakarta 10310

c. Arogya Mitra Akupuntur di Ngemplak, Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah

4. Bentuk Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diajukan dalam penelitian yang memerlukan data-data kualitatif maka bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif (uraian yang bersifat informatif dan tidak berbentuk angka). Bentuk ini mampu menangkap informasi kualitatif yang penuh nuansa daripada hanya sekedar angka atau frekuensi. “Deskriptif mempersyaratkan suatu usaha dengan keterbukaan pikiran yang menentukan objek yang sedang dipelajari.” (H.B Sutopo, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010).


(34)

commit to user

5. Sumber Data

Sumber-sumber data yang digunakan adalah: 1) Data Primer

Sejumlah keterangan yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian, melalui pihak-pihak yang terkait secara langsung.

2) Data Sekunder

Sejumlah data yang secara tidak langsung diperoleh dari lapangan penelitian, tetapi diperoleh melalui studi pustaka, majalah, internet.

6. Tehnik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif, maka sumber data diperoleh melalui tehnik :

1) Wawancara

Metode ini untuk memperoleh data atau hal yang sifatnya tidak terungkap secara fisik. Wawancara ini dilakukan dengan struktur yang lentur tetapi dengan “pertanyaan yang semakin

memfokus sehingga informasi yang dikumpulkan cukup

mendalam”. ( H.B.Sutopo, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010) 2) Observasi

Observasi dalam penelitian kualitatif sering disebut sebagai observasi berperan pasif. Observasi ini dilakukan secara formal dan informal untuk mengamati berbagai kegiatan di lokasi penelitian yang sesuai dengan daftar masalah. Observasi ini juga


(35)

commit to user

menggunakan alat bantu observasi seperti alat pencatat, kamera serta alat pendukung lainnya.

3) Kontek Analisa ( Analisa Dokumen )

Tehnik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan arsip yang terdapat pada lokasi penelitian.

7. Metode pembahasan

Metode yang digunakan dalam pembahasan masalah adalah metode pembahasan analisa interaktif, dimana ada 3 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu :

1) Data reduction

Yaitu proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data. 2) Data display

Merupakan suatu penyusunan informasi sebelum menyusun sebuah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan

3) Concluting Drawing

Dari awal penelitian data penelitian sudah harus memulai melakukan pencatatan peraturan, pola-pola pertanyaan, arahan sebab-akibat dan proporsi-proporsi. (Sutopo HB, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)


(36)

commit to user

J. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri atas latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, sasaran perancangan, manfaat, skema pola pikir dan metode desain, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN LITERATUR

Mengemukakan hasil proses pengumpulan data dan studi literatur. Teori-teori ini kemudian digunakan sebagai dasar dan pedoman perancangan. yang meliputi pembahasan teori tentang ruang dan manusia, yang di dalamnya mencakup tentang pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk ruang, sistem interior, sistem keamanan.

BAB III STUDI LAPANGAN

Data-data hasil survey lapangan yang berhubungan dengan proyek interior yang akan dikerjakan sehingga menjadi pembanding dan acuan untuk merancang konsep desain. Merupakan hasil studi observasi di lapangan, baik sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisa dari konsep Desain Autisma Center di Surakarta

BAB IV ANALISA DESAIN

Merupakan uraian tentang ide atau gagasan yang akan melatar belakangi terciptanya karya desain interior.


(37)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Meliputi kesimpulan evaluasi konsep perancangan dan keputusan desain serta saran-saran penulis mengenai perancangan Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(38)

commit to user

15

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Pengertian Judul

Pengertian Desain Interior Autisma Center Di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan bila dijelaskan secara umum dari tiap kata yang ada adalah :

Desain : 1) Rancangan, rencana suatu bentuk dan sebagainya.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Galur Gegadannitisswari. 2009)

2) Suatu sistem yang berlaku untuk segala macam jenis perancangan dimanan titik beratnya adalah melihat sesuatu persoalan tidak secara tepisah atau tersendiri melainkan sebagi suatu kesatuan dimana satu masalah dengan lainnya saling kait mengkait. (Desain Interior, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)

Interior : merupakan bagian dalam dari gedung ( ruang; dsb;

tatanan perabot, hiasan, dll ) di dalam ruangan dari gedung tersebut ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Galur Gegadannitisswari. 2009 ) Desain Interior : Adalah karya arsitek atau desainer yang khusus

menyangkut bagian dalam dari suatu bangunan. (Desain Interior, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)


(39)

commit to user

Autism : 1) a mental disorder characterized by inability to engage in normal social interactions and intense self-absorption, and usually accompanied by other symptoms such as language dysfunctions and repetitive behavior. (www.dict.org_gcide)

2) behavior showing an abnormal level of

absorption with one's own thoughts and disregard for external realities. (www.dict.org_gcide)

3) (psychiatry) an abnormal absorption with the self; marked by communication disorders and short attention span and inability to treat others as people. (www.dict.org_gcide)

4) Autisma adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum ia mencapai usia 3 tahun. Gangguan ini terutama mencakup bidang komunikasi interaksi dan perilaku. (Dr. Melly Budhiman SpKJ)

5) Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic

Spectrum Disorder) adalah gangguan

perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi (spektrum). Biasanya gangguan perkembangan ini meliputi cara berkomunikasi,


(40)

commit to user

ber-interaksi sosial dan kemampuan ber-imajinasi. (www.puterakembara.org)

Center : Titik tengah atau bagian dari sesuatu. Bangunan atau

tempat untuk kegiatan tertentu. Titik dimana orang-orang memusatkan perhatian.( Oxford Learner’s Pocket Dictionary )

Surakarta : Salah satu kota di Jawa Tengah

Psikologi : psychology ( Inggris ) yang dari kata ‘psyche’ atau ‘psycologie’ ( Jerman ) dimana artinya adalah jiwa, psychology artinya ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan jiwa manusia, baik perkembangannya dan segala hal yang

menyertainya. ( Oxford Learner’s Pocket

Dictionary)

Lingkungan : Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. ( UURI No.4 Tahun 1982 & UURI No.23 Tahun 1997, Tentang Lingkungan Hidup )

Perilaku : Menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan


(41)

commit to user

interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya

Jadi pengertian Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan adalah rancangan suatu bentuk ruang dalam bangunan yang merupakan fasilitas terapi dan penataan perilaku penyandang autisma yang terletak di Surakarta dengan pendekatan konsep interior yang peduli perilaku penyandang autisma dengan menciptakan lingkungan interior yang kondusif untuk penataan perilaku penyandang autisma.

B. Tinjauan Umum Autisma 1. Definisi Autisme

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:

1. interaksi sosial,

2. komunikasi (bahasa dan bicara), 3. perilaku-emosi,

4. pola bermain,


(42)

commit to user

6. perkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala autis ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu

dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive

Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity

Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan

perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

1. Autistic Disorder (Autism)

Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.

2. Asperger’s Syndrome

Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.

3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS)

Merujuk pada istilah a typical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).


(43)

commit to user

4. Rett’s Syndrome

Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.

5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD)

Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Diagnosa Perpasive Develompmental Disorder Not Otherwise

Specified (PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika

Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.


(44)

commit to user

2. Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV

a) Interaksi Sosial (minimal 2):

1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju 2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya

3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat

4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2

arah

b) Komunikasi Sosial (minimal 1):

1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal

2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris 3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip

4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi sosial c) Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):

1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya.

2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna.

3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda.

Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari


(45)

commit to user

seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.

Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan


(46)

commit to user

DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Perpasive Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial – Komunikasi – Perilaku.

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal.

2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.

3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4


(47)

commit to user

tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka

4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.

3. Gejala

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangsangan dari kelima


(48)

commit to user

panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.

1. Hambatan dalam komunikasi, misalnya: berbicara dan memahami bahasa.

2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi. 3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar. 4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang


(49)

commit to user

Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu.

Para penyandang autisme beserta spektrumnya sangat beragam, baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspada dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :

1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan

2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada,

menggenggam) hingga usia 12 bulan

3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan 4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di


(50)

commit to user

5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme. (www.rumahautis.org).

4. Prevalensi Individu dengan autisme

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme

beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah:

60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris,


(51)

commit to user

data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:

1. Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families.

2. Chromosome 7 – speech / language chromosome

3. Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.

Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang


(52)

commit to user

Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak”. Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata sungguh-sungguh menyandang austime beserta spektrumnya?. (Sumber :Kompas: 2000).

5. Implikasi Diagnosa Autisme

Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasi-observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan


(53)

commit to user

maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya mereka yang ‘normal’.

Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk kondisi? Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak

sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan

keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak sendiri.


(54)

commit to user

Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap

sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk

menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada

pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu

mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.


(55)

commit to user

6. Perkembangan Penelitian Autisme

Tahun 1960 penanganan anak dengan autisme secara umum didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan akan pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964). Namun demikian model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif. Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian bahwa pelaku psikodinamik tidak dapat memberikan apa yang mereka janjikan (Lovaas, 1987). Melalui berbagai literatur, dapat disebutkan beberapa ahli yang memiliki perbedaan filosofis, variasi-variasi treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:

1. Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya mengarah pada faktor biologis.

2. Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.

3. Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.


(56)

commit to user

4. Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinne dan menerapkan Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang dilakukannya di UCLA. Dari hasil program-program Lovaas, anak-anak dengan autisme mendapatkan program modifikasi perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam jurnal-jurnal psikologi.

Hingga saat ini terdapat banyak program intervensi perilaku bagi anak dengan autisme, setiap program memiliki berbagai variasi dan pengembangan-pengembangan sendiri sesuai dengan penelitian-penelitan dilakukan. Perkembangan studi mengenai autisme kemudian disampaikan oleh Rogers, Sally J., sebagaimana disebutkan di bawah ini:

1. 1960s Heavy emphasis on causes of autism, correlates of autism

2. 1970s Heavy emphasis on assessment, diagnosis: emerging

literature on treatment

3. 1980s Heavy emphasis on functional assessment and treatment, school-based services

4. 1990s Heavy emphasis on social interventions, assessment, school-based services


(57)

commit to user

7. Penanganan Autisme di Indonesia

Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah:

1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.

2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.

3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak dideteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.


(58)

commit to user

4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.

5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated

Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di

Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka

informasi bagi masyarakat luas mengenai

pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia. (www.rumahautis.org).


(59)

commit to user

8. Terapi Bagi Individu dengan Autisme

Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif? Maka jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks, bahkan para orang tua dari anak-anak dengan autisme pun merasa bingung ketika dihadapkan dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang ditawarkan bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persoalan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.

Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang


(60)

commit to user

menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.

1. Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.

2. Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime.

3. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication – Handicapped Children).

4. Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).

5. Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.

6. Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi

visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan

pendukung-pendukung komunikasi lainnya.

7. Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lingkungan sosial lainnya.


(61)

commit to user

8. Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT).

Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.

Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang


(62)

commit to user

tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.

( Sumber : Yayasan Autisma Indonesia)

9. Terapi Alternatif

Semua yang dijabarkan diatas adalah data-data berdasarkan ilmu-ilmu medis dan proses penelitian yang cukup panjang. Akan tetapi suatu metode penyembuhan alternatif autisma yang telah berhasil diterapkan di pinggiran kota Klaten telah menarik para orang tua penyandang autisma untuk mengikuti pengobatan alternatif ini. Metode penyembuhan dengan akupuntur yang dikenalkan oleh Ignatius Eko Tunggono ternyata telah berhasil menyembuhkan ( Edo ) penderita autisma dan hal ini menjadikan ibunda Edo untuk

memberdayakan Ignatius Eko Tunggono untuk membantu

menyembuhkan penyandang autisma yang lainnya. Terapi akupuntur pun harus didukung dengan terapi yang lainnya juga seperti terapi makanan, terapi wicara, sensorik integrasi, terapi musik dan terapi


(63)

commit to user

lainnya untuk mengembangkan bakat yang ada bagi penyandang autisme. Hal penunjang lainnya yang mendukung untuk proses penyembuhan ini adalah lingkungan, dalam hal ini adalah ruangan yang memadai untuk proses terapi itu sendiri.

( Sumber : Arogya Mitra Akupuntur)

C. Tinjauan Khusus Autisma

Beragamnya gejala autisma menyebabkan tidak mungkin setiap anak hanya ditangani oleh hanya satu terapi saja. Para penyandang autisma sangat responsif terhadap program edukasi yang terstruktur yang dirancang sesuai kebutuhan dirinya. Harus selalu diingat bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda

Suatu program intervensi yang dirancang secara baik harus menyertakan pelatihan dalam bidang komunikasi, interaksi social, perilaku dan perbaikan sensoris, yang dilakukan oleh ahli dalam bidangnya masing-masing.

Penatalaksanaan yang efektif harus fleksibel, memakai penguatan (reinforcement) yang positif dan harus dievaluasi secara berkala.

Pada intervensi dini, keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Berat atau ringannya gejala.

Hal ini tergantung dari berat atau ringannya gangguan di dalam otak sendiri.


(64)

commit to user

2. Umur.

Diagnosis dini sangatlah penting oleh karena makin muda umur anak pada saat terapi mulai, makin besar kemungkinan untuk berhasil. Umur yang paling baik antara umur 2-4 tahun, dimana sel otak masih bisa dirangsang untuk membentuk cabang-cabang baru.

3. Kecerdasan.

Makin cerdas anak tersebut, makin baik prognosisnya oleh karena ia akan bisa menangkap pelajaran lebih cepat.

4. Bicara atau bahasa.

Dua puluh persen dari penyandang autisma tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan berbicara dengan kefasihan yang berbeda-beda.

5. Terapi yang intensif dan terpadu.

Tatalaksana terapi pada penyandang autisma harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan beberapa jam sehari. Seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi dengan anak sejak anak tersebut bangun tidur pagi hingga mau tidur malam.

Untuk intervensi dini sebaiknya umur anak adalah antara 2-4 tahun. Namun bagaimanakah dengan anak-anak yang terlambat didiagnosa, misalnya baru pada umur 4 tahun? Pada anak-anak inipun tetap harus dilakukan intervensi. Sebaiknya mereka mendapatkan evaluasi lengkap dalam segala bidang, kemudian dibuatkan kurikulum yang khusus, oleh karena kemampuan mereka dalam tiap bidang berbeda-beda.


(65)

commit to user

1. Terapi Medikamentosa

Banyak orang tua yang takut bila anaknya diberi obat, takut anaknya menjadi ketergantungan, teller dan menjadi bodoh.

Memang belum ada satu obatpun yang bisa menyembuhkan autisme Infantil. Namun obat-obatan perlu untuk menghilangkan gejala-gejala yang tidak diinginkan seperti agresif terhadap orang lain, merusak, menyakiti diri sendiri, hiperaktif, gangguan tidur, menarik diri dari gerakan stereotipie yang diulang-ulang.

Namun saat ini ada beberapa jenis obat baru yang juga bisa menimbulkan pemahaman dan respon terhadap dunia luar yang lebih baik.

Pemakaian obat harus disertai juga dengan tatalaksana yang terpadu misalnya terapi perilaku, pendidikan khusus dan terapi wicara.

Pemakaian obat pada anak harus didasrkan pada : 1. Diagnosis yang tepat

2. Indikasi yang kuat

3. Pemakaian obat yang tepat

4. Pemantauan ketat terhadap efek samping 5. Kenali cara kerja obat.

Macam-macam Terapi yang akan ditangani :

a) Terapi Wicara

Semua penyandang autisma menderita gangguan bicara dan bahasa. Oleh karena itu terapi wicara adalah suatu keharusan bagi mereka. Melakukan terapi wicara pada penyandang autisma


(66)

commit to user

berbeda daripada tidak dengan gangguan bicara oleh sebab lain. Sebaiknya terapis dibekali dengan pengetahuan yang mendalam tentang gejala dan gangguan bicara yang khas pada penyandang autisma.

b) Terapi Okupasi

Terapi okupasi perlu diberikan pada anak-anak yang mempunyai gangguan perkembangan motorik halus untuk memperbaiki kekuatan, koordinasi dan keterampilannya. Hal ini perlu terutama untuk otot halus dari jari tangan supaya anak bisa menulis.

c) Terapi Perilaku

Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para penyandang autisma untuk bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Berbagai jenis terapi perilaku telah dikembangkan untuk membantu anak autistic mengurangi/menghilangkan perilakunya yang tidak lazim dan menggantinya dengan perilaku yang normal.

d) Pendidikan Khusus

Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang terstruktur bagi para penyandang autisma. Sistem satu guru satu anak adalah paling efektif oleh karena mereka sulit memusatkan perhatian dalam kelas yang besar. Dengan adanya perbaikan maka secara bertahap mereka dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok kecil sebelum masuk ke sekolah formal.


(67)

commit to user

e) Integrasi Sensoris

Anak yang mengalami gangguan dalam penginderaannya akan menarik manfaat dari terapi jenis ini, namun integrasi sensoris tidak diperlukan pada anak yang tidak atau sangat minim mengalami gangguan sensorisnya.

f) Prognosis

Seperti telah dibahas diatas, prognosis penyandang autisma sangat tergantung dari berat ringannya gejala, kecerdasan anak, umur pada saat mulai terapi, kemampuan bicara dan terutama intensitas terapi. Keterlibatan orang tua sangat membantu bagi kemajuan anaknya. Telah banyak penyandang autisma yang berhasil dalam hidupnya, mempunyai karir, dan menyandang gelar sarjana. Di Indonesia sendiri beberapa anak telah berhasil duduk di TK dan SD biasa, bahkan ada pula pula yang sudah duduk di bangku universitas.

(Seminar Pelatihan Autisma Seri 1 22 September 1999 Graha Sucofindo, Jakarta)

2. Terapi Akupuntur

Terapi Akupuntur yang di dalamnya tidak mengenal obat-obatan sebagai alat bantu ternyata telah terbukti dan mampu menyembuhkan penyandang autisma. Hal inilah yang menjadi motivasi untuk mengembangkan dan mengakomodir terapi akupuntur. Terapi akupunturpun harus ditunjang dengan terapi makanan dan terapi yang lainnya untuk mengembangkan bakat yang ada pada penyandang autisma.


(68)

commit to user

Terapi makanan sangat menentukan keberhasilan kesembuhan penyandang autisma, berikut ini adalah daftar makanan dan minuman yang harus dihindari untuk penderita gangguan syaraf (autis dan hiperaktif) :

1. Semua makanan dari bahan tepung terigu

2. Makanan yang mengandung zat pewarna, dari bahan pengawet (seperti : Chiki, Taro )

3. Semua makanan dari kemasan kaleng.

4. Makanan/ masakan tidak boleh menggunakan vitsin.

5. Penggunaan gula yang berlebihan (seperti : permen, coklat, Beng-Beng, Top, Tango)

6. Daging ayam potong.

7. Daging kambing.

8. Daging kodok.

9. Isi perut (seperti : ampela, ati, usus/iso, babat, paru)

10. Buah-buahan yang mengandung alcohol (seperti : nangka, sawo, durian, kelengkeng)

11. Minuman yang mengandung soda (seperti : sprite, fanta, coca-cola) 12. Minuman dalam kemasan kardus.

13. Susu

Dianjurkan hanya minum susu kedelai. (ww.arogyamitraakupuntur.com)


(69)

commit to user

D. Tinjauan Interior

1. Hubungan Aantar Ruang

a. Ruang di dalam ruang

Sebuah bangunan yang luas dapat melingkupi dan memuat sebuah ruangan lain yang lebih kecil di dalamnya. Kontitunitas visual dan ruang di antara kedua ruang tersebut dengan mudah mampu dipenuhi tetapi hubungan dengan ruang luar dari ruang yang dimuat tergantung kepada ruang penutupnya yang lebih besar. Misalnya ruang kelas dalam gedung sekolah.

b. Ruang-ruang yang saling berkaitan

Suatu hubungan ruang yang saling berkaitan terdiri dari 2 buah ruang yang kawasannya membentuk volume berkaitan seperti, masaing-masing ruang mempertahankan identitasnya dan batasan sebagai ruang. Tetapi, hasil konfigurasi kedua ruang yang saling berkaitan akan tergantung pada beberapa penafsiran.

c. Ruang-ruang yang bersebelahan

Bersebelahan adalah jenis hubungan ruang yang paling umum. Hal tersebut memungkinkan definisi dan respon masing-masing ruang menjadi jelas terhadap fungsi dan persyaratan simbolis menurut cara masing-masing simbolisnya.

d. Ruang-ruang yang dihubungkan oleh ruang bersama

2 buah ruang yang terbagi oleh jarak dapat dihubungkan atau dikaitkan satu sama lain oleh ruang ketiga yaitu ruang


(70)

commit to user

pertama. Hubungan akan kedua ruang tersebut menempati satu ruang bersama-sama.

2. Organisasi Ruang

Penyusunan ruang-ruang dapat menjelaskan tingkat

kepentingan relatif dan fungsi serta peran simbolis ruang-ruang tersebut di dalam suatu organisasi bangunan. Keputusan mengenai jenis organisasi yang harus digunakan dalam situasi khusus akan tergantung pada: kebutuhan atas program bangunan, seperti pendekatan fungsional persyaratan ukuran, klasifikasi hirarki ruang-ruang dan syarat-syarat pencapaian, pencahayaan atau pemandangan. Kondisi-kondisi eksterior dari tapak yang mungkin akan membatasi bentuk atau pertumbuhan organisasi atau yang mungkin merangsang organisasi tersebut untuk mendapatkan gambaran-gambaran tertentu tentang tapaknya dan terpisah dari bentuk-bentuk lainnya. (Ching, 2000, 188)

Berbagai macam pengorganisasian ruang menurut

Francis.D.K. Ching antara lain sebagai berikut : a. Terpusat

Gambar II.1 Organisasi ruang terpusat Sumber : Ching, 2000, hal 189

Suatu ruang dominant, dimana pengelompokan sejumlah ruang sekunder dihadapkan.


(1)

commit to user 3) Ceiling

1) Dasar Pertimbangan

i. Ceiling merupakan tempat berbagai instalasi ME

(Mechanical Electrical)

ii. Ceiling sebagai peredam dan pemantul suara.

iii. Ceiling berfungsi mempertegas fungsi ruang di bawahnya.

iv. Ceiling memiliki ketinggian yang menysuaikan fungsi.

v. Ceiling sebagai pendukung akustik.

2) Analisa Bahan dan Kegunaan

JENIS BAHAN KRITERIA UMUM ANALISA KEGUNAAN

Gysum board · Perawatan mudah

· Aplikasi mudah

· Banyak Pilihan

· Ceiling

Kayu · Alami

· Perawatan mudah

· Banyak variasi

· Bukan penghantar panas

· ceiling

Kaca · Transparan

· Modern

· Mewah

· Ceiling

Tabel IV.11. Analisa bahan dan kegunaan pada Ceiling


(2)

commit to user

7. Furniture

Furniture modern natural memiliki bentuk-bentuk yang ringan, simpel, bersih dan tanpa ornamen dengan aplikasi material perpaduan alami ( kayu, rotan, bambu ) dan modern ( stainless, logam, kaca )sehingga tercipta furniture yang alami namun tetap kekinian ( mengikuti perkembangan ).

8. Bentuk dan Warna

Sesuai dengan konsep dan tema dari perancangan Autisma Center yaitu tropis modern maka warna yang digunakan mengacu pada warna-warna alam ( coklat, hijau), dengan aksen warna segar yang terinspirasi dari warna tropis bunga dan buah ( oranye, merah, kuning, ungu ) namun dengan intensitas warna yang soft untuk menciptakan suasana yang tenang, asri, dan akrab.

Bentuk yang digunakan memilih bentuk-bentuk yang simpel namun tetap aman bangi penguna.

9. InteriorSistem

1) Pencahayaan

Konsep interior modern natural yang berwawasan pada lingkungan menuntut untuk memanfaatkan potensi alam tak terbatas, contohnya sinar matahari. Indonesia adalah negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa, sehingga mendapatkan sinar


(3)

commit to user

matahari semaksimal mungkin di siang hari akan menghemat energi listrik yang digunakan untuk menyalakan lampu. Sedangkan untuk malam hari dan saat cuaca tidak mendukung dibuat Penataan cahaya sesuai kebutuhan kegiatan dalam Autisma Center ini. Ruang-ruang yang ada sengaja di desain agar langsung ke luar bangunan sehingga pemaksimalan cahaya matahari dapat dilakukan dengan merancang bukaan baik berupa pintu kaca, jendela, kisi-kisi sebagi sarana pemaksimalan pencahyaan alami.

2) Penghawaan

Meskipun konsep modern natural berwawasan lingkungan mengedepankan alam namun untuk memenuhi kenyamanan pengguna maka penggunaan penghawaan alami hanya dapat diterapkan di beberapa ruang saja sedangkan untuk ruang- ruang yang lain menggunakan penghawaan buatan berupa AC. Namun desain keseluruhan ruangan di desain agar memungkinkan menggunakan penghawaan alami jika dikehendaki. Sehingga dapat dikatakan desain fleksibel.

Karena letaknya di tengah kota dengan kondisi udara yang sudah tidak bagus lagi maka pengkondisian udara di sekitar bangunan di tangani dengan cara menanami pohon-pohon di sekitar bangunan agar konsisi udara lebih stabil karena pohon difungsikan sebagi filter udara kotor dari luar.


(4)

3) Akustik

Akustik yang digunakan dalam perancangan interior

Autisma Center ini bernuansa alam. Suara daun-daun pohon yang berada di sekeliling bangunan memberikan kesan ketenangan alam. Suara gemericik air semakin memperkuat kesan alami. Ruang-ruang terapi sebisa mungkin dihindarkan dari gangguan kebisingan.

10.Sistem Keamanan

1. Dari Ancaman Kebakaran

Suatu perancangan yang baik tentunya memperhatikan masalah keamanan dari segi fisik bangunan dan terutama yang

menyangkut kenyamanan pengunjung dari hal-hal yang

mengganggu serta membahayakan jiwa seseorang. Maka diperlukan sarana peralatan yang berhubungan dengan keamanan yang dapat diletakkan paada titik utilitas bangunan.

Peralatan tersebut dapat berupa :

1) Fire estinguisher. Alat pemadam kebakaran portabel dengan jarakjauh antara unit 20 - 25 m2.

2) Smoke detector. Alat yang bekerja bila suhu mencapai 70 o C. 3) Fire alarm sistem. Alarm yang otomatis akan berbunyi jika ada

api atau panas pada suhu 135 o C - 160 o C. Pemasangan pada tempat yang tepat sehingga dapat terdengar apabila terindikasi adanya bahaya kebakaran.


(5)

commit to user

4) Spinkler, suatu jaringan saluran yang dilengkapi dengan kepala penyiram. Setipa spinkler dapat melayani luas area 10 – 20 m dengan ketinggian ruang 3m

5) Hidran kebakaran. Sistem ini menggunakan daya semprot air melalui selang sepanjang 30m, apasitas 400L/menit. Peletakan pada satu unit untuk 1000m2, letak kotak hidran 75 cm dari permukaan lantai.

2. Dari ancaman kejahatan manusia

Dasar pertimbangan :

1) Sistem operasionalnya yang mudah dan memiliki kemampuan tinggi untuk melindungi bangunan

2) Tidak mengganggu penampilan bangunan

3) Bentuk dan luasan bangunan

4) Jenis sistem yang digunakan :

a. Sistem CCTV (Close Circuit Television), adalah yang digunakan untuk memantau atau memonitor kegiatan yang sedang berlangsung dengan menggunakan kamera TV sebagai alat monitoring

b. Sistem door and exit control merupakan sistem dengan pemakaian pintu sebagai alat untuk mengatasi bahaya yang datang dari luar bangunan. Pintu-pintu yang berhubungan dengan luar bangunan diberi dan diawasi oleh seperangkat alat pendeteksi elektronik.


(6)

commit to user

BAB IV KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Mempelajari dari uraian – uraian yang tertulis dari bab sebelumnya penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Autisma Center merupakan wadah yang memberi fasilitas bagi

orang tua dan penyandang autis untuk mengembangkan potensi yang ada.

2. Tema yang diterapkan pada perancangan diharapkan mampu memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan psikologis, dan perilaku penyandang autis yang mengunjungi Autisma Center.

B. Saran

Pada dasarnya keberhasilan desain dapat ditinjau dari :

1. Desain yang dapat memenuhi kebutuhan pemakai

2. Penggunaan bahan dan material yang sesuai dengan fungsi dan

kebutuhan

3. Tema yang mendukung perancangan

4. Tercapainya hasil yang baik dari segi estetis

Untuk itu perlu partisipasi dari semua masyarakat untuk menciptakan keberhasilan desain.