Analisis kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan, biomasa,

Baik Sedang Jelek Gambar 10. Sebaran spesien lamun di tiap titik stasiun

4.4.4 Analisis kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan, biomasa,

dan jumlah jenis lamun Hasil dari pemberian skor pada setiap stasiun kemudian diplotkan yang terbagi menjadi kelas kondisi lamun “baik”, “sedang”, dan “jelek” Gambar 11. Gambar 11. Sebaran kondisi lamun di perairan Pulau Pari Sedang Jelek Penentuan kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan, biomasa, dan jumlah jenis yang selanjutnya dilakukan teknik skoring untuk mengetahui apakah titik stasiun tersebut masuk kedalam kategori lamun “baik”, “sedang” atau “jelek”. Kategori kondisi lamun “baik” menandakan bahwa keanekaragaman jenis, persentase tutupan dan biomasa lamun masih relatif tinggi. Berdasarkan Gambar 11, terdapat 42,85 titik stasiun lamun masuk ke dalam kategori kondisi lamun “sedang”. Dari 35 titik stasiun lamun, ditemukan 15 titik stasiun lamun dalam kondisi “sedang” tersebar di bagian selatan Pulau Pari dan di bagian utara Pulau Burung. Titik stasiun yang termasuk dalam kategori “baik” ditemukan ada 10 titik atau 28,57. Kondisi lamun yang masuk dalam kategori “baik” ditemukan di bagian barat Pulau Burung, di bagian selatan Pulau Tengah, dan di bagian timur Pulau Kongsi timur. Sedangkan untuk kondisi lamun yang masuk ke dalam kategori “jelek” ditemukan 28,57 di titik stasuin atau 10 titik stasiun lamun yang tersebar di bagian timur Pulau Pari dekat daratan mess LIPI, dan di daerah dekat dermaga selatan Pulau Pari. Daerah lamun yang masuk ke dalam kategori “jelek” seperti halnya di bagian timur Pulau Pari merupakan daerah yang sering dijadikan lokasi transplantasi lamun dengan tujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan habitat yang mengalami kerusakan Azkab, 1988. Parameter penentu untuk mengetahui kondisi lamun secara keseluruhan harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti aspek biologi persentase penutupan, kerapatan, biomasa, jumlah jenis, dan sebaran lamun, aspek fisik arus, pasang surut, kedalaman, dan substrat, aspek kimia kualitas air, aspek ekologi asosiasi fauna dan flora, dan aspek pengaruh manusia Kiswara, 1999. 36

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil pemetaan sebaran lamun di gugusan Pulau Pari menunjukkan bahwa hampir di sepanjang pantai terdapat lamun. Luas ekosistem lamun pada peta hasil klasifikasi unsupervised adalah 1,67 km 2 sedangkan pada peta klasifikasi algoritma Lyzenga luas ekosistem lamun adalah 1,95 km 2 . Pemetaan kondisi lamun di perairan Pulau Pari dengan menggunakan dua metode menghasilkan nilai overall accuracy yang berbeda. Peta hasil klasifikasi unsupervised menghasilkan nilai overall accuracy sebesar 72,82, nilai ini lebih besar dibanding nilai overall accuracy yang dihasilkan oleh peta hasil klasifikasi berdasarkan algoritma Lyzenga yaitu sebesar 65,21. Identifikasi lamun di titik stasiun menunjukkan persentase penutupan lamun umumnya ditemukan masuk dalam kisaran 30. Rata-rata biomasa lamun di semua titik stasiun adalah sebesar 41,94 gbkm 2 . Pada penelitian ini ditemukan 3 spesies lamun yang tersebar di perairan Pulau Pari yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii. Kondisi lamun di perairan Pulau Pari pada umumnya tergolong “sedang”. Kondisi lamun “baik” berada di sebelah barat Pulau Burung, sedangkan kondisi lamun Kondisi lamun “jelek” berada di sebelah timur Pulau Pari. .Kondisi lamun saat ini memerlukan perhatian yang lebih, baik dari pemerintah setempat dan masyarakat sehingga kelestarian ekosistem lamun terpelihara.